Analisa Daya Dukung Dan Penurunan Elastis Tiang Pancang Beton Ø 0,5 m Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non-Tol Kualanamu

(1)

1

ANALISA DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN ELASTIS

TIANG PANCANG BETON DIAMETER 0,5 METER

JEMBATAN SUNGAI PENARA

JALAN AKSES NON TOL KUALANAMU

(Studi Kasus)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas

dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Oleh :

TUA TINDAON

09 0424 057

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PENDIDIKAN EKTENSION

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN

2014


(2)

2 LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN ELASTIS TIANG PANCANG BETON DIAMETER 0,5 METER

JEMBATAN SUNGAI PENARA JALAN AKSES NON TOL KUALANAMU

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas- Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Oleh : TUA TINDAON

09 0424 057 Dosen Pembimbing,

Ir. Rudi Iskandar, M.T 19650325 199103 1 006

Penguji I, Penguji II,

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc 19510629 198411 1 001 19560326 198103 1 003

Mengesahkan :

Koordinator PPE Ketua

Departemen Teknik Sipil F.T. USU Departemen T. Sipil F.T. USU

Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan 19560326 198103 1 003 19561224 198103 1 002

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKTENSION UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2014


(3)

3 ABSTRAK

Fondasi merupakan salah satu struktur utama dalam konstruksi bangunan yang fungsinya untuk meneruskan beban konstruksi yang ada di atasnya ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Setiap Pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksi-mum yang mungkin terjadi.

Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung dan membandingkan kapasitas daya dukung dan penurunan pondasi tiang pancang pada Proyek Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non-Tol Kualanamu. Analisis dilakukan dengan metode statis dan dinamis untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang dan penurunan yang terjadi. Kapasitas dukung tiang pancang dengan metode statis dihitung berda-sarkan data- data lapangan (SPT), sedangkan metode dinamis dihitung berdaberda-sarkan data lapangan yaitu data kalendering dan PDA yang diperoleh saat pemancangan.

Berdasarkan metode statis untuk data lapangan (SPT) diperoleh kapasitas daya dukung ultimit tiang tunggal Qu= 183,945 ton, sedangkan daya dukung ultimit tiang kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 2998,75 ton. Berdasarkan metode dinamis untuk data kalendering (Metode Hilley) diperoleh ka-pasitas daya dukung ultimit tiang tunggal Qu= 216,75 ton, sedangkan daya dukung ultimit tiang kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 3533,45 ton. Kapasitas daya dukung ultimit tiang kelompok lebih besar dari beban bekerja pada tiang sehingga kapasitas dukung tiang pancang aman mendukung beban struktur. Sedangkan daya dukung ultimit tiang tunggal yang diperoleh dari tes PDA diperoleh (Qu) = 169,7 ton. Daya dukung horizontal tiang tunggal sebesar 13,196 ton dengan defleksi 0,33 cm. Untuk penurunan elastis tiang kelompok menurut Meyer-hoff diperoleh 15,6 mm dengan menggunakan Qg metode Converse-Labarre sedang-kan penurunan menggunasedang-kan Qg metode Los Angeles Group diperoleh penurunan sebesar 16,72 mm. nilai kedua penurunan mendekati nilai penurunan pada test PDA yaitu sebesar 16,7 mm.


(4)

4 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih-Nya memberikan pengetahuan, pengalaman, kekuatan, dan kesempatan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan laporan tugas akhir dengan topik “ Analisa Daya Dukung Dan Penurunan Elastis Tiang Pancang Beton Ø 0,5 m Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non-Tol Kualanamu.

Laporan tugas akhir ini disusun sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir bagi semester Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini penulis memperoleh bantuan baik moril maupun materil, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil; 2. Bapak Ir. Rudi Iskandar M.T, selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.Sc, selaku dosen penguji yang telah mem-berikan bimbingan dan pengarahan kepada saya;

4. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc., selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya;

5. Bapak Erwin Samad, Selaku pembimbing dilapangan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya;

6. Bapak/Ibu karyawan PT. PU Bina Marga. 7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknik Sipil; 8. Orang tua dan saudara-saudari penulis;


(5)

5 9. Bapak-bapak pekerja proyek Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non Tol

Kualanamu;

10. Teman-teman khususnya buat Bolmen, Juniarti, Sherly, dan Arief dan rekan-rekan mahasiswa ekstention yang ikut membantu, baik dukungan, saran-saran serta bantuanya dalam perhitungan dan penulisan laporan ini;

11. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis juga menyadari kemungkinan terdapat kekurangan dan khilaf. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritikan yang dapat memperbaiki laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Medan, Agustus 2014 Hormat penulis:

TUA TINDAON


(6)

6 DAFTAR ISI

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR NOTASI... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat ... 3

1.4. Pembatas Masalah ... 3

1.5. Metode Pengumpulan Data ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tinjauan Umum ... 5

2.2 Definisi Tanah ... 5

2.3 Penyelidikan Tanah ... 6

2.4 Macam-macam Fondasi ... 10

2.5 Penggolongan Fondasi Tiang Pancang ... 12


(7)

7

2.5.2 Fondasi Tiang Menurut Cara Pemasangannya ... 22

2.5.3 Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek ... 24

2.6 Alat Pancang Tiang ... 25

2.7 Metode Pelaksanaan Fondasi Tiang Pancang ... 30

2.8 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Standart Test Penetration (SPT) ... 34

2.8.1 Persiapan Pengujian SPT ... 35

2.8.2 Prosedur Pengujian SPT ... 36

2.8.3 Rumus Perhitungan Daya Dukung Dari Hasil SPT ... 38

2.9 Data Kalendering ... 39

2.10 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Data Pile Driving Analizer (PDA) ... 43

2.11 Faktor Keamanan ... 44

2.12 Tiang Pancang Kelompok ... 46

2.13 Kapasitas Kelompok Dan Efisiensi Tiang ... 50

2.14 Distribusi beban Dalam kelompok Tiang ... 54

2.15 Penurunan Tiang ... 57

2.16 Daya Dukung Horizontal ... 57

2.16.1 Tahanan Beban Lateral Ultimit ... 58

2.16.2 Tiang Ujung Jepit Dan Ujung Bebas... 61

2.16.3 Tiang Pendek Dan Tiang Panjang Untuk Tanah Non-Kohesif ... 61


(8)

8

2.16.3 Defleksi Tiang Horizontal ... 64

2.17 Pembebanan Jembatan ... 65

2.17.1 Beban Primer ... 65

2.17.2 Beban Skunder ... 71

2.17.3 Beban Khusus ... 77

2.17.4 Kombinasi Beban ... 78

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 80

3.1 Lokasi Penelitian ... 80

3.2 Data Umum Proyek ... 80

3.3 Data Teknis Proyek ... 81

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 81

3.5 Metode Analisis ... 82

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 84

4.1 Pendahuluan ... 84

4.2 Hasil Dan Pembahasan ... 84

4.2.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang ... 84

4.2.1.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Data SPT... 84

4.2.1.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Data Kalendering ... 88


(9)

9 4.2.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan

Efisiensi Tiang Kelompok ... 90

4.2.3 Daya Dukung Berdasarkan Tes PDA (Pile Driving Analysis) .... 92

4.2.4 Menghitung Penurunan Tiang Kelompok ... 93

4.2.5 Menghitung Daya Dukung Horizontal Tiang Pancang ... 95

4.2.6 Menghitung Beban Yang Bekerja Pada Pier 2 ... 99

4.2.7 Menghitung Distribusi Beban Pada Tiang Pancang ... 117

4.3 Diskusi ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

5.1 Kesimpulan ... 122

5.2 Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(10)

10 DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fondasi Telapak ... 10

Gambar 2.2 Fondasi Memanjang ... 11

Gambar 2.3 Fondasi Rakit ... 11

Gambar 2.4 Fondasi Sumuran ... 12

Gambar 2.5 Fondasi Tiang ... 12

Gambar 2.6 Tiang Pancang Kayu ... 15

Gambar 2.7 Tiang Precast Prestressed Concrete Pile ... 16

Gambar 2.8 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile ... 16

Gambar 2.9 Tiang Pancang Cast In Pile ... 17

Gambar 2.10 Tiang Pancang Baja ... 18

Gambar 2.11 Tiang Dukung Ujung ... 24

Gambar 2,12 Tiang Gesek ... 25

Gambar 2.13 Pemukul Aksi Tunggal... 26

Gambar 2.14 Hammer Aksi Dobel ... 27

Gambar 2.15 Pemukul Tenaga Diesel ... 28

Gambar 2.16 Pemukul Dengan Vibrator ... 28

Gambar 2.17 Alat Pancang Tiang ... 30

Gambar 2.18 Pengangkatan Tiang Dengan Dua Tumpu ... 32

Gambar 2.19 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpu ... 33


(11)

11

Gambar 2.21 Skema Urutan Uji Penentrasi Standar (SPT) ... 37

Gambar 2.22 Skema Pemancangan Fondasi Tiang ... 40

Gambar 2.23 Kelompok Tiang ... 47

Gambar 2.24 Jarak Antar Tiang ... 48

Gambar 2.25 Pola Susun Tiang Pancang Kelompok ... 49

Gambar 2.26 Tipe Keruntuhan Dalam Kelompok Tiang: (a) Tiang Tunggal (b) Kelompok Tiang ... 52

