Factors Of Stress Working On Srikandi Busway (Studies in Srikandi Busway Pulogadung-Harmoni Route and Harmoni-Kalideres) By

(1)

Factors Of Stress Working On Srikandi Busway

(Studies in Srikandi Busway Pulogadung-Harmoni Route and Harmoni-Kalideres)

By

Ratri Nabella

Busway in Jakarta is a transition from the Busway is located in Bogota, Colombia. Busway is a public transport bus which has a special line and launched by the government to reduce the number of vehicles in Jakarta, which compresses the highway. Busway made as comfortable as possible in order to make people switch to the Busway and do not bring more personal vehicles while at busy in Jakarta. Busway is unique because of women driving the big bus. Work as the drivers of Busway to the attention to study because when seen from a great Busway, a solid state highway and traffic accidents are vulnerable and lack of women choose this profession as the main job. The situation is stressful work in women. Work stress of driver women have 3 main factors which influenced the environmental and task demands, organizational leadership, and family issues. Therefore, researches wanted to know the amount of the contribution of stress factors and their relationship when viewed from a gender perspective, especially women. A gender perspective is the view of a work or activities of the women. There are 5 views, namely : gender and marginalization, gender and subordination, gender and negative labeling, gender and violence and gender and role demands.

This type of research is explanatory. The study population is Srikandi Busway Trans Batavia who work actively and samples of this study are 30 people Srikandi Busway Trans Batavia. Data collection technique used observation to Srikandi Busway environment and their neighborhood, unstructured interviews to reach out and spread the questioner to 30 Srikandi. Analysis of data used is factor analysis. Based on test results of factor analysis known that there are 11 indicators have formed 3 factors. Environmental factor and the demand of duty with the contribution variant of 26,749%. Leadership organization became the second factor with the contribution amounting to 15,773% variance. Family problems into the third factor with the contribution amounting to 15,036% variance.


(2)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Stres merupakan suatu kondisi yang menekan suatu keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001:563). Pendapat Robbins mengartikan bahwa stres terjadi di saat seseorang mengalami gangguan pada keadaan psikologisnya jika dalam mewujudkan yang diharapkannya mengalami masalah. Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres. Konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres semua seperti suatu sistem (www.club sehat.com). Jika dilihat dari berbagai pengertian stres tersebut menyimpulkan bahwa tubuh manusia akan mengalami respon jika mendapat suatu tekanan atau beban yang berlebihan. Stres yang diterima mempengaruhi perilaku dan keadaan tubuh yang memburuk.


(3)

Sedangkan Charles D, Spielberger (dalam llandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Dari pengertian tersebut mengartikan bahwa stres berasal dari lingkungan sekitar kita yang tidak menyenangkan dan membuat kita tertekan. Menurut Ivancevich, Matteson dan Konopaske (2007:295), stres adalah respon adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu yang merupakan konsekuensi setiap tindakan, situasi atau peristiwa dan yang menempatkan tuntutan khusus terhadap seseorang. Menurut Sweeney dan Macfarlin (2002:253) menjelaskan the term stres is easier to experience than it is to plain to define. We say this because we’ve all felt pressure, demains and strains that seems to go hand-in-hand without job. So, at a personal level we all what stres is. Berdasarkan definisi tersebut menjelaskan bahwa stres diartikan sebagai tekanan, ketegangan dan gangguan dari lingkungan eksternal seseorang.

Definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu respon dan/atau stres sebagai suatu stimulus. Menurut Ivancevich, Matteson dan Konopaske (2007:295) menganggap stres adalah suatu respon jika dilihat secara sebagian sebagai suatu stimulus (stressor). Dalam definisi respon, stres merupakan konsekuensi dari interaksi antara suatu stimulus lingkungan (suatu stressor) dan respon individu. Sedangkan definisi stres sebagai stimulus karena menganggap stres sebagai sejumlah karakteristik atau peristiwa yang mungkin menghasilkan konsekuensi yang tidak beraturan.


(4)

13

Sedangkan yang dimaksud stressor adalah suatu peristiwa eksternal atau situasi yang secara potensial membahayakan seseorang. Dari berbagai pengertian stres di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan fenomena yang bersifat universal dimana setiap orang dapat merasakannya jika merasa mendapat tekanan dan beban yang intensitas tidak wajar. Stres dapat mengakibatkan gangguan fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sedangkan yang dikategorikan sebagai stres kerja dapat diartikan seperti definisi yang dikemukakan oleh (Selye, dalam Beehr, et, al., 1992:623) yakni work stres is an individual’s response to work related environmental stressors. Stres as the reaction of organism, which can be physiological, psychological or behavioral reaction. Berdasarkan definisi tersebut, menurut Putri Widyasari, Spsi stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku.

Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan eksternal (pekerjaan) berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipresepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Stres kerja oleh Putri Widyasari, Spsi. 15 Juni 2009 < http://www.rumahbelajarpsikologi.com.www.rumahbelajarpsikologi.com. 9 April 2010. 20:00>). Secara singkat Carry Cooper mengatakan bahwa stres kerja adalah tekanan yang terlalu besar bagi kita (dalam Towner, 2002:19).


(5)

Stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antar manusia dan pekerjaan serta dikarakteristikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Beehr dan Newman, 2000:150). Gibson et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi Berdasarkan beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus respon. Sedangkan menurut Murphy dan Cooper stres kerja didefinisikan sebagai berikut: occupational stres can mean either the pressure that work puts on individual or the effect of the pressure.

(2000:150). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa sebab tertentu yang dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

B. Jenis-jenis Stres

Stres menurut Luthans (2002: 396) jika diidentifikasi menurut dampak yang di timbulkan memiliki dua jenis, yaitu:

1. Eustress: stres yang memberikan dampak yang positif. Contohnya jika seseorang mengalami Eustress maka tidak ada perubahan yang menurun pada fisik dan psikologisnya. Semangat untuk mendapatkan yang diharapkannya meningkat.

2. Disstress: stres yang memberikan dampak yang negatif. Contohnya jika seseorang mengalami Disstress maka keadaan fisik dan psikologisnya menurun, dan semangat kerja menurun.


(6)

15

C. Moderator Stres

Menurut Ivancevich, Matteson dan Konopaske (2007:309) suatu moderator adalah suatu kondisi, perilaku, atau karakteristik yang mempengaruhi hubungan antara kedua variabel. Dampaknya dapat memperlemah atau memperkuat hubungan antar kedua variabel. Variabel-variabel tersebut berupa usia, jenis kelamin, dan tingkat ketabahan. Tiga tipe moderator tersebut adalah:

a. Kepribadian

Istilah kepribadian merujuk pada serangkaian karakteristik, tempramen, dan kecendrungan yang relatif stabil yang membentuk kemiripan dan perbedaan dalam perilaku orang. 5 (lima) model kepribadian itu sendiri adalah:

1. Extroversion adalah mereka lebih cenderung ramah, mudah bergaul, dan memiliki jaringan pertemanan yang lebih luas.

2. Emotional stability adalah mereka yang lebih mungkin untuk mengalami

mood positif dan merasa diri dan pekerjaan mereka baik-baik saja. Mereka cenderung tidak kewalahan oleh stres dan lebih cepat pulih dari stres.

3. Agreeableness adalah mereka yang cenderung bersifat antagonis, tidak simpatik, dan bahkan kasar terhadap orang lain.

4. Consientiousness adalah kepribadian yang cenderung mengarah pada kinerja dan keberhasilan seseorang. Semakin tinggi mereka memiliki nilai

conscientiousness maka mereka tidak mengalami stres dalam pekerjaan. Dan sebaliknya, mereka yang memiliki nilai rendah dalam conscientiousness akan menerima sedikit penghargaan atau bahkan kurang berhasil dalam karir karena buruknya kinerja yang dimiliki.


(7)

5. Openess to experience adalah mereka yang memiliki nilai tinggi dalam keterbukaan terhadap penalaman karena mereka lebih siap untuk memandang perubahan sebagai suatu tantangan dan bukan ancaman.

b. Perilaku tipe A dan B

Meyer Friedman dan Ray Rosenman adalah dua ahli kardiologi dan peneliti yang menemukan pola perilaku tipe A dan B. Pengertian dari pola perilaku A dan B adalah sebagai berikut:

1. Pola perilaku A cenderung agresif, kompetitif, penuh energi, berbicara dengan meledak-ledak, secara kronik berusaha untuk menyelesaikan sesuatu sebanyak mungkin dalam waktu singkat, sibuk dengan tenggat waktu, berorientasi pada pekerjaan, tidak sabar, tidak suka menunggu karena menganggap itu adalah hal yang membuang waktu dan selalu berjuang dengan orang, hal dan peristiwa. Tipe perilaku A adalah ketidaksabaran dan keramahan. Dan cenderung mengalami serangan jantung koroner lebih banyak.

2. Pola perilaku B memiliki sifat yang tidak termasuk dalam pola perilaku A. Pada umumnya tidak merasakan konflik yang menekan dengan waktu dan orang.

c. Dukungan sosial

Hubungan sosial yang dimiliki individu dengan orang lain baik secara kualitas maupun kuantitas memiliki dampak penting yang potensial. Dukungan sosial didefinisikan rasa nyaman, bantuan atau informasi yang diterima seseorang melalui kontak formal dan informal dengan individu atau kelompok, serta berbentuk dukungan emosi (mengekspresikan kekhawatiran, meningkatkan harga


(8)

17

diri, mengindikasikan kepercayaan dan mendengarkan); dukungan penilaian (menyediakan umpan balik dan afirmasi); dan dukungan informasi (memberikan saran, memberikan nasehat dan pengarahan).

