Penutupan Kembali Back Filling Drainase dan pagar sementara selama pelaksanaan pekerjaan Bored pile

42 5. Pengecoran dihentikan 0,5 – 1 meter diatas batas beton bersih, sehingga kualitas beton pada batas bersih benar – benar terjamin bebas dari lumpur 6. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tremie diangkat dan dibuka, serta dibersihkan. Batas pengecoran diukur dengan meteran kedalaman.

5. Penutupan Kembali Back Filling

Lubang pondasi yang telah selesai di cor ditutup kembali dengan tanah setelah beton mengeras dan stand pipe dicabut, kemudian tanah tersebut dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat – lat berat lainnya.

6. Drainase dan pagar sementara selama pelaksanaan pekerjaan Bored pile

Untuk menampung air dan lumpur buangan dari lubang bored pile, dibuat proteksi sementara menggunakan karung yang diisi pasir Pagar sementara dibuat dan dipasang untuk melindungi lokasi pekerjaan dari masyarakat umum, gangguan lalulintas, dll. Berikut ini Gambar II.6 Pelaksanaan Pondasi Bored pile secara keseluruhan. 43 Gambar 2.6 Pelaksanaan Pondasi Bored pile dengan Metode RCD Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran variabel-variabel tempat proyek mungkin juga memerlukan perpaduan beberapa metode, yaitu :

a. Metode Kering

Cara ini sesuai dengan jenis tanah kohesif dan pada tanah dengan muka air tanah yang berada pada kedalaman di bawah dasar lubang bor atau jika permeabilitas tanahnya sangat kecil, sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air terjadi. Pada metode kering yang pertama dilakukan adalah sumuran digali dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu. Kemudian sumuran diisi sebagian dengan 44 beton dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya mencapai kira – kira setengahnya saja. Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk kohesif dan permukaan air di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bisa digali mungkin juga dipompa dan dibeton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton. Rangkaian pelaksanaan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Proses Pekerjaan Metode Kering

b. Metode Acuan

Casing diperlukan karena runtuhan tanah caving atau deformasi lateral dalam lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa slurry perlu dipertahankan 45 sebelum casing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing harus dimasukkan dengan menggunakan alat penggetar vibrator. Penggunaan casing harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat tekanan artesis. Casing juga dibutuhkan pada pengecoran di atas tanah atau di tengah-tengah air, misalnya pada pondasi untuk dermaga atau jembatan. Pada metode ini, acuan dipakai pada proyek yang mungkin terjadi lekukan atau deformasi lateral yang belebihan terhadap rongga sumur sharf cavity. Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer slurry digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan site dan proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling tidak sampai ID acuan kadang-kadang 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak ruang bor tanah auger yang lebih baik. Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran diganti dengan adukan encer grout maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan adukan encer. Rangkaian pelaksanaan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8 46 Gambar II.6 Proses Pekerjaan Metode Acuan Gambar 2.8 Proses Pekerjaan Metode Acuan c. Metode Adonan Metode ini hanya dapat dilakukan untuk suatu situasi yang membutuhkan casing. Tinggi slurry dalam lubang bor harus mencukupi untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan air di sekitar lubang bor. Akan tetapi, slurry tidak boleh didiamkan dalam jangka waktu yang lama pada lubang galian karena slurry akan menempel pada dinding lubang galian. Penempelan slurry akan menyebabkan kapasitas gesekan selimut bored pile berkurang. Bentonite adalah bahan yang dipakai sebagai slurry dengan mencampurkannya dengan air. Umumnya diperlukan bentonite sebanyak 4 hingga 6 untuk pencampuran tersebut. 47 Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan acuan. Hal ini diperlukan jika tidak mungkin mendapatkan penahan air water seal yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk ke dalam rongga sumuran shaft cavity. Rangkaian pelaksanaan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.9. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:  Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran;  Memompa adonan keluar dan partikel-partikel yang lebih besar dalam suspensi dipisahkan dengan memakai adonan ‘conditioned’ yang dikembalikan lagi kedalam sumuran sebelum beton;  Hati-hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negatif yang bisa meruntuhkan sebagian dari sumuran. Gambar 2.9 Proses Pekerjaan Metode Adonan 48 Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan ke dalam sumuran dan corong pipa-cor tremie dipasang urutan ini perlu diperhatikan sehingga corong pipa-cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan lapisan adonan dalam sumuran. Beton dipompa dengan hati-hati sehingga corong pipa-cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang terbuka dan yang terkontaminasi oleh adonan.

