Pendidikan dan Pelatihan Kemunculan Pengusaha di Pilkada Aceh Barat

Jurnal Public Policy l73 DisperindagkopKabupaten Nagan Raya berkompeten dalam upaya membantu mempromosikan hasil produksi para pengusaha kecil. Bentuk kegiatan untuk memasarkan produk yang dihasilkan pengusaha kecil adalah berupa pameran-pameran maupun kerjasama lintas daerah. Manfaat yang diharapkan dengan mengikuti pameran-pameran itu adalah minimal masyarakat mengetahui produk dari industri kecil tersebut. DisperindangkopKabupaten Nagan Raya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pengusaha untuk mengikuti pameran dengan menyewa gerai sendiri. Namun untuk pameran berskala lebih besar yang membutuhkan biaya banyak, biasanya DisperindagkopKabupaten Nagan Raya akan mengkoordinir pengusaha kecil yang menghasilkan produk-produk unggulan di Kabupaten Nagan Raya. Selain pameran, untuk menunjang pengembangan dan akses serta pasar DisperindagkopKabupaten Nagan Raya melakukan kegiatan antara lain: - Pengembangan jaringan pasar UKM melalui kontak dagang dan temu usaha. - Promosi dan pameran produk - Pemetaan pasar produk UKM visualisasi dan publikasi melalui media televisi, media cetak dan radio. - Optimalisasi dan trading house dan website unggulan daerah. Sosialisasi. - Bimbingan administrasi UKM untuk meningkatkan ketrampilan pengelolaan usaha. - Pembinaan industri atau pedagang kaki lima - Peningkatan mutu produk dan penguatan sarana industri kecil.

b. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan dimana Disperindagkop Kabupaten Nagan Raya memberikan bantuan berupa pengetahuan dan ketrampilan berwirausaha kepada pengusaha kecil dan menegah dalam mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan usahanya. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan berupa pendidikan dan pelatihan secara teknis yang bertujuan untuk menambah ketrampilan berwirausaha, serta pelatihan manajerial yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan juga memperbaiki kemampuan manajerial dari pengusaha kecil. Dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan DisperindagkopKabupaten Nagan Raya akan menunjuk dan mengundang para pengusaha, juga oleh permintaan dari pengusaha kecil itu sendiri. Pelatihan ini dilakukan di gampong-gampong, aula kantor DisperindagkopKabupaten Nagan Raya, atau menyewa tempat untuk mengadakan pelatihan. Untuk waktu kegiatan pelatihan ini adalah tidak terjadwal, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan program yang akan disosialisasikan dan anggaran dana yang ada. Adapun materi yang disampaikan dalam kegiatan ini meliputi: 1. Manajemen Permodalan dan Keuangan Masalah permodalan merupakan masalah yang mendasar bagi pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Dalam pendidikan dan pelatihan dijelaskan tentang bagaimana cara mendapatkan pinjaman modal dam prosedur yang harus dilakukan. 2. Teknik Produksi Dalam materi teknik produksi ini dijelaskan tentang pengembangan metode produksi, inovasi produk, penggunaan teknologi atau peralatan baru dan lainnya. Seperti pelatihan komputerisasi, dimana DisperindagkopKabupaten Nagan Raya mengajak pengusaha kecil untuk belajar menggunakan komputer, yang bertujuan untuk menunjang kegiatan promosi dan pengembangan usaha mereka. Hal ini dikarenakan selama ini pengusaha kecil termasuk juga pengusaha batik tulis masih menggunakan teknologi yang terbatas dan sederhana dalam berproduksi. Untuk itu DisperindagkopKabupaten Nagan Raya mengenalkan teknologi baru yang mampu mendukung pengusaha kecil dan menengah. 3. Kewirausahaan. Jurnal Public Policy l74 Dalam hal ini pelatihan-pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berusaha teramat penting. Namun, bersamaan dengan atau dalam pelatihan itu penting pula ditanamkan semangat wirausaha. Bahkan hal ini harus diperluas dan dimulai sejak dini, dalam sistem pendidikan kita, dalam rangka membangun bangsa Indonesia yang mandiri, yakni bangsa niaga yang maju dan bangsa industri yang tangguh. Upaya ini akan memperkuat proses transformasi ekonomi yang sedang berlangsung karena didorong oleh transformasi budaya, yakni modernisasi sistem nilai dalam masyarakat. c. Pemberian Bantuan Pemberian bantuan yang dilakukan oleh Disperindagkop Kabupaten Nagan Raya adalah: 1. Bantuan Permodalan Terbatasnya modal merupakan masalah yang mendasar bagi setiap pengusaha kecil, tidak terkecuali bagi para pengusaha kecil batik tulis dalam mengembangkan usahanya. Hal inilah yang kemudian membuat DisperindagkopKabupaten Nagan Raya merasa perlu untuk memudahkan pengusaha kecil tersebut dalam memperoleh modal. Fasilitas permodalan yang dimaksud adalah bersumber dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nagan Raya melalui DisperindagkopKabupaten Nagan Raya, selain itu bantuan permodalan juga berasal dari pihak lain yaitu BUMN. DisperindagkopKabupaten Nagan Raya mengadakan program perkuatan modal merupakan pinjaman yang bersumber dari APBK dengan bunga 10-12 per tahun. Tingkat pinjaman masing-masing Rp. 5-50 juta. Sedangkan pinjaman dari BUMN Disperindagkop hanya berperan sebagai mediator antara pengusaha kecil dengan pihak ketiga. Sebagai contoh, pada tahun 2009 DisperindagkopKabupaten Nagan Raya memberikan bantuan pinjaman modal sebesar Rp. 500 juta yang berasal dari dana APBK kepada 68 pengusaha kecil. 2. Bantuan Peralatan Untuk bantuan peralatan biasanya dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan atau melalui penunjukan langsung dan permintaan dari pengusaha kecil. d.Monitoring dan Evaluasi UKM Beberapa trategi yang diimplementasikan oleh DisperindagkopKabupaten Nagan Raya untuk mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah yakni melalui bimbingan dan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian bantuan, juga melakukan monitoring dan evaluasi serta pelaporan dengan cara mendatangi tempat usaha tersebut untuk dievaluasi lanjutan serta diberikan pembinaan. Dengan begitu akan terlihat apa yang dilakukan oleh DisperindagkopKabupaten Nagan Raya benar-benar bermanfaat dan dimanfaatkan dengan baik oleh para pengusaha kecil tersebut. Dari strategi yang telah dilaksanakan oleh DisperindagkopKabupaten Nagan Raya, juga telah bermanfaat bagi pengusaha kecil dan menengahdalam pengembangan usahanya. Pembinaan permodalan melalui pemberian pinjaman modal dengan bunga lunak kepada pengusaha dari DisperindagkopKabupaten Nagan Raya yang disalurkan melalui koperasi dan lembaga keuangan lainnya dapat meningkatkan jumlah modal guna memperlancar proses produksi bagi pengusaha kecil dan menengah di Kabupaten Nagan Raya. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Nagan Raya a. Faktor Pendukung Salah satu faktor pendukung dalam penerapan strategi pengembangan UKM adalah terjalinnya kerjasama yang baik antara DisperindagkopKabupaten Nagan Raya, para pengusaha kecil menengah, dan pihak lain yang mendukung. Faktor lainnya adalah semangat dan kemauan Jurnal Public Policy l75 dari para pengusaha kecil dan menengah untuk saling bertukar informasi sehingga memudahkan aparat DisperindagkopKabupaten Nagan Raya dalam menjalankan tugasnya yakni membantu para pengusaha kecil. Hal ini juga yang akhirnya menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara kedua belah pihak. Kerjasama dari aparat DisperindagkopKabupaten Nagan Raya yang terbagi dalam 4 bidang, dimana setiap bidang memiliki peran sendiri-sendiri sehingga tidak terjadi lepas tanggungjawab atau tumpang tindih dalam suatu masalah. Bidang Perindustrian yang membidangi teknis produksi, Bidang Perdagangan yang membidangi masalah pemasaran dan, Bidang Koperasi dan UKM yang membidangi masalah permodalan dan kelembagaan. Selain itu kerjasama yang terjalin dengan instansi-instansi lain yang berkaitan, baik dalam maupun luar daerah juga mendukung dalam penerapan strategi pengembangan UKM ini, yakni a lembaga perbankan yang menjelaskan tentang prosedur dan pemberian pinjaman; b perusahaan atau instansi yang berperan dalam pemberian bantuan permodalan; c Dinas Pariwisata, dalam hal mempromosikan produk unggulan Kabupaten Nagan Raya; d Pemerintah Daerah Kabupaten Nagan Raya dan lembaga lainnya yang turut serta membantu dalam pengembangan industri kecil ini. b. Faktor Penghambat Selain terdapat faktor yang mendukungDisperindagkopKabupaten Nagan Raya dalam penerapan strategi pengembangan home industri batik tulis, terdapat 3 faktor yang menghambat dalam penerapan strategi ini, yaitu: 1. Faktor Penghambat Internal DisperindagkopKabupaten Nagan Raya sebagai salah satu instansi yang mempunyai wewenang dalam