D. Gejala-gejala Stres

Menurut Cooper dan Straw (1995:81) terdapat 3 (tiga) gejala stres secara umum, yaitu:

1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.

3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.

Serta gejala-gejala stres kerja yang biasa dialami karyawan dalam menjalankan tugasnya, yaitu:

1. Kepuasan kerja rendah 2. Kinerja yang menurun

3. Semangat dan energi menjadi hilang 4. Komunikasi tidak lancar


(9)

5. Pengambilan keputusan jelek 6. Kreatifitas dan inovasi kurang

7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif (Cooper dan Straw, 1995:84)

E. Faktor-faktor yang menyebabkan stres:

Menurut De Cenzo dan Robbins (1999:440) ada dua faktor yang mempengaruhi stres, yaitu:

1. Individual: faktor individual bisa disebut sebagai faktor pribadi atau internal seseorang. Meliputi masalah keluarga, masalah ekonomi dan masalah kepribadian karyawan.

2. Organisasional: berhubungan langsung dengan pekerjaan individu tersebut. Seperti beban kerja, tuntutan tugas, waktu kerja, kompensasi, konflik antar karyawan dan lain-lain.

Sedangkan menurut Robbins (2003: 578), kondisi-kondisi yang menyebabkan stres disebut stressor. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan stres, yaitu: a. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stres pada karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat membuat karyawan harus dapat beradaptasi mengimbangi keadaan tersebut, dimana ketiga hal tersebut membuat karyawan akan cepat mengalami stres. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang sangat cepat.


(10)

19

Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dalam waktu yang cepat, sehingga karyawan mengalami tingkat kecemasan dikarenakan ancaman untuk tidak dipakai lagi tenaganya atau di PHK. Keadaan politik seperti pelanggaran UU No. 13 tahun 2003 yang berisi tentang paraturan terhadap tenaga kerja Indonesia. Contoh-contoh pelanggaran yang sering terjadi di Indonesia terutama wanita meliputi: perusahaan tidak menyediakan antar jemput bagi pekerja wanitanya, waktu bekerja melebihi 7 jam dalam 1 hari, kurangnya transparansi dalam pengupahan, tidak adanya jaminan kehidupan, tidak adanya perlindungan dan lain-lain. Sedangkan dalam indikator ekonominya, stres pekerja dipicu jika keadaan ekonomi tidak stabil. Keadaan ekonomi yang tidak stabil menimbulkan gejolak sosial yang membuat keadaan lingkungan sekitar menjadi tidak aman. Seperti terjadinya demo, tuntutan turunnya harga sembako yang menutup jalan umum sehingga para pekerja terhambat dalam menjalankan tugasnya.

b. Faktor Organisasi

Di dalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres, yaitu

role demands (tuntutan peran), interpersonal demands (tuntutan antar perseorangan), interpersonal demands (struktur organisasi) dan organizational leadership (kepemimpinan organisasi).


(11)

Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Role demands (tuntutan peran): Tuntutan peran memicu tekanan pada pekerja

jika peran dan fungsi pekerja dalam pekerjaannya tidak jelas. Role conflicts

(peran konflik) menimbulkan harapan-harapan yang mungkin susah untuk didamaikan. Role overload (peran berlebih) adalah berpengalaman ketika pekerja diminta untuk melakukan sesuatu yang lebih. Role ambiguity (peran ambigu) timbul saat pengharapan peran tidak dimengerti dan pekerja tidak yakin akan apa yang mereka lakukan (Robbins, 2003: 579).

2. Interpersonal demands (tuntutan antar perseorangan): Tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. (Robbins, 2003: 580). Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan satu dengan karyawan lainnya.

3. Interpersonal demands (struktur organisasi): Mengartikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidakjelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi (Robbins, 2003: 580).

4. Organizational leadership (kepemimpinan organisasi): Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pimpinan menurut The Michigan Group (Robbins, 2001: 316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau


(12)

21

menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.

5. Task demands (tututan tugas): Faktor-faktor yang berhubungan langsung ke pekerjaan yang meliputi desain pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan tata ruang pekerjaan. (Robbins, 2003: 579). Job design (desain pekerjaan) menurut Stoner, dkk (1996: 55) desain pekerjaan adalah pembagian kerja sebuah organisasi di antara para karyawannya. Sedangkan menurut James W. Walker (1992:261) work design involves specification of the activities, methodand relationship of jobs in order to satisfy performance requirement. Maksud dari dilakukannya desain pekerjaan adalah meningkatkan tantangan dan otonomi bagi karyawan yang melakukannya atau memberdayakan karyawan untuk melakukannya.

Terdapat 5 karakter atau core dimensions Job design dalam hal ini, yaitu skill variety (variasi pekerjaan), job identify identitas (identitas tugas), task significance (keberartian pekerjaan), autonomy (otonomi), feedback (umpan balik). (Walker, 1992:262). Sedangkan menurut Werther dan Davis (1996: 137) desain pekerjaan adalah refleksi dari tuntutan organisasi, lingkungan dan perilaku. Secara sistematisnya, desain pekerjaan adalah proses transformasi dari input (elemen organisasional, lingkungan dan perilaku) untuk menghasilkan output produktifitas kerja dan kepuasan kerja. Kondisi kerja: Menurut Mondy, dkk (1999: 477) kondisi kerja adalah the physical characteristic of the workplace. Karakteristik fisik ini meliputi, ruang kerja yang sesak, suara gaduh, hawa panas dan dingin, polusi udara, bau menyengat, kondisi kerja yang berbahaya, kurang


(13)

penerangan atau terlalu terang, ketegangan fisik dan mental, dan toxic chemicals

atau radiasi.

Menurut Robbins (2001:563) faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres itu muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak dinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keiginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang penting tetapi tidak pasti.

c. Faktor Individual

Faktor yang termasuk dalam hal ini muncul dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi setiap individu yang dapat menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu: faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:75).


(14)

23

Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77):

a. Tidak adanya dukungan sosial.

Stres akan cenderung muncul pada karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.

b. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi.

Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

c. Pelecehan seksual.

Kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Menurut Baron dan Greenberg (dalam Margiati,


(15)

1999:72) stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya.

d. Kondisi lingkungan kerja.

Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya dan semacamnya. Keadaan yang terlalu panas dan dingin dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Menurut Muchinsky (dalam Margiati, 1999:73) kebisingan memberi andil yang tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisisingan dibandingkan orang lain.

e. Manajemen yang tidak sehat.

Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tampat kerja. Menurut Minner (dalam Margiati, 1999:73) menyebutkan bahwa situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa atau kejadian yang semestinya sepele, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya menimbulkan stres.

f. Tipe kepribadian.

Seseorang yang memiliki kepribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian B.


(16)

25

Pengalaman pribadi sesorang yang buruk, akan menimbulkan trauma dan stres yang berkepanjangan.

Menurut Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73) stres kerja disebabkan oleh:

a. Adanya tugas yang terlalu banyak, akan tejadi jika karyawan memiliki tugas yang tidak sebanding dengan kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang dimiliki karyawan.

b. Supervisor yang kurang pandai. Stres akan terjadi jika supervisor kurang pandai dalam membimbing dan memberikan pengarahan pada karyawan secara baik dan benar.

c. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya memiliki kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor yang dibebankan kepadanya. Seringkali pihak atasan memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya membuat karyawan stres, karyawan merasa dikejar waktu. d. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Atasan yang sering kali

memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai.

e. Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.


(17)

f. Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang memiliki prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme). g. Frustasi. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustasi kerja adalah

terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian atau evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.

h. Perubahan tipe pekerjaan. Situasi ini bisa timbal akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau mutasi pada perusahaan lain.

i. Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan sesuai; (b) konflik peran intrasender, konflik ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing strutur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternatif.

F. Dampak stres

Seperti yang dikatakan Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2003:303), stres memiliki dampak yang bervariasi. Stres yang berdampak positif, seperti motivasi diri dan stimulasi untuk memuaskan tujuan individu. Sedangkan stres yang memiliki dampak negatif bersifat merusak, kontraproduktif dan bahkan secara potensial berbahaya. Stres digolongkan menjadi 2 (dua jenis) berdasarkan


(18)

27

perbedaan model stres antara yang dihasilkan antara dan individu dan organisasi, yaitu:

1. Dampak Individu

Dampak stres pada individu memiliki 4 (empat) sifat yaitu: bersifat kognitif, bersifat perilaku dan fisiologis.

a. Bersifat kognitif

Dampak stres yang bersifat kognitif mencakup konsentrasi yang buruk, ketidakmampuan untuk mengambil keputusan yang benar atau sama sekali tidak dapat mengambil keputusan, hambatan mental, dan penurunan tentang perhatian.

b. Bersifat perilaku

Seperti kecendrungan untuk mengalami kecelakaan, perilaku impulsif, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang.

c. Bersifat fisiologis

Mencakup detak jantung yang meningkat, naiknya tekanan darah, keringat yang berlebihan, rasa panas dingin dan tingkat glukosa serta produksi gas asam lambung yang meningkat.

Dalam dampak psikologis dikenal suatu istilah bernama burnout (Ivancevich, Konopaske dan Matteson, 2007:307). Burnout merupakan proses psikologis yang dihasilkan oleh stres pekerjaan yang tidak terlepaskan dan menghasilkan kelelahan emosi, perubahan kepribadian, dan perasaan pencapaian yang menurun.

