Simulasi/Demonstrasi (S/D) Simulasi atau Demonstrasi adalah model pembelajaran yang membawa situasi yang mirip dengan yang

2. Simulasi/Demonstrasi (S/D) Simulasi atau Demonstrasi adalah model pembelajaran yang membawa situasi yang mirip dengan yang

sesungguhnya ke dalam kelas. Beberapa bentuk simulasi adalah: (1) Permainan Peran (role playing); (2) Simulation Excercise dan Simulation Games, (3) Permodelan Komputer, dll. Model ini juga merupakan cara pembelajaran yang baik untuk mengembangkan soft-skills mahasiswa disamping hard-skills, dan mempersiapkan mahasiswa untuk dapat lebih langsung dan lebih siap untuk berkiprah pada praktek sesungguhnya dari kegiatan profesional yang akan dimasukinya setelah menamatkan studi di perguruan tinggi.

3. Discovery Learning (DL)

DL adalah metode belajar yang padanya mahasiswa aktif untuk memanfaatkan inforamasi yang tersedia, baik yang disediakan dosen, atau yang disediakan sendiri oleh mahasiswa. Model ini bermaksud untuk mencipatakan kemampuan ‘belajar mandiri’ (self study) pada diri mahasiswa.

4. Self-Directed Learning (SDL)

SDL adalah model pembelajaran yang padanya inisiatif untuk melakukan proses belajar dilakukan oleh individu mahasiswa sendiri. Dalam model ini, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian atas pengalaman belajar dilakukan oleh individu mahasiswa yang bersangkutan. Dosen, dalam model ini, hanya berperan sebagai fasilitator yang memberikan arahan, bimbingan, dan konfirmasi atas kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa. Metode ini dimaksudkan dan bermanfaat untuk menyadarkan mahasiswa bahwa sesungguhnya belajar adalah tanggung jawab mereka sendiri bukan tanggung jawab dosen atau penyelenggara pendidikan, dan memberdayakan mahasiswa untuk mampu mengembangkan diri sendiri. Model ini dapat diterapkan apabila dapat dipastikan bahwa mahasiswa telah memiliki integritas diri yang sedemikian sehingga mampu belajar dan bertanggungjawab atas semua pikiran dan tindakannya.

5. Cooperative Learning (CL)

CL adalah model pembelajaran berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Anggota kelompok dalam konteks model ini adalah beberapa mahasiswa yang memiliki kemampuan akademis yang beragam. Proses pembelajaran

6. Collaborative Learning (CbL)

Sebagaimana yang tercerminkan dari namanya, model ini bertitikberat pada membangun kerja sama dalam rangka belajar, di antar mahasiswa dalam suatu kelompok yang didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah yang hendak didiskusikan atau kasus yang hendak dibahas dan diselesaikan memang berasal dari dosen dan bersifat open-ended , tetapi pembentukan kelompok didasarkan pada minat dan prosedur kerja kelompok, demikian pula penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja kelompok, dan bagaimana dosen hendaknya menilai hasil diskusi/kerja kelompok, ditentukan semuanya melalui konsensus bersama antar anggota kelompok. Model ini, jika diterapkan dengan benar, akan membuat mahasiswa memiliki kompetensi mampu merancang tugas yang bersifat open-ended , dan mampu berlaku sebagai fasilitator dan motivator.

7. Contextual Instruction (CI)

Model ini bermanfaat untuk menkontekstualisasikan isi pembelajaran suatu matakuliah dengan hal yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam hal memperhubungkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penarapannya kelak dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik sebagai anggota masyarakat, pelaku kerja profesional, pelaku kerja manajerial, pelaku kerja kewirausahaan, maupun investor. Dalam model ini, suatu topik atau konsep dibahas dan didiskusikan di kelas, kemudian mahasiswa diberi tugas dan kesempatan untuk turun ke dunia nyata (lapangan) untuk mengamati bagaimana penerapan konsep dan topik yang telah didiskusikan dalam kelas, dalam kehidupan sehari-hari. Jenis kompetensi yang akan diperoleh mahasiswa melalui menempuh pembelajaran dengan model seperti ini adalah: kemampuan menganalisis, percaya diri, kemampuan berpikir kritis, sensiftif dan peka, serta memperoleh pengalaman nyata tentang hal yang sesungguhnya terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