Gambar 2.27 Beban Normal Sentris Pada Kelompok Tiang Pancang ... 54

Gambar 2.28 Beban Normal Eksentris Pada kelompok Tiang Pancang ... 55

Gambar 2.29 Beban Sentris dan Momen Kelompok Tiang Arah X dan Y ... 56

Gambar 2.30 Skema Deformasi Tiang Akibat Beban Lateral... 58

Gambar 2.31 Tiang Pendek dalam Tanah non Kohesif ... 62

Gambar 2.32 Tahanan Lateral Ultimit dalam Tanah Non-Kohesif ... 62

Gambar 2.33 Tiang Panjang (Tidak Kaku) dalam Tanah Non-Kohesif ... 63

Gambar 2.34 Tahanan Lateral Ultimit dalam Tanah Non-Kohesif ... 64

Gambar 2.35 Pembebanan Untuk Pejalan Kaki ... 66

Gambar 2.36 Beban Lajur “D” ... 68

Gambar 2.37 Besar Intensitas Beban Berdasarkan Panjang Bentang Yang Dibebani ... 68

Gambar 2.38 Penyebaran Beban “D” Pada Arah Melintang Jembatan ... 69

Gambar 2.39 Pembebanan Truk “T” ... 70 Gambar 2.40 Faktor Beban Dinamis (FBD) Untuk BGT, Pembebanan


(12)

12

Lajur “D” ... 71

Gambar 2.41 Gaya rem Per Lajur 2,75 m Keadaan Batas Ultimate (KBU) ... 72

Gambar 2.42 Koefisien Geser Dasar C Plastis Untuk Analitis Statis ... 75

Gambar 2.43 Wilayah Gempa Indonesia Untuk Periode Ulang 500 Tahun ... 76

Gambar 2.44 Gaya Sentrifugal ... 77

Gambar 3.1 Peta Lokasi Proyek Jembatan Sungai Penara ... 80

Gambar 3.2 Diagram Alir Metodologi ... 82

Gambar 3.3. Sket Lokasi Titik Boring Log, Kalendering dan PDA Jembatan Sei-Penara ... 83

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jembatan Pada Pier 2 ... 85

Gambar 4.2 Jarak Antar Tiang ... 91

Gambar 4.3 Struktur Atas... 99

Gambar 4.4 Struktur Bawah ... 100

Gambar 4.5 Struktur Atas Pembebanan Berat Sendiri... 101

Gambar 4.6 Struktur Pier ... 102

Gambar 4.7 Pembebanan Berat Total Struktur Atas Dan Bawah... 103

Gambar 4.8 Pemebebanan Baerat Tambahan... 103

Gambar 4.9 Pembebanan Beban KEL Dan FBD ... 104

Gambar 4.10 Pembebanan Berat Lalu Lintas ... 105

Gambar 4.11Grafik Pembebanan Gaya Rem ... 105

Gambar 4.12 Pembebanan Gaya Rem ... 106


(13)

13

Gambar 4.14 Arah Beban Angin Arah Y ... 107

Gambar 4.15 Pembebanan Beban angin Pada Kendaraan ... 109

Gambar 4.16 Arah Beban Angin Arah X ... 110

Gambar 4.17 Grafik Koefisien C ... 112

Gambar 4.18 Pembebanan Beban Gempa Arah Y ... 112

Gambar 4.19 Pembebanan Beban Gempa Arah X ... 114

Gambar 4.20 Distribusi Kelompok Tiang ... 117

Gambar 4.21 Kelompok Tiang Arah Melintang ... 118


(14)

14 DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hubungan N Dengan Kepadatan Relatif Pada Tanah Pasir ... 38

Tabel 2.2 Harga Efisiensi Hammer... 41

Tabel 2.3 Koefisien Restitusi n ... 42

Tabel 2.4 Karakter Alat Pancang Diesel Hammer... 42

Tabel 2.5 Nilai-nilai k1 ... 42

Tabel 2.6 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese dan O’Neill, 1989) ... 46

Tabel 2.7 Hubungan modulus subgrade (k1) dengan kuat geser undrained untuk lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (Overconsolidasi) (Terzaghi, 1955) ... 60

Tabel 2.8 Nilai-nilai nh untuk tanah granuler (c = 0) ... 60

Tabel 2.9 Kriteria tiang kaku dan tiang tidak kaku untuk ujung bebas ... 60

Tabel 2.10 Kecepatan angin rencana, Vw ... 73

Tabel 2.11 Koefisien seret, Cw ... 73

Tabel 2.12 Faktor Kepentingan ... 76

Tabel 2.13 Faktor Tipe Bangunan ... 76

Tabel 2.14 Kombinasi beban Untuk Perencanaan Tegangan Kerja ... 79

Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data SPT (BH-V) ... 87

Tabel 4.2 Daya dukung tiang metode Hilley ... 90

Tabel 4.3 Hasil Tes PDA ... 93


(15)

15

Tabel 4.5 Data Struktur Bawah ... 100

Tabel 4.6 Berat Sendiri Struktur Atas ... 101

Tabel 4.7 Berat Sendiri Pier ... 102

Tabel 4.8 Berat Total Struktur Atas dan Struktur Bawah ... 103

Tabel 4.9 Berat Beban Mati Tambahan ... 104

Tabel 4.10 Beban Gempa Pada Pier Arah Y ... 114

Tabel 4.11 Beban Gempa Pada Pier Arah X ... 115

Tabel 4.12 Kombinasi Beban ... 116

Tabel 4.13 Kombinasi 1 ... 116

Tabel 4.14 Kombinasi 2 ... 116

Tabel 4.15 Kombinasi 3 ... 117

Tabel 4.16 Rekapitulasi Beban Kombinasi ... 117


(16)

16 DAFTAR NOTASI

Qp = Daya Dukung Ujung Tiang Qs = Daya Dukung Selimut Tiang

Nspt = Jumlah Pukulan Yang Diperoleh Dari Percobaan SPT Lb = Panjang Tanah Per Layer

D = Diameter Tiang Pancang Ap = Luas Penampang Tiang Li = Panjang Tiang

P = Keliling Tiang As = Luas Selimut Tiang Qu = Kapasitas Ultimate Tiang Wr = Berat Hammer

h = Tinggi Jatuh

s = Penurunan Tiang Tiap Pukulan eh = Efisiensi Hammer

k1 = kompresi sementara dari cushion (pile head & cushion) k2 = koefisien yang dihitung dengan persamaan

E A

L Qu

. k3 = koefisien kondisi tanah

WP = Berat Tiang WR = Berat Hammer

n = Koefisien Restitusi Antara Ram Dan Pile Cap WR x h = Energi Palu


(17)

17 Qa = Daya Dukung Ijin Tiang

P = Beban Yang Bekerja S = Jarak Antar Tiang

Eg = Efisiensi Kelompok Tiang

Qg = Beban Maksimum Kelompok Yang Mengakibatkan Keruntuhan n = Jumlah Tiang Dalam Kelompok.

Qu = Beban Maksimum Tiang Tunggal n = Jumlah Tiang Dalam Satu Baris m = Jumlah Baris Tiang.

θ = Sudut Dalam Derajat

N = Beban Yang Diterima Oleh Tiap-Tiap Tiang Pancang V = Resultan Gaya-Gaya Normal Yang Bekerja Secara Sentries Qi = Beban Aksial Pada Tiang Ke-i

xi = Absis Atau Jarak Tiang Ke Pusat Berat Kelompok Tiang Ke Tiang Nomor-i My = Momen Terhadap Sumbu Y

Σx2

= Jumlah Kuadrat Jarak Tiang-Tiang Ke Pusat Berat Kelompok Tiang Mx = Momen Yang Bekerja Pada Bidang Yang Tegak Lurus Sumbu X Σy2

= Jumlah Kuadrat Ordinat-Ordinat Tiang Pancang

yi = Absis Atau Jarak Tiang Ke Pusat Berat Kelompok Tiang Ke Tiang Nomor-i q = Tekanan Pada Dasar Fondasi

I = Faktor Pengaruh Bg = Lebar Kelompok Tiang


(18)

18 K = Modulus Tanah

k1 = Modulus Reaksi Subgrade Dari Terzaghi E = Modulus Elastis Tiang

I = Momen Inersia Tiang nh = Koefisien Variasi Modulus

R = Faktor Kekakuan Untuk Modulus Tanah Kohesif T = Faktor Kekakuan Untuk Modulus Tanah Non-Kohesif Cu = Kohesi Undrained

Dr = Kerapatan Relatif γ = Berat Isi Tanah Kp = Koefisien Tanah Pasif

Hu = Kapasitas Lateral Tiang Ujung Jepit e = Eksentris Tiang

Mu = Momen Ultimet yo = Defleksi Tiang

q = Intensitas Beban Terbagi Rata (BTR) Dalam Arah Memanjang Jembatan FBD = Faktor Beban Dinamis

TEW = Beban Angin

Vw = Kecepatan Angin Rencana Cw = Koefisien Seret

Ab = Luas Equivalen Bagian Samping Jembatan


(19)

19

Kh = Koefisien Beban Gempa Horisontal

C = Koefisien Geser Dasar

I = Faktor Kepentingan

S = Faktor Tipe Bangunan

WT = Berat Total Nominal Bangunan Yang Mempengaruhi Percepatan Gempa TTR = Gaya Sentrifugal Yang Bekerja Pada Bagian Jembatan

TT = Pembebanan Lalu Lintas Total (Beban Lajur D) Yang Bekerja Pada Bagian Yang Sama (ttr Dan tt Mempunyai Satuan Yang Sama).