Burnout cenderung menjadi masalah tertentu di antara orang yang pekerjaannya memerlukan kontak yang mendalam dengan/atau memiliki tanggung jawab atas orang lain. Burnout berpusat pada profesi yang melayani masyarakat, dan individu


(19)

yang berkomitmen pada pekerjaan mereka seperti guru, polisi, ahli terapi, dokter, pekerja sosial, petugas pengawasan pembebasan bersyarat dan lain-lain. 4 (empat) faktor yang pada umumnya merupakan kontributor penting terhadap burnout

yaitu: tingkat beban kerja yang tinggi, pekerjaan (karir) yang buntu, birokrasi dan pekerjaan tulis menulis yang berlebihan, dan komunikasi serta umpan-balik yang buruk, terutama berkenaan dengan kinerja pekerjaan (Ivancevich, Konopaske dan Matteson, 2007:307).

Menurut Luthans (2003:396) burnout is concerned, some stres researchers contend that burnout is a type of stres and others treat it as having a number of components. Menurut De Cenzo dan Robbins (1999:443) Faktor yang mendukung terjadinya burnout adalah karakteristik organisasi, persepsi organisasi, karakteristik individu dan akibat, organisasi mengurangi tingkat stres karyawan sebelum terjadi burnout dengan melakukan identifikasi, pencegahan, mediasi dan pemulihan.

2. Dampak Organisasi

Stres menyebabkan suatu organisasi mengeluarkan banyak uang. Organisasi harus menanggung biaya akibat dampak stres yang dialami karyawannya. Seperti klaim asuransi, biaya pengobatan, absen yang meningkat, sabotase dan waktu kerja yang hilang. Stres memiliki dampak yang dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung. Dampak stres pada pekerja dapat dilihat dari 3 (tiga) gejala, yaitu psikologis, phisiologis dan perilaku (Dessler, 2000:587).


(20)

29

Menurut De Cenzo dan Robbins (1999:40) dikatakan bahwa secara psiologis adalah sakit kepala, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Dampak dari psikologis yang dialami seseorang yang mengalami stres adalah kegelisahan, depresi, dan menurunnya kepuasan kerja. Dan dampak terhadap organisasi adalah berupa produktivitas, beban pemeliharaan kesehatan, penurunan prestasi kerja secara kualitas dan kuantitas, kemangkiran dan turnover.

Fred Luthans (1995:307) mengatakan bahwa stres pada tingkat yang tinggi akan memiliki dampak berupa munculnya masalah-masalah fisik, psikologi atau perilaku pada individu. Pada fisik, masalah yang timbul berhubungan dengan stres adalah tekanan darah tinggi, tingginya kolestrol yang menyebabkan penyakit jantung, bisul dan radang sendi. Dan adanya kemungkinan hubungan antara stres dengan kanker. Pada masalah psikologis, dampak yang muncul adalah depresi, munculnya rasa takut, gugup, lekas marah, tertekan dan kebosanan. Ciri-ciri masalah piskologis dari stres berhubungan dengan rendahnya prestasi kerja, harga diri yang rendah, tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan ketidakpuasan kerja. Masalah perilaku akibat dampak stres adalah kurang atau berlebihan makan, suka mengantuk, merokok dan minuman-minuman keras serta mengkonsumsi obat terlarang.


(21)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang faktor-faktor stres beserta indikatornya dan dampak yang ditimbulkan terhadap psikologis, fisik dan perilaku. Berikut adalah gambar hubungan tersebut:

Potential Sources Consequences

Gambar 2.1 Sumber-Sumber Stres yang Potensial dan Konsekuensinya (De Cenzo dan Robbins, 2003: 579)

Envoromental factors a.Economic uncertainty b.Political uncertainty

Organizational factors a.Task demand b.Role demand

c.Interpersonal demand d.Organizational

Organizational’s life Individual factors

a.Family problems

Individual differences a.Perception

b.Job experience c.Social support d.Belief in locus of

Experienced stress

Physiological symptoms a.Headaches

Psychological symptoms

Anxiety

Behavioral symptoms Productivity


(22)

31

G. Manajemen Stres

Manajemen stres dipergunakan untuk mengendalikan, menyelesaikan dan mencari solusi terhadap stres yang terjadi pada setiap individu dan karyawan. Fungsi manajemen stres adalah untuk mengidentifikasi dan memodifikasi stressor kerja, mendidik karyawan dalam memodifikasi dan memahami stressor kerja, dan menyediakan dukungan bagi karyawan untuk menghadapi dampak negatif dari stres.

Beberapa program perbaikan stres yang ditargetkan untuk karyawan mencakup: 1. Program pelatihan untuk mengelola dan mengatasi stres

2. Merancang ulang pekerjaan untuk meminimalkan stres

3. Mengubah gaya manajemen sehingga memasukan lebih banyak dukungan dan bimbingan untuk membantu pekerja mencapai tujuan mereka.

4. Jam kerja yang lebih fleksibel dan pelatihan yang diberikan kepada keseimbangan kehidupan kerja atau keluarga dan kebutuhan seperti perawatan anak dan orang tua lanjut usia.

5. Komunikasi dan praktek team-building yang lebih baik

6. Umpan balik yang lebih baik atas kinerja pekerja dan ekspektasi manajemen.

Potensi keberhasilan dari setiap program pencegahan stres atau program manajemen stres adalah baik jika terdapat komitmen nyata untuk memahami antara stres, stressor dan dampaknya saling berhubungan. Pencegahan stres berfokus terhadap mengendalikan atau menghilangkan stressor yang mungkin menimbulkan respon stres (Ivancevich, Matteson dan Konopaske; 2007:311).


(23)

Pencegahan dan memanajemen stres tersebut mencakup memaksimalkan kesesuaian lingkungan orang, program organisasi seperti bantuan dan kesejahteraan karyawan, dan pendekatan individual seperti teknik kognitif, pelatihan relaksasi, mediasi dan biofeedback (Ivancevich, Matteson dan Konopaske; 2007:319).

Cara untuk mengurangi stres kerja adalah meyakinkan bahwa karyawan sesuai ditempatkan dalam bidangnya dan mengerti tentang kewenangan dan tanggung jawabnya. Merancang kembali pekerjaan juga dapat mengurangi overload-related stressor. Secara singkat, penanggulangan stres secara individu dan organisasi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penanggulangan Stres Secara Individual dan Organisasi

Secara Individu Secara Organisasi

1. Meningkatkan keimanan

2. Melakukan mediasi dan pernapasan 3. Melakukan olahraga

4. Melakukan rileksasi

5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga

6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan

1. Melakukan perbaikan iklim organisasi

2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik

3. Menyediakan sarana olahraga 4. Melakukan analisis dan kejelasan

tugas

5. Mengubah struktur dan proses organisasi

6. Meningkatkan partisipasi dalam proses pemutusan

7. Melaksanakan restrukturisasi tugas 8. Menerapkan konsep manajemen

berdasarkan sasaran. Sumber: Gitosudarmo dan Sudita (1997:55)


(24)

33

H. Perempuan Dalam Persepektif Gender

Gender sebagaimana dituturkan oleh Oakley (1972) dalam Sex, Gender and Society berarti perbedaan yang bukan bilogis dan bukan kodrat Tuhan (Dr. Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial 1996:71). Menurut Dr. Mansour Fakih gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang di konstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses cultural yang panjang (1996:72). Caplan (1987) dalam The Cultural Construction of Sexuality menguraikan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak sekedar biologi namun melalui proses sosial dan cultural (Dr. Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial 1996:71).

Perbedaan Gender pada proses berikutnya melahirkan peran gender dan dianggap tidak menimbulkan masalah (peran perempuan alamiah) tidak pernah digugat. Menurut Dr. Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial bahwa struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender yang memerlukan gugatan oleh ahli yang memakai analisis gender (1996:72). Dengan menggunakan analisis gender banyak manifestasi ketidakadilan, seperti:

1. Marginalisasi (pemiskinan ekonomi): adanya pekerjaan yang asumsinya biasa dilakukan oleh laki-laki tetapi perempuan melakukannya juga sehingga timbul perbedaan pada gaji yang diterima oleh laki-laki dan perempuan.

2. Subordinasi pada salah satu jenis kelamin: Banyaknya kebijakan dalam rumah tangga, masyarakat dan Negara yang dibuat tanpa menganggap penting kaum


(25)

perempuan bahkan dalam doktrin agama bahwa perempuan memiliki pembawaan emosional tinggi sehingga tidak dapat tampil sebagai pemimpin. 3. Pelabelan negatif: dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilekatkan

pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, merugikan, menyulitkan dan merugikan perempuan. Contohnya adalah keyakinan bahwa laki-laki adalah pencari nafkah maka setiap pekerjaan yang dilakukan perempuan dinilai hanya sebagai tambahan dan biasanya dibayar lebih rendah daripada laki-laki.

4. Gender dan kekerasan: kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas smental psikologis seseorang. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence. Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan sampai ke bentuk kekerasan lebih halus seperti pelecehan seksual dan penciptaan ketergantungan.

5. Gender dan beban kerja: adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi seorang pemimpin, berakibat semua pekerjaan rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan (DR. Mansour Fakih, 1996:21). Bias gender seperti ini membuat beban kerja bagi wanita yang memiliki pekerjaan di luar rumah menjadi dua kali lebih banyak.


