Fungsi dan Wewenang Mahkamah konstitusi

2.5.3. Fungsi dan Wewenang Mahkamah konstitusi

Pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga peradilan 114 di Indonesia dapat terlihat sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 dan Pasal 24C

Marwan Mas, Mengurai Putusan Pembatalan UU Nomor 45 Tahun 1999, Jurnal Konstitusi, vol. 1 No. 1. 2, Desember, (2004), hlm. 17.

111 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm 20.

112 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2005, hlm 69. 113 Op.cit, Bachtiar, Problematika Implementasi Putusan …, hlm 75. 114

Indikator yang termasuk dalam kelompok ini adalah (i) kewenangan judicial review peraturan perundang-undangan, (ii) kewenangan memeriksa administrasi kepemerintahan, (iii) kewenangan peradilan atas kebebasan yang dimiliki rakyat, (iv) system pengajuan banding, dan Indikator yang termasuk dalam kelompok ini adalah (i) kewenangan judicial review peraturan perundang-undangan, (ii) kewenangan memeriksa administrasi kepemerintahan, (iii) kewenangan peradilan atas kebebasan yang dimiliki rakyat, (iv) system pengajuan banding, dan

Sebagai lembaga yang melakukan pengawasan kesesuaian norma hukum undang-undang terhadap konstitusi, Mahkamah Konstitusi menurut pendapat

Jimly 115 , memiliki lima Fungsi sebagai perwujudan dari kewenangan yang dimilikinya. Berikut lima fungsi tersebut:

1. Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution ).

2. Mahkamah Konstitusi sebagai pengendali keputusan berdasarkan system demokrasi (control of democracy).

3. Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi (the interpreter guardian of the constitution ).

4. Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung hak konstitusional warga Negara (the protector of the citizens constitutional rights).

5. Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung Hak Asasi Manusia (the protector of human right ).

Dari kelima fungsi yang dikemukakan Jimly tersebut di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua fungsi utama. ”Pertama, fungsi hukum, yaitu menjaga agar semua produk undang-undang

berada dalam bingkai dan koridor konstitusi. Interprestasi Mahkamah Konstitusi tidak saja beranjak secara sempit dari hukum yang bersifat tekstual (textual law), tetapi juga harus berdimensi luas menyangkut konteks dan nilai-nilai yang melatarbelakangi lahirnya pasal-pasal konstitusi (contextual law). Fungsi hukum Mahkamah Konstitusi juga dapat

(v) contempt/subpoena/enforcement. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa standar JRI yang digunakan adalah untuk mengukur independensi lembaga peradilan secara umum. Oleh sebab itu, yang menjadi ukuran, adalah adanya kewenangan lembaga peradilan yang menjamin penegakan hak asasi manusia serta adanya akses bagi masyarakat untuk melakukan protes atas legalitas tindakan pemerintah yang ternyata justru merugikan kepentingan rakyat, yaitu melalui judicial review peraturan perundang-undangan, Lihat dalam, Ahmad Fadlil Sumadi, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi , Malang; Setara Press, 2013, hlm 47.

115 Op.cit, Bachtiar, Problematika Implementasi Putusan …, hlm 108.

diwujudkan melalui penyempurnaan atas produk legislative yang sering dipenuhi dengan kepentingan partisan. Kedua, fungsi politik, yaitu keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi jelas memiliki pengaruh yang luas secara politis. Dalam dimensi politis ini, keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi membentuk system, struktur, dan budaya politik yang baru. Secara luas hal ini menjadi dasar dalam pengembangan kehidupan

de mokrasi di Indonesia”.

Selanjutnya, sebagai sebuah lembaga Negara yang telah ditentukan dalam konstitusi, kewenangan Mahkamah Konstitusi juga diberikan dan tercantum dalam Konstitusi NKRI, dimana sesuai dengan ketentuan pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 UU Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 menambahkan pula bahwa Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau

Wakil Presiden menurut UUD. 116