mengembangkan usaha kecil dan menengah diharapkan dapat melaksanakan tugas secara maksimal. Namun dalam pelaksanaannya, DisperindagkopKabupaten Nagan Raya sendiri mempunyai beberapa kendala, sehingga kurang dapat memaksimalkan program pengembangan UKM. Kendala tersebut antara lain: a. Tingkat kualitas dan kuantitas SDM aparat masih terbatas. b. Jumlah anggaran dana untuk program pengembangan UKM terbatas. c. Sarana dan prasarana penunjang yang masih kurang memadai 2. Faktor Penghambat Ekternal Kendala eksternal berasal dari luarDisperindagkopKabupaten Nagan Raya, kendala ini datang dari pengusaha atau pelaku UKM maupun keadaan lingkungan secara umum yang mempengaruhi iklim usaha. Kendala tersebut antara lain tingkat kualitas SDM masih terbatas dan minat berusaha masyarakat masih kurang SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menganalisa data-data, keterangan dan penjelasan yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa Disperindagkop Kabupaten Nagan Raya memiliki tugas membantu Bupati dalam melaksanakan kewenangan pemerintah kabupaten di bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan. Termasuk dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Sebelum menerapkan strateginya, DisperindagkopKabupaten Nagan Raya akan mengidentifikasi dan menganalisis UKM, yakni melihat kekuatan maupun kelemahan yang dimiliki oleh UKM tertentu, serta melihat peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh DisperindagkopKabupaten Nagan Raya. Dalam menjalankan misinya. Sesuai dengan petunjuk dari pemerintah pusat, terdapat strategi yang diterapkan oleh DisperindagkopKabupaten Nagan Raya dalam pengembangan Usaha kecil dan Menengah meliputi: pertama, Bimbingan dan Penyuluhan, meliputi a pengembangan ragam produk, b peningkatan kualitas produk, c penyuluhan perijinan, d pemasaran. Kedua, Pendidikan dan Pelatihan, meliputi a manajemen Jurnal Public Policy l76 permodalan dan keuangan, b teknik produksi, c kewirausahaan. Ketiga, Pemberian Bantuan, meliputi a bantuan permodalan, b bantuan peralatan. Keempat, Evaluasi dan pengawasan. Dalam penerapan strategi pengembangan UKM, terdapat faktor pendukung yaitu adanya jalinan kerjasama yang baik antara DisperindagkopKabupaten Nagan Raya dengan pihak pendukung seperti instansi, lembaga perbankan dan praktisi-praktisi lain yang terkait, serta hubungan yang harmonis dengan pengusaha kecil. Ada pula faktor penghambat, seperti faktor penghambat internal dari DisperindagkopKabupaten Nagan Raya yaitu tingkat kualitas dan kuantitas aparat masih terbatas, jumlah anggaran dana untuk program pengembangan UKM. Serta sarana dan prasarana penunjang yang masih kurang memadai. Faktor penghambat ekternal yaitu tingkat kualitas sumber daya manusia masih terbatas, kurangnya minat berusaha, B. Saran Dalam kegiatan pengembangan UKM yang dilakukan oleh DisperindagkopKabupaten Nagan Raya, maka penulis memberikan saran yang dapat dimanfaatkan oleh instansi-instansi terkait: 1. Penambahan frekuensi pertemuan. Dari 10 kali pertemuan dalam 1 bulan yang selama ini dilakukan, dapat ditambahkan menjadi 2-3 kali lipat frekuensi pertemuan antara pengusaha kecil yang ada di Kabupaten Nagan Raya, khususnya pelaku UKM.. 2. Diharapkan Disperindagkop Kabupaten Nagan Raya dapat menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar. 3. Menumbuhkan Minat generasi muda terhadap pentingnya bergelut dibidang usaha. REFERENSI Bryson, John. M. 2005. Perenca na anStra tegisBagiOrganisasiSosial. Yogyakarta: PustakaPelajar. Creswell, Moleong. 2007. Pendekatan Kualitatif dalam penelitian .Yogyakarta: PT Ikada Muda. Freddy Rangkuty. 2002. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis . Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. Hadari Nawawi. 2000. Manajemen StrategisOrganisasi Non Profit Bidang Pemer intahan . Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press. J.S. Badudu. 1989. KamusBesar Bahasa Indonesia . Jakarta: BalaiPustaka. Nurhajati. 2005. Paradigma baru Pengembangan Usaha Kecil Menengah UKMuntuk Meningkatkan Daya Saing Ekomomi . Unisma.Makasar. KingkinC.Ayu. 2007. PerananDinasKoperasidanUsahaKecilMenengahKotaSalatigadalam Pemberdayaan UKM Konfeksi Melalui Pemasaran . FISIP UNS. Jakarta. TutiWijayanti. 2 0 0 2 . RencanaStrategisKantorPariwisataKab.KlatendalamPengembanganObyek Wisata MakamSunanPandanaran , Jakarta. Undang-Undang Nomor20Tahun2008tentangUsaha MikroKecil dan Menengah Jurnal Public Policy l77 IDENTIFIKASI TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DESA KABUPATEN ACEH BARAT Nellis Mardhiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar nellismardhiahutu.ac.id Abstract Research to identify goals and objectives for the development of rural areas implemented by local governments in Aceh Barat by law No. 6 of 2014 concerning Indonesian villages. Government Regulation No. 43 of 2014 on regulations implementing the law on the entire territory of Indonesia. The idea in the construction of the village area, to establish an independent village-based autonomy based on decentralization of policy goals of development planning top-down central government and development activities in bottom-up to the local government at the village level that is able to run continuously to carry out nation-building and livelihood both nations in the economic, political, social, cultural and defence security, and science and technology. The qualitative research method with descr iptive approach to the phenomenon of primary and secondary data with the results of previous studies based on linkage with rural development. The theory of this study using the theory of decision-making and the development concept that has been implemented through the analysis of rural development top-down or bottom-up. Identify the goals and objectives of rural development is to create an autonomous rural development in a sustainable community economic empowerment. Keywords: Identification, Goals, Objectives, Development, Village Jurnal Public Policy l78 PENDAHULUAN Pembangunan adalah aspek paling penting dalam suatu Negara yang pada hakikatnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, demikian halnya Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Kesejahteraan ini akan dapat dicapai dengan mengurangi jumlah angka kemiskinan dan pengangguran. Realisasi tujuan dan sasaran pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Begitu pula dengan Potensi manusia berupa penduduk yang banyak jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga, mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan pelaksanaan program pembangunan tercapai. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat. Mengenai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yaitu Penataan Desa, Kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa, Keuangan dan Kekayaan Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Pedesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerjasama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan Lembaga Adat Desa dan Pembinaan dan Pengawasan Oleh Camat atau sebutan lainnya PP No 43 Tahun 2014. Desa merupakan wilayah yang memiliki hak otonom untuk mengatur dan meningkatkan pembangunannya sendiri. Seiring dengan perkembangan otonomi daerah, pemerintah pusat telah memberikan tugas perbantuan kepada pemerintah desa untuk selalu memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat melalui otonomi pemerintahan desa serta peran aktif partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Desa berdasarkan penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dalam pasal 1 ayat 1 tentang desa adalah adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan Desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa UU No.6 Tahun 2014, Pasal 18. Pelaksanaan dana desa dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomr 6 tahun 2014 tentang desa. Peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2015 tentang perubahan peraturan pemerintah nomor 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari pendapatan anggaran belanja negara, peraturan menteri keuangan negara nomor 93 tahun 2015 tentang pengalokasian, penyaluran, pemantauan dan evaluasi dana desa yang bersumber dari APBN, dan peraturan menteri desa pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi nomor 5 tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan dana desa tahun 2015. Menindaklanjuti peraturan tersebut di atas maka pelaksanaan pembangunan desa dilaksanakan secara desentralisasi dalam perwujudan pembangunan desa melalui perencanaan pembangunan yang berbasis autonomi dalam rangka menciptakan kemandirian untuk meningkatkan pemberdayaaan masyarakat secara kesinambungan. Untuk itu, dalam rangka Jurnal Public Policy l79 perwujudan pembangunan ini memerlukan sumberdaya yang handal dalam proses pengelolaan pembangunan tepat sasaran agar dapat dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku. Gagasan pembangunan ini telah diwujudakan diseluruh polosok Indonesia sejak tahun 20152016. Maka untuk itu dalam pelaksanaan pembangunan tersebut harus dapat diketahui tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Alokasi pembangunan dana desa harus dapat diindentifukasikan sesuai dengan tujuan dan sasarn dalam pelaksanaan pembangunan. Maka berdasarkan acuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat secara pembangunan top-down iaitu basis pembangunan desa yang akan merencanakan dengan analisis bottom-up ketingkat pemerintah desa. Alokasi penggunaan dana desa yang berbasis otonomi tersebut adalah70 digunakan untuk mendanai pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan 30 digunakan sebagai honorium dan operasional pemerintah desa. Maka setiap desa harus mampu memperhatikan persyaratan yang tercantum dalam undang-undang yang berlaku. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dijelaskan pada bagian ketiga bahwa dalam pembangunan desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan guna mewujudkan pengarustamaan perdamaian dan keadilan sosial. Kedudukan Aceh sendiri merupakan salah satu provinsi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai beberapa keistimewaan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Keistimewaan Daerah, dan Gampong menjadi salah unsur dari keistimewaan itu sendiri. Namun pelaksanaan Pembangunan Gampong tentu merujuk pada perundang-undangan baik itu penganggaran dan pengelolaan dalam pembangunan Gampong. Dalam melaksanakan pembangunan tentunya diperlukan suatu pola menejerial dalam pengelolaan pembangunan, pola manejerial tersebut dimaksudkan agar setiap program pembangunan yang hasilnya akan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Alokasi dana desa di Aceh Barat tahun 2015 berjumlah 143 Milyar yang harus disesuaikan dengan perolehan dana desa yang bersumber dari aturan yang berlaku dalam proses penggunaannya dilihar berdasrkan kriteria iaitu, alokasi dana dasar, dibagi rata setiap desa sebesar 90, dan alokasi dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah serta ingkat kesulitan geografis setiap desa sebesar 10. Sejumlah dari alokasi tersebut di pemerintah daerah Aceh Barat secara dekonsentrasi pemerintah Aceh Barat telah mekasanakan tugas dan kewajipan dalam memberikan pendampingan secara horizontal muapun dengan secara vertikal dengan upaya dapat menwujudakan tujuan dan sasaran pembangunan yang telah diamanahkan dalam undang-undang yang berlaku. Maka oleh karena itulah dalam artikel ini ingin membahas secara mendalam dari segi kedudukan undang-undang dapat dipahami analisis tujuan dan sasaran berdasarkan undang- undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa di wilayah Aceh Barat pada tahun 2015. KAJIAN LITERATUR Nilai sebuah kebijakan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan apabila didukung oleh berbagai faktor, salah satunya ketepatan pemilihan kebijakan atau keputusan sesuai dengan yang dibutuhkan publik , serta didorong oleh dukungan responsibilitas masyarakat yang partisipasi terhadap suatu kebijakan pemerintahan termasuk taat kepada hukum dan peraturan . Namun sebuah Negara hukum tentunya tidak dapat begitu saja menjalankan fungsi sebenarnya dari hukum itu sendiri, diantaranya masih diperlukan kesadaran hukum dari setiap warganya, kesadaran tersebut tidak hanya sebatas kepatuhan, akan tetapi pemahaman secara mendalam terhadap tujuan suatu kebijakan yang merupakan intisari suatu keputusan, selain dari Jurnal Public Policy l80 pada hal-hal lain yang berkaitan dengan kebijakan, seperti ketepatan pengambilan keputusan, serta implementasi yang baik dan benar, juga dengan dukungan dari berbagai elemen dan factor- faktor yang berpengaruh. Kebijakan pemerintah desa merupakan salah satu produk hukum karena setiap pemerintah desa secara hukum pun memiliki wewenang tersebut. Meskipun berskala kecil dan lokal yang menyangkut mencakup wilayah administrasi desa itu sendiri. Secara undang-undang kebijakan formal di level desa tertuang dalam bentuk peraturan desa. Secara struktur undang-undang dan ketatanegaraan, peraturan desa merupakan bentuk tindak lanjut serta penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi, bukan untuk menjalankan otonomi secara independen, melainkan tanggung jawab otonomi desa tetap ada di bawah wewenang dan pengawasan pemerintah kotakabupaten. Meskipun demikian desa memiliki hak dan wewenang berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan nasional secara umum serta pembangunan desa sendiri secara khusus. Tachjan. 2006: 59. Harnako 2008 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pembangunan dalam era otonoi daerah harus lebih proaktif partisipasi masyarakat demi terciptanya pembangunan yang secara partisipatif dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Namun dalam pembangunan desa di era autonomi ini ke depan harus lebih terampil supaya pembangunan dapat menciptakan kemdirian bagi desa dalam menjalankan pembangunan. Demikian pula penelitian Nurwanti 2008 menjelaskan bahwa Pemerintah desa dalam upaya pembangunan desa merupakan unsur pelaksana utama dalam melaksanakan perencanaan, menfasilitasi serta mendorong kewajipan kepada masyarakat secara partisipatif supaya mampu menciptakan pembangunan yang berinovasi dan kesinambungan dalam pelaksanaan pembangunan. Peranan pemeintah desa dalam pembangunan desa adalah memberdayakan kelembangaan desa yang pro aktif dalam meningkatkan partisipasi pembangunan desa yang keberlanjutan. Twikromo 2008 dalam penelitiannya menjelaskan bahawa pemerintah desa juga merupakan sebagai elit politik dalam melaksanakan pembangunan yang wajib dijalankan sesuai dengan amanah undang-undang yang berlaku dalam mneyukseskan pembangunan desa. Purwaningsih 2008 dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa sebagai nilai yang sangat murni dalam menjalankan sistem pemerintahan yang model bottom-up playning sangat penting untuk berpartisipatif dalam menjalankan pembangunan. Menurutnya pelaksanaan pembangunan ini merupakan sebagai sebuah nilai kewujudan dalam mengindentifikasikan permasalahan pembangunan, potensi dan sesuai dengan wilayah nya dalam merencanakan pembangunan di tingkat desa untuk pemberdayaan masyarakat secara kesinambungan. Begitupula dalam penelitian Munawaroh 2008 pembangunan desa memerlukan partisipasi masyarakat buakan hanya dalam bentuk fisik namun nilai pendidikan dan pengetahuan, dan kondisi geografis keadaan desa juga mempengaruhi pelaksanaan pembangunan dan kerlibatan masyarakat. Maka oleh karena itu, peranan pemerintah desa sebagai elit dalam pembangunan desa harus menjadi perhatian pemerintah desa dalam memajukan desa secara kesinambungan harus menempatkan tugas hak dan kewajipan kepentingan masyarakat. Mardhiah 2015 hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah pada umumnya telah memberikan pemahaman kepada aparatur ditingkat dalam perencanaan pembangunan yang partisipatif. Namun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesiapan aparatur desa ini masih lemah dari segi sumberdaya manuasia dalam mengelola pelaksanaan pembangunan sebagai yang telah direncanakan. Begitu pula penelitian yang sama pada tahun 2016 yang telah dilakukan oleh beliau bahwa pembangunan desa harus lebih optimal kembali di tingkat pemerintah daerah dalam memberikan pemahaman tentang keberadaan tentang undang-undang supaya dapat mencipatakan pembangunan yang handal dalam aktualisasi diri pemerintah dalam inovasi mencipatakan pembangunan yang keberlanjutan yang telah direncanakan dalam RAPBG mahupun ketersediaan dalam APBG di tingkat desa. Demikian pula penelitian Pakeh, 2016 tentang implementasi dana pembangunan gampong meruapakan nilai pembangunan Jurnal Public Policy l81 masyarakat yang partisipatif dalam proses pembangunan baik perencanaan, penganggaran pembangunan yang dijalankan. Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan pembangunan desa yang partisipatif merupakan sebuah nilai normatif yang harus diwujudkan dari peraturan yang berlaku untuk menciptakan pembangunan desa yang mandiri yang berbasisi autonomi melalui sistem bottom- up yang partisipatif. Kebijakan Publik Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan pertama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan publik merupakan modal utama yang dimiliki pemerintah untuk menata kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Dikatakan sebagai modal utama karena hanya melalui kebijakan publiklah pemerintah memiliki kekuatan dan kewenangan hukum untuk memanej masyarakat dan sekaligus memaksakan segala ketentuan yang telah ditetapkan. Walaupun memaksa, akan tetapi sah dan legitimate karena didasari regulasi yang jelas. Kalau di Indonesia bukan hanya sekedar Undang-Undang yang menjadi dasarnya, akan tetapi konstitusi Negara yang memberikan kewenangan itu sehingga kebijakan public memiliki kekuatan otoritatif. UUD 45 dalam pembukaannya mengatakan: “untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia maka dibentuk pemerintah Negara Indonesia”. Dengan statetment ini maka jelas tugas pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya harusdapat melindungi dan memberi rasa aman kepada seluruh masyarakat dan tumpah darah Indonesia. Sulaiman 1998 : 24 : Kebijakan Publik itu adalah sebagai suatu proses yang mengandung berbagai pola aktifitas tertentu dan merupakan seperangkat keputusan yang bersangkutan dengan tindakan untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang khusus. Dengan demikian maka konsep kebijakan public berhubungan dengan pola aktivitas pemerintahan mengenai sejumlah masalah serta mengandung tujuan. Aminullah dalam Muhammadi 2001: 371-272 : Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintahan sebagai public actor,terkait dengan kebijakan public maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Jadi dari penjelasan menurut para ahli diatas dapat kita simpulkan Kebijakan public adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu dimasyarakat dimana penyusunannya melalui berbagai tahapan dan segala sesuatu sesuatu yang berkaitan dengan keputusan pemerintah, baik berupa program, peraturan dan lain-lain. Menurut Thomas R. Dye 1995 dan James Anderson 2008 ada tiga alasan yang melatarbelakangi kebijakan publik adalah pertama; pertimbangan atau alasan ilmiah scientific reasons . Kebijakan publik dipelajari dalam rangka untuk menambah pengetahuan yang lebih mendalam. Mulai asalnya, prosesnya, perkembangannya, serta akibat-akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat Anderson, James E. 2008. Proses perumusan kebijakan menurut Freemen dan Sherwood yang mengembangkan model C, yakni model proses pengembangan kebijakan social-policy development process model mengkemas proses pembuatan kebijakan ke dalam 3 tahapan adalah identifikasi, implementasi dan evaluasi. Proses perumusan dalam kebijakan ini dapat digambarkan dalam Gambar 1 seperti berikut: Jurnal Public Policy l82 Gambar 2.1: Model Segitiga Perumusan Kebijakan Tahap identifikasi Menurut Freemen dan Sherwood dalam buku Suharto, 2010: 78 Identifikasi adalah masalah dan kebutuhan yang merupakan tahap pertama dalam perumusan kebijakan sosial adalah mengumpulkan data mengenai permasalahan sosial yang dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi unmet needs . Implementasi Kebijakan Publik Menurut Van Meter dan Van Horn 1975 dalam Agustino, 2006: 138 Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai-bagai kepentingan. Serta tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan peda terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan. Serta implementasi itu dianggap sederhana meski anggapan ini menyesatkan. Dengan kata lain, kelihatannya tidak mengandung isu-isu besar Van Meter dan Van Horn, 1975: 450. Problem implementasi diasumsikan sebagai sebuah deretan keputusan dan interaksi sehari- hari yang tidak terlalu perlu mendapatkan perhatian dari pada sarjana yang mempelajari politik. Implemetasi kebijakan yang dilakukan mengulaskan melalui pendekatan yang berbeda-beda untuk analisis tentang bagaimana kebijakan dilaksanakan dan dipraktikkan Pearson, 2006: 463. Pembangunan top-down Pendekatan top-down ini memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan adalah segala sesuatu yang baik diserahkan ke tangan sang pencipta. Segala sesuatu adalah buruk ditangan manusia. Model rasional ini berisi gagasan bahawa implementasi menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan, dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem; implementasi adalah soal pengembangan sebuah program kontrol yang menimbulkan konflik dan deviasi dari tujuan yang telah ditetapkan oleh hipotesis kebijakan Pressman dan Wildavsky, 1973. Gagasan dalam rasional melalui pendekatan implementasi Top-down juga seperti dalam pernyataan Max Weber dalam pernyataan Dunsire, 1990: 26 gagasan rasionalitas tersebut hakikat birokrasi adalah kapan sesuatu tersebut berjalan dengan benar. Pemahaman tentang hakikat birokrasi adalah dari segi struktural, adalah fungsi spesialisasi yang sudah maju baik diranah horizontal mahupun vertikal. Implementasi kebijakan yang dilakukan merupakan proses pemikiran yang disebut sebagai “pelaksanaan” opertionalising ; dan penataan organizing “perekayasaan” atau “pendesainan” yang disebut dengan “pemprograman”programming”. Pendekatan sistem rasional buttom-up Persoalan dalam kerangka buttom-up menekankan pada fakta bahwa implementasi memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan. Para profesional punya peran yang penting dalam menjamin pelaksanaan sebuah kebijakan Parsons, 2006: 471. Identifikasi Implementasi Evaluasi Jurnal Public Policy l83 Persoalan dalam pendekatan di atas membawa maksud adalah kerangka Top-Down dan Bottom-up bahwa kerangka itu cenderung menyederhanakan kompleksitas implementasi. Dua model awal yang memadukan dan mengembangkan pandangan dari kedua pendekatan tersebut adalah model yang dikembangkan oleh Lewis dan Flynn 1978. Lewis dan Flynn mengajukan sebuah model beheviorial yang memandang implementasi sebagai “tindakan” action dari individu yang dibatasi oleh dunia luar organisasi dan konteks institusional sebagai tindakan di lingkungan masyarakat. Seperti dalam Gambar 2 berikut ini tentang model Lewis dan Flyyn. Su Sumber: Lewis Flynn 1978: 11 Pelaksanaan kebijakan dalam kenyataannya ada ketidakpastian mengenai tujuan dan sasaran kebijakan; kekaburan dan ambiguitas tentang kebijakan dan ketidakpastian tentang pelaksanaannya; prosedur yang kompleks; inkonsistensi antara kekuasaan dan problem; dan konflik berasal dari partisipasi publik, aktivitas kelompok penekan dan perselisihan politik Lewis dan Flynn, 1978: 5. Interaksi dengan luar, konteks organisasi dan institusi, berarti pula bahawa tujuan kebijakan bukan sumber pedoman bagi tindakan. Oleh sebab itu sangat penting diketahui bahawa tindakan dari resolusi konflik antara dua prioritas dengan area kebijakan; mungkin mendahului formulasi prosedur untuk mengatasi kebijakan dengan kasus serupa dimasa depan; atau dengan apa yang dirasakan sesuai dengan situasi ketimbang pemenuhan tujuan aslinya Lewis dan Flynn, 1978: 7. Evaluasi Kebijakan Menurut Michael scriven 1969“Pengevaluasi harus mengevaluasi” merupakan penilaian itu sendiri tetapi sekaligus juga merupakan tautology. Karena itu lupakan anggapan bahwa evaluasi merupakan persoalan opini atau selera .Evaluasi merupakan persoalan fakta dan logika dan lebih penting dari yang paling penting Dunn ,1992. Evaluasi dalam artian singkat guna untuk melihat sejauhmana program kebijakan meraih dampak yang diinginkan. Perubahan kebijakan merupakan tahap selanjutnya setelah evaluasi setelah masalah-masalah timbul atau kegagalan-kegagalan kebijakan bisa diidentifikasi, sehingga ada siklus perubahan kebijakan. Adapun fungsi evaluasi kebijakan memainkan sejumlah fungsi utama dalam menganalisis kebijakan. Pertama ; evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakanyaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat di capai melalui tindakan publik. Maka dalam hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan lah tertentu dan target tertentu telah di capai. Kedua ; evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga ; evaluasi member sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya termasuk perumusan masalah dan rekomendasi . Pembangunan Desa Pembangunan Desa merupakan bagian dari Pembangunan Nasional dan Pembangunan Desa ini memiliki arti dan peranan yang penting dalam mencapai tujuan nasional, karena desa Dunia Di luar Organisasi Individu dalam Organisasi Saluran Tindakan Jurnal Public Policy l84 beserta masyarakatnya merupakan basis