(26)

35

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

I. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang berjudul:

1. Stres as a correlate of job performance: a study of manufacturing organization, yang di tulis oleh Garima Mathur, etc dalam Journal of advance in management research.2007. Penelitian ini mempelajari dampak stres terhadap kinerja karyawan di perusahaan manufaktur. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ditemukan faktor-faktor dari stres kerja seperti budaya organisasi, konflik peran dan tanggung jawab mempengaruhi kinerja karyawan secara positif.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Meri Pangestu dan Madeline (1997) tentang buruh wanita di industri garmen yang menunjukkan bahwa mereka mengalami berbagai masalah kesehatan diantaranya sakit kepala, sakit punggung, sakit bagian pencernaan dan menstruasi yang tidak teratur, sebagai bentuk stres kerja yang dialami oleh buruh wanita tersebut.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Efendi (2005) tentang faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja pada buruh wanita (studi pada buruh wanita yang bekerja pada sektor industri di Bandar Lampung). Metode penelitian yang


(27)

digunakan adalah metode survei dengan sampel sebanyak 116 orang buruh wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Secara rata-rata stres yang dialami oleh buruh wanita yang bekerja di industri kayu olahan adalah 2,55 atau berada pada tingkat yang sedang. Stres yang dialami oleh buruh yang berdampak pada penyakit fisik, psikis dan perubahan prilaku. (2) Terdapat 11 faktor yang menyebabkan stres kerja pada buruh wanita yang bekerja di industri kayu olahan, yang selanjutnya disebut sebagai faktor dominan, yaitu desain pekerjaan, lingkungan fisik pekerjaan dan sikap atasan, konflik di tempat kerja, peralatan dan tuntutan peran, formalitas, hubungan kerja, aturan dan kepentingan di luar pekerjaan, keluarga, pelaksanaan aturan, perlakuan diskriminasi, kebiasaan. (3) Faktor-faktor dominan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja buruh wanita. Besarnya pengaruh yang ditimbulkan adalah 28,3%. Secara individual faktor konflik di tempat kerja dan kebiasaan buruh tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan stres kerja buruh.

J. Kerangka Pemikiran

Stres adalah suatu keadaan atau masalah yang tidak dapat diharapkan seseorang dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. Jika masalah atau keadaan tersebut dapat dikelola dengan baik akan menimbulkan stres yang positif atau eustress

sedangkan keterbalikannya jika masalah tersebut tidak dapat dikelola dengan baik akan menimbulkan distress. Stres yang positif akan dapat menghantarkan individu kepada pencapaian kinerja yang maksimal.


(28)

37

Stres memiliki 3 faktor yang mempengaruhi, yaitu (1) faktor lingkungan jika dilihat dari keadaan lingkungan yang tidak menentu atau selalu terjadi perubahan setiap saat pada keadaan ekonomi, politik dan teknologi dapat menimbulkan kecemasan (2) faktor organisasional dimana tuntutan peran, tuntutan antar karyawan, struktur organisasional, kepemimpinan organisasi, desain pekerjaan dan kondisi kerja. Faktor penyebab stres yang dihasilkan dalam organisasi akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres tersebut muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan individu dalam mencapai tujuannya. (3) Faktor individual, faktor yang termasuk dalam hal ini muncul dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik pribadi. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut akan dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi pribadi berkaitan pada seseorang tersebut menghasilkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Karakteristik pribadi terletak pada watak dasar alami individu dalam memanajemen stres.

Dampak yang dapat ditimbulkan stres yang dialami individu dapat berupa penyakit pada fisik, psikologis dan perubahan perilaku. Jika keseimbangan kita terganggu untuk waktu yang lama, stres dapat melumpuhkan. Kita menjadi kelelahan karena terlalu banyak beban, merasa lemah secara emosional dan akhirnya jatuh sakit.


(29)

Tanda-tanda stres antara lain adalah: Selalu gelisah, mudah marah, moody, kekakuan otot, terutama di sekitar bahu dan leher. Perubahan selera makan, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Mengalami gangguan perut, sakit kepala atau bahkan sakit dada, sulit tidur, sedih, pesimis, hilang semangat dan depresi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Efendi yang mengkaji tentang stres yang menunjukkan bahwa faktor budaya organisasi, konflik peran dan tanggung jawab mempengaruhi kinerja karyawan dan produktivitas karyawan secara positif. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut maka kerangka pemikiran secara sistematis dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Faktor Organisasional (X2):

tuntutan peran, tuntutan antar karyawan, struktur organisasi, kepemimpinan

Faktor Individu (X3): keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi

Stres Kerja Faktor Lingkungan (X1):

ekonomi, politik dan teknologi dan tuntutan tugas.


(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Trans Jakarta

Transjakarta atau umum disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan Busway telah dimulai sejak tahun 1997 oleh konsultan dari Inggris. Pada waktu itu direncanakan bus berjalan berlawanan dengan arus lalu-lintas (contra flow) supaya jalur tidak diserobot kendaraan lain, namun dibatalkan dengan pertimbangan keselamatan lalu-lintas. Meskipun Busway di Jakarta meniru negara lain (Kolombia, Jepang, Australia), namun Jakarta memiliki jalur yang terpanjang dan terbanyak. Sehingga kalau dulu orang selalu melihat ke Bogota, sekarang Jakarta sebagai contoh yang perlu dipelajari masalah dan cara penanggulangannya.


(31)

Bus Transjakarta (Tije) memulai operasinya pada 15 Januari 2004 dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, namun terjangkau bagi warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus Tije diberikan lajur khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta). Agar terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh pemerintah daerah. Pada saat awal beroperasi, Tranjakarta mengalami banyak masalah, salah satunya adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel kereta api.

Selain itu, banyak dari bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan, baik pintu, tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Selama dua minggu pertama, dari 15 Januari 2004 hingga 30 Januari 2004, bus Tije memberikan pelayanan secara gratis. Kesempatan itu digunakan untuk sosialisasi, di mana warga Jakarta untuk pertama kalinya mengenal sistem transportasi yang baru. Lalu, mulai 1 Februari 2004, bus Tije mulai beroperasi secara komersil.


(32)

55

Berikut adalah gambar perbandingan Busway di Bogota dengan Busway di Jakarta:

Gambar 4.1 Busway di Bogota


(33)

Sejak Hari Kartini pada 21 April 2005, Transjakarta memiliki supir perempuan (Srikandi) sebagai wujud emansipasi wanita. Pengelola menargetkan bahwa nanti jumlah pengemudi wanita mencapai 30% dari keseluruhan jumlah pengemudi. Sampai dengan bulan Mei 2006, terdapat lebih dari 50 orang pengemudi wanita Kegiatan Sehari-hari Srikandi

Srikandi adalah seorang wanita, yang tidak akan pernah terlepas dari peran seorang ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga diharuskan pandai mengurus pekerjaan domestik, seperti: memasak, mengurus rumah, mengurus anak dan suami serta menjaga kesejahteraan keluarga. Jika seorang ibu rumah tangga terlalu fokus terhadap kariernya, maka rumah tangganya akan terbengkalai. Anggota dalam rumah tangganya akan melakukan protes terhadap peran seorang wanita yang tidak terlaksana dan wanita tersebut akan mendapat label negatif dari keluarga dan masyarakat.

Seorang Srikandi sebelum menjalankan perannya sebagai wanita karier harus mengurus rumah tangganya terlebih dahulu sehingga mereka bangun sebelum anggota keluarga lainnya pada pukul 3.30 atau pukul 4 pagi bagi mereka yang mendapat shift kerja pertama atau shift jam 5 pagi. Sebelum berangkat ke Trans Batavia mereka diharuskan menyiapkan segala keperluan anggota keluarga pagi itu seperti sarapan, pakaian seragam untuk anak dan suami, menyuci pakaian dan membersihkan rumah sebisa mereka. Mereka berangkat kerja pukul setengah 5 atau tergantung dengan jarak rumah ke perusahaan, semakin jauh maka semakin pagi mereka berangkat.


(34)

57

Setiba mereka di perusahaan atau pool Trans Batavia, mereka diharuskan mempersiapkan busway masing-masing seperti mengisi bahan bakar, mengisi absen dan jadwal serta mengecek keadaan busway. Pengisian bahan bakar mengahabiskan waktu yang lama dan mengantri dalam barisan yang cukup panjang sehingga jika bahan bakar ditunda dan diisi pada siang hari maka akan menghambat dalam bekerja, karena banyaknya pramudi yang sudah datang dan sedang mengisi bahan bakar.

Jam pertama busway beroperasi pukul 5 pagi dimulai di halte pulogadung sampai seterusnya dalam jangka waktu 1 jam. Setiap beroperasi masing-masing Srikandi memiliki tanggung jawab yang diberikan perusahaan sebanyak 5 trayek pulang pergi sesuai tujuan trayeknya (Pulogadung-Harmoni dan Harmoni-Kalideres).

Jam istirahat Srikandi adalah pukul 12 siang dengan mendapatkan makan siang dari perusahaan. Keadaan Srikandi yang diharuskan berkutat dengan busway maka saat makan siang pun mereka tetap di dalam busway. Dengan waktu yang singkat atau 15 menit saja mereka melepas lelah setelah itu mereka diharuskan menyelesaikan trayeknya sampai selesai. Batas selesai Srikandi atau Aplus adalah pukul 2 siang atau tergantung masing-masing individu. Setelah target mereka selesai, pramudi pria sudah menunggu untuk melanjutkan shift sore.