V = Kecepatan Lalu Lintas Rencana


(20)

20

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DATA BOR-HOLE

LAMPIRAN 2 GAMBAR JEMBATAN SEI-PENARA PIER 2

LAMPIRAN 3 SPESIFIKASI TIANG WIKA


(21)

3 ABSTRAK

Fondasi merupakan salah satu struktur utama dalam konstruksi bangunan yang fungsinya untuk meneruskan beban konstruksi yang ada di atasnya ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Setiap Pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksi-mum yang mungkin terjadi.

Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung dan membandingkan kapasitas daya dukung dan penurunan pondasi tiang pancang pada Proyek Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non-Tol Kualanamu. Analisis dilakukan dengan metode statis dan dinamis untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang dan penurunan yang terjadi. Kapasitas dukung tiang pancang dengan metode statis dihitung berda-sarkan data- data lapangan (SPT), sedangkan metode dinamis dihitung berdaberda-sarkan data lapangan yaitu data kalendering dan PDA yang diperoleh saat pemancangan.

Berdasarkan metode statis untuk data lapangan (SPT) diperoleh kapasitas daya dukung ultimit tiang tunggal Qu= 183,945 ton, sedangkan daya dukung ultimit tiang kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 2998,75 ton. Berdasarkan metode dinamis untuk data kalendering (Metode Hilley) diperoleh ka-pasitas daya dukung ultimit tiang tunggal Qu= 216,75 ton, sedangkan daya dukung ultimit tiang kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 3533,45 ton. Kapasitas daya dukung ultimit tiang kelompok lebih besar dari beban bekerja pada tiang sehingga kapasitas dukung tiang pancang aman mendukung beban struktur. Sedangkan daya dukung ultimit tiang tunggal yang diperoleh dari tes PDA diperoleh (Qu) = 169,7 ton. Daya dukung horizontal tiang tunggal sebesar 13,196 ton dengan defleksi 0,33 cm. Untuk penurunan elastis tiang kelompok menurut Meyer-hoff diperoleh 15,6 mm dengan menggunakan Qg metode Converse-Labarre sedang-kan penurunan menggunasedang-kan Qg metode Los Angeles Group diperoleh penurunan sebesar 16,72 mm. nilai kedua penurunan mendekati nilai penurunan pada test PDA yaitu sebesar 16,7 mm.


(22)

21 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Tanah adalah fondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah, jadi tanah itu selalau berperan pada setiap pekerjaan teknik sipil. (Suyono So-srodarsono and Kazuto Nakazawa Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi , Hal. 01)

Pembangunan suatu konstruksi, pertama – tama sekali yang dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan fondasi (struktur bawah) baru kemudian melaksanakan pekerjaan struktur atas. Pembangunan suatu fondasi sangat besar fungsinya pada suatu konstruksi. Secara umum fondasi didefenisikan sebagai bangunan bawah tanah yang meneruskan beban yang berasal dari berat bangunan itu sendiri dan beban luar yang bekerja pada bangunan ke tanah yang ada disekitarnya.

Berdasarkan kedalaman tertanam di dalam tanah, maka fondasi dibedakan menjadi fondasi dangkal (shallow foundation) dan fondasi dalam (deep foundation ), (Das, 1995). Dikatakan fondasi dalam apabila perbandingan antara kedalaman fondasi (D) dengan diameternya (B) adalah lebih besar sama dengan 10 (D/B ≥10). Sedangkan fondasi dangkal apabila D/B ≤ 4.Pada fondasi dalam dibedakan 2, yaitu fondasi end bearing dan fondasi floating. Fondasi ujung tiang (end bearing) adalah sistem fondasi yang ujung tiang pancangnya menyentuh tanah keras, sehingga beban aksial seluruhnya disalurkan pada tanah keras. Sedangkan fondasi mengambang (floating) adalah sistem fondasi yang tidak menyentuh tanah keras sehingga beban aksial yang diterima disalurkan pada tanah sekitar tiang pancang akibat gesekan (friction) antara tiang pancang dan tanah sekitar tiang pancang.

Untuk hal ini penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini kepada permasalahan fondasi dalam, yaitu tiang pancang dengan menggunakan data SPT, Kalendering, serta perhitungan penurunan elastis fondasi tiang kelompok pada


(23)

Jem-22 batan Sungai Penara Jalan Akses Non Tol Kualanamu, Serdang Berdagai-Sumatra Utara.

Pada perencanaan fondasi tiang kelompok, kemampuan menahan beban lateral dan aksial harus diperhitungkan dengan baik agar dapat menghasilkan suatu struktur fondasi yang kuat dan efisien. Untuk perencanaan beban aksial saja dapat diselesaikan dengan mudah menggunakan statika sederhana, namun bila struktur tanah yang berlapis – lapis akan mengakibatkan respon tanah yang tidak linear, sehingga menambah kesulitan dalam merencanakan pembebanan aksial dan lateral pada tiang pancang kelompok. Tiang pancang berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada struktur atas. Untuk menghasilkan daya dukung yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga. Ada dua metode yang biasa digunakan dalam penentuan kapasitas daya dukung tiang pancang yaitu dengan menggunakan metode statis dan metode dinamis.

Perencanaan fondasi tiang pancang mencakup rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dengan berbagai tahapan yang meliputi studi kelayakan dan perencanaan teknis. Semua itu dilakukan supaya menjamin hasil akhir suatu konstruksi yang kuat, aman serta ekonomis. Banyak permasalahan yang terjadi pada saat proses pemancangan mulai dari awal pemancangan sampai akhir pemancangan, sebagai contoh adalah pada saat alat pancang mengangkat tiang pancang sering terjadi patah dan retak-retak ditengah, ini akibat kurang baiknya tulangan yang ada pada tiang pancang dalam menahan tegangan tarik yang terjadi.

Fondasi tiang tersebut perlu diperkuat agar kokoh sampai siap dipancang dan harus diperkuat untuk menahan tekanan selama pemancangan. Dan biasanya panjang pracetak ( pre cast ) bervariasi, hal ini bertujuan agar dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Untuk menghindari terjadinya kerusakan atau keruntuhan, suatu fondasi tiang pancang baik tunggal maupun tiang kelompok haruslah mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul konstruksi yang ada diatasnya.


(24)

23 1.2 Tujuan

Adapun maksud penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Untuk menghitung dan membandingkan daya dukung fondasi tiang pancang den-gan menggunakan data SPT, Kalendering dan PDA.

2. Untuk mengetahui penurunan elastic yang terjadi pada fondasi kelompok. 3. Untuk mengetahui daya dukung horizontal tiang tunggal.

1.3 Manfaat

Adapun maksud penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Memperoleh daya dukung ultimit dari hasil SPT, kalendering, dan PDA.

2. Terutama bagi penulis sendiri sebagai penambah ilmu pengetahuan dan pengala-man agar mampu melaksanakan kegiatan yang sama pada saat bekerja atau terjun kelapangan.

3. Pihak mahasiswa lainnya yang membutuhkan informasi sebagai referensi atau contoh apabila mengambil topik bahasan yang sama.

1.4 Pembatasan Masalah

Pada studi Tugas Akhir ini, batasan-batasan masalah antara lain: 1. Membahas kapasitas daya dukung aksial tiang pancang kelompok. 2. Membahas daya dukung lateral (horisontal) tiang pancang tunggal. 3. Hanya meninjau tiang pancang tegak lurus.

4. Meninjau penurunan elastic tiang pancang kelompok.

5. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan daya dukung hasil tes PDA dengan daya dukung SPT dan Kalendering.

6. Pada penurunan konsolidasi tidak ditinjau karena data tanah di bawah ujung tiang berupa tanah pasir.

7. Data sondir tidak dihitung karena pada kedalaman 17,20 m data sondir sudah mencapai tanah keras, sedangkan kedalaman tiang dilapangan sebesar 24 m.


(25)

24 1.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa cara yang dilakukan antara lain:

1. Metode observasi

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis fondasi tiang pancang diperoleh dari hasil survey langsung ke lokasi proyek Jembatan Sungai Pe-nara Jalan Akses Non Tol Kualanamu.

2. Pengambilan Data

Mengadakan konsultasi dengan pihak Proyek Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non Tol Kualanamu untuk memperoleh data – data teknis seperti data SPT, Kalendering, Tes PDA, dan gambar.

3. Melakukan Studi Kepustakaan

Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau untuk penulisan Tugas Akhir ini.


