PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Kraniofaringioma

I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Kraniofaringioma adalah suatu tumor suprasellar yang bersifat low grade yang berasal dari sisa-sisa Rathke’s pouch, yang merupakan prekursor dari glandula anterior, mukosa mulut dan gigi. Secara histologis dibagi menjadi 2 tipe : adamantinomatous dan squamous papillary . Secara klinis, tumor ini bisa muncul dengan berbagai simtom dan tanda. Peninggian tekanan intrakranial, gangguan lapangan pandang, nyeri kepala, diabetes insipidus, bentuk tubuh pendek, kemunduran perkembangan seksual, dan hipogonadism adalah simtom dan tanda yang sering ditemukan. 1 Prosedur diagnostik standar untuk tumor ini adalah Computerized tomography CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging MRI, gambaran yang sering ditemukan berupa kalsifikasi suprasellar, pelebaran sella dengan erosi dari anterior clinoids dan dorsum sellae . 2,3 Kraniofaringioma adalah tumor jinak dan pengangkatan total dari tumor merupakan pilihan terapi untuk kraniofaringioma 1,4 2,4,5,6 . Hal sulit dilakukan disebabkan berdekatan dengan struktur-struktur vital seperti kiasma optikum, hipotalamus dan sirkulus Willis. Angka 10-year survival 76 pada penderita dengan operasi dan radiasi dan 17 pada penderitayang diterapi hanya dengan operasi 2 7 . Rekurensi biasanya terjadi dalam 3 tahun setelah pengobatan. 4,8

I.2. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patologi, gambaran klinik, perkembangan terapi serta prognosis dari penderita kraniofaringioma.

I.3. Manfaat Penulisan

Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai penatalaksaan yang tepat sehingga memberikan prognosa yang baik bagi penderita kraniofaringioma. Universitas Sumatera Utara

II. LAPORAN KASUS

II.1. ANAMNESE PRIBADI

Seorang wanita S, umur 26 tahun, suku Jawa, pekerjaan wiraswasta , belum menikah, alamat Enggang 12 no.32 Perumnas Mandala, masuk ke RSUP H.Adam Malik pada tanggal 24 November 2008.

II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Keluhan Utama : Nyeri kepala Telaah : Nyeri kepala telah dialami penderita sejak ± 1 tahun yang lalu, nyeri dirasakan os pada seluruh kepala. Nyeri tidak berkurang dengan obat-obatan dan bertambah berat jika batuk, bersin, serta berbaring. Nyeri kepala semakin memberat sejak 6 bulan ini. Diikuti dengan penglihatan yang semakin berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Os juga sudah tidak menstruasi selama 3 bulan. Riwayat muntah menyembur +, riwayat kejang -, riwayat trauma -, riwayat demam -. Os menstruasi pertama sejak umur 12 tahun. Enam bulan yang lalu os sudah berobat ke dokter spesialis saraf dan didiagnosa menderita suatu tumor otak. Selanjutnya penderita tidak pernah kontrol dan hanya berobat alternatif. RPT : - RPO : Tidak jelas

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sensorium : Compos Mentis Tekanan Darah : 110 80 mmHg Nadi : 76 x menit, reguler Pernapasan : 20 x i Universitas Sumatera Utara Temperatur : 36,8 ° C Kepala : normosefalik Thoraks : Simetris fusiform Jantung : Bunyi jantung normal, Desah - Paru-paru : Pernapasan vesikuler, suara tambahan - Abdomen : Soepel, peristaltik normal Ekstremitas : Tidak tampak kelainan Berat Badan : 60 kg, Tinggi Badan : 158 cm