Seorang Srikandi sesampai di rumah diharuskan melanjutkan peran mereka sebagai ibu rumah tangga seperti menyiapkan makan malam, membersihkan rumah dan mengurus anak. Kegiatan domestik tersebut dilakukan sendiri jika mereka tidak memiliki pembantu rumah tangga. Peran ganda yang di emban oleh


(35)

seorang Srikandi mengharuskan mereka untuk mempersiapkan tenaga dan pikiran yang ekstra. Terutama bagi mereka yang memiliki pekerjaan lain setelah jam kerja sebagai Srikandi dituntut agar bisa membagi waktu, pikiran dan tenaga. Berbagai macam tanggung jawab tersebut, tidak memungkinkan jika stres kerja pada wanita dua kali lebih banyak daripada pria. Hal ini akan teerus terulang selama menjadi seorang Srikandi dan kecuali hari libur (hari libur Srikandi 1 hari dalam seminggu) atau 2 kali dalam seminggu.

Seorang pramudi wanita memiliki berbagai macam kegiatan untuk dapat menambah pemasukan keuangan mereka. Terdapat beberapa Srikandi yang memiliki pekerjaan selain sebagai pramudi. Pekerjaan lain itu dapat berupa menerima katering, berjualan pulsa, berdagang pakaian dan aksesoris serta memiliki warung di rumahnya. Pramudi wanita tersebut sangat yakin jika kebutuhan hidup mereka tidak dapat terpenuhi semua dengan hanya mengandalkan pemasukan atau gaji sebagai Srikandi.

Keadaan ekonomi Indonesia yang selalu bertambah tinggi setiap tahunnya seperti semakin naiknya harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Terutama standar hidup di Jakarta yang di atas rata-rata tentunya akan membuat setiap orang mencari pekerjaan ganda. Keadaan ekonomi yang sulit tersebut tentunya akan lebih dirasa sulit bagi mereka yang menjadi orang tua tunggal yang harus seorang diri menafkahi anaknya ataupun anak tunggal yang menjadi tulang punggung orang tua dan keluarga.

Dengan memperhatikan keadaan ekonomi Srikandi tersebut yang berada di rata-rata pas tersebut, sebaiknya perusahaan membuat koperasi dan fasilitas kesehatan


(36)

59

bagi Srikandi dan keluarganya. Hal tersebut tentunya akan memperingan pengeluaran mereka, sehingga mereka dapat memakai uangnya untuk kebutuhan yang penting (sebagai tabungan).

Seorang wanita modern tanpa terkecuali apapun pekerjaannya, dituntut harus selalu up to date atau mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Seorang Srikandi pun tidak terlepas dari perkembangan teknologi karena busway merupakan alat transportasi yang menggunakan teknologi dalam kegiatannya. Hal itu menuntut calon Srikandi adalah wanita yang cepat tanggap dan pintar agar cepat handal dalam mengemudikan busway dan mengerti tentang sistem serta perangkat busway. Seorang calon pramudi wanita diharuskan memiliki kepribadian yang berani, bertanggung jawab, kehati-hatian, pintar, sabar

ekstrovert dan cermat. Menjalankan sebuah bus besar berkapasitas 50 orang di jalan raya yang padat dengan kendaraan dan pengguna jalan lainnya tentunya bukanlah hal yang mudah.

Tidak terlepas dari kodratnya, wanita adalah makhluk yang lemah tentunya wanita sangat rentan terkena penyakit. Karena itu dibutuhkan adanya perlindungan yang lebih terhadap wanita. Perusahaan sebaiknya memberikan keadaan suatu keadaan yang menjanjikan bagi kesejahteraan Seperti perusahaan memberikan pemerikasaan garatis secara berkala bagi Srikandi, mempermudah agar Srikandi dapat job promotion yaitu memberikan kesempatan yang lebar untuk menjadi karyawan yang bekerja di kantor karena sebaik-baiknya bekerja sebagai pramudi tentunya lebih baik bekerja dalam ruangan. Hal tersebut bisa dipertimbangkan dari resiko kecelakaan, resiko mudahnya terkena penyakit pada badan dan resiko


(37)

mudah terkena stres akibat jalan yang padat dan pengguna jalan lainnya yang ceroboh.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan juga bahwa kegiatan Srikandi sering mengalami bentrok waktu yaitu waktu untuk keluarga dan waktu untuk bekerja sebagai Srikandi maupun kegiatan lain. Hal ini disebabkan karena kodrat utama seorang wanita yang harus mengurus keluarganya. Bentrok waktu tersebut sering terjadi pada pagi hari. Dimana saat anggota keluarga lain utama seperti suami dan anak mereka akan memulai aktivitasnya. Srikandi dituntut agar dapat melayani dan mempersiapkan kebutuhan mereka seperti pakaian, sarapan dan lain-lain. Jika seorang Srikandi mendapat shift utama yang membuat mereka untuk berangkat kerja lebih awal dari anggota keluarga lain tidak memungkinkan jika adanya ketidakperhatian seorang wanita terhadap rumah dan keluarganya seorang seorang ibu terhadap anaknya.

Terdapat satu cara agar rumah, keluarga dan anak-anak mereka tetap ada yang memperhatikan yaitu dengan mempekerjakan pembantu rumah tangga. Hal ini membuat anggota keluarga merasa tetap diperhatikan meskipun seorang pemimpin domestik (seorang ibu) sibuk bekerja. Sisi negatif mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga adalah membuang uang yang sebenarnya bisa dipergunakan untuk menambah pemasukan dan tabungan dalam keluarga (efisiensi biaya). Oleh karena itu sebaiknya perusahaan mempertimbangkan shift pagi bagi para Srikandi. Sebaiknya shift awal dimulai pada pukul 8pagi dimana seorang wanita siap berangkat bekerja setelah anggota keluarga lain berangkat keluar dari rumah dan membersihkan rumahnya. Sehingga tidak ada lain perasaan


(38)

61

cemas Srikandi terhadap keluarga jika mereka terlambat pulang, karena mereka telah mempersiapkan kebutuhan keluarga di saat mereka pulang terlebih dahulu.

2. Visi dan Misi

a. Visi

Busway sebagai angkutan umum yang mampu memberikan pelayanan publik yang cepat, aman, nyaman, manusiawi, efisien, berbudaya, dan bertaraf internasional.

b. Misi

1. Melaksanakan reformasi sistem angkutan umum-busway dan budaya penggunaan angkutan umum.

2. Menyediakan pelayanan yang lebih dapat diandalkan, berkualitas tinggi, berkeadilan, dan berkesinambungan di DKI Jakarta.

3. Memberikan solusi jangka menengah dan jangka panjang terhadap permasalahan di sektor angkutan umum.

4. Menerapkan mekanisme pendekatan dan sosialisasi terhadap stakeholder dan sistem transportasi terintegrasi.

5. Mempercepat implementasi sistem jaringan busway di Jakarta sesuai aspek kepraktisan, kemampuan masyarakat untuk menerima sistem tersebut, dan kemudahan pelaksanaan.


(39)

7. Mengembangkan lembaga pelayanan masyarakat dengan pengelolaan keuangan yang berlandaskan good corporate governance, akuntabilitas dan transparansi.

3. Desain Bus

Bus-bus ini dibangun dengan menggunakan bahan-bahan pilihan. Untuk interior langit-langit bus, menggunakan bahan yang tahan api sehingga jika terjadi percikan api tidak akan menjalar. Untuk kerangkanya, menggunakan Galvanil, suatu jenis logam campuran seng dan besi yang kokoh dan tahan karat. Bus Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus lain sehingga hanya dapat dinaiki dari halte khusus busway (juga dikenal dengan sebutan shelter). Pintu tersebut terletak di bagian tengah kanan dan kiri.

Pintu bus menggunakan sistem lipat otomatis yang dapat dikendalikan dari konsol yang ada di panel pengemudi. Untuk bus koridor II dan III dan seterusnya, mekanisme pembukaan pintu telah diubah menjadi sistem geser untuk lebih mengakomodasi padatnya penumpang pada jam-jam tertentu, di dekat kursi-kursi penumpang yang bagian belakangnya merupakan jalur pergeseran pintu, dipasang pengaman yang terbuat dari gelas akrilik untuk menghindari terbenturnya bagian tubuh penumpang oleh pintu yang bergeser. Setiap bus dilengkapi dengan papan pengumuman elektronik dan pengeras suara yang memberitahukan halte yang akan segera dilalui kepada para penumpang dalam 2 bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap bus juga dilengkapi dengan sarana komunikasi radio panggil yang memungkinkan pengemudi untuk memberikan dan


(40)

63

mendapatkan informasi terkini mengenai kemacetan, kecelakaan, barang penumpang yang tertinggal, dan lain-lain.

Untuk keselamatan penumpang disediakan 10 buah palu pemecah kaca yang terpasang di beberapa bingkai jendela dan 2 buah pintu darurat yang bisa dibuka secara manual untuk keperluan evakuasi cepat dalam keadaan darurat, serta dua tabung pemadam api di depan dan di belakang. Untuk menjaga agar udara tetap segar, terutama pada jam-jam sibuk, mulai bulan Januari 2005 secara bertahap di setiap bus telah di pasang alat pengharum ruangan otomatis, yang secara berkala akan melakukan penyemportan parfum.

4. Halte / Shelter

Halte-halte Transjakarta berbeda dari halte-halte bus biasa. Selain letaknya yang berada di tengah jalan, bahkan di halte di depan gedung pertokoan Sarinah dan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa, diberi fasilitas lift. Kontruksi halte didominasi oleh bahan alumunium, baja, dan kaca. Ventilasi udara diberikan dengan menyediakan kisi-kisi alumunium pada sisi halte. Lantai halte dibuat dari pelat baja. Pintu halte menggunakan sistem geser otomatis yang akan lansung terbuka pada saat bus telah merapat di halte.