dan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Kartasasmita 2001:66 mengatakan bahwa hakekat pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang merupakan titik pusat dari segala upaya pembangunan dan yang akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan yang akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan. Pada hakekatnya pembangunan desa dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah terutama dalam memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan pembinaan, dan pengawasan agar dapat ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam usaha menaikan taraf hidup dan kesejahteraannya. Kebijakan Pembangunan perdesaan tahun 2010-2014 diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat perdesaan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, Memperluas akses masyarakat terhadap sumber daya produktif untuk pengembangan usaha seperti lahan, prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi, teknologi dan inovasi, serta akses masyarakat ke pelayanan publik dan pasar; Kedua, Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan kualitasnya, dan penguatan kelembagaan serta modal sosial masyarakat perdesaan berupa jaringan kerjasama untuk memperkuat posisi tawar. Ketiga, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dengan memenuhi hak-hak dasar; dan Keempat, Terciptanya lapangan kerja berkualitas dipedesaan, khususnya lapangan kerja non pemerintah. Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mentaljiwa, fisikraga, inteligensia kecerdasan dan kesadaran bermasyrakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai Sistem Pembangunan Desa. Pembangunan desa menurut Muhammad Zainul Abidin 2015 dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam Mendukung Kebijakan Dana Desa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan ADD dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan disalurkan bagi pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan pendapatan sehingga berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, sejumlah hasil penelitian yang telah diangkat dalam kajian tersebut telah mengungkapkan bahwa penggunaan ADD masih menemui sejumlah hambatanpermasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan, kualitas pelaporan, dan lemahnya kelembagaan desa serta koordinasi dengan Pemerintah Daerah KotamadyaKabupaten. Begitu pula penyataan Muhammad Hasbi 2015 bahwa penggunaan dana gampong evaluasi dana gampong Alue Lhee berdasarkan program-program yang telah dilakukan selama 5 lima tahun yang dana diambil dari dan ADG Alokasi Dana Gampong telah terlaksana dengan baik. Keadaan demikian menunjukkan bahwa manajerial pemerintah Gampong tepat sasaran dalam pelaksanaan pembangunan di sesuaikan dengan target pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka oleh karena itu, pembangunan dapat berjalan secara kesinambungan. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Aceh barat terdiri dari 12 kecamatan dan 322 desa.Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah hasil wawancara secara mendalam dan langsung informan kunci yang berkaitan dengan Bupati, Bappeda, Kepala Desa dan Tuha Peut yang terwakili dari beberapa wilayah Kecamatan. Pengumpulan data primer Jurnal Public Policy l85 dengan menggunakan instrumen penelitian, yaitu interview guide dan wawancara tak tersruktur”. Metode pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam indept interview dan hasil FGD Moleong 2011, h. 186 mengatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, di mana percakapan itu dilakukan oleh pewawancara interviewer atau yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai inteveiweer . Penentuan informan menggunakan snowball sampling di mana penentuan informan dari jumlah yang terkecil sampai pada jumlah yang terbesar sehingga mencapai data jenuh Sugiyono, 2005, h. 53-54. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah sederhana, diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara, peneliti akan terjun kelapangan sendiri, baik pada grand tour question , tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan Sugiono, 2013 : 307. Secara umumnya analisis bersifat kompleks dari segi pelaksanaannya yaitu untuk mengorganisisr data hasil wawancara dengan informan di lapangan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Identifikasi Tujuan dan Sasaran Pembangunan Desa Pelaksanaan pembangunan desa yang dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat melaui tahapan awal adalah Pelaksanaan Sosialisasi undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Pelaksanaan undang-undang tersebut telah dituangkan dalam bentuk peraturan Bupati Aceh barat. Pelaksanaan sosialisasi dengan tujuan dalam rangka menyukseskan dana desa di Kabupaten Aceh Barat. Dalam rangka menyukseskan pelaksanaan kegiatan ini Bupati dan Bappeda dan seluruh stakeholders menyukseskan dalam tahapan pelaksanaan sosialisasi undang-undang ini dengan tujuan dapat melaksanakan pembangunan desa yang mandiri yang berbasis autonomi. Pelaksanaan sosialisasi tahap awal tentang peraturan pengalokasian dana desa dan rancangan peraturan Bupati tentang dana desa. Pelaksanaan sosialisasi tentang dana desa ini di Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 19 -27 Januari 2015 di seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat. Pelaksanaan kegiatan ini adalah kegiatan lokakarya di Kantor Bappeda di Kabupaten Aceh Barat mengenai keberadaan informasi dana desa. Peserta dalam pelaksanaan dana desa ini adalah Keucik dan Tuha Peut serta tokoh masyarakat dan para kaur pembangunan yang ikut serta sebagai partisipan dalam pelaksanaan sosialisasi dana desa. Identifikasi dana desa merupakan langkah yang dimaksud oleh pemerintah daerah untuk memberikan pemahaman kepada aparatur desa di wilayah kecamatan adalah harus mengetahui permasalahan pembangunan di pemerintahan desa baik pembangunan fisik mahupun non fisik dengan harapan dapat diwujudkan dan diselaraskan dalam pelaksanaan pembangunan melalui dana desa. Selanjutnya kegiatan sosialisasi ini dengan melakukan pelatihan lebih mendalam kepada para peserta dari unsur kecamatan dilaksanakan pada tanggal 5 febuari 2015 di aula Bappeda Kabupaten Aceh Barat. Kegiatan ini yang dimaksud oleh pemerintah Aceh Barat adalah para aparatur wilayah Kecamatan dapat membimbing aparatur desa dalam penyusunan perencanaan pembangunan iaitu RPJMG Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Gampong, RKPG Rancangan Keuangan Pembangunan Gampong dan APBG Anggaran Pendapatan Belanja Gampong sekali gus dalam gagasan ini dilakukan oleh pemerintah Aceh Barat sebagai tim verifikator dokumen dalam perencanaan pembangunan gampong. Maka untuk itu, pemerintah wilayah kecamatan harus secara akuntabel dapat menyelaraskan perencanaan pembangunan dengan aparatur desa di wilayah kecamatan dengan harapan pembangunan dapat berjalan secara kesinambungan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jurnal Public Policy l86 Sasaran Pembangunan Desa Jenis kegiatan pelaksanaan pembangunan desa dilakukan melalui hasil MUSRENBANGDES yang telah ditetapkan. kemudian hasil dari pelaksanaan musyawarah tersebut Keucik sebagai kepala desa sebagai lembaga eksekutif dan Tuha Peut atau lembaga legislatif melaksanakan sasaran pembangunan sesuai dengan aturan yang berlaku. Sasaran pembangunan sesuai dengan aturan yang ada tidak dibenarkan untuk pembangunan rumah ibadah. Rumah ibadah merupakan sebuah hasil dari swadaya masyarakat. Sasaran pembangunan yang lain nya adalah rehabilitasi infrastruktur sarana dan prasarana pemerintahan desa, atau pun pengadaan yang baru dalam saranan ini. Namun, dalam pengelolaan dana desa ini lebih diarahkan dalam pemberdayaan perekonomian masyarakat, sosial budaya sei dan olahraga, pelatihan barang dan jasa ke masyarakat, penanggulangan bencana, penanggulangan sampah, saluran irigasi persawahan. Pelaksanaan Pembangunan Desa Pelaksanaan pembangunan desa dilaksanakan oleh masyarakat secara partisipatif, dengan kata lain pelaksanaan pembangunan yang berdasarkan dana desa tahun 2015-2016 berdsarkan hasil data dilapangan adalah hasil dari swadaya masyarakat. Begitu pula sistem pelaksanaan dalam pengadaan barang dan jasa sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa oleh TPK Tim Pengelola Kegiatan yang berjumlah 5 yang terdidiri dari ketua, sekretaris, anggota 3 orang dengan melibatkan masyarakat yang berpotensi dan peduli terhadap perencanaan dan pengembangan pembangunan di desa. Peran yang dimaksud tokoh pemuda dan tokoh perempuan. Tokoh