2.6. Standar Penetrasi Tes SPT

Standard Penetration Test SPT dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui baik perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh tanah dengan teknik penumbukan . Uji SPT terdiri atas pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah dan disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm 1ft vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu seberat 63,5 kg yang dijatuhkan bebas secara berulang dengan tinggi 76 cm. Pelaksanaan pengujian dibagi atas 3 tahap yaitu berturut-turut setebal 15 cm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT dinyatakan dalam pukulan per 30 cm.Secara skematis Urutan Uji SPT dapat dilihat pada Gambar 2.10. Jika tabung contoh tidak dapat dipikul sampai 450 mm, jumlah pukulan per masing-masing tahap setebal 150 mm dan masing-masing bagian tahap harus dicatat pada pencatatan log bor. Untuk sebagian tahap kedalaman penetrasi harus dicatat sebagai tambahan pada jumlah pukulan misalnya tahap 2 sebesar 50 49 pukulan per 5 cm penetrasi. Metode uji ini dilakukan pada berbagai jenis tanah atau batuan lunak tetapi tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik deposit kerikil atau lempung lunak. Gambar 2.10 Skema Urutan Uji Penetrasi Standar SPT Uji SPT dilakukan di dasar lubang bor yang telah disiapkan dengan menggunakan metode pengeboran auger tangga putar atau metode bor putar. Pada waktu SPT dilakukan proses pengeboran dihentikan dan lubang bor dibersihkan dari sisa kotoran longsoran tanah, kemudian tabung SPT disambungkan dengan stang bor diturunkan sampai kedalaman lubang bor kemudian dilakukan pengujian dengan interval 2,0 m. Tinggi tekan air dalam lubang bor harus diatur sedemikian rupa berada diatas muka air tanah untuk menghindari masuknya aliran air tanah ke dalam lubang bor. Uji SPT ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman oleh beberapa ahli, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian SPT dan 50 hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Hubungan D , ϕ dan N dari pasir Peck, Meyerhoff Nilai N Kepadatan Relatif D = Sudut Geser Dalam ϕ Menurut Peck Menurut Meyerhof 0-4 Sangat Lepas 0,0-0,2 28,5 30 4-10 Lepas 0,2-0,4 28,5 – 30 30 – 35 10-30 Sedang 0,4-0,6 30 – 36 35 – 40 30-50 Padat 0,6-0,8 36 – 41 40 – 45 50 Sangat Padat 0,8-1,0 41 45 Berdasarkan ASTM D-4633 setiap alat uji SPT yang digunakan harus dikalibrasi tingkat efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur starain gauges dan aselerometer, untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang lebih teliti. Di dalam praktek, efisiensi tenaga sistem balok Derek dengan palu donat donut hammer dan palu pengaman safety hammer berkisar 35 sampai 85, sementara efisiensi tenaga palu otomatik automatic hammer berkisar antara 80 sampai 100 yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.11. Jika efisiensi yang diukur E f diperoleh dari kalibrasi alat, nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi sebesar 60 dan dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut N 60 = r N m II.1 Dimana ; N 60 = Efisiensi 60 E r = Efisiensi yang diukur N m = Nilai yang terukur yang harus dikoreksi 51 Nilai N terukur harus dikoreksi pada N 60 untuk semua jenis tanah seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.12. Besaran koreksi pengaruh efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung, panjang batang, dan diameter lubang bor Skempton, 1986 dan Kulhawy Mayne terhadap , 1990. Oleh karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan memadai terhadap N 60 harus dilakukan uji tenaga E f. Gambar 2.11 Contoh Palu yang digunakan dalam Uji SPT Gambar 2.12. Nilai N Sebelum dan Setelah Dikoreksi 52 Dalam beberapa hubungan korelatif nilai tenaga terkoreksi N 60 yang dinormalisasi terhadap tegangan efektif vertikal overburden stress dinyatakan dengan N 1 60 yang dihitung dengan persamaan berikut N 1 60 = N M x C N x C E x C B x C R x C S II.2 C N = ’ II.3 Dimana : N 1 60 = Nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60 N M = Hasil uji SPT di Lapangan Nilainya 1,70 C N = Faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif Tabel 2.2 C E = Faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu Tabel 2.2 C B = Faktor koreksi terhadap rasio diameter bor Tabel 2.2 C R = Faktor koreksi untuk panjang batang SPT Tabel 2.2 C S = Koreksi terhadap tabung contoh dengan atau tanpa pelapis Tabel 2.2 Tabel 2.2. Koreksi-Koreksi yang Digunakan dalam Uji SPT Youd,Idriss 53