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Sensorium : Compos Mentis Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk - Brudzinsky I : - Kernig - Brudzinsky II : - Tanda peninggian TIK : Sakit kepala + Kejang - Muntah - NERVUS KRANIALIS : N I : Normosmia N II, III : Refleks cahaya + +, pupil isokor, Ø 3 mm Visus OD : 160 OS : 360 Pemeriksaan funduskopi : Optik disc Kanan Kiri Warna : Jingga Jingga Batas : Tidak tegas Tidak tegas Ekskavasio : Cembung Cembung Pembuluh darah AV: 23 23 Perdarahan retina : - - Kesan : Papil edema N III, IV, VI : Parese N.VI dextra N V : Buka tutup mulut + normal N VII : Sudut mulut normal N VIII : Pendengaran + normal N IX, X : Uvula medial. Arkus pharing terangkat simetris Universitas Sumatera Utara N XI : Mengangkat bahu + normal N XII : Lidah istirahat dan dijulurkan medial Sistem Motorik Trofi : Eutrofi Tonus : Normotonus Kekuatan Otot : 55555 55555 ESD : ESS : 55555 55555 55555 55555 EID : EIS : 55555 55555 Refleks Fisiologis : kanan kiri Biceps Triceps : + + + + KPR APR : + + + + Refleks Patologis : Hoffman Tromner : - - Babinski : - - Sistem sensibiltas : Tidak dijumpai kelainan Vegetatif : Tidak terganggu Gejala serebellar : Tidak dijumpai Gejala Ekstrapiramidal : Tidak dijumpai Fungsi Luhur : baik

II.5. DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : Secondary headache + Parese N.VI dextra + Gangguan visus Diagnosa Anatomis : Intrakranial Diagnosa Etiologis : SOL Diagnosa Banding : 1. Tumor serebri 2. Abses serebri Universitas Sumatera Utara 3. Stroke hemorrhagik Diagnosa Kerja : Secondary headache ec Tumor serebri

II.6. PENATALAKSANAAN

• IVFD Ringer Solution 20 gtti • Inj. Deksamethasone 2 ampul,lanjut 1 amp6 jam tapering off • Inj.Ranitidin 1 amp 12 jam

II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

II.7.1. Hasil Laboratorium tgl 25 November 2008

Hb : 11,4 g dl Ureum : 41 mgdl Ht : 25,9 Kreatinin : 0,8 mgdl Leukosit : 10100 mm 3 Trombosit : 300.000 mm3 Natrium : 144 mEq L Asam urat : 5,9 mgdl LED : 13 mmjam Kalium : 3,5 mEq L KGD ad : 139 mgdl Chlorida : 102 mEq L SGPT : 12 UI SGOT : 17 UI

II.7.2. Hasil EKG 25 November 2008

Kesan : EKG dalam batas normal

II.7.3. Hasil Foto Thoraks 01 Mei 2008

Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

II.7.4. Head CT-scan 01 Mei 2008

NCCT : Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV tampak normal Supratentorial : tampak hypodense lesion di daerah suprasellar Tidak tampak midline shift. Cortical sulci normal Kedua ventricular system melebar CECT : - Kesan : Suprasellar tumor dengan hydrocephalus. Craniopharingioma? II.7.5 MRI Brain + Kontras 03 Mei 2008 Dibuat T1W sagital scans; T1W, T2W, Flair, DWI, T2 GRE axial scan dan injeksi contrast Omniscan i.v. CEMR axial, sagital dan coronal scans melalui daerah brain. Pada T1W scan tampak cystic lesion berukuran ± 5,3 x 2,8 cm dengan solid nodule didaerah suprasellar yang menekan chiasma opticum ke Universitas Sumatera Utara inferior, ventricle-3 ke superior dan midbrain ke posterior yang menyebabkan aquaductus sylvii menyempit. Pada T2W scan dan Flair lesion tampak hyperintense. Tidak tampak midline shift. Cortical sulci normal. Kedua lateral ventrikel melebar. Pada CEMR tampak enhancement dari solid nodule dan sedikit rim enhancement dari cystic lesion. Kesan : Tumor suprasellar dengan hydrocephalus. Kemungkinan craniopharyngioma.

II.7.6 Hasil Konsul Bedah Saraf 26 November 2008

Diagnosa Banding : Tumor hipofisis Prolaktinoma + Hydrocephalus Tumor sellar region Craniopharyngioma + Hydrocephalus Terapi : 1. VP shunt dilanjutkan tumor removalbiopsy  transphenoid + transcranial 2. Dexamenthasone 1 amp 8jam Saran : Skull X-Ray APLateral

