6.1 Petunjuk Umum - DOCRPIJM 107f55c9ab BAB VIBAB 6 Keuangan Daerah MBD

KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN

6.1 Petunjuk Umum

  Pembahasan mengenai aspek keuangan dalam penyusunan RIPJM pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kabupaten/Kota, yang meliputi:

  • Pembelanjaan untuk pengoperasiaan dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun;
  • Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada; • Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.

  Pembahasan aspek ekonomi dalam penyusunan RPIJM perlu memperhatikan hasil total atau produktivitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan ekonomis secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber dana tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil adanya kegiatan.

  Pembahasan aspek ekonomi dalam penyusunan RPIJM yang diperhatikan adalah hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut.

6.1.1 Komponen Penerimaan Daerah

  Komponen Penerimaan Pendapatan merupakan penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Penerimaan Pendapatan terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) Dana Perimbangan; dan (3) Pendapatan lainnya yang sah. Berikut akan dijelaskan satu persatu subkomponen Pendapatan dan gambaran umum tentang subkomponen Pendapatan di daerah pada umumnya.

  Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  a)

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan. PAD bersumber dari :

  • Pajak Daerah, antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di

  atas Air, Pajak Balik Nama, Pajak Bahan Bakar, Pajak Pengambilan Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Galian Golongan C, Pajak Parkir, dan Pajak lain-lain.

  Pajak-pajak Daerah ini diatur oleh UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 65/2001 tentang Pajak Daerah.

  • Retribusi Daerah, antara lain: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi

  Pelayanan Persampahan, Retribusi Biaya Cetak Kartu, Retribusi Pemakaman, Retribusi Parkir di Tepi Jalan, Retribusi pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemadam Kebakaran, dan lain-lain.

  Retribusi ini diatur oleh UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah.

  • Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain hasil deviden

  BUMD; dan

  • Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain : hasil penjualan kekayaan daerah

  yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar, komisi, potongan, dan lain-lain yang sah.

b) Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas :

  • Dana Bagi Hasil terbagi atas Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. BHP antara lain: Pajak Bumi Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan Badan maupun Pribadi; sedangkan BHBP atara lain : kehutanan, pertambangan umum, perikanan, penambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
  • Dana Alokasi Umum (DAU) dibagikan berdasarkan “Celah Fiskal” yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal ditambah Alokasi Dasar.
  • Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi, penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, dan bencana alam.

6.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja

  Komponen pengeluaran belanja merupakan pengeluaran belanja rutin yang terdiri dari:

   Belanja Operasi • Belanja Pegawai • Belanja Barang • Belanja Bunga • Belanja Subsidi • Belanja Hibah • Belanja Bantuan Sosial  Belanja Modal

  • Belanja Tanah • Belanja Peralatan dan Mesin • Belanja Gedung dan Bangunan • Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan • Belanja Aset tetap lainnya
  • Belanja Aset lainnya
Transfer ke Desa/Kelurahan

   • Bagi Hasil Pajak • Bagi Hasil Retribusi • Bagi Hasil Pendapatan Lainnya Belanja Tak Terduga 

6.1.3 Komponen Pembiayaan

  Komponen Pembiayaan (Financing) merupakan komponen yang baru dalam Sistem Keuangan Daerah. Istilah Pembiayaan berbeda dengan Pendanaan (Funding). Pendanaan diartikan sebagai dana atau uang dan digunakan sebagai kata umum, sedangkan Pembiayaan diartikan sebagai penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali. Contoh konkritnya, di dalam SAP-D yang lama, apabila daerah memperoleh pinjaman, pinjaman tersebut diakui sebagai Penerimaan Pendapatan. Selanjutnya, Penerimaan Pendapatan dari Pinjaman ini tidak mempunyai konsekuensi atau dicatat pembayaran kembali; sedangkan di dalam SAP-D yang baru, apabila daerah memperoleh Pinjaman, maka diterima sebagai Penerimaan Pembiayaan yang perlu dibayar kembali. Demikian pula bila daerah memberi pinjaman, maka dikeluarkan sebagai Pengeluaran Pinjaman karena akan diterima kembali

6.2 Profil Keuangan Kabupaten Maluku Barat Daya

  Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi yang menekankan pada prinsip money follows function sebagai konsekuensi dari hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembaharuan subjek pengelolaan keuangan daerah yang ada dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pengelolaan yang ekonomis, efektif, dan efisien, baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan mendukung proses penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan publik secara optimal.

  Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya dalam kebijakan anggarannya mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien juga perlu dibarengi dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dengan mengefektifkan fungsi pengawasan serta upaya-upaya penghematan sehingga dana yang terbatas dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kegiatan pembangunan dan pemerintahan serta berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan. Adanya pengawasan yang baik dengan sendirinya akan dapat menekan sekecil mungkin terjadinya pemborosan dan kebocoran anggaran.

  Seiring dengan pendekatan anggaran kinerja yang diadopsi oleh pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya dan kewenangan pengelolaan keuangan yang dimilikinya, maka arah kebijakan keuangan daerah Kabupaten MBD dititikberatkan pada:

  1) Arah belanja APBD Kabupaten MBD digunakan sepenuhnya untuk mendukung kebijakan

  dan prioritas strategis jangka menengah lima tahunan. Belanja daerah akan diarahkan untuk mendukung kebutuhan dana seluruh kegiatan dengan prioritas utama pada belanja untuk mendukung kegiatan yang strategis dan memiliki nilai tambah (value- added).

  2) Arah pendapatan Kabupaten MBD digunakan untuk menjamin ketersediaan dana

  yang kontinu dan jumlah yang memadai. Semua potensi pendapatan semaksimal mungkin digali agar mampu menutup seluruh kebutuhan belanja. Kebijakan pendapatan diarahkan agar sumber-sumber pendapatan yang mendukung APBD selama ini diidentifikasi dengan baik, ditingkatkan penerimaannya (intensifikasi), dan diupayakan sumber-sumber pendapatan baru (ekstensifikasi) oleh Pemerintah Kabupaten MBD.

  3) Arah pembiayaan Kabupaten MBD diarahkan untuk menutup defisit dan

  mengalokasikan pada pos-pos pembiayaan. Dalam hal APBD mengalami defisit maka kebijakan pembiayaan mengupayakan sumber pemasukan kas untuk menutup defisit (pembiayaan penerimaan). Sebaliknya, apabila APBD mengalami selisih lebih, maka surplus tersebut akan dialokasikan dalam pembiayaan pengeluaran pada pos-pos pembiayaan yang diperkenankan oleh peraturan.

6.2.1 Pendapatan Keuangan Daerah

  Otonomi daerah dan desentralisasi berimplikasi pada semakin luas kewenangan daerah untuk mengatur dan mengelola pendapatan daerahnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka secara bertahap daerah dituntut untuk mengupayakan kemandirian pendapatannya dengan mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan yang dimilikinya.

  Secara normatif, pemerintah daerah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pendanaan penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang menjadi kewenangannya secara mandiri. Namun dalam kenyataannya, Kabupaten Maluku Barat Daya masih sangat bergantung kepada Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan berupa Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus, serta bantuan keuangan lain dari Provinsi. Hal tersebut menunjukkan masih rendahnya Pendapatan Asli Daerah yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah indikator tingkat kemandirian daerah dalam menjalankan otonomi daerah.

  Pengelolaan anggaran pendapatan daerah diarahkan pada peningkatan pendapatan daerah tanpa menambah beban bagi masyarakat. Pendapatan Daerah yang mencakup Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Pendapatan Daerah lainnya dalam struktur APBD berperan bagi kepastian adanya sumber-sumber pembiayaan belanja, baik bagi kepentingan pelaksanaan program pembangunan maupun bagi kepentingan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam struktur pembiayaan APBD yang berbasis kinerja dan memberikan peluang adanya surplus/defisit anggaran maka komponen pendapatan daerah mempunyai fungsi sentral sumber pembiayaan untuk menutup kebutuhan total belanja.