2.7. Kapasitas Daya Dukung

Bored pile dari hasil SPT Rumus umum untuk menghitung daya dukung vertikal pondasi untuk bored pile adalah : Q u = Q s + Q p II.4 Dimana : Q u = daya dukung ultimit tiang ton Q p = daya dukung ultimit ujung tiang ton Q s = daya dukung ultimit selimut tiang ton Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pile pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut : a. Daya dukung Ujung Tiang Daya dukung ultimit pada ujung bored pile dinyatakan sebagai berikut : Q p = q p . A II.5 Dimana : Q p = daya dukung ultimit ujung tiang ton q p = tahanan ujung per satuan luas tonm² A = luas penampang bored pile m 2 Pada tanah kohesif besar tahanan ujung per satuan luas q p dapat diambil sebesar 9 kali kuat geser tanah. Sedangkan pada tanah non kohesif, Reese mengusulkan korelasi antara q p dengan N SPT . Untuk tanah kohesif : q p = 9. C u II.6 C u = N-SPT. 10 II.7 54 Untuk tanah non kohesif : Reese Wright 1987 mengusulkan korelasi antara q p dan N SPT seperti terlihat pada Gambar 2.13 berikut ini. Gambar 2.13 Daya Dukung Ujung Batas Bored Pile Pada Tanah Pasiran Reese Wright, 1977 Dimana : Untuk N 60 maka q p = 7N tm 2 400 tm 2 Untuk N 60 maka q p = 400 tm 2 N adalah nilai rata – rata SPT b. Daya Dukung Selimut Tiang Perhitungan daya dukung selimut tiang pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk : Q s = f . L . p II.8 Dimana : Q s = daya dukung ultimit selimut tiang ton f = gesekan selimut tiang tonm² L = panjang tiang m 55 p = keliling penampang tiang m Bila bored pile terletak pada tanah yang berlapis, maka formula tersebut dapat dimodifikasi sebagai berikut : Q s = ∑f s . l . p II.9 Dimana : Q s = daya dukung ultimit selimut tiang ton f s = gesekan selimut tiang tm² l = panjang tiang m p = keliling penampang tiang m Nilai L dan p untuk perhitungan diatas diperoleh dari data tiang yang akan digunakan, sedangkan untuk nilai f diperoleh dari perhitungan menggunakan metode Reese Wright 1977. Gesekan selimut tiang per satuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah dan parameter kuat geser tanah. Untuk tanah kohesif dan non kohesif dapat dihitung dengan menggunakan formula : f = α . C u II.10 Dimana : α = Faktor adhesi. - berdasarkan penelitian Resse Wright 1λ77 α = ,55 C u = Kohesi tanah tonm 2 pada tanah non kohesif : Untuk N 53 maka f = 0,32 N tonm 2 Untuk 53 N 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan N SPT Resse Wright 56 Berdasarkan hasil penelitian Reese faktor koreksi α untuk tanah kohesif dapat diambil sebesar 0,55. Sedangkan untuk tanah non kohesif, nilai f dapat diperoleh dengan korelasi langsung dengan nilai N SPT . Gambar II.14 Tahanan Geser Selimut Bored Pile pada Tanah Pasiran Reese Wright Untuk mendapatkan daya dukung ijin maka daya dukung ultimit yang didapatkan dibagi dengan faktor keamanan sebesar 2 – 3.