(26)

25 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Fondasi tiang adalah elemen struktur yang berfungsi meneruskan beban ke-pada tanah, baik beban dalam arah vertikal maupun horizontal. Fungsi fondasi tiang adalah sebagai berikut :

1. Untuk memikul beban-beban dari struktur atas. 2. Untuk menahan gaya angkat pada fondasi.

3. Untuk memadatkan tanah pasir dengan cara penggetaran, kemudian tiang ditarik lagi.

4. Untuk mengurangi penurunan.

5. Untuk memperkaku tanah dibawah fondasi mesin, mengurangi amplitude getaran dan frekuensi alamiah dari sistem.

6. Untuk memberikan tambahan faktor keamanan, khususnya pada kaki jembatan yang dikhawatirkan mengalami erosi.

7. Untuk menahan longsoran atau sebagai soldier piles.

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah (Bowles, 1991).

2.2 Definisi Tanah

Tanah adalah fondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah, jadi tanah itu selalau berperan pada setiap pekerjaan teknik sipil. (Suyono Sosrodar-sono and Kazuto Nakazawa, 2000)

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) min-eral-mineral padat yang tidak tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan organik yang telah lapuk (yang berpatikel padat) disertai dengan zat cair


(27)

26 dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong pada partikel-partikel tersebut (Braja M. Das, 1995:1).

Tanah selalu mempunyai peranan penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Tanah adalah pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul ataupun bendungan, atau kadang-kadang sebagai sumber pe-nyebab gaya luar pada bangunan. Jadi tanah itu selalu berhubungan dengan peker-jaan teknik . Pada praktiknya, seorang insinyur teknik sering kali menemui masalah-masalah yang penting pada tanah. Oleh karena itu, tenaga-tenaga teknik yang berke-cimpung dalam perencanaan dan pelaksanaan bangunan haruslah ahli dalam menga-tasi masalah tersebut. Maka sungguh sangat perlu memahami pengertian yang men-dalam mengenai fungsi-fungsi dan sifat-sifat tanah apabila dilakukan pembebanan terhadapnya (tanah tempat konstruksi berdiri). Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat di atas di bawah permukaan tanah, maka harus dibuatkan yang dapat memikul beban bangunan atau yang dapat mengimbangi gaya yang bekerja melalui bangunan itu. Apabila tanah keras jauh dari permukaan tanah, maka cara yang umum digunakan untuk memindahkan berat suatu bangunan ketanah adalah melalui batang vertikal seperti tiang-tiang pancang dari pilar untuk meneruskan gaya ke lapisan ta-nah yang mampu memikul gaya yang bekerja diatasnya. Jadi, kata berkenaan pada tanah di bawah bangunan dan juga balok yang membawa beban-beban itu sendiri. Oleh karena itu, berhubungan dengan bahan-bahan yang sifat-sifatnya sudah dianali-sa untuk memberikan dukungan (sokongan) dari beban bangunan terhadap tanah. 2.3 Penyelidikan Tanah

2.3.1 Tujuan Penyelidikan Tanah

Untuk menyimpulkan kondisi tanah pada suatu lokasi proyek maka perlu dilaku-kannya pengambilan sampel lapisan tanah pada suatu titik perwakilan dalam areal proyek. Adapun tujuan penyelidikan tanah adalah untuk mengetahui sifat-sifat dan kondisi tanah yang sebenarnya dilapangan, juga struktur lapisan tanah dan sifat tek-nis tanah (Engineering Properties) seperti:

1. Daya dukung tanah (Bearing Capacity); 2. Kemampuan geser tanah (Shear Strength) 3. Berat isi tanah;


(28)

27 4. Serta elemen-elemen lainnya yang berfungsi untuk keperluan perencanaan

sub-structure pada suatu proyek.

Untuk perbaikan tanah perlu diperhatikan sifat asli dan kondisi tanah setem-pat, kemudian barulah ditentukan bagaimana metode perbaikan tanah yang sesuai dengan kebutuhan yang ada pada suatu proyek. Kita telah mengetahui bahwasanya pada pekerjaan sub-sructure seperti data mengenai lapisan tanah, sifat teknis tanah dan kondisi tanah di lapangan akan sangat berpengaruh di dalam perencanaan jenis, dimensi dan tempat dimana akan ditempatkan.

Dengan adanya data yang akurat mengenai tanah pada lokasi suatu proyek maka akan dapat dihasilkan suatu perencanaan yang sangat baik dari segi teknis dan juga akan didapatkan suatu konstruksi yang ekonomis. Dari hasil tes lapangan dan laboratorium akan dapat ditentukan elemen-elemen yang dibutuhkan oleh pihak pe-rencanaan untuk keperluan perbaikan tanah dan pepe-rencanaan dilokasi rencana pem-bangunan pada suatu proyek.

2.3.2 Penyelidikan Lokasi Dimana Tempat Konstruksi Akan Didirikan

Tanah fondasi biasanya merupakan bahan yang susunannya amat rumit dan beraneka ragam. Walaupun sifat fisik dan mekaniknya dapat diketahui dengan pe-nyelidikan tanah atau pengujian tanah, namun hasilnya tidak persis dengan kenyataan yang sebenarnya namun dapat dijadikan pegangan pendekatan untuk perhitungan. Pada bermacam-macam cara perhitungan yang diterapkan untuk analisa sifat dinamik tanah, sering kali dilakukan asumsi-asumsi yang berani dan sederhana sehingga ser-ing kali kesimpulan yang diambil manjadi tidak tepat bilamana perencanaan itu hanya berdasarkan hasil penyelidikan ataupun pengujian tanah yang mana dengan langsung mengunakan harga-harga pengujian pada rumus daya dukung atau persa-maan penurunan tanpa mengetahui penuh mengenai hal-hal tersebut di atas. Hasil survei bergantung pada sifat-sifat umum tanah , jenis dan dimensi bangunan, metode perencanaan serta teknik pelaksaannya. untuk melaksanakan penyelidikan lokasi di-mana tempat konstruksi didirikan, disusunlah suatu rencana kerja seperti:

1. Apakah subyek utama dar survei?

2. Apakah yang akan menjadi masalah dalam pembangunan ini? 3. Apakah yang harus diketahui?


(29)

28 4. Bagaimana mengetahuinya?

5. Survei apa yang harus dilakukan dan dengan cara apa?

Dan kemudian kita melaksanakan survei yang diperlukan. Akan tetapi hal yang terpenting dalam pengujian tanah adalah bahwa hasil yang diperoleh itu dapat digunakan dengan seperlunya dan seefisien mungkin.

2.3.3 Sampling (Pengambilan contoh tanah)

Tujuan dari sampling adalah untuk melanjutkan dari pada trial pits dan dril-ing. Dimana kita perlu melakukan penyelidikan-penyelidikan lanjutan mengenai si-fat-sifat dari lapisan tanah, misalnya mengenai kadar air (water content), kekuatan (strength), daya rembesan air dan sebagainya. Adapun penyelidikan ini biasanya di-lakukan dilaboratorium, dan untuk kepentingan ini kita perlu mendapatkan contoh dari lubang bor atau lubang-lubang percobaan. Dimana contoh ini ada dua macam, yaitu contoh tanah tidak asli (disturbed) dan contoh asli (undisturbed)

1 Contoh tidak asli (disturbed samples)

Contoh tidak asli diambil tanpa adanya usaha-usaha yang dilakukan untuk melindungi struktur asli dari tanah. Contoh-contoh biasanya dibawa ke laboratorium dalam keadaan tertutup (kaleng ataupun kantong plastik yang tertutup rapat) sehing-ga tidak menyebabkan kadar air menjadi berubah dari keadaan aslinya. Dimana con-toh tidak asli ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan penyelidikan yang tidak memerlukan contoh tanah tidak asli (undisturbed samples), seperti ukuran butiran, batas-batas atterberg, pemadatan, berat jenis dan sebagainya.

2 Contoh asli (undisturbed samples)

Contoh asli adalah merupakan suatu contoh yang masih menunjukkan sifat-sifat asli dari tanah yang ada padanya, contoh-contoh ini tidak mengalami perubahan dalam struktur, kadar air (water content) atau susunan kimia. Contoh yang benar-benar asli (thruly undisturbed samples) tidak akan diperoleh, akan tetapi dengan tek-nik pelaksanaan sebagaimana mestinya dan cara pengamatan yang tepat, maka keru-sakan-kerusakan yang terjadi pada contoh bisa dibatasi sekecil mungkin. Contoh soil dapat diambil dengan memakai tabung-tabung contoh (sample tubes), core barrels,


(30)

29 atau dengan secara langsung mengambil dengan tangan, sebagai contoh dalam ben-tuk bongkahan (block samples)

Alat untuk mengambil sampel contoh tanah berupa sample tubes. Alat ini be-rupa tabung silinder berdinding tipis yang disambung dengan stang-stang bor, den-gan suatu alat yang disebut pemeden-gang tabung contoh (sample tube holding device). Alat ini terutama dipakai untuk jenis tanah lempung, yang lunak sampai yang se-dang. Tabung contoh ini dimasukkan kedalam dasar lubang bor, dan kemudian dite-kan atau dipukul kedalam tanah asli yang adite-kan diambil contohnya pada dasar lubang bor.