perempuan dalam pembangunan sangat mempengaruhi kedudukannya. Hal ini disebabkan keberadaan perampuan merupakan upaya perkembangan dalam lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari. Maka oleh karena itu, perempuan dalam pembangunan dapat dijadikan sebagai gagasan pembangunan bangsa secara aspiratif. Persyaratan khusus menjadi tim pelaksana kegiatan adalah unsur perempuan, Keucik, Sekdes dan Bendahara. Sedangkan Tuha Peut tidak termasuk anggota TPK. Pelaksanaan pembangunan desa dalam PERBUP tersebut telah dijelaskan bahwa pelaksanaan swakelola yag dilaksanakan oleh TPK melalui tahap kegiatan persiapan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan hasil dan pertanggungjawaban hasil pekerjaan. Namun bagi pekasanaan hasil kegiatan dengan memakai sarana yang diperlukan seperti peralatan berat tidak dapat diswadaya sendiri oleh TPK. Hal ini TPK dapat melaksanakan penyediaan barang dan jasa oleh pihak lain yang mampu di anggap oleh TPK. Pelaksanaan pembangunan desa juga melibatkan stakeholders aparatur desa dan Tuha Peut agar dapat mengelola dan tersebut dengan baik. Kemudian Keucik sebagai kepala desa dapat membina aparatur dibawahnya sesuai dengan manajemen kepemimpinan menjalin komunikasi yang baik dengan mengutamakan tim dalam menyukseskan pelaksanaan pembangunan desa. Dana desa yang dimaksud untuk menumbuhkan syair islam di peringkat desa sebagai yang telah diamanahkan dalam peraturan yang berlaku. SIMPULAN Identifikasi sasaran pembangunan desa diwilayah Aceh Barat dapat diketahui bahwa telah dilakukan melalui sosialisasi tentang sasarn pembangunan dan tujuan pembangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Begitupula sasaran pembangunan terlebih dahulu yang harus menjadikan pusat perhatian adalah infrastruktur desa terutama kantor atau balai desa sebagai sasaran dan sarana dalam memberikan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan pembangunan desa dari sejumlah wilayah Aceh Barat belum dapat diidentifkasikan dengan jelas memerlukan waktu penelitian lanjutan tentang pelaksanaan dan pengelolaan pembangunan desa. Maka untuk itu, dalam pelaksanaan pembangunan desa sudah Jurnal Public Policy l87 direalisasikan sesuai dengan aturan yang berlaku melalui proses sosialisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Aceh Barat. Unsur pembangunan dan dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan merupakan hasil dari swadaya masyarakat sendiri dalam perencanaan pembangunan terutama pembangunan ekonomi yang dirahkan sebagai pemberdayaan masyarakat sebagai inovasi pembangunan desa yang keberlanjutan. Namun dalam swadaya pembangunan ini dalam aspek pembangunan sosial budaya adalah infrastruktur pembangunan ibadah merupakan swadaya masyarakat sendiri dalam pembangunan. Ucapan Terima Kasih Ucapan Terimakasih penulis mengucapkan kepada Allah SWT telah memberikan kesempatan waktu kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah menyetujui perencanaan penelitian ini dilakukan di lokasi penelitian selama tahun bulan mei tahun 2015 dan siap pelaksanaan akhir tahun 2016. Dan kepada pihak LPPM yang telah memberikan rekomendasi dalam pelaksanaan penelitian ini di Kabupaten Aceh Barat. Kemudian penghargaan yang sepihak Bappeda Aceh Barat yang telah menluangkan waktu dan memberikan data dan informasi mengenai pelaksanaan pembangunan gampong di wilayah Aceh Barat. Begitu juga kepada rekan-rekan teman sejawat yang telah membantu memberikan dokumen dan data informasi yang berkenaan tentang penelitian ini selama berlangsung. Demikian penulis sampaikan dalam kekeliruan dalam tulisan ini penulis memohon maaf semoga data informasi yang telah disajikan dalam tulisan ini dapat dijadikan sebagai inspirasi dan sumber referensi bagi penulis tentang pembangunan desa yang lain di seluruh wilayah Indonesia. REFERENSI Anderson,J.E. 2008. Public Policy Making Eigtht.,p. 125. New York: Praeger. Dunn, W.N. 1992. Analisis Kebijakan Publik Edisi., Ke-2., p. 22. Gajah Mada: University Press Harnoko.D., 2008 Pembangunan di Tingkat Lokal dalam Autonomi Daerah, Jurnal Sejarah Budaya. Vol. III. No. 6. p. 391 Lewis, J. and R. Flynn. 1978, The Implementation Of Urban and Regional Planning Policies. London: Final Report Of A Eassibility Study For Departement of the Environment. Lindblom, C. 1968. The Policy Making Process . Prentice-Hall. Englewood Cliffs, N.J. Nauendorf, K.A. 2012. The Content Analysis Guidebook . Sage: Publication Limited. 2012 Nurwanti. Y.H. 2008. Pemerintah Desa Dalam Upaya Pembangunan Desa. Jurnal Sosial Budaya. Vol. III. No. 6. p. 398 Mardhiah. N, M.N. 2016. Kesiapan Pemerintah Darah Dalam Memberikan Pemahaman Kepada Aparatur Gampong Tentang Undang-Undang Desa. Prosiding Nasional IAPA. p.105 Munawaroh. 2008. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jurnal Sosial Budaya. Vol. III. No. 6. p.453 Pakeh. A. 2016. Impelementasi Kebijakan Dana Gampong. Jurnal Public Policy. Vol. II. No. I p.23 Jurnal Public Policy l88 Purwaningsih E. 2008 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jrnal Sosial Budaya. Vol.III. No. 6. p.443 Pearson,W. 2006. Public Policy . University Kingdom. London Pressman, J. and A. Wildavsky. 1973. Implementation . University California Press. Barkeley Suharto, E. 2012. Analisis Kebijakan Publik . Bandung : Alfabeta Sulaiaman. A. 2008. Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Pembangunan Indonesia, Bina Aksara. Jakarta Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif . Alfabeta. Bandung Strauss, A.L. 1987. Qualitative Analysis For Social Scientist . Press Sydicate University Cambridge. New York Twikromo. Y.A, 2008. elit Lokal Dalam Pembangunan Desa. Jurnal Sejarah Budaya. Vol. III. No, 6. p.407 Tachjan. 2006. Impementasi Kebijakan Publik. AIPI. Bandung. Van Meter at. all. 1975. The Policy Implementation Process: A Conceptual Framwork . Administration at Society Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo. Jakarta Dokumen: Undang-Undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Desa Jurnal Public Policy l89 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN WILAYATUL HISBAH DALAM PENEGAKAN QANUN DI KABUPATEN ACEH BARAT Apri Rotin Djusfi 1 ,Cut Rina 2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar aprirotin87gmail.com Cutrina63yahoo.co.id Abstract The purpose of this research is to know the duties and functions of civil service police unit and wilayatul hisbah in enforcing qanun. Determination of the sample is done by purposive sampling method The research method used qualitative descriptive research. Data collection techniques used three ways: observation, interview, and documentation. The results showed that the tasks of Satuan Pamong Praja Police Unit essentially bind the relationship between members groups members of society with the government, basically the three pillars that are related to each other and can not be separated. The three pillars are: First, tranquility is a feeling of the soul of a person community member who enjoys his life comfortably free from both physical and spicical disturbances and threats. All activities, creativity, productivity of citizens can be done without fear of fear and worry. Second, peace is an order in a living environment manifested by the existence of human behavior, both personal and as a member of society that adheres to the rules of religious norms, social norms and applicable legislation. Thirdly, the enforcement of regulations including norms and values is an important means for the realization of order. Satpol PP and WH Kabupaten Aceh Barat have the task of upholding Qanun and organizing peace and public order and protection of society and enforcement of syariat islam. Keywords: Civil Service Police Unit, the WH, Enforcement Qanun Jurnal Public Policy l90 PENDAHULUAN Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana negara-negara di dunia secara langsung maupun tidak langsung mengharapkan terjadinya interaksi antar masyarakat yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya. Pada era globalisasi tersebut semakin menampakkan kepentingan tatkala pintu Otonomi melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah semakin terbuka lebar. Pada keadaan ini semua sektor lini pada pemerintahan sangat dibutuhkan dalam hal menciptakan suatu sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu lembaga yang sangat berperan dalam mendukung terciptanya prinsip pemerintahan yang baik dilingkungan pemerintahan daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP dan Wilayatul Hisbah WH. Pada masa