Jembatan penyebrangan yang menjadi penghubung halte dibuat landai (dengan perkecualian beberapa halte, seperti halte Bunderan HI) agar lebih ramah terhadap orang cacat. Lantai jembatan menggunakan bahan yang sama dengan lantai halte (dengan pengecualian pada beberapa jembatan penyeberangan seperti halte Jelambar dan Bendungan Hilir yang masih menggunakan konstruksi beton). Waktu beroperasi halte-halte ini adalah 05:00 – 22:00.


(41)

Apabila setelah pukul 22:00 masih ada penumpang di dalam halte yang belum terangkut karena kendala teknis operasional, maka jadwal operasi akan diperpanjang secukupnya untuk mengakomodasi kepentingan para penumpang yang sudah terlanjur membeli tiket tersebut.

a. Koridor 1 (2004)

Bus Transjakarta (Tije) memulai operasinya pada 15 Januari 2004 dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, namun terjangkau bagi warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus Tije diberikan lajur khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta). Agar terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh pemerintah daerah.

Pada saat awal beroperasi, Tranjakarta mengalami banyak masalah, salah satunya adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel kereta api. Selain itu, banyak dari bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan, baik pintu, tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Sejak Hari Kartini pada 21 April 2005, Transjakarta memiliki supir perempuan sebagai wujud emansipasi wanita. Pengelola menargetkan bahwa nanti jumlah pengemudi wanita mencapai 30% dari keseluruhan jumlah pengemudi. Sampai dengan bulan Mei 2006, sudah ada lebih dari 50 orang pengemudi wanita.


(42)

65

b. Koridor 2 dan 3 (2006)

Tepat 2 tahun setelah pertama kali dioperasikan, pada 15 Januari 2006 Transjakarta meluncurkan jalur koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni) dan 3 (Kalideres-Pasar Baru).

Mulai hari minggu, tanggal 10 Februari 2008, beberapa bus Transjakarta koridor 3 mulai melalui rutenya yang baru, yaitu dari arah Kalideres setelah halte Jelambar tetap lurus melewati Jalan Kyai Tapa menuju Halte Harmoni

Central Busway tidak berbelok melalui Tomang. Penggunaan jalur ini masih belum resmi karena sebagian besar bus koridor 3 masih melaui jalur Tomang, dan 2 halte busway sepanjang Jalan Kyai Tapa belum beroperasi. Sejak tanggal 10 September 2008, 2 halte tersebut (Grogol dan Sumber Waras) mulai dioperasikan secara resmi.

c. Koridor 4, 5, 6, dan 7 (2007)

Pada tahun 2006, dimulai pembangunan 4 koridor baru Busway, yaitu: a. Pulo Gadung-Dukuh Atas (Koridor 4).

b. Kampung Melayu-Ancol (Koridor 5) c. Ragunan-Latuharhari (Koridor 6)

d. Kampung Rambutan-Kampung Melayu (Koridor 7).

Sama seperti pada pembangunan koridor-koridor sebelumnya, proyek pembangunan 4 koridor ini juga mengundang reaksi negatif beberapa pihak terutama karena kemacetan parah yang disebabkannya.


(43)

Koridor 4-7 ini diresmikan penggunaannya pada Sabtu, 27 Januari 2007, oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso di shelter Taman Impian Jaya Ancol.

Setelah peresmiannya, keempat koridor ini baru efektif beroperasi pada tanggal 28 Januari 2007. Tidak seperti pada waktu peresmian koridor 1, tidak ada tiket gratis untuk masyarakat untuk sosialisasi di koridor-koridor ini.

d. Koridor 8, 9, dan 10 (2008)

Pembangunan koridor 8-10 dimulai pada bulan Agustus 2007. Ketiga koridor ini awalnya direncanakan untuk dapat beroperasi bulan Maret 2008, namun mengalami beberapa penundaan. Rencana operasional koridor 8 awalnya ditunda hingga 14 Februari 2009, namun akhirnya mengalami penundaan lagi. Koridor ini pertama kali diujicoba secara terbatas pada tanggal 9 Februari 2009, dan memasuki tahap operasional pada hari Sabtu, 21 Februari 2009. Dari 45 bus yang dibutuhkan untuk melayani koridor 8, hingga tanggal 6 Februari 2009 baru tersedia 20 bus, yang memaksa BLUTJ untuk memangkas rute operasional dari Lebak Bulus-Harmoni menjadi Lebak Bulus-Daan Mogot (Halte Jelambar, namun dikenal dengan nama Halte Indosiar).


(44)

67

Berikut adalah gambar rute yang dilalui Busway menurut koridornya masing-masing:

Gambar 4.3 Rute Busway

5. Tipe bus yang digunakan

Bus yang digunakan sebagai bus Transjakarta adalah:

a. Koridor 1 : bus Mercedes-Benz dan Hino berwarna merah dan kuning b. Koridor 2 : bus Daewoo berwarna biru-putih, dan warna abu-abu c. Koridor 3 : bus Daewoo berwarna kuning-merah, dan warna abu-abu d. Koridor 4 : bus Daewoo dan Hyundai (JTM), bus Hino (PP) berwarna


(45)

e. Koridor 5 : bus gandeng HuangHai (JMT), bus gandeng Komodo (LRN) berwarna abu-abu.

f. Koridor 6 : bus Daewoo dan Hyundai (JTM), bus Hino (PP) berwarna abu-abu g. Koridor 7 : bus Daewoo dan Hyundai (JMT), bus Hino (LRN) berwarna

abu-abu

h. Koridor 8 : bus Hino (LRN) bus Hino (PP) berwarna abu-abu

Semua armada Transjakarta tersebut disertai dengan gambar elang bondol terbang sambil mencengkram beberapa buah salak di bagian eksterior. Bahan bakar yang digunakan di koridor 1 adalah bio solar. Untuk Koridor 2-8 berbahan bakar gas. Bus-bus ini dibangun dengan menggunakan bahan-bahan pilihan. Untuk interior langit-langit bus, menggunakan bahan yang tahan api sehingga jika terjadi percikan api tidak akan menjalar. Untuk kerangkanya, menggunakan Galvanil, suatu jenis logam campuran seng dan besi yang kokoh dan tahan karat.

Bus Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus lain sehingga hanya dapat dinaiki dari halte khusus busway (juga dikenal dengan sebutan shelter). Pintu tersebut terletak di bagian tengah kanan dan kiri. Untuk bus gandeng memiliki tiga pasang pintu yaitu bagian depan, tengah, belakang kanan dan kiri. Sedangkan bus single di koridor 4-8 memiliki dua pasang pintu, yaitu bagian depan dan belakang kanan dan kiri.

Pintu bus menggunakan sistem lipat otomatis yang dapat dikendalikan dari konsol yang ada di panel pengemudi. Untuk bus koridor 2-8, mekanisme pembukaan pintu telah diubah menjadi sistem geser untuk lebih mengakomodasi padatnya penumpang pada jam-jam tertentu, di dekat kursi-kursi penumpang yang bagian


(46)

69

belakangnya merupakan jalur pergeseran pintu, dipasang pengaman yang terbuat dari gelas akrilik untuk menghindari terbenturnya bagian tubuh penumpang oleh pintu yang bergeser.

Setiap bus dilengkapi dengan papan pengumuman elektronik dan pengeras suara yang memberitahukan halte yang akan segera dilalui kepada para penumpang dalam 2 bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap bus juga dilengkapi dengan sarana komunikasi radio panggil yang memungkinkan pengemudi untuk memberikan dan mendapatkan informasi terkini mengenai kemacetan, kecelakaan, barang penumpang yang tertinggal, dan lain-lain. Untuk keselamatan penumpang disediakan 8 buah palu pemecah kaca yang terpasang di beberapa bingkai jendela dan 3 buah pintu darurat (koridor 1-3), 1 pintu darurat (koridor 4-8) yang bisa dibuka secara manual untuk keperluan evakuasi cepat dalam keadaan darurat, serta dua tabung pemadam api di depan dan di belakang. Untuk menjaga agar udara tetap segar, terutama pada jam-jam sibuk, mulai bulan Januari 2005 secara bertahap di setiap bus telah di pasang alat pengharum ruangan otomatis, yang secara berkala akan melakukan penyemprotan parfum.

6. Penumpang

Berdasarkan situs resmi Transjakarta, dari 1 Februari 2004 hingga akhir Maret 2005, Transjakarta dilaporkan telah mengangkut sebanyak 20.508.898 penumpang. Ada program pendidikan khusus bagi anak-anak sekolah yang dinamakan "Transjakarta ke sekolah" ("Transjakarta goes to school") dan penyediaan bus khusus bagi rombongan untuk anak sekolah (TK, SD, SDLB). Mereka mendapatkan bus khusus yang tidak bergabung dengan penumpang


(47)

umum. Targetnya, para siswa ini diajari untuk tertib, belajar antre, dan menyukai angkutan umum.

B. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan karakteristik responden sebagai berikut: 1. Status

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Status Responden di PT. Trans Batavia trayek Pulogadung-Harmoni dan Harmoni-Kalideres).

Sumber: Data diolah (2010)

Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya Srikandi yang sudah menikah tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan yang belum menikah karena adanya tuntutan untuk membantu orang tua serta memenuhi kebutuhan pribadinya. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya Srikandi yang sudah menikah.

2. Usia

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Responden di PT. Trans Batavia trayek Pulogadung-Harmoni dan Harmoni-Kalideres).

