Akselerasi pemunculan dan penyerentakan estrus serta keberhasilan konsepsi Post-partum melalui induksi hormon progesteron, PMSG dan kombinasinya pada Sapi Bali

AKSELERASI PEMUNCULAN DAN PENYERENTAKAN ESTRUS
SERTA KEBERIIASlLAN KONSEPSI POST-PARTUM MELALUI
INDUKSI HORMON PROGESTERON, PMSG DAN
KOMBINASINYA PADA SAP1 BALI

OLEH :
RIKA HARYANI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
RIKA HARYANI, Akselerasi Pemunculan dan Penyerentakan Estrus serta

Peningkatan Angka Konsepsi Post-partum melalui Induksi Hormon Progesteron,
PMSG dan Kombinasinya pada Sapi Bali. Dibimbing oleh MOZES R.

TOELIHERE dan TUTY L. YUSUF
Sapi Bali di Sulawesi Selatan cenderung mengalami anestrus post-partum
yang panjang (empat sampai enam bulan, bahkan lebih). Hal ini pada umurnnya

disebabkan oleh kondisi pakan yang kurang mendukung, yang dapat menyebabkan
ketidak seimbangan hormonal dalam tubuh. Untuk itu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi dengan mempercepat sekaligus
menyerentakkan estrus post-partum serta meningkatkan angka kebuntingan postpartum pada peternakan rakyat di Sulawesi Selatan.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap I merupakan penelitian
pendahuluan untuk menentukan waktu pemberian PMSG, dimana ternak percobaan
diberi PMSG dengan dosis 300 IU satu ekor dan dosis 500 IU dua ekor masingmasing pada saat pencabutan implan progesteron intravaginal demikian pula dengan
pemberian PMSG dua hari sebelum pencabutan implan progesteron satu ekor dengan
dosis 300 IU dan dua ekor dengan dosis 500 IU. Tahap I1 merupakan penelitian
utarna menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (waktu
pemberian PMSG berdasarkan hasil penelitian pendahuluan) dan masing-masing
terdiri atas enam ulangan yaitu (1) implan intravaginal progesteron (CIDR-B) selsuna
sembilan hari, (2) pemberian PMSG 500 IU secara intra muskuler (im), (3) dan (4)
kombinasi implan progesteron (CIDR-B) selama sembilan hari dengan PMSG (im)
dua hari sebelum pencabutan implan dengan dosis PMSG masing-masing 300 IU dan
500 IU dengan pemberian pakan yang cukup dan tersedia di lokasi penelitian. Untuk
mengetahui efektifitas penggunaan hormon-hormon tersebut dan kondisi fisiologis
reproduksi pada masing-masing ternak, dilakukan pengambilan sampel darah pada
setiap perlakuan dan analisis hormon progesteron.
Pemberian PMSG pada saat pencabutan implan progesteron menyebabkan

ketidakteraturan timbulnya estrus, sedangkan PMSG yang diberikan dua hari
sebelum pencabutan implan menghasilkan intensitas estrus yang cenderung lebih
jelas demikian pula halnya dengan kecepatan timbulnya (onset) estrus cenderung
lebih cepat. Oleh karena itu pemberian PMSG dua hari sebelum pencabutan implan
progesteron yang dipilih. Hasil yang diperoleh dari penelitian utama menunjukkan
bahwa keempat perlakuan berhasil menyebabkan ternak estrus (95,7%) dengan
kecepatan timbulnya (onset) estrus terbanyak dalam waktu satu sampai tiga hari,
hanya pada pemberian PMSG tunggal kecepatan timbulnya estrus dalam tenggang
waktu tiga sampai lima hari. Kombinasi progesteron dengan PMSG memberikan
hasil yang lebih baik dengan kecepatan timbulnya estrus satu sampai dua hari dan
intensitas estrus skor 3 (baik). Keberhasilan kebuntingan sampai IB I11 pada
keempat perlakuan mencapai 77,28 % (17 dari 22 ekor), dimana 11 ekor diantaranya
berasal dari pemberian kombinasi progesteron dengan PMSG. Angka konsepsi (CR)
sebesar 50 % (1 1 ekor) dan delapan ekor diantaranya berasal dari kombinasi
progesteron dengan PMSG. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian

PMSG, progesteron dan kombinasinya memberikan pengaruh yang sama (P>0,05)
terhadap persentase estrus dan angka konsepsi, tetapi kecepatan timbulnya estrus
berbeda (P