penjajahan Belanda Satuan Polisi Pamong Praja dikenal dengan nama Bailluw berasal dari bahasa jawadan telah beberapa kali berganti nama menjadi kepanewon serta Detasemen Polisi Pamong Praja, baru kemudian pada Tahun 1950 melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor UR 32221 Tanggal 3 Maret 1950 Tentang Perubahan Nama Detasemen Polisi Pamong Praja menjadi Satuan Polisi Pamong Praja, dimana selanjutnya tanggal 3 Maret ini dijadikan hari lahirnya Satpol PP dan untuk diperingati pada setiap tahunnya. Polisi Pamong Praja adalah sebuah organisasi yang hubungannya sangat erat dengan masyarakat karena fungsi utamanya adalah menjaga ketertiban umum danketentraman masyarakat. Istilah Pamong Praja adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa jawa yang mengandung arti filosofis cukup mendalam, Pamong adalah seseorang yang dipandang, dituakan dan dihormati sehingga memiliki fungsi sebagai pembina masyarakat diwilayahnya. Selanjutnya makna dari kata Praja adalah rakyat masyarakatnya. Dapat disimpulkan Pamong Praja yaitu petugas atau individu yang dihormati guna membina masyarakat diwilayahnya agar tertib dan tentram. Di Kabupaten Aceh Barat cikal Satuan Polisi Pamong Praja diawali dengan sebuah Sub Bagian Ketertiban pada Bagian Pemerintahan Setdakab Aceh Barat, pada Tahun 1999 ditingkatkan statusnya menjadi Bagian Ketertiban pada Setdakab Aceh Barat yang sekaligus membawahi Satpol PP baru kemudian pada Tahun 2003 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Aceh Barat, kelembagaan Bagian Ketertiban dipindahkan dari Setdakab Aceh Barat ke Dinas Kebersihan, Penertiban dan Lingkungan Hidup dan berulah berubah dari Bagian menjadi sebuah Bidang. Baru pada Tahun 2008 kelembagaan Bidang Ketertiban diubah menjadi Satuan Polisi Pamong Praja dan digabungkan dengan Satuan Wilayatul hisbah melalui Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat dan Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penjabaran, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh Barat. Pada Tahun 2004 melalui Keputusan Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 01 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Wilayatul Hisbah, dibentuklah sebuah organisasi kelembagaan baru di Provinsi Aceh yang bernama Wilayatul Hisbah, namun mengingat ini merupakan sebuah organisasi baru yang dibentuk sebagai upaya untuk melakukan tugas pengawasan dan pembinaan terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dibidang syariat islam sebelum dilakukan proses penyidikan, maka untuk sementara organisasi dijadikan sebuah Bidang dan digabung pada Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh pada Tahun 2005. Dulu Wilayatul Hisbah hanya bermodalkan keputusan Gubernur dan tunduk di bawah naungan Dinas Syariat Islam, akan tetapi setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, maka Wilayatul Hisbah Jurnal Public Policy l91 WH merupakan bagian dari Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh Pasal 244 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2006. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan dibentuknya Satpol PP, dan sudah digabungkan dengan Wilayatul Hisbah tujuannya untuk membantu kepala daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum, serta ketentraman masyarakat berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja Pasal 1 ayat 8. Fungsi Satpol PP itu sendiri sangat mencangkup pada fungsi operasi, fungsi koordinasi dan juga fungsi pengawasan, ini menunjukkan betapa pentingnya dan strategisnya peran Satpol PP dalam menyangga kewibawaan pemerintahan daerah dan penciptaan situasi kondusif dalam kehidupan pembangunan bangsa. Meskipun Satpol PP dan WH telah menjalankan tugas dan melakukan berbagai antisipasi terhadap orang-orang yang melanggar aturan, namun tetap terjadi permasalahan dalam kinerjanya dan salah satu masalah yang terjadi sekarang adalah masalah Pedagang Kaki Lima, dan ini menjadi salah satu tugas Satpol PP dan WH dalam menanganinya sebagaimana tugas dan fungsi dari Satpol PP da WH itu sendiri. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan untuk memahami secara mendalam tentang penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data; ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterprestasi; ia juga bisa bersifat komperatif dan koleratif Narbuko Ahmadi, 2004. Dipilihnya pendekatan kualitatif tersebut dikarenakan masalah yang akan diteliti masih bersifat kompleks, dinamis dan bertujuan untuk memahami fenomena sosial serta tidak bermaksud generalisasi. Dengan dugunakan pendekatan kualiatatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga penelitian dapat tercapai Sugiyono, 2005: 181. Taylor dan Bogdam dalam Danim 2002, h. 41. “mengatakan bahwa penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti ”. Danim, memberikan beberapa ciri dominan dari penelitian deskriptif yaitu Danim, 2002:41: 1. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat faktual. Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau narasi semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mecari hubungan antar variabel, menguji hipotesis, atau membuat ramalan. 2. Dilakukan secara survei. Oleh karena itu penelitian deskriptif sering dibuat juga sebagai penelitian survei. Dalam arti luas, penelitian deskriptif dapat mencakup seluruh metode penelitian, kecuali yang berifat historis dan eksperimental. 3. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail. 4. Mengindentifikasi masalah-masalah untuk mendapatkan keadaan dan praktek-praktek yang sedang belangsung; dan 5. Mendeskrpsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang tertentu dalam waktu yang bersamaan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Defenisi Polisi Pamong Praja Istilah Polisi pamong praja berasal dari dua kata yaitu “Pamong dan Praja” Pamong mempunyai arti pengurus, pengasus atau pendidik, sedangkan praja yang berarti kota, negeri Jurnal Public Policy l92 atau kerajaan. Secara harfiah pamong praja dapat diartikan sebagai pengurus kota, menurut Hasan 2005, h. 817 Satuan Polisi Pamong Praja disingkat Satpol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Organisasi dan tata kerja satuan polisi pamong praja ditetapkan dengan peraturan daerah Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah Kota. Definisi lain Polisi adalah Badan Pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umun atau Pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan, menurut Hasan 2005, h. 886 Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP merupakan suatuperangkat pemerintah khususnya didaerahdengan tugasnya adalah membantu kepaladaerah untuk menyelenggarakan peraturan daerah serta menjaga ketertiban danketentraman masyarakat. Diberikannya kewenangan pada Satpol PP untuk melaksanakan tugas pemeliharaan dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum tidak saja berpijak dari Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tetapi ada juga amanat dari Pasal 13 huruf c dan Pasal 14 huruf c Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang pada pokoknya menyebutkan: Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi, kabupatenkota adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Ketertiban umum dan ketenteramanmasyarakat adalah suatu keadaan dimanapemerintah maupun masyarakat umummenjalankan segala aktivitasnya dengan aman, tertib dan teratur. Menjaga struktur keamanan Negara merupakan tugas-tugas yang berada diluar bidang kepolisian negara merupakan masalah spesifik yang ditangani oleh Polisi Pamong Praja antara lain menangani bidang pemeritahan umum, khususnya dalam pembinaan ketenteraman dan ketertiban di daerah. Polisi pamong Praja baik sebagai personel maupun institusi yang menangani bidang ketenteraman dan ketertiban umum berkembang sejalan dengan luasnya cakupan tugas dan kewajiban kepala daerah dalam menyelenggarakan bidang pemerintahan. Pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban merupakan kebutuhan mutlak yang menjadi tugas bersama antara pemerintah dan masyarakat. Tugas Satuan Polisi Pamong Praja hakikatnya mengikat hubungan antara anggotakelompokanggota masyarakat dengan pemerintah, pada dasarnya merupakan tiga pilar yang saling berkait satu dengan yang lain dan tidak bisa dipisahkan. ketiga pilar itu adalah : Pertama, ketenteraman merupakan perasaan jiwa orang anggota masyarakat yang menikmati hidupnya dengan nyaman bebas dari gangguan dan ancaman baik fisik maupun spikis. Segala aktivitas, kreativitas, produktivitas warga masyarakat dapat dilakukan