  Penentuan arah dan kebijakan yang tepat dapat secara bertahap mengoptimalkan sumber-sumber keuangan daerah Kabupaten Maluku Barat Daya dan diharapkan mampu keluar dari berbagai permasalahan keuangan yang sebelumnya. Selain itu, arah dan kebijakan yang cerdas dan kreatif ditujukan untuk dapat mengidentifikasi dan mengeksplorasi berbagai

  Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, maka Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya dituntut untuk secara kreatif mengoptimalkan aset pendapatan yang ada dan berusaha mencari serta menemukan potensi pendapatan yang bisa didayagunakan. Dari beberapa kondisi obyektif di Kabupaten Maluku Barat Daya dapat dijadikan pertimbangan dalam upaya untuk mendukung kondisi tersebut diatas :

6.2.2 Realisasi Pengeluaran

  Belanja daerah diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan lima tahun ke depan ditambah satu tahun transisi. Sesuai dengan visi pembangunan yang telah ditetapkan, belanja daerah dapat digunakan sebagai instrumen pencapaian visi tersebut. Pengelolaan belanja sejak proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus memperhatikan aspek efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.

  Pengelolaan belanja daerah diarahkan pada efesiensi dan efektivitas penggunaan anggaran belanja bagi kepentingan pelayanan publik secara optimal dengan tetap menjaga eksistensi serta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan. Pengelolaan belanja harus pula diadministrasikan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

  Orientasi belanja daerah untuk efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Namun demikian, pengalokasian anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan. Pendekatan capaian kinerja (input-output-outcomes) secara konsisten selalu dikedepankan. Oleh karena itu, perumusan target kinerja harus selalu dilakukan selalu cermat dan tepat; sebagai basis evaluasi kinerja setelah pelaksanaan program kegiatan. Untuk itu, belanja daerah pada setiap kegiatan harus disertai tolok ukur dan target kinerja yang tepat dan sesuai. Peningkatan alokasi belanja SKPD harus diikuti dengan peningkatan prestasi kerja. Dengan demikian, tidak boleh ada kecenderungan untuk selalu menaikkan alokasi belanja tanpa diikuti oleh prestasi kerja.

  Usulan program, kegiatan dan anggaran dinilai tingkat kewajaran melalui akselerasi dan sinkronisasi program bersama stakeholders. Penilaian kewajaran menyangkut dan meliputi, antara lain kesesuaian tugas pokok dan fungsi SKPD dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam mendukung terwujudnya visi daerah; kaitan logis antara permasalahan yang akan diselesaikan SKPD dengan prioritas program dan kegiatan yang diusulkan; kapasitas SKPD untuk melaksanakan kegiatan dalam pencapaian kinerja yang diinginkan; dan keselarasan dan keterpaduan kegiatan dari masing-masing SKPD sehingga memberikan manfaat dampak positif bagi masyarakat.

  Selanjutnya, salah satu hal krusial yang harus mendapatkan perhatian adalah aspek standar dalam penganggaran dan pelaksanaan anggaran belanja. Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya perlu segera memiliki Analisa Standar Belanja (ASB) yang merupakan perkiraan kewajaran anggaran yang dilaksanakan untuk suatu kegiatan pada suatu unit kerja. ASB dalam hal ini merupakan pendukung bagi pelaksanaan anggaran daerah yang disusun dengan berdasarkan pendekatan kinerja. ASB ini merupakan pagu/batas kewajaran anggaran dan kegiatan sehingga lebih mudah, baik bagi pihak pimpinan, pengawas internal maupun eksternal untuk melakukan evaluasi hasil kinerja atas suatu kegiatan. Dengan ASB ini maka suatu kegiatan dapat dinilai berhasil mencapai kinerjanya apabila telah sesuai dengan indikator input, output dan outcome dengan batas kewajaran anggaran yang telah ditetapkan dalam ASB.