II.7.7 Hasil Foto Schedel 28 November 2008

Kesan : Tidak tampak kelainan pada foto schedel

II.8. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Telah diperiksa seorang wanita S, 26 tahun, Jawa, Islam, Wiraswasta, dengan keluhan utama nyeri kepala. Dari anamnese didapati bahwa nyeri kepala telah dialami penderita sejak ± 1 tahun yang lalu, nyeri dirasakan os pada seluruh kepala. Nyeri tidak berkurang dengan obat-obatan dan bertambah berat jika batuk, bersin, serta berbaring. Nyeri kepala semakin memberat sejak 6 bulan ini. Diikuti dengan penglihatan yang semakin berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Os juga sudah tidak menstruasi selama 3 bulan. Riwayat muntah menyembur +, riwayat kejang -, riwayat trauma -, riwayat demam -. Sejak 6 bulan yang lalu os sudah berobat ke dokter spesialis saraf dan didiagnosa menderita suatu tumor otak. Selanjutnya penderita tidak pernah kontrol dan hanya berobat alternatif. Universitas Sumatera Utara Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium compos mentis, vital sign dalam batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis didapatkan visus OD 160 dan OS 360, papil edema dan Parese N.VI dextra Dari hasil pemeriksaan penunjang dijumpai Head CT-scan menunjukkan Suprasellar tumor dengan hydrocephalus. Craniopharingioma? Sementara pemeriksaan MRI Brain + Kontras memberikan kesan Tumor suprasellar dengan hydrocephalus. Kemungkinan craniopharyngioma. Selanjutnya penderita dikonsulkan ke bagian bedah saraf dan dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi.

II.9. DIAGNOSA AKHIR

Secondary headache + Gangguan visus + Parese N.VI dextra ec Kraniopharingioma

II.10. PROGNOSA

- Ad vitam : dubia ad bonam - Ad functionam : dubia ad malam - Ad sanationam : dubia ad bonam Universitas Sumatera Utara

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFENISI Kraniofaringioma adalah suatu tumor suprasellar yang bersifat low grade, berkembang dari sisa-sisa Rathke’s pouch, dimana secara embriologi Rathke’s pouch merupakan prekursor dari kelenjar pituitary anterior, mukosa mulut dan gigi. 1 III.2 EPIDEMIOLOGI Secara umum insiden kraniofaringioma 0,5-2100.000tahun dan diperkirakan sekitar 1 – 3 dari seluruh tumor intrakranial dan 13 dari tumor suprasellar. Di Amerika Serikat insiden keseluruhan 0,13100.000tahun. Distribusi menurut umur mempunyai 2 puncak tertinggi yang pertama terjadi pada umur 5-10 tahun dan puncak kedua yang lebih rendah terjadi pada umur antara 50-60 tahun, walaupun dapat ditemukan pada semua kelompok umur 5,6,9 4,5,6,9 . Berdasarkan jenis kelamin dijumpai pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita M:F, 55:45 sementara suku tidak dijumpai perbedaan untuk kejadian dari tumor ini. 1,10 III.3 KLASIFIKASI Kraniofaringioma secara tipikal berasal dari aksis infundibulo-hipofiseal di daerah sellar dan suprasellar, lebih sering pada sisterna suprasellar, tetapi dapat berkembang ke segala arah. Klasifikasi kraniofaringioma pertama kali diusulkan oleh Rougerie dan Fardeau pada 1962, yang memperkenalkan lokasi : intrasellar 11, intra dan suprasellar dengan perluasan ke anterior 51, intra dan suprasellar dengan perluasan ke posterior 36, giant craniopharyngioma 2, dan lokasi atipikal. 4 Berdasarkan ukuran perluasan tumor ke daerah vertikal, kraniofaringioma dapat diklasifikasikan ke dalam 5 tingkat, yaitu : 4 I. Intrasellar tumor 4 II. Intrasisternal tumor dengan atau tanpa bagian intrasellar Universitas Sumatera Utara III. Intrasisternal tumor yang meluas kepada setengah bawah dari ventrikel ke III IV. Intrasisternal tumor yang meluas kepada setengah atas dari ventrikel ke III V. Intrasisternal tumor yang meluas ke septum pelucidum atau ke ventrikel lateralis. Gambar 1. Derajat dari perluasan tumor kraniofariongioma Dikutip dari : Samii M, Tatagiba M. Craniopharyngioma. In : Kaye AH, Laws ER,editors. Brain Tumor An Encyclopedia Approach. 2 nd ed. New York: Churchill Livingstone; 2001. P 945-964 III.4 ETIOLOGI Kraniofaringioma diperkirakan berasal dari sisa-sisa sel ektodermal kecil yang biasanya ditemukan di daerah transisi dari pituitary stalk dengan bagian distal dari adenohipofise, dan kadang-kadang meluas ke bagian tuberalis setinggi dari pituitary stalk. Ada 2 hipotesa yang menjelaskan asal dari tumor kraniofaringioma: 4