8. Project-Based Learning (PjBL)

PjBL adalah model belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian ( inquiry) yang panjang dan terstruktur dalam menyelesaikan suatu tugas atau memecahkan suatu pertanyaan/masalah yang otentik dan kompleks, yang dirancang dengan sangat hati-hati. Dalam model ini, yang dilakukan mahasiswa adalah:

(a) Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang disediakan dan dirancang oleh dosen secara sistematis;

(b) Menunjukkan kinerja dan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya di forum. Dua kegiatan utama yang membentuk model ini adalah: (a) Dosen merancang suatu tugas proyek, pertanyaan otentik atau masalah secara sistematis,

yang harus dilakukan dan diselesaikan juga secara sistematis dan terstruktur oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian ( inquiry) yang terstruktur dan kompleks;

(b) Dosen merumuskan dan melakukan proses pembimbingan (asistensi) dan asesmen secara sistematis dan berkala atas kinerja mahasiswa dalam menyelesaikan tugas proyek tersebut.

Model ini sangat cocok untuk pembelajaran pada jurusan teknik sipil, dalam hal membangun kepercayaan diri dan kebertanggungjawab mahasiswa ketika kelak berkiprah sebagai sarjana Teknik Sipil dalam menangani proyek-proyek konstruksi, dan membuat mahasiswa tersiapkan untuk lebih langsung dapat berkiprah di dunia konstruksi dalam kehidupan nyata, dan lebih ‘siap pakai’ setelah menamatkan studinya di jurusan. Melalui pembelarajan model ini, mahasiswa akan memperoleh kompetensi-kompetensi profesional berupa:

(a) Kemampuan berkreatifitas; (b) Kemampuan berinisiatif; (c) Kemampuan berpikir komprehensif, yang selanjutnya menumbuhkan (d) kemampuan mahasiswa mengintegrasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan (dalam

disiplin teknik sipil) yang telah diperoleh, dan (e) Kemampan bertanggung jawab,

yang membuat mahasiswa memiliki kepercayaan diri dan memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya secara komprehensif dan terintegrasi, ketika kelak akan menangani proyek-proyek konstruksi secara sesungguhnya dalam kehidupan nyata.

9. Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I) PBL/I adalah model belajar yang memanfaatkan suatu masalah untuk dicarikan informasi untuk

pemecahannya oleh mahasiwa. Dalam model ini, mahasiswa melakukan empat langkah utama:

(a) Menerima dari dosen masalah yang relevan dengan standar kompetensi matakuliah; (b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah; (c) Menata dan mengaitkan data dengan masalah, dan (d) Menganalisis strategi pemecahan masalah.

Penerapan model ini memberikan dan menumbuhkan kemampuan mahasiswa untuk belajar secara aktif dan mengoptimalkan kemampuan dirinya.

Kesembilan model pembelajaran di atas, pada hakekatnya mengikutsertakan mahasiswa sebagai pelaku belajar dan mengacu pada pembelajaran berdasarkan pengalaman yang dialami mahasiswa, sehingga merupakan model-model pembelajaran yang sentrum atau titik-beratnya terletak pada mahasiswa (SCL) sebagai pebelajar. Kurikulum ini menganjurkan dosen pengampu matakuliah untuk memilih satu atau beberapa model di atas, yang cocok dengan natur dari matakuliah yang diampunya, untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelasnya.