6.3 Permasalahan dan Analisis Keuangan 6.3.1. Kondisi Keuangan Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya

  Dana yang didapat oleh pemerintah daerah baik dari PAD, DAU, dan DAK serta penerimaan daerah lainnya yang sah, pada kenyataannya dana tersebut tidak dapat membiayai seluruh sektor kegiatan pembangunan daerah termasuk pembangunan perkotaan. Dengan kondisi tersebut untuk mengatasi kebutuhan pembiayaan pembangunan kota yang akan semakin besar, pemerintah daerah perlu melakukan langkah-langkah kebijakan dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sumber-sumber pendapatan asli daerah.

  Kebijakan umum belanja daerah diarahkan pada peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabel dan penetapan prioritas alokasi anggaran, guna mencapai sasaran, tujuan, misi dan visi yang telah ditetapkan.

  Secara spesifik, efisiensi dan efektivitas belanja harus meliputi pos–pos belanja. Belanja daerah dikelompokan ke dalam belanja langsung dan tidak langsung yang masing– masing kelompok dirinci ke dalam jenis belanja.

a) Belanja Tidak Langsung

  Arah kebijakan belanja tidak langsung sampai dengan 2012 diperkirakan akan didominasi oleh belanja pegawai yang masih merupakan proporsi terbesar. Kemungkinan dalam tiga tahun ke depan pemerintah akan menaikkan kembali gaji PNS, sehingga selama tiga tahun mendatang diperkirakan belanja tidak langsung akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan terutama untuk biaya gaji tetap. Kenaikan gaji PNS tersebut dibiayai oleh sumber pendapatan DAU. Dengan demikian kenaikan gaji pegawai diharapkan dapat diikuti oleh kenaikan DAU.

  Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada masyarakat dan berbagai organisasi baik profesi maupun kemasyarakatan. Tujuan alokasi belanja bantuan sosial merupakan manifestasi pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. Mekanisme anggaran yang dilaksanakan adalah bersifat block grant, artinya masyarakat dapat merencanakan sendiri sesuai dengan kebutuhan, dengan tidak keluar dari koridor peraturan yang berlaku.

  Belanja bantuan keuangan dalam rangka pemerataan dan peningkatan kemampuan keuangan pemerintah desa, dialokasikan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dengan tetap mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

  Selain itu, komitmen Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan juga berimplikasi pada meningkatnya belanja subsidi pendidikan dan kesehatan, yang juga akan berpengaruh pada peningkatan belanja tidak langsung.

b) Belanja Langsung

  Belanja langsung adalah belanja pemerintah daerah yang berhubungan langsung dengan program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang diusulkan pada belanja langsung disesuaikan dengan kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran, dan Rencana Strategis SKPD. Belanja langsung untuk jangka waktu tiga tahun ke depan dan satu tahun transisi diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk yang termasuk kategori miskin melalui program kegiatan yang lintas sektoral secara sinergis dan terintegrasi.

  Selain itu, mengingat posisi pemerintah daerah masih dominan sebagai sentral mendorong dan menggerakan roda perekonomian daerah; maka upaya untuk mewujudkan sosok birokrasi yang mampu menjadi model pelayan publik yang handal, profesional dan taat asas harus dilakukan secara berkesinambungan dan terukur. Upaya untuk mewujudkan sosok birokrasi yang dapat menjadi model pelayan publik ini harus pula dilakukan secara sinergis dan terintegrasi.

  Untuk lebih mengefektifkan belanja langsung barang dan jasa, maka pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya secara bertahap akan merumuskan model remunerasi bagi para aparaturnya. Dengan demikian, alokasi belanja pegawai dalam belanja langsung yang antara lain berupa honorarium, dapat secara bertahap dikurangi. Hal ini sejalan dengan arah reformasi birokrasi yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat.