1. Teori Embriogenetik

4,5,6 Teori ini berhubungan dengan perkembangan dari adenohipofise dan transformasi dari sisa sel-sel ektoblast pada duktus kraniofaringeal dan involusi Rathke’s pouch. Rathke’s pouch dan infundibulum berkembang pada minggu keempat kehamilan dan secara bersama-sama membentuk hipofise. Infundibulum akan menginvaginasi ke bawah, sedangkan Rathke’s pouch akan menginvaginasi ke atas. Selama perkembangan dalam bulan kedua, Rathke’s pouch melekat dengan infundibulum. Kemudian Duktus kraniofaringeal yang merupakan leher dari kantong yang berhubungan dengan stomodeum, sempit, tertutup, memisahkan kantong dari rongga mulut Universitas Sumatera Utara primitif yang berakhir pada bulan kedua. Selanjutnya kantong menjadi vesikel, yang rata dan mengelilingi permukaan anterior dan lateral dari infundibulum. Dinding vesikel ini membentuk struktur-struktur yang berbeda dari hipofise. Dinding anterior dari sel membentuk pars anterior pars distalis dari hipofisis. Sel meluas ke bagian atas dari vesikel secara superior dan mengelilingi stalk dari infundibulum membentuk pars tuberalis. Dinding sel bagian posterior dari vesikel membentuk pars intermedia. Akhirnya, vesikel ini berinvolusi ke dalam cleft dan menghilang seluruhnya. Rathke’s cleft, bersama dengan sisa dari duktus kraniofaringeal, dapat menjadi kraniofaringioma. Gambar 2. Perkembangan dari Rathke’s pouch dan hipofisis Dikutip dari : Samii M, Tatagiba M. Craniopharyngioma. In : Kaye AH, Laws ER,editors. Brain Tumor An Encyclopedia Approach. 2 nd