Suatu klasifikasi mengenai tanah adalah perlu untuk memberikan gambaran sepintas mengenai sifat-sifat tanah dalam menghadapi perencanaan dan pelaksanaan. Jadi, untuk maksud pemanfaatan contoh-contoh perencanan dan pelaksanaan di masa yang lampau atau ketelitian penggunaan syarat-syarat perencanaan yang digunakan dalam peraturan perencanaan (spesifikasi perencanaan), ternyata diperlukan suatu klasifikasi tanah yang dikelompokkan menurut suatu kriteria yang sama.

Klasifikasi tanah diperlukan antara lain bagi hal-hal sebagai berikut:

1) Perkiraan hasil eksplorasi tanah (persiapan bor-log tanah dan peta tanah dan lain-lain).

2) Perkiraan standar kemiringan lereng dari penggalian tanah atau tebing. 3) Perkiraan pemilihan bahan (penentuan tanah yang harus disingkirkan.

Pemi-lihan tanah dasar, bahan tanah timbunan dan lain-lain). 4) Perkiraan persentasi muai dan susut.

5) Pemilihan jenis konstruksi dan peralatan untuk konstruksi (pemilihan cara penggalian dan rancangan penggalian).

6) Perkiraan kemampuan peralatan untuk konstruksi.

7) Rencana pekerjaan/pembuatan lereng dan tembok penahiin tanah dll. (Pemi-lihan jenis konstruksi dan perhitungan tekanan tanah.)


(31)

30 2.4 Macam-macam Fondasi

Fondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ketanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi fondasi dibagi 2 (dua) yaitu:

2.4.1 Fondasi Dangkal

Fondasi dangkal adalah fondasi yang mendukung beban secara langsung dengan kedalaman Df/B ≤ 1 seperti :

2.4.1.1 Fondasi Telapak

Fondasi telapak yaitu suatu fondasi yang mendukung bangunan secara lang-sung pada tanah fondasi, bilamana terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas yang baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Fondasi Telapak

Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan I

2.4.1.2 Fondasi Memanjang

Fondasi memanjang yaitu fondasi yang digunakan untuk mendukung sedere-tan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai fondasi telapak sisinya akan ter-himpit satu sama lainnya (Gambar 2.2).


(32)

31 Gambar 2.2 Fondasi Memanjang

Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan I

2.4.1.3 Fondasi Rakit (Raft Foundation)

Fondasi rakit merupakan fondasi yang digunakan untuk mendukung bangu-nan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susubangu-nan jarak kolomnya se-demikian dekat di semua arahnya (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Fondasi Rakit

Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan I

2.4.2 Fondasi Dalam

Fondasi dalam adalah fondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan dengan kedalaman Df/B ≥ 4 , seperti:

2.4.2.1 Fondasi Sumuran (pier foundation)

Fondasi sumuran (pier foundation) yaitu fondasi yang merupakan peralihan antara fondasi dangkal dan fondasi tiang (Gambar 2.4), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana fondasi sumuran nilai


(33)

32 kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan fondasi dangkal Df/B ≤ 1.

Gambar 2.4 Fondasi Sumuran

Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan I

2.4.2.2 Fondasi Tiang (pile foundation)

Fondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah fondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.5). Fondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan fondasi sumuran (Bowles, 1991).

Gambar 2.5 Fondasi Tiang


(34)

33 2.5 Penggolongan Fondasi Tiang Pancang

Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai fondasi bangunan, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung industri, menara, dermaga, bangunan mesin-mesin berat, dan lain-lain. Bangunan-bangunan tersebut merupakan konstruksi-konstruksi yang memiliki dan menerima beban yang relatif berat. Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi biasanya bertitik tolak pada bebe-rapa hal mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar sehingga fondasi lang-sung jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada lokasi yang bersangku-tan relatif lunak (lembek) sehingga fondasi langsung tidak ekonomis lagi untuk di-pergunakan. Mengingat pembuatan fondasi tiang pancang dibandingkan dengan pembuatan fondasi lain, fondasi ini mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :

1) Waktu pelaksanaannya relatif cepat.

2) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

3) Kekuatan tiang yang dihasilkan dapat diandalkan karena tiang dibuat di pa-brik dengan pemeriksaan kualitas yang ketat.

4) Pelaksanaannya lebih mudah.

Fondasi tiang juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :

1) Pemancangan sulit dilakukan apabila diameter tiang terlalu besar. 2) Harga fondasi tiang mahal.

3) Pada pelaksanaan pemancangan tiang menimbulkan getaran dan kebisingan pada daerah sekitar yang berpenduduk padat.

4) Bila panjang tiang pancang kurang, maka dilakukan penyambungan. Pe-nyambungan ini sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

Pada perencanaan fondasi, pemilihan jenis fondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertim-bangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah dasar yang me-liputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksa-naan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Fondasi tiang dapat di-golongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.


(35)

34 2.5.1 Fondasi tiang menurut bahan yang digunakan

2.5.1.1 Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai fondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaaan ker-ing dan basah yang selalu berganti-ganti.

Pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya dapat menun-da atau memperlambat kerusakan tiang pancang kayu. Hal ini menyatakan bahwa tiang pancang kayu tidak dapat dilindungi seterusnya menggunakan pengawetan atau bersifat sementara.

Pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan be-ban lebih besar dari 25-30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah yang terdapat banyak hutan kayu seperti Kalimantan, sehingga mudah memperoleh tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan sebagai tiang pancang.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

1. Kekuatan tarik besar sehingga pada saat pengangkatan untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan.

2. Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport. 3. Mudah untuk pemotongannya apabila kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi

ke dalam tanah.

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

1. Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang beton atau baja terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik dan turun.

2. Tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang te-rendah agar tahan lama sehingga memerlukan biaya tambahan untuk air tanah yang letaknya sangat dalam

3. Pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu ini dapat berbentuk sapu. (Gambar 2.6).


(36)

35 Gambar 2.6 Tiang pancang kayu

Sumber : http://dionsevenfold7.wordpress.com/

2.5.1.2 Tiang Pancang Beton

2.5.1.2.1 Precast prestressed concrete pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang mengunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya. Keuntungan pemakaian tiang pancang precast prestressed antara lain :

a) Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan b) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah. c) Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam.

d) Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler. Kerugian pemakaian tiang pancang precast prestressed antara lain :

a) Kepala tiang kadang-kadang pecah akibat pemancangan. b) Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

c) Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah.

d) Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran, dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan sekitar.


(37)

36 Gambar 2.7 Tiang pancang precast prestressed concrete pile

Sumber : Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile ( Bowles, 1991 )

2.5.1.2.2 Precast reinforced concrete pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton ( bekisting ), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri dari pada beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini harus diberi penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pe-mancangan. Karena berat sendiri adalah besar, biasanya pancang beton ini dicetak dan dicor di tempat pekerjaan, jadi tidak membawa kesulitan untuk transport.

Gambar 2.8 Tiang pancang precast reinforced concrete pile

Sumber : http://arisnafauzia.blogspot.com/2012/12/fondasi-tiang-pancang-pile-foundation.html


(38)

37 2.5.1.2.3 Cast in place pile

Fondasi tiang pancang tipe ini adalah fondasi yang dicetak di tempat dengan cara dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah seperti pada pengeboran tanah pada waktu penyelidikan tanah. Pada Cast in place ini dapat dilaksanakan dua cara:

a) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa tersebut ditarik ke atas.

b) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.9 Tiang pancang cast in pile Sumber : HS, Sardjono, 1988

2.5.1.3 Tiang Pancang Baja

Jenis-jenis tiang pancang ini biasanya berbentuk H yang merupakan tiang pan-cang pipa. Balok yang mempunyai flens lebar (wide flange) atau balok I dapat juga digunakan akan tetapi bentuk H khususnya dibuat sebanding untuk menahan tegan-gan pancantegan-gan yang keras yang mungkin akan dialami tiang pancang tersebut. Tiang pancang baja H memilki perpindahan volume yang kecil karena daerah penampang-nya tidak terlalu besar. Selain itu, tiang pancang baja ini memiliki kelebihan yaitu


(39)

38 kekuatan tiang yang besar. Tiang pancang ini juga mempunyai kelemahan yaitu mu-dah berkarat (korosi) sehingga dibutuhkan perlindungan terhadap karat. Tingkat ka-rat pada tiang berbedabeda terhadap tekstur dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah, dan keadaan kelembapan tanah :

a. Pada tanah yang mempunyai tekstur kasar, karat terjadi karena sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

b. Pada tanah liat (clay), karat terjadi karena kandungan oksigen dalam tanah sedikit sehingga menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah padat yang mengandung sedikit sekali oksigen akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Pada dasarnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena keadaan udara pada pori-pori tanah pa-da lapisan tanah tersebut pa-dan apa-danya bahan-bahan organis pa-dari air tanah. Hal ini pa- da-pat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) dari muka air tanah terendah. Karat atau korosi yang terjadi karena udara pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

Gambar 2.10 Tiang pancang baja Sumber : Hardiyatmo, 2003 Keuntungan penggunaan tiang pancang baja:

a. Tiang pancang baja memiliki daya dukung tinggi. b. Tiang pancang baja mudah dalam penyambungan.