  Sementara itu, khusus untuk belanja modal, pengeluaran belanja modal diprioritaskan untuk menyediakan dan membangun prasarana dan sarana pelayanan publik yang memadai.

  Dengan diberlakukannya anggaran kinerja, maka dalam penyusunan APBD dimungkinkan adanya defisit atau surplus. Kebutuhan belanja daerah tiap tahunnya cenderung lebih besar dari perkiraan pendapatan daerah sehingga performance budgeting APBD menunjukan defisit. Kebijakan untuk menutup defisit anggaran dioptimalkan melalui sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu dan atau penggunaan dana cadangan. Namun jika tidak memungkinkan, maka akan dilakukan pinjaman daerah.

  Pinjaman daerah harus direncanakan secara hati-hati. Tujuan pinjaman daerah hendaknya diarahkan agar mempunyai multiplier effect dan cost recovery sehingga mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan berkembangnya sektor perdagangan dan jasa. Selain disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, pinjaman yang dilakukan harus tepat sasaran. Untuk itu, pengawasan yang efektif dan efisien mutlak dilakukan.

  Selanjutnya untuk pengeluaran pembiayaan diprioritaskan pada

pengeluaran yang bersifat wajib, antara lain untuk pembayaran hutang pokok yang

telah jatuh tempo. Setelah pengeluaran wajib terpenuhi, maka pengeluaran

pembiayaan diarahkan untuk penyertaan modal kepada PMD yang berorientasi

keuntungan dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan penyertaan modal yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan bagi

hasil laba yang

  6.4 Analisis Tingkat Ketersediaan Dana 6.4.1. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

  Analisa terhadap kemampuan daerah yang diperlukan dalam proses pembangunan adalah terhadap ketersediaan dana Pemerintahan Maluku Barat Daya yang dapat digunakan dalam pembangunan RPIJM.

  Dalam konteks pengelolaan pendapatan daerah di Maluku Barat Daya, karena proporsi PAD yang masih rendah dari total pendapatan daerah maka perlu adanya strategi- strategi dalam rangka peningkatan PAD di waktu yang akan datang. Disamping itu, sumber–sumber pendapatan lainnya juga perlu ditingkatkan, antara lain bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang selama kurun waktu 2003-2007 belum memberikan andil terhadap pendapatan, lain–lain pendapatan yang sah, dana perimbangan bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak. Sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, porsi DAU secara bertahap dapat mulai digantikan oleh sumber–sumber pendapatan yang dapat diupayakan oleh daerah.

  6.5 Rencana Pembiayaan Program

  Sesuai dengan konsep otonomi, daerah dituntut untuk lebih kreatif dalam membiayai pembangunannya sendiri. Untuk itu diperlukan usaha-usaha kreatif dan inovatif dalam peningkatan pendapatan daerah. Prinsipnya, suatu sumber keuangan yang ditarik daerah harus dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam meningkatkan pelayanan kota.

  Selain sumber pendapatan yang telah ada, masih banyak potensi pendapatan yang dapat digali. Beberapa kegiatan yang dilakukan di Kabupaten Maluku Barat Daya, yang kemungkinan akan membebani sistem keuangan daerah, dapat diberlakukan pajak/retribusi tertentu (fiscal impact fees). Selain itu, investasi swasta dan kemampuan swadaya masyarakat dapat merupakan potensi yang cukup besar.

  Sesuai dengan Undang-undang No.35 tahun 2004 tentang sumber-sumber penerimaan daerah bahwa pendapatan daerah akan diperoleh dari : Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri atas :

  a)

  • Hasil Pajak Daerah
  • Hasil Retribusi Daerah
  • Hasil Perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang sah
  • Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

  Dana Perimbangan

  b)

  Yaitu dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, terdiri dari :

  • Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber alam
  • Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka desentralisasi.
  • Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang berasal dari APBN, yang dalokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu

c) Pinjaman Daerah

  Selain alternatif kedua sumber pendapatan diatas, daerah akan menambah sumber pendapatan dari pinjaman daerah. Ketentuan pinjaman daerah mengacu pada ketetapan Menteri Keuangan No.35/KMK.07/2003 tanggal 22 Januari 2003 tentang Prencanaan, Administrasi dan Monitoring Pinjaman Luar Negeri kepada Daerah. Ketetapan ini beriplementasi pada proses transfer dana dari pusat ke daerah atas pembiayaan proyek-proyek pembangunan yang dibiayai dari dana pinjaman internasional (dari kerjasama multilateral, maupun lembaga financial lainnya). Daerah yang menerima pinjaman dari pemerintah pusat harus menyatakan kesanggupan untuk membayar pinjamannya.

6.6 Petunjuk Rencana Peningkatan Pendapatan

  Terkait dengan arah pengelolaan keuangan dalam rangka peningkatan pendapatan daerah, maka Kabupaten Maluku Barat Daya perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan PAD yaitu dengan:

  1) Perbaikan Manajemen

  Melalui perbaikan manajemen diharapkan setiap potensi pendapatan daerah dapat direalisasikan. Manajemen yang profesional dapat dicapai dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan perbaikan serta penyederhaan sistem dan prosedur. Perbaikan manajemen ini baik pada internal pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya maupun pada PMD, seperti pada PDAM. 2)

  Peningkatan Investasi Peningkatan investasi dapat didorong dengan membangun iklim usaha yang kondusif bagi investor. Penyederhanaan prosedur perijinan, peningkatan kepastian hukum terhadap usaha, dan peningkatan infrastruktur merupakan beberapa langkah strategis yang mutlak dilakukan. Hal tersebut harus dibarengi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja serta promosi yang intensif dan tepat sasaran. Peran pemerintah sebagai penggerak utama roda perekonomian daerah harus secara bertahap digantikan oleh sektor swasta. 3) Pembentukan dan Optimalisasi Pengelolaan Perusahaan Milik Daerah

  Meskipun kondisi saat ini belum terlalu kondusif, Pemerintah Daerah dapat secara bertahap membentuk mekanisme pasar yang fair sehingga dapat memberi kesempatan tumbuhnya usaha-usaha usaha baru termasuk dalam bentuk Perusahaan Milik Daerah (PMD). Jenis usaha PMD haruslah sesuai dengan potensi dan kebutuhan pasar, sehingga perusahaan daerah tersebut dapat bertahan dan berkembang secara sehat. Upaya mendirikan PMD baru harus berlandaskan pada alasan yang rasional, misalnya dengan memperhatikan faktor endowment yang dimiliki daerah.

  Selain itu, Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan daerah yang sudah beroperasi, dengan tujuan untuk memperoleh dividen pada akhir periode.

  Pengembangan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Maluku Daya dengan memformulasikan regulasi-regulasi ekonomi baru untuk merevitalisasi badan usaha daerah yang sudah ada sehingga mempunyai daya saing lebih. Secara bertahap, perusahaan- perusahaan daerah tersebut disiapkan untuk mengikuti mekanisme pasar, sehingga mempunyai daya tahan secara jangka panjang. Namun, peningkatan pendapatan daerah harus tetap dalam koridor pada fungsi pemerintah sebagai pelayanan publik seoptimal mungkin. Agar PMD yang ada mampu memberikan kontribusi yang semakin meningkat terhadap PAD maka pengelola PMD dan pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya perlu melakukan reposisi terhadap pengelolaan BUMD untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

  Perencanaan keuangan dititik beratkan terhadap Pendapatan Asli Daerah, yang selama ini belum dihitung potensi riilnya, akibatnya target penerimaan yang dimuat dalam APBD hanya bersumber kepada data historis dengan memperkirakan persentase kenaikan/penurunan. Oleh karena itu, perlu upaya secara berkesinambungan untuk menghitung potensi riil sumber-sumber PAD, baik sumber-sumber yang telah maupun yang belum diidentifikasi.