2. Teori Metaplastik

ed. New York: Churchill Livingstone; 2001. P 945-964 Teori ini berhubungan dengan sisa epitelium skuamous dari adenohipofisis dan anterior infundibulum yang dapat menjadi metaplasia. Walaupun etiologi kraniofaringioma masih kontroversial, diyakini bahwa kraniofaringioma mempunyai 2 bentuk, yakni yang berasal dari sisa-sisa proses embrionik disebut dengan childhood adamantinous craniopharyngioma dan yang berasal dari metaplasia adenohipofisis disebut dengan adult squamous papillary craniopharyngioma. 4 Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Mekanisme pembentukan adamantinous kraniofaringioma Universitas Sumatera Utara Dikutip dari : Schefer SS, Wichmann W, Aguzzi A, Valavanis A. MR differentiation of Admantinous and squamous papillary craniopharyngioma. Am J Neuroradiol; 1997: 18;77-87 Gambar 4. Mekanisme pembentukan squamous papillary kraniofaringioma Universitas Sumatera Utara Dikutip dari : Schefer SS, Wichmann W, Aguzzi A, Valavanis A. MR differentiation of Admantinous and squamous papillary craniopharyngioma. Am J Neuroradiol; 1997: 18;77-87 III.5 PATOLOGI Kraniofaringioma tumbuh sangat lambat dan secara histologi adalah tumor jinak 4 . Bentuk tumor biasanya bulat, oval, atau berlobus dan mempunyai permukaan yang lunak, kadang-kadang dikelilingi suatu pseudokapsul 1,8 . Secara makroskopis, kraniofaringioma terdiri dari 3 bentuk, yaitu : kistik, padat, dan campuran. Kraniofaringioma pada anak-anak lebih sering berbentuk kistik 40 dan campuran 50, hanya sedikit berbentuk padat 10. Sedangkan pada dewasa relatif lebih padat daripada tumor kistik. Secara mikroskopis bagian padat tumor ini biasanya lapisan luarnya menunjukkan epitel kolumnar diikuti dengan berbagai macam sejumlah sel polygonal. Sedangkan bagian kistiknya terdiri dari epitel simple stratified squamous. Kolagen yang berada didasar membrane membentuk batas antara tumor dengan meningens atau otak. 4 Secara histologis kraniofaringioma terdiri dari 2 tipe. Pertama, tipe adamantinous, suatu tumor multikistik dengan kalsifikasi, biasanya terdapat pada usia anak-anak dengan puncaknya pada usia 5 –9 tahun dan jarang pada dewasa. Kedua, tipe squamous papillary, biasanya terdapat pada usia dewasa dan secara makroskopis jarang berbentuk kistik. 4 1 Universitas Sumatera Utara Tipe Adamantinous atau disebut juga dengan chidhood craniopharymgioma, secara histologis mirip dengan adamantinoma pada rahang, suatu tumor yang berasal dari proses odontogenesis 4 . Kraniofaringioma adamantinous ini mengandung bagian padat dan kistik, dimana bagian kistik berisi kolesterol dengan bentuk seperti minyak oli berwarna coklat kemerahan dan berisi debris termasuk keratin 1,11 . Keratin ini disebut juga dengan yang berisi sel-sel tanpa inti. Wet keratin yang padat bentuknya lebih bernodul dan dapat menjadi kalsifikasi. Secara mikroskopis tipe Adamantinous berisi epitel squamosa berlapis kadang- kadang rata sepanjang garis kista, dimana pada dinding kista dapat mengalami fibrosis dan inflamasi kronis. Tipe Squamous papillary atau disebut juga dengan adult craniopharyngioma, terdapat pada sepertiga usia dewasa dan sangat jarang pada usia anak-anak 1 4 . Secara umum hanya mengandung bagian yang padat. Biasanya disebut dengan “dry” keratin dan sering berlokasi pada ventrikel-III daripada di daerah sisterna suprasellar, biasanya tanpa kalsifikasi tetapi mengandung kolesterol. Tabel 1. Perbedaan histopatologi antara Adamantinous dan Squamous papillary craniopharyngioma 1,12 Dikutip dari : Schefer SS, Wichmann W, Aguzzi A, Valavanis A. MR differentiation of Admantinous and squamous papillary craniopharyngioma. Am J Neuroradiol; 1997: 18;77-87 III.6 GAMBARAN KLINIS Universitas Sumatera Utara Manifestasi klinis bisa muncul dengan tanda dan gejala yang berbeda-beda, tergantung dari letak dan ukuran tumor 2,13 . Pertumbuhan tumor biasanya lambat dan kebanyakan tanda dan gejalanya berkembang secara tersembunyi, dimana tumor dapat mencapai ukuran yang besar