2.8. Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan Software Allpile

Dalam tugas akhir ini penulis juga mencoba mengalikasikan software di computer untuk menghitung kapasitas tiang, yang dimana penulis mencoba software Allpile. Program Allpile adalah program yang diperuntukkan untuk Windows, program ini dapat menghitung efisiensi kapasitas tiang dengan akurat, Allpile dapat menghitung berbagai macam jenis pile, seperti : bored pile, tiang 57 pancang, tiang pancang baja, tiang pancang H, pondasi dangkal dan sebagainya.Berikut adalah langkah – langkah pelaksaan software Allpile : 1. Membuka program Allpile di Komputer Gambar 2.15 Tampilan awal program Allpile 2. Masukkan jenis tiang yang dipakai, dalam tugas akhir ini menggunakan drilled pile dengan diameter 24 in atau 61 cm, karena dari data bored pile diketahui diameter pile adalah 100 cm. 58 Gambar 2.16 Pemilihan pile type pada software Allpile 3. Langkah ketiga adalah memasukkan pile profile yaitu data panjang tiang, kemiringan tanah pada lokasi proyek dan kemiringan tiang. Gambar 2.17 Pile profile pada software Allpile 4. Langkah berikutnya adalah memasukkan pile properties yaitu data – data yang terkait dengan tiang. Gambar 2.17 Input data pile properties pada program Allpile Gambar 2.18 Parameter tanah pada program Allpile 59 5. Langkah ke lima adalah memasukkan gaya – gaya yang bekerja pada tiang. Gambar 2.19. Input data – data yang bekerja pada tiang pada program Allpile 6. Langkah ke enam adalah memasukkan data soil properties yang didapat dari hasil penyelidikan tanah di lokasi proyek yaitu berupa jenis tanah, N-SPT, γ, dan ϕ pada tiap lapisan tanah. Gambar 2.20. Parameter tanah pada program Allpile 60 7. Langkah ke tujuh adalah memasukkan safety factor dan load factor yang direncanakan. Gambar 2.21 Parameter tambahan pada program Allpile 8. Langkah ke delapan adalah melihat hasil input data yang sudah dilakukan sebelumnya. Gambar 2.22 Hasil Output dari program Allpile 61

2.9 Jarak antar Tiang dalam Kelompok

Berdasarkan laporan dari ASCE Committee on deep Foundation 1984, menganjurkan untuk tidak menggunakan efisiensi kelompok untuk mendeskripsikan aksi kelompok tiang group action. Laporan yang dihimpun berdasarkan studi dan publikasi sejak 1963 itu menganjurkan bahwa tiang gesekan pada tanah pasiran dengan jarak tiang sekitar 2D – 3D akan memiliki daya dukung yang lebih besar daripada jumlah total daya dukung individual tiang. Apabila S 3D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukurandimensi poer footing. Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar, maka luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton menjadi bertambah besar sehingga biaya konstruksi membengkak. Berikut ini adalah Gambar II.23 susunan jarak antar tiang Bowles, 1999 : Gambar II.23 Susunan Jarak antar Tiang dalam Kelompok Bowles, 1999 62

2.10. Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Pondasi Bored pile

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntukhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang – tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang tidak bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke bawah oleh akibat beban, tanah diantara tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhan disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama – sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe – tipe tiang pancang maupun pada bored pile. Keterangan: ------------ = Permukaan keruntuhan geser a.Tiang Tungal b. Kelompok Tiang Gambar 2.24 Tipe Keruntuhan dalam Kelompok Tiang Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter SD sekitar kurang dari 2 dua. Whiteker 1957 memperlihatkan 63 bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5 D untuk kelompok tiang yang berjumlah 3 x 3, dan lebih kecil dari 2,25 D untuk tiang yang berjumlah 9 x 9. Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Q g = E g . n. Q a II.11 dimana : Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan kg E g = Efisiensi kelompok tiang n = Jumlah tiang dalam kelompok Q a = Beban maksimum tiang tunggal kg Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan – persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan – persamaan efisiensi tiang tersebut, yang disarankan oleh Conferse-Labare Formula, sebagai berikut : Eg = 1 – θ II.12 dimana : Eg = Efisiensi kelompok tiang m = Jumlah baris tiang n = Jumlah tiang dalam satu baris θ = Arc tg DS, dalam derajat s = Jarak pusat ke pusat tiang lihat Gambar II.25 64 d = Diameter tiang Gambar 2.25 Definisi Jarak s dalam Hitungan Efisiensi Tiang Selain menggunakan perhitungan menggunakan nilai efisiensi di atas, berdasarkan pengalaman beberapa peneliti juga menyarankan bahwa perilaku grup tiang di atas tanah pasir mengikuti beberapa ketentuan berikut : 1. Untuk tiang pancang dengan jarak antar pile, pusat ke pusat, s 3d maka besar Q g adalah sebesar ∑ Q a . 2. Sedangkan untuk bored pile dengan jarak antar pile, s ≈ 3d maka besar Q g diambil sebesar sampai dari ∑ Q a. Beban maksimum : Qi = II.13 dimana : Qi = Gaya pada tiang X = Absis tiang terhadap titik berat kelompok tiang Y = Ordinat tiang terhadap titik berat kelompok tiang D 65 = Jumlah kuadrat absis dan ordinat tiang