Satu pertanyaan biasanya muncul sehubungan dengan hal ini yaitu, “Apakah dengan demikian maka metoda pembelajaran yang tradisional seperti ceramah dll, sudah sama sekali tidak boleh dipraktekan di kelas-kelas perkuliahan?” Kurikulum ini tidak berpendapat demikian. Untuk menjawab pertanyaan itu, perlulah dipahami bahwa pembelajaran yang berbasis kompetensi dan bercorak SCL bukannya menuntut seorang dosen meninggalkan metoda atau model tradisional dan beralih ke metoda atau model-model modern (sembilan model di atas), melainkan menghendaki seorang dosen meninggalkan metoda atau model pembelajaran yang berpusat pada dosen/pengajar (TCL) dan beralih ke metoda atau model pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (SCL). Karena itu metoda dan model tradisional seperti ceramah dll masih boleh dipraktekan di kelas, asalkan dirancang dan dilakukan secara sedemikian sehingga sentrum atau pusatnya bukan berada pada dosen melainkan berada pada mahasiswa, dan menjadikan mahasiswa sebagai pebelajar yang aktif (SCL). Cara melakukan pembelajaran dengan memberikan ceramah (atau membaca bagian buku teks di kelas) dan menyuruh mahasiswa mendengar ceramah dosen, mencatat, menghafal, atau menyebutkan ulang hal-hal dan pokok-pokok penting supaya nanti dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada ujian, sama sekali tidak pantas lagi dilakukan. Metoda seperti itu sungguh-sungguh tidak berpusatkan pada mahasiswa (tidak SCL) dan sangat tidak kompatibel dengan pembelajaran berbasis kompetensi dan bercorak SCL. Supaya bercorak SCL, ceramah harus dilakukan dengan mengakomodasi teknik bertanya, teknik penguatan dan keterampilan-keterampilan micro-teaching lainnya, dan dengan menghadirkan barang contoh nyata, model, animasi dll di ruang kelas, atau dengan mengkombinasikannya dengan workshop, brain-storming dll secara sedemikian sehingga merangsang mahasiswa di kelas untuk menjadi aktif seperti bernalar, berpikir rasional dan kritis, berkreasi, bertanya dan berkeinginan untuk mendiskusikan serta mendiskusikan pokok yang dijelaskan, berkeinginan untuk mengetahui lebih jauh sehingga melakukan kegiatan belajar lanjut di luar kelas, atau melakukan percobaan/eksperimen dan pengamatan lapangan secara mandiri, dll. Selain itu teknik penyampaian ceramah hendaknya dilakukan sedemikian sehingga mahasiswa memahami pokok yang diajarkan/dijelaskan secara logis dan rasional, dan bukannya menghafal atau mengingat tulisan pada buku/makalah/diktat, tulisan pada tayangan atau kata-kata dosen dll. Jika dilakukan dengan cara seperti yang dianjurkan di atas, ceramah dapat dijadikan salah satu model untuk pembelajaran berbasis kompetensi dan bercorak SCL, sebab dengan cara demikian, walaupun model utama yang dipilih adalah ceramah, sentrum pembelajaran di kelas telah beralih dari berada pada dosen menjadi berada pada mahasiswa (pebelajar), dan mahasiswa

4.2. Perancangan Penilaian Hasil Belajar

Selain model pembelajaran, implementasi kurikulum yang berbasis kompetensi juga menuntut cara penilaian hasil belajar yang tertentu pula. Dalam bagian ini, akan dikemukakan secara ringkas, kisi-kisi dalam merencang suatu penilaian hasil belajar, yang kompetibel dengan kurikulum berbasis kompetensi, dan pembelajaran yang bercorak SCL.

Pada dasarnya, penilaian hasil belajar adalah kegiatan menilai kemampuan peserta didik/mahasiswa. Sehubungan dengan kurikulum yang berbasis kompetensi dan model pembelajaran yang bercorak SCL, hal-hal berikut perlulah diperhatikan seorang dosen pengampu matakuliah dalam merancang penilaian hasil belajar!

1. Pemberian angka atas hasil belajar mahasiswa bukanlah tujuan akhir penilaian. Kebanyakan dosen berfaham bahwa penilaian hasil belajar mahasiswa adalah tindakan memberikan

angka/nilai atas hasil belajar mahasiswa. Faham seperti ini adalah salah. Secara esensi, penilaian hasil belajar mahasiswa bukanlah tindakan memberikan nilai/angka, melainkan tindakan memberikan umpan-balik kepada mahasiswa tentang kinerja/kompetensi yang telah ditunjukkan mereka, untuk mengarahkan proses pembelajaran mencapai keluaran dan hasil belajar yang diharapkan. Pemberian angka bukanlah tujuan akhir penilaian hasil belajar. Tujuan akhir penilaian hasil belajar adalah menghasilkan keluaran/hasil belajar yang diharapkan, yang diusahakan dengan cara (antara lain) memberikan umpan-balik secara suksesif atas kinerja/kompetensi yang ditunjukkan mahasiswa.