sebelum menimbulkan gejala 4,12 Ada 3 gejala klinis utama kraniofaringioma yaitu peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi endokrin dan gangguan penglihatan . Biasanya interval waktu antara onset gejala dan diagnosis berkisar 1 – 2 tahun.4 4,12,14 . Peningkatan tekanan intrakranial terjadi oleh karena pembesaran massa intrakranial atau adanya hidrosefalus obstruksif. Gangguan penglihatan disebabkan penekanan langsung ke jaras optikus oleh massa tumor atau oleh karena hipertensi intrakranial. Disfungsi endokrin disebabkan oleh penekanan hipofise dan hipotalamus oleh massa tumor. Gejala utama awal yang paling sering adalah nyeri kepala biasanya berhubungan dengan efek dari massa tumor atau hidrosefalus akibat adanya obstruksi dari Foramen Monro, Ventrikel III atau Aquaductus Sylvii. 1,4 Disfungsi endokrin biasanya menyebabkan pertumbuhan terlambat bentuk fisik pendek, diabetes insipidus, disfungsi sexual dan menstruasi 12 4,7,12 . Disfungsi hipotalamus dilaporkan terjadi pada 23 anak-anak seperti hiperfagia dan obesitas. Perubahan kepribadian berupa retardasi psikomotor, emotional immaturity, dan gangguan memori jangka pendek sering terjadi pada anak-anak dengan kraniofaringioma. Pada pria dewasa, terjadi penurunan libido atau impoten 90 dan pada wanita sering mengalami amenorrhea 80. Gangguan penglihatan yang sering ditemukan adalah hemianopsia bitemporal, dan hemianopsia homonim. Keluhan lain yang sering ditemukan adalah occulomotor palsie, buta, dan gangguan ketajam penglihatan 1,4,7 1,8,14 Tumor yang membesar ke daerah subfrontal dapat menimbulkan gejala neuropsikologis, defisit mental dan gangguan memori. Tumor di daerah subtemporal yang secara lateral meluas ke fissura sylvian akan menimbulkan gejala seizure psikomotor kompleks. . Walaupun jarang, ruptur dari lesi kistik kranifaringioma dapat menimbulkan meningitis aseptic. 4 1,8 Tabel 2. Gambaran klinis kraniofaringioma Universitas Sumatera Utara Dikutip dari : De Angelis LM, Leibel SA, Gutin PH, Posner JB. Intracranial Tumors Diagnosis and Treatment. London; Martin Dunitz; 2002 III.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK Head CT scan dan MRI kepala merupakan standar evaluasi dalam penegakan diagnosa kraniofaringioma. Sekarang ini pilihan yang terbaik adalah MRI dengan atau tanpa kontras 4,11,13 . Meskipun demikian sekitar 23 orang dewasa dan lebih 90 anak-anak menunjukkan perubahan patologis pada foto polos tengkorak. Meskipun CT bermanfaat menunjukkan kalsifikasi dan ekspansi tulang dari sella, MRI lebih disenangi karena lebih jelas memperlihatkan hubungan tumor terhadap pembuluh darah, kiasma optikum, saraf dan hipotalamus. 4 Ada beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan : 3 III.7.1 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sistem endokrin dilakukan untuk mengetahui fungsi kelenjar pituitary dan hipotalamus. Nilai diatas 150 ngmL menunjukkan adanya mikroadenoma pituitary 2 . Adanya hipoadrenalin dan diabetes insipidus dapat meningkatkan morbiditas karena operasi dan harus dikoreksi sebelum dilakukan operasi. III.7.2 Skull X-Ray 4 Tampilan radiologis yang menonjol di sini adalah perubahan sella, adanya kalsifikasi suprasellar, pelebaran sella dengan erosi dari clinoid anterior dan dorsum sellae 1,4 . Kalsifikasi dapat terlihat sekitar 85 pada anak-anak dan 40 pada dewasa. 4 III.7.3 Computed Tomography CT Scan Universitas Sumatera Utara Setelah injeksi kontras CT scan dapat menggambarkan jaringan lunak, mengidentifikasi bagian kistik dari tumor, dan visualisasi dari daerah kalsifikasi 4 . Pada CT , bagian kistik menjadi hipointense seperti cairan serebrospinal CSS tetapi bisa menjadi hiperintense jika terdapat banyak kalsifikasi. Setelah pemberian kontras kapsul tumor menunjukkan enhancement sedangkan bagian yang padat menjadi isointense. III.7.4 Magnetic Resonance Imaging MRI 4,12 Pada MRI dengan T1W1, bagian kistik memilki intensitas yang bervariasi, paling sering hipointens tetapi kadang-kadang