2.11. Penurunan Tiang

Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai penurunan, yaitu : a. Besarnya penurunan yang akan terjadi. b. Kecepatan penurunan Istilah penurunan settlement digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya, penurunan yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan total. Contoh dari bentuk penurunan dapat dilihat pada Gambar 2.26. Gambar 2.26 Contoh Kerusakan Akibat Penurunan 66 a. Pada Gambar a, dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih besar dari bagian tengahnya, bangunan diperkirakan akan mengalami keretakan pada bagian tengahnya. b. Pada Gambar b, jika bagian tengah bangunan turun lebih besar, bagian atas bangunan dalam kondisi tertekan dan bagian bawah tertarik. Bila deformasi yang terjadi sangat besar, tegangan tarik yang berkembang di bawah bangunan dapat mengakibatkan retakan – retakan. c. Pada Gambar c, penurunan satu tepisisi dapat berakibat keretakan pada bagian c. d. Pada Gambar d, penurunan terjadi bertahap dari salah satu tepi bangunan, yang berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi keretakan pada bagian bangunan. Selain dari kegagalan kuat dukung bearing capacity failure tanah, pada setiap proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan di dalam tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk, pada umumnya hal ini menyebabkan penurunan pada pondasi Hardiyatmo, 1996.

2.11.1. Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal

Menurut Poulus dan Davis 1980, penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat penurunan elastis tiang dari tanah relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya. 67 Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :

a. Untuk tiang apung atau friksi

S = II.14 dimana : I = I o . R k . R h . R

b. Untuk tiang dukung ujung

S = II.15 dimana : I = I o . R k . R b . C dengan : S = Penurunan untuk tiang tunggal cm Q = Beban yang bekerja kg I o = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat Gambar 2.27 R k = Faktor koreksi kemudahmampatan tiang Gambar 2.28 R h = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras Gambar 2.29 R = Faktor koreksi angka poisson Gambar 2.30 R b = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan endukung Gambar 2.31 H = Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang ke muka tanah cm D = Diameter tiang cm E s = Modulus elastisitas tanah di sekitar tiang I = Penurunan tiang tunggal cm 68 Gambar 2.27 Faktor penurunan I o Poulos dan Davis,1980 Gambar 2.28 Koreksi kompresi, R k Poulus dan Davis,1980 69 Gambar 2.29 Koreksi angka Poisson R Poulus dan Davis, 1980 Gambar 2.30 Koreksi kedalaman R h Poulos dan Davis, 1980 70 Gambar 2.31 Koreksi Angka Poisson R Poulus dan Davis, 1980 Pada Gambar 2.28, nilai K adalah suatu ukuran kompresibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan dengan persamaan : K= II.29 dimana : R A = dengan : K = Faktor kekakuan tiang. E p = Modulus elastisitas dari bahan tiang. E s = Modulus elastisitas tanah di sekitar tiang. E b = Modulus elastisitas tanah di dasar tiang. A p = Luas Bored Pile d = diameter bored pile Perkiraan angka pisson dapat dilihat pada tabel berikut ini. 71 Tabel II.4 Perkiraan Angka Poisson Berbagai metode tersedia untuk menentukan nilai modulus elastisitas tanah E s , antara lain dengan percobaan langsung di tempat yaitu dengan menggunakan data hasil pengujian krucut statis sondir. Karena nilai laboratorium dari E s tidak baik dan mahal untuk mendapatkannya Bowles,1977. Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengujian kerucut statis sondir, sebagai berikut : E s = 3q c untuk pasir II.30a E s = 2 sampai 8q c untuk lempung II.30b q c = 4N dimana N diperoleh dari uji SPT II.30c q c side = Perlawanan konus rata – rata pada masing – masing lapisan sepanjang tiang. Macam Tanah Lempung jenuh 0,4 – 0,5 Lempung tak jenuh 0,1 – 0,3 Lempung berpasir 0,2 – 0,3 Lanau 0,3 – 0,35 Pasir Padat 0,2 – 0,4 Pasir Kasar 0,15 Pasir Halus 0,25 72 Dari analisa yang dilakukan secara mendetail oleh Mayerhof, untuk nilai modulus elastisitas tanah yang di bawah ujung tiang E b kira – kira 5 – 10 kali harga modulus elastisitas tanah di sepanjang tiang E s . Rumus untuk penurunan tiang elastis adalah : S= II.31 dimana : Q = Beban yang bekerja kg Q s = Tahanan gesek kgcm 2 = Koefisien dari skin friction E p = Modulus elastisitas