Sumber: Data diolah (2010)

Status Frekuensi Persentase (%)

Menikah 28 93

Single 2 7

Total 30 100

Usia Frekuensi Persentase (%)

≤ 25 0 0

25-34 5 17

35-44 23 77

45-54 2 7

≥ 55 0 0


(48)

71

Berdasarkan tabel 4.2, maka diketahui bahwa kemampuan wanita dalam bekerja dan menunjang aktivitasnya memiliki kekuatan yang terbatas oleh usia mereka, semakin tua usia mereka maka kemampuan atau produktivitas akan semakin menurun. Hal ini dapat dilihat dari puncak usia Srikandi yang berada pada usia produktif 35-44 tahun selebih itu tidak terdata adanya wanita yang masih bekerja sebagai Srikandi.

3. Lama Bekerja

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Srikandi di PT. Trans Batavia trayek Pulogadung-Harmoni dan Harmoni-Kalideres).

Sumber: Data diolah (2010)

Berdasarkan tabel 4.3 bahwa sedikitnya wanita yang ingin bekerja sebagai pramudi Busway dikarenakan besarnya tanggung jawab pada pekerjaan dan resiko yang harus ditanggung selama bekerja. Hal ini dapat dilihat dari wanita paling banyak bertahan bekerja sebagai pramudi paling lama 1-2 tahun.

4. Kepemilikan Rumah

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Rumah Srikandi di PT. Trans Batavia trayek Pulogadung-Harmoni dan Harmoni-Kalideres).

Kepemilikan Rumah Frekuensi Persentase (%)

Pribadi 25 83

Mengontrak 3 10

Ikut orang tua/saudara 2 7

Total 30 100

Sumber: Data diolah (2010)

Lama Bekerja Frekuensi Persentase (%)

< 1 tahun 2 7

1-2 tahun 15 50

2-3 tahun 12 40

> 3 tahun 1 3


(49)

Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa masih adanya Srikandi yang belum memiliki rumah pribadi dikarenakan harga rumah yang dijual ataupun disewakan relatif tinggi, dengan status mereka yang belum menikah ataupun bertanggung jawab mengurus orang tua mereka. Rumah pribadi tersebut bisa juga adalah hadiah dari perusahaan tempat suami bekerja untuk ditempati tanpa harus membayar uang sewa.

C. Analisis Deskriptif Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres Srikandi Busway

Srikandi Busway memiliki 3 faktor utama yang dapat menyebabkan stres. Faktor-faktor tersebut adalah Faktor-faktor lingkungan, Faktor-faktor organisasi dan Faktor-faktor individual. Untuk menganalisis secara deskriptif faktor-faktor yang menyebabkan stres Srikandi Busway dapat diukur dengan skala interval. Berikut adalah urutan cara untuk mendapatkan skala interval menurut Dr. Sugiyono (2000:29):

a. Mengitung rentang data

Dalam menghitung rentang data dapat dilakukan dengan cara mengurangi data terbesar dengan data terkecil. Diketahui data terbesar yang dimiliki adalah 5 dan data terkecil adalah 1, maka 5-1=4.

b. Menghitung panjang kelas

Langkah selanjutnya adalah menghitung panjang kelas dengan membagi rentang data dengan jumlah kelas. Diketahui rentang data yang dimiliki adalah 4 dan jumlah kelas adalah 5, maka 4:1=0,8. Telah didapatkan bahwa panjang kelas atau interval setiap kelas adalah 0,8. Berikut adalah tabel skala interval untuk analisis deskriptif:


(50)

73

Tabel 4.5 Skala Interval Faktor-faktor yang Menyebabkan Stres Srikandi Busway.

Skala Interval Interprestasi

1 - 1,8 1,9 - 2,6 2,7 - 3,4 3,5 - 4,2 4,3 - 5,0

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sumber: (Sugiyono, 2000:29)

1. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat menyebabkan stres pada Srikandi dengan cara tidak langsung. Meskipun faktor lingkungan berada di luar lingkup pekerjaan mereka tetapi faktor ini dapat menurunkan keefektifan dalam bekerja. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh kemajuan dan perkembangan suatu negara dan kemajuan dari otonomi daerah tertentu.

Jakarta adalah tempat dimana Srikandi Busway bekerja yang tentunya dibutuhkan adaptasi yang cepat akan keadaan lingkungannya yang berkembang dengan pesat setiap harinya serta tingkat persaingan yang tinggi untuk mendapatkan kesejahteraan hidup. Seperti yang dinyatakan Robbins (2003:578) ketidakjelasan faktor lingkungan dapat mempengaruhi desain struktur organisasi dan juga dapat mempengaruhi tingkat stres pekerja di organisasi. Faktor lingkungan dibagi atas 3 indikator, yaitu:

a. Ekonomi

Faktor ekonomi adalah faktor yang dipengaruhi oleh keadaan ekonomi negara dan perkembangan yang dikarenakan otonomi daerah. Jakarta adalah daerah otonomi yang paling berkembang dan merupakan ibukota negara yang


(51)

tentunya memiliki keadaan ekonomi yang dapat berubah setiap saat. Seperti yang dinyatakan Robbins (2003:578) ketika keadaan ekonomi bergejolak, masyarakat menjadi cemas dengan keamanan pekerjaan mereka. Berdasarkan hasil penghitungan rata-rata, indikator ekonomi memiliki skala interval sebesar 1,745 atau 1,75. Hal ini mengartikan bahwa indikator ekonomi dapat menyebabkan stres pada Srikandi dengan tingkat yang sangat rendah. Hasil tersebut dapat dilihat pada lampiran 11. Ekonomi dibagi menjadi 2 item yang dapat menyebabkan stres, yaitu :

1. Krisis ekonomi.

Krisis ekonomi dapat meningkatkan kekhawatiran Srikandi Busway terhadap keamanan dalam bekerja. Seperti terjadinya demo yang anarkis di jalan raya Jakarta. Beberapa Srikandi menyatakan tidak setuju jika krisis ekonomi dapat membuat mereka menjadi tidak fokus dalam bekerja. Hal ini disebabkan mereka tidak pernah membawa masalah di luar pekerjaan karena mereka tidak ingin konsentrasi terganggu saat bekerja. Selebihnya Srikandi menyatakan netral. Mereka tidak memungkiri bahwa kecemasan pada krisis ekonomi yang terjadi terkadang timbul saat bekerja tetapi hal itu tidak terlalu mengganggu dan masih dapat dikontrol. Berikut adalah hasil pernyataan Srikandi Busway bahwa krisis ekonomi menyebabkan Srikandi Busway menjadi stres sehingga tidak fokus dalam bekerja.


(52)

75

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Bahwa Krisis Ekonomi Menyebabkan Srikandi Busway Stres Sehingga Menjadi Tidak Fokus Bekerja.

Sumber: Data diolah (2010)

Dari tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa krisis ekonomi tidak terlalu membuat mereka menjadi tidak fokus dalam bekerja jika dilihat dari 16 orang Srikandi yang menjawab tidak setuju. Selebihnya Srikandi merasa netral dikarenakan mereka merasa bahwa krisis ekonomi terkadang tetap akan terlintas di pikiran saat bekerja. Krisis ekonomi tidak dapat terlepas dari pikiran seorang wanita karier ataupun wanita rumah tangga. Hal itu dikarenakan krisis ekonomi mempengaruhi kenaikan biaya hidup seperti kebutuhan pokok, listrik, pam, bahan bakar dan lain lain.

Dengan ketidakstabilan harga-harga kebutuhan tersebut tentunya membuat Srikandi atau seorang wanita menjadi stres agar untuk mencari cara agar pemasukan tidak melebihi batas dari pengeluaran.

2. Kenaikan harga

Kenaikan harga dapat menimbulkan kecemasan pada Srikandi. Kecemasan itu berupa timbulnya pemikiran bahwa gaji yang mereka terima tidak akan mencukupi kebutuhan dikarenakan tingginya harga kebutuhan pokok. Kebutuhan hidup sehari-hari di Jakarta sudah termasuk dalam taraf tinggi yang kemudian di tambah dengan makin meningkatnya harga kebutuhan

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Sangat Tidak Setuju 0 0

Tidak Setuju 16 53,3

Netral 14 46,7

Setuju 0 0

Sangat Setuju 0 0


(53)

pokok yang tentunya akan mempercepat timbulnya stres pada Srikandi. Bagi perusahaan, gaji pokok yang mereka berikan sudah sesuai dengan standar dari pemerintahan di tambah dengan bonus uang makan dan bonus bila mereka memenuhi target selama 1 bulan. Namun tetap saja gaji yang mereka terima tidak cukup jika tidak dibantu oleh suami atau pemasukan lainnya sesuai dengan standard hidup di Jakarta yang relatif tinggi.

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Bahwa Naiknya Harga Bahan Pokok dan Biaya Hidup Menimbulkan Rasa Jenuh Pada Pekerjaan.

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Sangat Tidak Setuju 0 0

Tidak Setuju 0 0

Netral 16 53,3

Setuju 14 46,7

Sangat Setuju 0 0

Total 30 100

Sumber: Data diolah (2010)

Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa Srikandi tetap merasakan kejenuhan dalam bekerja jika harga bahan pokok dan biaya hidup terus merangkak naik. Hal ini dikarenakan Srikandi merasa jika usaha mereka sia-sia. Keadaan itu dapat dilihat dari tidak adanya kemudahan untuk job promotion dan gaji yang mereka terima dinilai tidak sesuai dengan perjuangan mereka untuk mengatur waktu bekerja dengan keluarga (dikarenakan adanya beban ganda wanita). Peningkatan gaji yang mereka akan terima akan meningkat seiring dengan meningkatnya jabatan. Oleh karena itu, mereka menginginkan adanya kemudahan untuk job promotion.