(40)

39 Kelemahan penggunaan tiang pancang baja :

a. Tiang pancang baja mudah korosi .

b. Tiang pancang baja terutama profil H mudah bengkok akibat pengaruh luar.

2.5.1.4 Tiang Pancang Komposit

Tiang pancang komposit (composite pile) merupakan tiang pancang yang ter-diri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Tiang pancang komposit dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Tiang ini dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Pembuatan sambungan ini menyita biaya dan waktu sehingga diabaikan terutama di Amerika dan Kanada.

Tiang komposit dibedakan menjadi 5 jenis sebagai berikut:

2.5.1.4.1 Water Proofed Steel and Wood Pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di ba-gian bawah yang mana selalu terletak di bawah air tanah. Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaannya secara singkat sebagai berikut:

a) Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga menca-pai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah.

b) Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam cas-ing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

c) Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core dita-rik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.


(41)

40 2.5.1.4.2 Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe di atas hanya memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya diberi alur spiral. Secara singkat pelaksanaan-nya sebagai berikut:

a) Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini ha-rus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak ha-rusak atau pecah. c) Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing d) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam

cas-ing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

e) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.

2.5.1.4.3 Comosite Ungased – Concrete Wood Pile Dasar pemilihan tiang komposit tipe ini adalah:

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan un-tuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pan-cang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang panpan-cang kayu tersebut selalu berada di bawah permukaan air tanah terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:

a) Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pada kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )


(42)

41 b) Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing

te-rus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

c) Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.

d) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak ter-tentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang pancang kayu tersebut.

e) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter di atas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas sampai keluar dari tanah.

f) Tiang pancang komposit telah selesai.

Tiang pancang komposit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

2.5.1.4.4 Composite Dropped – Shell and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place con-crete.

 Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang komposit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a) Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan da-lam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras. c) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembali. d) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.


(43)

42 e) Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing

di-tarik keluar dari tanah. Lubang di sekeliling shell diisi dengan tanah atau pa-sir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

2.5.1.4.5 Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada ba-gian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:

a) Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki biasa.

b) Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.

c) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai ber-tumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

d) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

2.5.2 Fondasi tiang menurut cara pemasangannya 2.5.2.1 Tiang Pracetak

Tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam bekisting setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan.

Tiang pracetak menurut cara pemasangannya yaitu : 1. Cara penumbukan

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).


(44)

43 3. Cara penanaman

Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman terten-tu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan ta-nah.

Keuntungan pemancangan tiang pancang dengan cara tiang pracetak :

1. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih da-pat diandalkan.

2. Persediaan yang cukup banyak di pabrik sehingga mudah memperoleh tiang ini, kecuali tiang dengan ukuran khusus.

3. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal. 4. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga

mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

2.5.2.2 Tiang yang dicor di tempat

Tiang yang dicor di tempat merupakan suatu cara dimana tiang dicetak menurut lu-bang pada tanah yang berbentuk seperti tiang, kemudian dituangkan adukan beton ke dalam lubang tersebut.

Tiang yang dicor di tempat menurut cara pemasangannya yaitu : 1. Cara penetrasi alas

Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian

Cara ini dapat dibagi lagi menurut peralatan pendukung yang digunakan antara lain : a) Penggalian dengan tenaga manusia

Penggalian lubang fondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah peng-galian lubang fondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvension-al. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan fondasi dalam yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b) Penggalian dengan tenaga mesin

Penggalian lubang fondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah peng-galian lubang fondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan le-bih baik dan lele-bih canggih.


(45)

44 Keuntungan pemancangan tiang pancang dengan cara tiang dicor di tempat :

1. Karena getaran dan keriuhan pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil, co-cok untuk pekerjaan pada daerah padat penduduknya.

2. Tiang dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar dan tiang yang lebih panjang karena tidak menggunakan sambungan.

3. Pengaruh buruk terhadap bangunan di sekitarnya cukup kecil. 2.5.3 Tiang dukung ujung dan tiang gesek

2.5.3.1 Tiang dukung ujung (end bearing pile)

Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya diten-tukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Tiang dukung ujung Sumber : Hardiyatmo, 2003


(46)

45 2.5.3.2 Tiang gesek (friction pile)

Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih diten-tukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya (Gambar 2.12). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhi-tungkan pada hitungan kapasitas tiang.

Gambar 2.12 Tiang gesek Sumber : Hardiyatmo, 2003

2.6 Alat Pancang Tiang

Fondasi tiang umumnya dipancang dengan peralatan hammer atau dengan vibra-tor yang digerakkan dengan generavibra-tor. Hammer bekerja diantara sepasang peralatan penuntun arah yang digantung pada crane disebut lead. Ujung bawah dari lead dihu-bungkan dengan dasar krane oleh suatu plat horizontal yang disebut spotter. Spotter ini dapat mengatur tiang pancang saat pemukulan dan memperkirakan bagian lead di atas tiang vertikal.

Macam-macam alat pancang :

1. Drop hammer

Palu berat yang diletakan pada ketinggian tertentu di atas tiang palu tersebut kemudian dilepaskan dan jatuh mengenai bagian atas tiang. Untuk menghindari men-jadi rusak akibat tumbukan ini, pada kepala tiang dipasangkan semacam topi atau cap


(47)

46 sebagai penahan energi .Biasanya cap dibuat dari kayu. Pemancangan tiang biasanya dilakukan secara perlahan. Jumlah jatuhnya palu per menit dibatasi pada empat sam-pai delapan kali.

Keuntungan menggunakan drop hammer :

 Peralatannya sederhana.

 Tinggi jatuh dapat diperiksa dengan mudah.

 Kesulitan kecil dan biaya operasi murah. Kelemahan menggunakan drop hammer :

a) Kepala tiang mudah rusak. b) Pancang pemancangan terbatas. c) Kecepatan pemancangan lambat.

2. Pemukul aksi tunggal (single acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikali-kan tinggi jatuhnya.

Gambar 2.13 Pemukul aksi tunggal Sumber : Hardiyatmo, 2003


(48)

47 3. Pemukul aksi dobel (double acting hammer)

Pemukul aksi dobel menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya. Kecepatan pukulan dan energi output bi-asanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

Gambar 2.14 Hammer aksi dobel Sumber : Hardiyatmo, 2003

4. Pemukul tenaga diesel (diesel hammer)

Alat pemancang tiang tipe ini berbentuk lebih sederhana dibandingkan den-gan pemukul lainnya. Diesel hammer memiliki satu silinder denden-gan dua mesin diesel, piston, atau ram, tangki bahan bakar, tangki pelumas, pompa bahan bakar, injektor, dan mesin pelumas. Pemukul bertenaga diesel ini cocok digunakan untuk tanah fon-dasi yang keras.

Keuntungan menggunakan pemukul tenaga diesel : a) Menghasilkan daya tumbuk yang lebih besar. b) Mudah dipindahkan.

c) Biaya bahan bakar rendah.

Kelemahan menggunakan pemukul tenaga diesel:

a) Pada lapisan tanah lunak, pengerjaan menjadi lambat.


(49)

48 Gambar 2.15 Pemukul tenaga diesel

Sumber : Hardiyatmo, 2003

5. Pemukul dengan vibrator

Pemukul dengan vibrator ini menggunakan pembangkit tenaga berupa beban statis dan sepasang beban yang berputar eksentrik. Gaya getaran kuat yang dihasil-kan mesin pemukul ini adihasil-kan menembus tanah karena pengaruh beban.

Gambar 2.16 Pemukul dengan vibrator Sumber : Hardiyatmo, 2003

Keuntungan menggunakan pemukul dengan vibrator :


(50)

49 b) Suara penumbukan hampir tidak terdengar

c) Kepala tiang tidak cepat rusak

Kelemahan menggunakan pemukul dengan vibrator yaitu memerlukan tenaga listrik yang besar.

Dalam pekerjaan pemancangan tiang terdapat nama alat-alat berikut ini :

1. Anvil adalah bagian yang terletak pada dasar pemukul yang menerima beban benturan dari ram dan mentransfernya ke kepala tiang.

2. Helmet atau drive cap (penutup pancang) adalah bahan yang dibuat dari baja cor yang diletakkan di atas tiang untuk mencegah tiang dari kerusakan saat pemancangan dan untuk menjaga agar as tiang sama dengan as pemukul. 3. Cushion (bantalan) dibuat dari kayu keras atau bahan lain yang ditempatkan

diantara penutup tiang (pile cap) dan puncak tiang untuk melindungi kepala tiang dari kerusakan.

4. Ram adalah bagian pemukul yang bergerak ke atas dan ke bawah yang terdiri dari piston dan kepala penggerak (driving head).

5. Leader adalah rangka baja dengan dua bagian paralel sebagai pengatur tiang agar pada saat tiang dipancang arahnya benar.


(51)

50 Gambar 2.17 Alat pancang tiang

Sumber : Hardiyatmo, 2003

2.7 Metode Pelaksanaan Fondasi Tiang Pancang

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, ap-likasi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Peng-gunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penye-lesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.