II.11.2. Perkiraan Penurunan Kelompok Tiang

Pada hitungan pondasi tiang, kapasitas izin tiang sering lebih di dasarkan pada persyaratan penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai sebanding tahanan ujung dengan beban tiang. Untuk tiang kelompok di dalam pasir atau kerikil, Meyerhof 1976 menggagas hubungan empiris berikut untuk penurunan elastik. S g = II.32 dimana : q = I = Faktor pengaruh = 1 - 0,5 73 L g dan B g = lebar poor tiang kelompok cm q c = Kapasitas tahanan ujung tiang kgcm 2

2.12. Uji Beban Dinamis Dynamic Loading Test

Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji Pile Driving Analyzer PDA yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case Institute of Technology, Ohio. Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan dinamis dapat diaplikasikan pada bored pile. Dengan pengertian lain pengujian daya dukung dengan menggunakan beban dinamik dengan sebuah sistem komputerisasi yang dilengkapi dengan strain transducer dan accelerator untuk menentukan gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik,pada saat pondasi tiang yang diuji dipikul dengan hammer. Untuk melakukan tes ini diperlukan tumbukan beban dinamik pada tiang. Pada tiang pancang, biasanya tes PDA dilakukan dengan menggunakan hammer pancang yang ada. Sedangkan pada bored pile, perlu menggunakan hammer manual untuk memberikan tumbukan pada tiang. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan gelombang, pembacaan gaya dan kecepatan gelombang itu lah yang menjadi dasar untuk menghitung daya dukung pondasi.Hasil dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis Program CAPWAP. Secara umum, pengujian PDA dilakukan setelah tiang memilki kekuatan kapasistas daya dukung yang cukup untuk menahan pukulan hammer. Cara lain 74 yang dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan cushion atau merendahkan tinggi jatuh hammer dan menggunakan hammer yang lebih berat . Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara lain : 1. PDA-Model PAX 2. Empat 4 strain transducer dengan kabel 3. Empat 4 accelerometer dengan kabel 4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan keamanan. Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut : a. Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata. b. Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang. c. Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang saling berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala tiang. Keempat pasang sensor tersebut dipasang vertikal atau sejajar as tiang. d. Periksa hubungan antara seluruh instrumen dengan PDA. e. Lakukan Kalibrasi strain transducer dan accelerometer. f. Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrument lain sebagai data masukan input PDA model PAX. g. Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan pemukulan hammer seberat 7,5 ton dengan tinggi jatuh 1,5 m untuk mendapatkan 75 energi yang cukup dan tegangan yang terjadi pada kepala tiang tidak menyebabkan kerusakan tiang. Selama pemukulan hammer, variabel-variabel yang diperoleh dari pengujian dimonitor dan dievaluasi.