hiperintens, sedangkan pada T2W2 akan menunjukkan gambaran hiperintens. Sedangkan bagian padat tumor selalu hipointens pada T1, hiperintens pada T2, dan enhancement pada kontras 1 . MRI dipilih untuk melihat hubungan tumor dengan pembuluh darah, kiasma optikum, traktus optikus, dan hipotalamus. Pada penelitian Schefer dkk, mendapatkan perbedaan gambaran MRI antara tipe Adamantinous dan papillary, dimana tipe Adamantinous terutama berbentuk kista terletak di daerah suprasellar dan intrasellar pada T1 terlihat kista yang hiperintens dengan kalsifikasi, sedangkan tipe papillary terlihat berbentuk padat, biasanya timbul pada dewasa dan pada T1 terlihat kista yang hipointens. 3 Tabel 3. Gambaran MRI pada kraniofaringioma adamantinous dan squamous-papillary 11 Dikutip dari : Schefer SS, Wichmann W, Aguzzi A, Valavanis A. MR differentiation of Admantinous and squamous papillary craniopharyngioma. Am J Neuroradiol; 1997: 18;77-87 III.7.5 Magnetic Resonance Angiography MRA Universitas Sumatera Utara Dilakukan untuk melihat gambaran pembuluh darah utama serebral serta hubungannnya dengan tumor, dan untuk mengurangi dilakukannya tindakan angiografi invasive. Tindakan angiografi biasanya dilakukan untuk persiapan operasi. 1,4,5 III.8 DIAGNOSA BANDING 1. Pituitary adenoma 1,3,5,6,10,14 2. Meningioma 3. Rathke cleft cyst 4. Epidermoid 5. Teratoma 6. Chordoma III.9 PENATALAKSANAAN Penanganan kraniofaringioma masih kontroversial. Beberapa pengobatan telah diusulkan, namun telah disepakati bersama bahwa tindakan bedah memegang peranan penting dalam pengobatan tumor ini. Angka rekurensi yang lebih rendah sesudah total reseksi dibanding reseksi subtotal, bahkan saat dikombinasi dengan terapi radiasi Indikasi untuk radioterapi atau kombinasi bedah dengan radioterapi masih merupakan permasalahan besar diantara peneliti. Belakangan beberapa studi difokuskan pada penggunaan bleomycin intracavitary untuk penanganan kistik kraniofaringioma. Pemilihan terapi yang sesuai harus dipertimbangkan berdasarkan aspek-aspek : usia, keadaan umum pasien, ukuran dan sifat pertumbuhan tumor, pengalaman ahli bedah, dan ketersediaan radioterapi. 4 III.9.1 Operasi 4 Tindakan bedah merupakan penanganan pilihan pada kraniofaringioma, ada dua pilihan tindakan bedah yaitu dengan reseksi total atau reseksi parsial dilanjutkan dengan radio terapi. Ada beberapa pendekatan tehnik operasi yang dilakukan, dimana pemilihan disesuaikan dengan perluasan tumor, ukuran, konsistensi serta lokasi dari tumor 1 4 . Tehnik tersebut antara lain : Subfrontal, Transsphenoidal, Pterional, Subtemporal, Transpetrosal, Transcallosal, Tranccortical-transventrikular. 4,5,6 Universitas Sumatera Utara Lokasi tumor yang berdekatan dengan struktur-struktur vital menyebabkan tumor tidak bisa diangkat secara komplit.Namun demikian suatu laporan yang menyatakan bahwa sebanyak 90 dari tumor bisa diangkat secara total dengan menggunakan tehnik microsurgery modern. Dalam suatu seri penelitian, 90 dari 144 pasien yang dilakukan reseksi mikrosurgical komplit terhadap tumor, dijumpai angka rekurensi sebanyak 7 . Penelitian Kobayasi T, dkk menganalisa penggunaan gamma knife surgery GKS terhadap residual atau rekuren kraniofaringioma.. Didapatkan 5 dan 10 tahun angka survival rates adalah 94,1 dan 91 . Faktor yang mempengaruhi respon baik terhadap radiosurgery : usia tua, tumor padat, riwayat pengobatan sebelumnya dan tumor dengan ukuran kecil. Outcome baik setelah GKS dipengaruhi oleh tumor residual atau rekuren dengan ukuran kecil pada daerah retrochiasm dan ventral stalk dengan menggunakan dosis 12 Gy serta tanpa adanya defisit neuroendokrinologi. 