(52)

51 Tahapan pekerjaan fondasi tiang pancang adalah sebagai berikut:

A. Pekerjaan Persiapan

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar ha-rus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan tiang pancang harus dipindahkan dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tak diinginkan.

3. Rencanakan final set t ang, untuk menentukan pada kedalaman mana peman-cangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah puku-lan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar diletakan dekat dengan lokasi pemancangan. 5. Tentukan titik pancang dengan thedolith dan tandai dengan patok.

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk penyambungan batang beri-kutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang

1. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

2. Ujung bawah tiang didudukan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

3. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.

4. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilaku-kan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

5. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras yang ditentukan.


(53)

52 B. Proses Pengangkatan Tiang

1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan)

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat pe-nyusunan tiang beton, baik itu dari pabrik ke trailer ke pepe-nyusunan lapangan. Persyaratn umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5L, untuk mendapatkan jarak harus dipastikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama. Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda pengangkatan di-mana tiang beton pada angkat berupa kawat yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.18

Gambar 2.18 Pengangkatan Tiang dengan Dua Tumpu

2. Pengangkatan dengan satu tumpuan

Pengangkatan metode ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancang sesuai dengan titik pemancangan yang telah di tentukan di lapangan. Adapaun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiangdengan titik angker berjarak1/3L. untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan momen yang sama seperti pada Gambar 2.19.


(54)

53 Gambar 2.19 Pengangkatan Tiang dengan Satu Tumpu

C. Proses Pemancangan Tiang

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pa-da patok titik tiang pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiang lu-bang.

3. Tiang didirikan disamping driving load dan kepala tiang dipasang pada helmetyang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangankepala tiang.

4. Ujung bawah tiang didudukan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.

5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan denganmengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving load agar posisi tiang tidak berges-er selama pemancangan, tberges-erutama untuk tiang batang pberges-ertama.

6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer se-cara kontiniu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.


(55)

54 D. Quality Control

1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak b. Umur beton telah memenuhi syarat.

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan 2. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancan-gan berlangsung. Penyimpanpemancan-gan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1 : 75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak boleh lebih dari 75 mm. 3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah me-ter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meme-ter, dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pemancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set se-suai perhitungan.

2.8 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Test Penetration (SPT)

Suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk men-getahui perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Standard Test Penetration (SPT) terdiri atas uji pemukulan ta-bung belah dinding tebal ke dalam tanah disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal.

Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuh-kan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan ta-hap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawa-nan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapi-san tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis


(56)

ta-55 nah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari ta-nah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya.

2.8.1 Persiapan Pengujian SPT

Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai berikut 1. Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor

2. Beri tanda pada ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas penahan

3. Bersihkan lubang bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari bekasbekas pengeboran.

4. Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disam-bungkan dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.

2. Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai kedala-man pengujian yang diinginkan.

3. Beri tanda pada mata bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm dan 45 cm.


(57)

56 Gambar 2.20 Penetrasi dengan SPT

Sumber : SNI 4153:2008, Hal 4

2.8.2 Prosedur Pengujian SPT

1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval se-kitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.

2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebe-lum ya (kira-kira 75 cm).

3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm. 5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama. 6. Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan

ke-tiga.


(58)

57 15 cm pertama dicatat N1

15 cm kedua dicatat N2 15 cm ketiga dicatat N3

Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran.

8. Bila niali N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter.

9. Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.

Gambar 2.21 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT) Sumber : SNI 4153:2008, Hal 5

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan un-tuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan N dengan kepadatan relatif pa-da tanah pasir, secara perkiraan pa-dapat dilihat papa-da Tabel 2.1 berikut :


(59)

58 Tabel 2.1 Hubungan N dengan kepadatan relatif pada tanah pasir (Terzaghi dan peck 1948)

Angka penetrasi

Kepadatan Relatif Dr

standar (SPT) (%)

<4 sangat tidak padat 4 - 10 tidak padat 10 - 30 kepadatan sedang

30 - 50 padat

>50 sangat padat

Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan I

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah di bawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dini-lai dari ketentuan berikut ini:

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT N > 15

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar merupakan bukan nilai yang teliti. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah ter-ganggu.

2.8.3 Rumus perhitungan daya dukung dari hasil SPT

Tanah Non-Kohesif

Daya dukung ujung fondasi pada tanah non-kohesif diperoleh dari persamaan :

p p

b

p A Nspt A

D L Nspt

Q 40. . . 400. . (2.1)


(60)

59 N-SPT = Jumlah pukulan yang diperoleh dari percobaan SPT

= N-SPT yang digunakan Ncorr = (N1+N2)/2

= N1 adalah nilai N rata-rata 10D dari ujung tiang ke atas = N2 adalah nilai N rata-rata 4D dari ujung tiang ke bawah D = Diameter tiang pancang (m)

Ap = Luas ujung tiang (m2)

Tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif diperoleh dari persamaan :

i

s Nspt pL

Q 2. . . (2.2)

Dimana,

N-SPT = Jumlah pukulan yang diperoleh dari percobaan SPT Li = panjang Tiang (m)

p = keliling tiang (m)

2.9 Data Kalendering

Salah satu jenis fondasi tiang adalah tiang pancang. Fondasi ini disebut fondasi tiang pancang karena dalam pemasangannya dengan cara ditumbuk/dipancang ma-suk ke dalam tanah. Pada saat pemancangan, energi jatuh dari hammer akan diteri-ma tiang dan menyebabkan tiang diteri-masuk ke dalam tanah sebesar s. Besarnya energi yang diterima tiang adalah sebesar energi potensial hammer sebelum jatuh yaitu se-besar berat hammer (Wr) dikalikan tinggi jatuh (h). Tanah berusaha menahan desa-kan tanah yang besarnya sama dengan kapasitas ultimitnya (Qu), sehingga besarnya usaha yang dilakukan Qu dikalikan s. Dari kedua hal tersebut, jika tidak terjadi ke-hilangan energi selama pemancangan maka akan berlaku Persamaan (2.3) yang dis-ebut Formula Sander.


(61)

60 s

h Wr.

Qu (2.3)

Dimana :

Qu = Kapasitas ultimate tiang Wr = Berat hammer

h = Tinggi jatuh

s = Penurunan tiang tiap pukulan

Gambar 2.22 Skema pemancangan fondasi tiang

Persamaan (2.3) merupakan formula dasar perhitungan kapasitas dukung fondasi tiang pancang dengan formula pancang. Kenyataan di lapangan, kehilangan energi selama pemancangan akan terjadi sehingga perhitungan perlu dikoreksi. Faktor-faktor koreksi dikembangkan berdasarkan beberapa sebab yaitu :

1. Tumbukan yang tidak lenting sempurna

2. Koreksi jatuhnya hammer tidak jatuh bebas sempurna karena gesekan hammer dan relnya.

3. Deformasi yang terjadi karena deformasi tiang

Berdasarkan pertimbangan beberapa faktor tersebut pada saat pemancangan, telah dikembangkan banyak formula dengan memasukkan koreksi empirik sebagai beri-kut:


(62)

61 2.9.1 Metode Hilley

P R P R R h W W W n W k k k S h W e       . . ) ( 2 1 . . Q 2 3 2 1 u (2.4) Dimana :

eh = Efisiensi hammer (Tabel 2.2)

k1 = kompresi sementara dari cushion (pile head & cushion) Tabel 2.5 k2 = koefisien yang dihitung dengan persamaan

E A

L Qu

.

k3 = koefisien kondisi tanah, yang dimana untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil) = 0 dan untuk tanah tanah yang lainnya ber-kisar 2,5 mm – 5 mm.

WP = Berat tiang (Ton) WR = Berat hammer (Ton)

n = Koefisien restitusi antara ram dan pile cap (Tabel 2.3) h = Tinggi jatuh (cm)

WR x h = Energi palu (kg/cm)

Formula tiang pancang ini dihitung berdasarkan data yang diperoleh di lapangan yaitu data kalendering . Data ini diambil pada saat pemancangan pada kertas milime-ter blok. Secara umum kalendering digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang pancang untuk mengetahui daya dukung tanah secara empiris melalui perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang. Alat pancang tersebut berupa diesel hammer maupun hydraulic hammer. Kalendering dalam proses pemancangan tiang pancang harus dilaksanakan dan dibentuk laporan untuk proyek. Perhitungan kalendering menghasilkan output yang berupa daya dukung tanah dalam ton.

Tabel 2.2 Harga Efisiensi hammer

Sumber : Principles of Foundation Engineering, Hardiyatmo, Braja M. Das, 2007

Hammer Type E

Singel and double-acting hammers 0.7 - 0.85

Diesel hammers 0.8 - 0.9


(63)

62 Tabel 2.3 Koefisien restitusi n

Sumber : Principles of Foundation Engineering, Hardiyatmo, Braja M. Das, 2007

Tabel 2.4 Karakteristik alat pancang diesel hammer

Sumber : Buku katalog KOBE diesel hammer

Tabel 2.5 Nilai-nilai k1 (Chellis, 1961)

Sumber : Hardiyatmo, 2002

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah :

1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.