2.13. Diskusi

Setelah membahas mengenai pengujian SPT, dan bacaan hasil pengujian PDA, maka dapat diketahui dari masing-masing metode pengujian tersebut kelemahan dan kelebihannya, yaitu : A. SPT Standard Penetration Test 1.Kelebihan SPT a. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis tanah secara visual b. Dapat digunakan untuk mendapatkan parameter tanah secara kualitatif melalui korelasi empiris c. Pengujian dapat dilakukan dengan cepat d. Prosedur Pengujian sederhana, bisa dilakukan secara manual e. Sampel tanah terganggu dapat diperoleh untuk identifikasi jenis tanah f. Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak g. Uji SPT pada pasir, hasilnya dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi kerapatan relatif dan kapasitas daya dukung tanah 2. Kelemahan SPT a. Sampel dalam tabung SPT diperoleh dalam kondisi terganggu. b. Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar, bila digunakan untuk tanah lempung. 76 c. Hasil tidak valid dalam tanah mengandung banyak kerikil d. Profil kekuatan tanah tidak menerus e. Perlu ketelitian dalam pelaksanaan berat dan tinggi jatuh hammer. f. Interprestasi hasil SPT bersifat empiris, maksudnya adalah dalam uji SPT harus diikuti dengan pengujian-pengujian korelasi data empiris dengan SPT, contohnya : korelasi dengan sudut geser tanah, korelasi dengan modulus geser, korelasi dengan kohesi, sehingga banyak membutuhkan pengujian-pengujian untuk mendukung hasil data SPT. B. PDA Pile Dr4ing Analyzer Pengujian PDA dapat dilakukan untuk semua jenis tiang pada umunya. Pengujian PDA ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung tiang jangka waktu yang panjang. C. Program Allpile Dengan menggunakan program Allpile, maka dapat ditentukan berbagai kalkulasi untuk kebutuhan perencanaan dan pendimensian untuk semua jenis pondasi tiang secara akurat dan efisien. 77 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Data Umum Proyek

Data umum dari proyek Pembangunan Fly Over Simpang Pos Medan, Sumatera Utara adalah sebagai berikut : 1. Satuan Kerja : Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan 2. Bagian Pelaksanaan : PPK- 18 Metropolitan Medan Selatan, CS 3. Nama Proyek : Pembangunan Fly Over Jamin Ginting 4. Lokasi Proyek : Jl. Jamin Ginting, Simpang Pos, Medan 5. Sumber Dana : APBN TA. 2012-2014 6. Tanggal Kontrak : 24 Juli 2012 7. Kontraktor Utama : PP – WIKA, KSO 8. Kontrantor Pelaksana : PT. Waskita Karya 9. Konsultan Supervisi : PT. Surya Marzq Konsultindo 10. Panjang Efektif Fly Over : 1472 m 11. Denah lokasi proyek dapat dilihat pada Gambar 3.1. 78 Gambar 3.1. Denah Lokasi Proyek Fly Over Simpang Pos Medan

3.2. Data Teknis

Bored Pile Data ini diperoleh dari pihak kontraktor dengan data sebagai berikut : 1. Panjang Bored Pile : 26,0 m 2. Diameter Bored Pile : 1000 mm 3. Mutu Beton μ f’c 35 MPa 4. Mutu Baja : BJTD 40 79 5. Diameter Tulangan : D25 6. Slump Test : 15 ± 2,5 cm 7. Gambar Detail Bored Pile dapat dilihat pada Gambar 3.2 Gambar 3.2 Detail Bored Pile 80

3.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mencapai maksud dan tujuan studi ini, dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu dan secara garis besar diuraikan sebagai berikut:  Tahapan pertama adalah melakukan review dan studi kepustakaan terhadap text book dan jurnal-jurnal yang terkait dengan pondasi tiang, permasalahan pada pondasi tiang serta deain dan pelaksanaan pemboran tiang.  Tahapan kedua adalah peninjauan langsung ke lokasi proyek dan menetukan lokasi pengambilan data yang dipertimbangkan perlu.  Tahapan Ketiga adalah pengumpulan data dari pihak konsultan yaitu PT. Surya Marzq Konsultindo.Data yang diperoleh adalah: 1. Data hasil SPT pada 12 titik yang ditinjau 2. Daya dukung tiang dari hasil pengujian Pile Driving Analyzer PDA  Tahap Keempat adalah mengadakan analisis data dengan menggunakan data-data diatas berdasarkann formula yang ada.  Tahap kelima adalah mengadakan analisis terhadap hasil perhitungan yang dilakukan dan membuat kesimpulan Skema pelaksanaan studi ini dapat dilihat pada Gambar 3.3 81 Gambar. 3.3. Bagan Penelitian Mulai Studi Pustaka Pengumpulan Data Data Primer :

1. Data SPT