(54)

77

b. Politik

Faktor politik adalah faktor yang disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak langsung dirasakan karyawan. Kebijakan tersebut dapat berupa undang-undang perlindungan perlindungan wanita pekerja dan kondisi politik negara yang mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, indikator politik memiliki skala sebesar 1,90. Hal ini mengindikasikan bahwa indikator politik dapat menyebakan stres pada Srikandi Busway dengan tingkat yang rendah. Hasil tersebut dapat dilihat pada lampiran 11. Politik dibagi menjadi 2 item yaitu:

1. Kondisi politik di ibukota yang mengganggu struktur sosial.

Kondisi politik yang selalu berganti kabinet ataupun pemimpin akan mengganggu kestabilan kondisi politik di Indonesia. Hal tersebut tentunya akan mengganggu keamanan dan memicu demo anarkis di jalan raya. Keadaan tersebut akan menghambat Srikandi bekerja.

2. Undang-undang No. 13 tahun 2003

Keadaan ibukota yang padat akan pekerja, membuat Srikandi harus bersaing dengan ketat sehingga dibutuhkannya perlindungan bagi Srikandi dan wanita pekerja lainnya. UU No.13 tahun 2003 adalah undang-undang yang berfungsi untuk melindungi serikat pekerja wanita dan agar wanita pekerja menerima kesejahteraan hidup. Srikandi dapat merasakan kefektifan kebijakan pemerintah tersebut melalui kebijakan yang dibuat oleh perusahaan. Berikut adalah tabel pernyataan Srikandi bahwa UU No.13 Tahun 2003 dapat membuat mereka merasa terlindungi dan dipenuhi kesejahteraannya.


(55)

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegunaan UU No.13 Tahun 2003 Bagi Srikandi.

Sumber: Data diolah (2010)

Berdasarkan tabel 4.8 dapat ditarik kesimpulan bahwa UU No.13 Tahun 2003 belum dapat dirasakan efektif bagi perlindungan wanita pekerja dan untuk meningkatkan taraf hidup wanita. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya Srikandi yang menjawab netral dan adanya Srikandi yang menjawab tidak setuju. UU No.13 tahun 2003 keefektifannya tergantung dari kebijakan yang diterapkan perusahaan.

Jika dilihat dari kebijakan UU No.13 tahun 2003 pasal 77 no.2 dimana perusahaan mempekerjakan pekerja wanita dengan waktu 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu dan 1 hari libur dalam seminggu. Waktu kerja Srikandi dimulai dari pukul 5 pagi dan selesai (Aplus) pukul 2 siang, sehingga Srikandi memiliki waktu kerja yang melebihi batas yaitu sebanyak 9 jam sehari atau 54 jam seminggu. Meskipun perusahaan telah menjalankan kebijakan UU No.13 tahun 2003 pasal 99 bahwa perusahaan wajib memberikan jamsostek, tetapi perusahaan belum maksimal dalam menjalankan pasal 100 dimana perusahaan wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi Srikandi. Fasilitas tersebut dapat berupa pemeriksaan

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Sangat Tidak Setuju 3 10,0

Tidak Setuju 0 0

Netral 20 66,7

Setuju 7 23,3

Sangat Setuju 0 0


(56)

79

kesehatan berkala bagi Srikandi dan keluarga serta belum adanya koperasi bagi Srikandi.

Dengan memperhatikan kesejahteraan Srikandi, maka perusahaan memperhatikan gender wanita dari kekerasan terutama kekerasan dalam menjalankan hidup. Peningkatan kesejahteraan dan pemberian fasilitas hidup bagi Srikandi dengan maksud agar Srikandi tidak terlalu memiliki beban pikiran yang terlalu berat dan membantu mengurangi kesulitan hidup yang dialami Srikandi. Jika hal ini diperhatikan tentu tidak akan ada penurunan jumlah Srikandi (Srikandi yang mengundurkan diri).

c. Teknologi

Faktor teknologi adalah faktor yang disebabkan oleh perkembangan teknologi di Indonesia. Masuknya berbagai teknologi baru ke Indonesia akan membuat setiap perusahaan terpacu untuk bersaing di dalam setiap kegiatannya memakai teknologi yang mutakhir agar memperingan pekerjaan terutama di bidang transportasi Busway. Ibukota Jakarta memerlukan sarana transportasi yang memiliki teknologi yang tinggi (high tech) agar kegiatan sehari-hari dapat berjalan dengan cepat dan lancar. Dengan menggunakan teknologi yang mutakhir akan membuat Busway semakin nyaman bagi penumpang dan Srikandi akan merasa ringan dalam bekerja. Berbagai macam perkembangan inovasi baru yang muncul di Ibukota Jakarta, menuntut Srikandi untuk mempelajari dan beradaptasi dengan setiap teknologi baru Busway.


(1)

Motto

Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat

Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras

Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi

Ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan

(Thomas A. Edison)

Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang

lain

Tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1988, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Muji Sigit dan Ibu Sri Agustiana.

Pendidikan formal penulis diawali di Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Pagi Kelapa Gading Timur yang diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 123 Kelapa Gading Timur, yang diselesaikan pada tahun 2003. Penulis mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 72 Kelapa Gading Barat, pendidikan ini diselesaikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis FISIP UNILA melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis sebagai anggota bidang Kesekretariatan periode 2007/2008. Pada tahun 2009, penulis berkesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang di Gambir.


(3)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul ” Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres Kerja Pada Srikandi Busway (Studi Pada Srikandi Busway PT. Trans Batavia Trayek Pulogadung - Harmoni dan Harmoni – Kalideres)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis di Universitas Lampung. Oleh karena itu dengan segala hormat penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Nur Efendi, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. A. Efendi, M.M selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Nur Efendi S.Sos, M. Si selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan sabar dalam membimbing dan memberikan arahan kepada penulis. Penulis haturkan permohonan maaf untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini.

5. Ibu Jeni Wulandari, S.AB., M.Si selaku Dosen Pembimbing Pembantu yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran,


(4)

untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini.

6. Ibu Dra. Endry F, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran, petunjuk, arahan dan masukan kepada penulis. Penulis haturkan permohonan maaf untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini.

7. Bapak Suripto, S.Sos., M.AB selaku pembimbing akademikyang telah memberi arahan kepada penulis agar cepat lulus. Penulis haturkan permohonan maaf untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis. 9. Ibu Nur’aini selaku Staff Jurusan Administrasi Bisnis.

10.Bapak dan Ibu karyawan PT. Trans Batavia yang telah membantu kelancaran. 11.Ibu Wahyu Gupita selaku Srikandi Busway PT. Trans Batavia trayek

Pulogadung – Harmoni. Penulis ucapkan terima kasih untuk bantuannya selama ini yang telah mengenalkan lingkungan Srikandi Busway dan mengajak penulis ikut bersosialisasi.

12.Keluarga tercintaku, Mama dan Papa yang selalu setia berdoa dalam setiap sujudnya, adik- adikku Amelinda, Keyza, Lady, Lendro, Yuni, Widya, Farhan, Ayu, Fahmi dan Daffa yang selalu membuatku semangat untuk menyelesaikan tulisan ini. Kedua nenekku yang sealu mengingatkan penulis agar cepat lulus. Serta keluarga besarku; tante – tanteku (Risma dan Nana), pamanku (Erwin dan Darwis) mereka yang turut mendoakan, membantu kelancaran proses penyusunan skripsiku dan tidak bosan-bosan memarahiku.


(5)

13.Sahabat-sahabat ku: Nur, S.AB (thanks banget sering gue ganggu tiap saat), Melda, S.AB (thanks dah ngingetin kuliah, tugas, dan lulus), Astri S.AB. (maaf ngerepotin), Ayu, S.AB (thanks dah mau jd moderator), Wiji dan Iqbal (semangat ya buat lulus juga), Eci, Baim dan Iin (thanks ya semuanya mau direpotin), Winda dan Tenri (thanks support jarak jauhnya), terimakasih atas kebersamaan yang penuh makna dalam suka dan duka, yang telah membantu dan memotivasiku. Maaf ya kalo pernah ngeselin, nyebelin, semoga tetep bisa kumpul-kumpul lagi ya... miss U all!!!

14.Teman-teman ABI ‘06: Anisa, S.AB., Nay, Nabila, Muti, S.AB., Mili, Tanti, Dina, S.AB, Nita, S.AB., Astri, S.AB, Aji, Taat, Banda, Ilham, Toge, Iqbal, Rico, Dayat, Amin, Agus, Amar, Ferdinand, M.Andriyan, Kharitscel, Windu, Baim, Adi, dan lain-lain. Terimakasih, mohon maaf kalau ada kesalahan dan sukses buat kalian semuanya!! Chayo...

15.Teman-teman sesama bimbingan pak Nur dan Bu Jeni: Via, S.AB, Wildan (semangat ya skripsinya).

16.Terimakasih kepada Bobby dan Ade Suhendra (makasii y semangat, ngilangin bt-nya n cepet lulus.!!)

17.Terimakasih kepada Agus Verameta (makasi support dan bantuannya selama ini. Makasi banget..!)

18.Seluruh rekan-rekan ABI 2003 sampai 2009 terimakasih atas persaudaraannya 19.Seluruh Srikandi Busway PT. Trans Batavia yang sudah baik banget

membantu kelancaran kuesioner dan wawancara demi pengumpulan data. 20. Almamater Universitas Lampung yang turut mendewasakanku, baik dari segi


(6)

disebutkan, penulis mengucapkan terimakasih.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Agustus 2010 Penulis