Pile Material n

Cast iron hammer and concrete piles (Without cap) 0.4 - 0.5

Wood cushion on steel piles 0.3 - 0.4

Wooden piles 0.25 - 0.3

Jumlah Pukulan

kN-m Kip-ft Kg-cm permenit kN Kips Kg

K150 379,9 280 3872940 45 - 60 147,2 33,11 15014,4

K60 143,2 105,6 1460640 42 - 60 58,7 13,2 5987,4

K45 123,5 91,1 1259700 39 - 60 44 9,9 4480

K35 96 70,8 979200 39 - 60 34,3 7,7 3498,6

K25 68,8 50,7 701760 39 - 60 24,5 5,5 2499

Tenaga Hammer

Type Berat balok besi panjang

3,5 Mpa 7,0 Mpa 10,5 Mpa 14 Mpa

Tiang baja atau pipa langsung pada kepala tiang

Tiang kayu langsung pada kepala tiang

Tiang beton pracetak dengan 75 - 100 mm bantalan di dalam cap

Baja tertutup Cap yang berisi bantalan kayu untuk tiang baja H atau tiang pipa

Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat baja 10 mm

3,8 9 3 1,5 5 12,5 4 2 1,3 3 1 0,5 2,5 6 2 1

Nilai-nilai k1 (mm), untuk tegangan akibat pukulan pemancangan di kepala tiang

Bahan Tiang


(1)

140  Cek terhadap daya dukung ijin Kalendering metode Hilley

Untuk angka keaman (SF) pada metode Hilley diambil 2

maka Qa= 216,75/2 = 108,37 Ton ………..AMAN (karena Qijin = 108,37 Ton > Qi = 80,75 Ton)

 Cek terhadap daya dukung ijin PDA

Untuk angka keaman (SF) pada test PDA diambil 2

maka Qa= 169,7/2 = 84,85 Ton ………..AMAN (karena Qijin = 84,85 Ton >

Qi = 80,75 Ton)

4.3 Diskusi

Analisa daya dukung fondasi tiang pancang pada Proyek jembatan sei penara akses non tol kualanamu. untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang kelompok terhadap beban yang dipikulnya. Dari hasil perhitungan, dapat dilihat per-bandingan daya dukung berdasarkan data SPT, data kalendering, dan tes PDA, dima-na nilai daya dukung terkecil diperoleh pada test PDA dan nilai daya dukung terbesar diperoleh pada data kalendering metode Hilley. Perbedaan daya dukung tersebut bisa disebabkan karena jenis dan kedalaman tanah yang berbeda bahkan pada jarak terde-kat sekalipun. dan karena pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator yang melaksanakannya. Apabila daya dukung ultimate satu tiang sudah di-ketahui, maka daya dukung kelompok tiang dapat ditentukan dengan mengganda-kannya terhadap efisiensi kelompok tiang pancang. Dalam hal ini metode yang digu-nakan adalah Metode Converse – Labarre dan Metode Los Angeles Group. Berikut adalah hasil yang di diperoleh :

A. Perhitungan daya dukung ultimate berdasarkan data SPT

Berdasarkan metode Meyerhoff Titik BH-V pada kedalaman 24 m dengan ni-lai N=59 pukulan, Qult = 183,95 ton.

B. Perhitungan daya dukung ultimate tiang tunggal berdasarkan data Kalender-ing Metode Hilley

Titik A-1 pada kedalaman 24 m diperoleh Qult= 216,75 ton

C. Perhitungan daya dukung ultimate berdasarkan data tes PDA (Pile Driving Analizer).


(2)

Daya dukung ultimet pada lokasi pier 2 berdasarkan test PDA Qult = 169,7

Ton

D. Perhitungan daya dukung ultimate tiang kelompok berdasarkan efisiensi 1. Metode Converse-Labbare

 Dari data SPT Qg = 2998,75 Ton

 Dari data kalendering metode Hilley Qg = 3533,45 Ton

2. Metode Los Angeles Group

 Dari data SPT Qg = 2140,81 Ton

 Dari data kalendering metode Hilley Qg = 2522,54 Ton

E. Perhitungan daya dukung horizontal tiang tunggal :

Berdasarkan Metode Broms diperoleh Hu = 26,3925 ton dengan defleksi yo =

0,33 cm

F. Penurunan elastis tiang kelompok

Berdasarkan metode Meyerhoff diperoleh sebagai berikut

 Berdasarkan efisiensi metode Converse Labarre diperoleh penurunan elastic sebesar 15,6 mm

 Berdasarkan efisiensi metode Los Angeles group diperoleh penurunan elastic sebesar 16,72 mm


(3)

142 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pada Pembangunan Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non Tol Kualanamu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil perhitungan daya dukung ultimit tiang pancang tunggal dari data SPT (BH-V) ,kalendering (A-1), dan tes PDA (Pier 2) pada kedalaman 24 m pada tiang se-bagai berikut :

Daya Dukung (Qult)

Metode Meyerhoff Metode Hilley Test PDA

183,95 Ton 216,75 Ton 169,7 Ton

2. Hasil perhitungan daya dukung ultimate tiang kelompok berdasarkan efisiensi 1. Metode Converse-Labbare (Eg = 0,741)

 Dari data SPT Qg = 2998,75 Ton

 Dari data kalendering metode Hilley Qg = 3533,45 Ton

2. Metode Los Angeles Group (Eg = 0,555)

 Dari data SPT Qg = 2140,81 Ton

 Dari data kalendering metode Hilley Qg = 2522,54 Ton

3. Berdasarkan hasil perhitungan penurunan elastis kelompok tiang dengan metode Meyerhoff diperoleh penurunan kelompok tiang sebesar 16,72 mm untuk beban maksimum kelompok (Qg) metode los angeles group dan penurunan elastis

ke-lompok tiang dengan mengunakan data beban maksimum keke-lompok (Qg) metode

Converse Labarre diperoleh sebesar 15,6 mm. nilai ini mendekati penurunan pa-da test PDA yaitu sebesar 16,7 mm

4. Perhitungan daya dukung horizontal tiang tunggal berdasarkan Metode Broms diperoleh Hu = 26,3925 ton dan defleksi yo = 0,33 cm

5. Pondasi Pier 2 Aman karena, daya dukung ijin masing-masing metode lebih be-sar dari beban distribusi maksimum tiang sebebe-sar Qi = 80,75 Ton seperti dibawah

ini,


(4)

 Berdasarkan data SPT

Qijin = 91,97 Ton > Qi = 80,75 Ton

 Berdasarkan data Kalendering metode Hilley Qijin = 108,37 Ton > Qi = 80,75 Ton

 Berdasarkan data PDA

Qijin = 84,85 Ton > Qi = 80,75 Ton

5.2 Saran

1. Agar lebih teliti dalam melaksanakan pengujian baik dalam penggunaan perala-tan ataupun pembacaan hasil yang tertera pada alat uji hingga pada pengolahan data.


(5)

144 DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, D. D. & Untung, D. (2013). Study Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Dengan Beberapa Metode. Jurnal Teknik Pomits, 1(1), 1-5.

Aprianto., Mahendra, A., & Priadi, E. Kajian Daya Dukung Pondasi Abutment Jem-batan Bawas Kabupaten Kubu Raya.

Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT SNI 4153 : 2008. Bandung : 2008.

Bowles, E. J. (1999). Analisa dan Disain Pondasi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Bowles, E. J. (1999). Analisa dan Disain Pondasi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Das, Braja, M. 1999. Principles of Geotechnical Engineering fourth edition. Canada: Thomson Canada Limited.

Das, Braja, M. 2007. Principles of Geotechnical Engineering sixth edition. Canada: Thomson Canada Limited.

Desmi, Adzuha. (2013). Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Akibat Beban Aksial Pada Pilar Jembatan Krueng Keureuto Lhoksukon Kabupaten Aceh Uta-ra. Prosiding SNYuBe.

Hardiyati, S., Prabandiyani, R. W. S, Pratomo, F. R. A., & Siliwangi, M. (2014). Pe-rancangan Pondasi Tiang Pancang Dermaga Packing Plant Banjarmasin-Kalimantan Selatan. Jurnal Karya Teknik Sipil, 3(1), 270-282.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2003 . Teknik Pondasi 2. Yogyakarta: Beta Offset Hardiyatmo, Hary Christady. 2010 . Analisis dan Perancangan FONDASI I Edisi

Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

H.S, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid 1 . Surabaya : Sinar Wijaya. Ilham, M. Noer, (2006), Perencanaan Jembatan Srandakan Kulon Progo D.I

Yogya-karta.


(6)

Manual Pondasi Tiang, Edisi Ketiga, Geotechnical Engineering Centre Bandung, universitas khatolik parahyangan

Pedoman Tata Tulis Tugas Akhir Mahasiswa Universitas Kristen Petra Edisi 4, (2008). Surabaya.

Putra, H. G. (2008, Oktober). Pertimbangan Dalam Pemilihan Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Dengan Beberapa Metoda (Statik,Dinamik,Tes PDA). Jurnal Rekayasa Sipil, 4(2), 37-48.

RSNI T-02-2005 Standar Nasional Indonesia. Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Sosarodarsono, S. dan Nakazawa, K., (1983), Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi,

Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Tomlinson, M, J. 2007. Pile Design and Construction Practice. A Viewpoint Publica-tion.