1 III.9.2 Radioterapi 15 Kombinasi penanganan bedah dan radioterapi menunjukkan hasil yang lebih baik pada pasien-pasien yang diterapi bedah total dengan radioterapi di banding hanya terapi bedah total saja. III.9.2.1 External fractionated radiation 4 Memiliki 2 keuntungan yakni : memberikan waktu pada sel normal untuk mengadakan perbaikan dan meningkatkan efek kerusakan DNA sehingga membelah sel tumor lebih cepat. Target dosis 54-56 Gy dalam 30 sesi selama 6 minggu, setiap sesi 1,8-2 Gy. Wara, dkk merekomendasikan dosis radiasi biasanya 5400 cGy dengan 180 cGyfraction. Dosis yang kurang dari 5400 cGy telah dihubungkan dengan kejadian rekuren tumor. Sesudah tindakan subtotal reseksi dan terapi radiasi, angka survival selama 20 tahun adalah 60 . 5,6 III.9.2.2 Brachytherapy 4 Diberikan pada kraniofaringioma solitary cystic dan terdiri dari aspirasi stereotactic dari kistik diikuti dengan penanaman beta-emitting isotope. Target dosis 200- 250 Gy. Untuk pengobatan residual solid tumor digunakan kombinasi brakiterapi dengan stereotactic radiosurgery. Brakiterapi biasanya menyebabkan stabilisasi atau pengurangan dari kista pada 90 kasus. 4,5.6 Universitas Sumatera Utara III.9.2.3 Stereotactic radiation Streotactic radiosurgery telah dikerjakan untuk kraniofaringioma bentuk solid berukuran kecil 25 mm. Stabilisasi atau reduksi dari kavitas kistik setelah radiosurgery didapati pada 60 pasien. III.9.3 Kemoterapi 4,5,6 Penggunaan bleomycin intrakavitas pada tumor kraniofaringioma kistik telah dilaporkan dengan hasil yang memuaskan. Pemberian injeksi bleomycin intratumoral sebagai terapi tambahan untuk kraniofaringioma karena kraniofaringioma berasal dari epitel, Dalam studi retrospektif terhadap 10 penderita kistik kraniofaringioma berusia antara 3-65 tahun yang direseksi sub total dan dilanjutkan dengan injeksi bleomycin, Dong Hyuk Park,dkk mendapatkan angka rekurensi tumor sebanyak 40 . Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian injeksi bleomycin post operative kistik kraniofaringioma meskipun tidak mengeradikasi tumor, tapi dijumpai penurunan dan menstabilkan ukuran tumor. 4,16 Pemberian bleomycin dimulai 10-15 hari setelah operasi. Dosis rerata 2-5 mg dengan interval pemberian 2-7 hari. III.9.4 Penanganan hidrosefalus 16 Kraniofaringioma pada anak-anak biasanya menimbulkan tanda dan gejala peninggian tekanan intrakranial 70, dan sepertiganya menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Adanya hidrosefalus ini akan mempengaruhi outcome sesudah operasi dan rata- rata survival rate. Beberapa peneliti lebih memilih tindakan shunting untuk penanganan hidrosefalus obstruktif dimana ditemukan tanda peninggian tekanan intrakranial. Peneliti lain memilih external ventricular drainage pada saat operasi. III.9.5 Penanganan gangguan endokrin 4 Mayoritas pasien dengan kraniofaringioma mengalami disfungsi endokrin, seperti gangguan pertumbuhan dan diabetes insipidus pada anak-anak, sedangkan pada dewasa sering terjadi kegagalan fungsi gonad dan juga hipoadrenalism serta hipotiroidism. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi sebelum operasi secara cepat dapat menggantikan kebutuhan kortikosteroid. Biasanya dosisnya setara dengan tiga kali kebutuhan kortison fisiologis harian yang diberikan dalam bentuk hidrokortison. Pada kasus tumor yang besar dengan edema otak,deksametason diberikan untuk stabilisasi otak dari kekurangan kortison. Gangguan cairan dan elektrolit akibat diabetes insipidus membutuhkan substitusi yang akurat melalui intravena ataupun dapat diberikan hormon antidiuretik. 4 4 Universitas Sumatera Utara III.10 PROGNOSA Angka survival dalam 5 tahun berkisar 55-85 12 . Angka survival kumulatif dalam 10 dan 15 tahun setelah operasi berkisar 68 dan 59. Angka survival setelah reseksi total lebih baik dibanding setelah reseksi subtotal. Penurunan komplikasi neurologi, endokrin dan optalmologi dapt meningkatkan outcome pada penderita kraniofaringioma. Penderita dewasa memiliki angka rekurensi yang lebih rendah 20 dibanding anak- anak 30. Apabila tumor diangkat keseluruhan angka rekurensinya kurang dari 20 sedangkan reseksi subtotal, angka rekurensinya mencapai 60. Untuk tumor-tumor yang di radiasi post operatif dapat mengurangi angka rekurensinya sampai 30. Kebanyakan rekurensi terjadi selama 3 tahun pertama sesudah terapi. 4 4

IV. DISKUSI KASUS