tanpa dihantui rasa ketakutan dan kekhawatiran. Kedua, ketenteraman adalah suatu tatanan dalam suatu lingkungan kehidupan yang terwujud oleh adanya perilaku manusia, baik pribadi maupun sebagai anggota masyarakat yang mematuhi kaidah norma agama, norma sosial dan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, tegaknya peraturan-peraturan temasuk norma dan nilai-nila merupakan sarana penting bagi terwujudnya ketertiban. Ketertiban tidak tercipta jika peraturan-peraturan tidak diupayakan tegak sebagaiman mestinya, jika peraturan tidak ditegakkan, maka yang tumbuh subur adalah sikap anarki yang cenderung menghalalkan segala cara dan tindakan asal kepentingan sendiri terpenuhi. Ketiga pilar ini perlu dimaknai secara mendalam oleh seluruh aparat Polisi Pamong Praja dalam mengemban tugasnya yang tidak ringan dan penuh tantangan ini. Dalam melakukan tugasnya aparat Polisi Pamong Praja seringkali berhadapan dengan masyarakat yang memiliki kepentingan tertentu dalm memperjuangkan kehidupanya. Akhirnya tidak jarang menimbulakan sikap untuk cenderung melakukan hal-hal yang bertentangan ketentuan peraturan yang ada. Jurnal Public Policy l93 Tugas dan Kewajiban Satpol PP Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat mempunyai tugas menegakkan Qanun dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dan penegakan syariat islam. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat menyelenggarakan fungsi: a. Menyusun program dan melaksanakan penegakan Qanun, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; b. Melaksanakan kebijakan penegakan Qanun dan peraturan kepala daerah; c. Melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di daerah; d. Melaksanakan kebijakan perlindungan masyarakat; e. Melaksanakan koordinasi penegakan Qanun dan peraturan kepala daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik pegawai negeri sipil daerah dan atau aparatur lainnya; f. Melakukan pengawasan terhadap masyarakat, aparatu,r atau badan hukum agar mematuhi dan mentaati perda dan peraturan kepala daerah; g. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran peraturan per- Undang-Undangan dibidang Syariat Islam; h. Melakukan pembinaan dan advokasi spiritual terhadap setiap orang berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan per- Undang-Undangan dibidang Syariat Islam; i. Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan per-Undang-Undangan dibidang Syariat Islam kepada penyidik; j. Menberitahukan kepada masyarakat tentang adanya peraturan per-Undang- Undangan dibidang Syariat Islam; k. Menemukan adanya perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan Syariat Islam; l. Menegur, memperingatkan dan menasehati seseorang yang patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Syariat Islam; m. Berupaya untuk menghentikan kegiatan perbuatan yang patut diduga telah melanggar peraturan per-Undang-Undangan dibidang Syariat Islam; n. Menyelesaikan perkara pelanggaran tersebut malalui rapat adat Gampong; o. Memberitahukan pihak terkait tentang adanya dugaan telah terjadi penyalahgunaan izin penggunaan suatu tempat sarana; dan p. Pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. Selanjutnya dalam Bab III 8 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 disebutkan mengenai kewajiban Sappol PP dan WH dalam melaksanakan tugasnya, yakni : 6. Menunjang tinggi norrna hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat 7. Menaati disipilin pegawai negeri sipil dan kode etik polisi pamong praja 8. Membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 9. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga atas adanya tindak pidana 10. Menyerahkan kepada penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga atas adanya pelanggaran terhadap perda danatau peraturan kepala daerah. Jurnal Public Policy l94 Adapun kewenangan yang diberikan kepada Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat sesuai dengan peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat antara lain adalah : a. Melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Qanun atau Peraturan Kepala Daerah; b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; c. Dan pemberdayaan kapasitas Fasilitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat; d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Qanun dan Kepala Daerah; e. Melakukan tindakan administratif warga masyarakat, aparatur,badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Qanun dan Peraturan Kepala Daerah; f. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan per-Undang-Undangan dibidang Syariat Islam; g. Menegur, menasehati, mencegah dan melarang setiap orang patut diduga talah, sedang dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan per-Undang-Undangan dibidang Syariat Islam; h. Menerima laporan pengaduan dari masyarakat; i. Menyuruh berhenti seseorang yang patut diduga sebagai pelaku pelanggaran; j. Meminta keterangan identitas setiap orang yang patut diduga telah sedang melakukan pelanggaran; k. Menghentikan kegiatan yang patut diduga melanggar peraturan per-Undang- Undangan dibidang Syariat Islam; l. Dalam proses pembinaan berwenang meminta bantuan kepada Kechik dan Tuha Peut setempat; m. Menjalankan tugas pembinaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran dan diberi kesempatan maksimal 3 tiga kali dalam masa tertentu; dan n. Setiap orang yang pernah mendapat pembinaan petugas muhtasib, tetapi masih melanggar, akan diajukan kepada penyidik. Visi dan Misi Visi Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat sebagai sebuah lembaga penegakan Qanun di bidang ketentraman dan ketertiban umum Syariat Islam adalah “Terwujudnya ketentraman dan ketertiban umum dalam masyarakat yang berdasarkan Dinul Islam”. Berikut ini adalah Misi Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh Barat: 1. Meningkatkan kemitraan dengan Alim Ulama, Tokoh Masyarakat, Aparatur Pemerintah dan Masyarakat pada umumnya dalam proses penertiban dan implementasi Syariat Islam. 2. Meningkatkan Qanun Perda dan keputusan Kepala Daerah tentang penertiban Syariat Islam. 3. Meningkatkan penertiban QanunPerda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 4. Meningkatkan mutu dan citra sumber daya manusia dibidang Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah. 5. Meningkatkan sarana dan pengembangan prasarana Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah. Kinerja pelayanan Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat dibidang penegakan Qanun telah membawa perubahan yang positif di masyarakat namun perkembangan kualitas aspirasi Jurnal Public Policy l95 dan partisipasi sebagai tolak ukur dari keberhasilan bidang ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Berbagai persoalan seperti belum adanya tindak lanjut dari hasil penertiban yang dilakukan, sebagai contoh penertiban para pedang liar dan pedagang musiman setelah dilakukan penertiban, pihak Satpol PP dan WH tidak tahu harus mengarahkan para pedagang tersebut kemana karena belum adanya lokasi berjualan yang permanen bagi setiap mereka, selanjutnya penertiban ternak yang belum adanya lokasi karantina hewan sehingga hewan-hewan hasil tangkapan tidak tahu mau dibawa kemana begitu pula dengan penegakan syariat islam, tidak biasanya Satpol PP dan WH untuk memberikan tindakan berupa sanksi hukum bagi para pelaku. Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP sebagai aparatur pemerintah yang sekaligus inti dari masyarakat dituntut untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kemampuannya secara terus menerus dan berkeseimbangan Satuan Polisi Pamong Praja memiliki misi strategis dalam membantu kepala Daerah untuk menciptakan kondisi Daerah yang tentram, tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan aman. Oleh karena itu, disamping menegakkan peraturan Daerah, Polisi Pamong Praja juga dituntut untuk menegakkan kebijakan Pemerintah Daerah lainnya yaitu Keputusan, Kepala daerah salah satunya adalah penertiban pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan dagangnya dibadan jalan yang dapat merugikan masyarakat banyak. Lebih lanjut Satpol PP tetap dipertahankan keberadaanya dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu Satpol PP merupakan aparat yang sangat dibutuhkan oleh kepala daerah dalam memelihara ketentraman, ketertiban umum dan penegakan Qanun. Asas-Asas Pemerintah Daerah Dalam penyelenggaran pemerintahan, ada beberapa prinsip daerah yang menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip – prinsip dasar tersebut disebut dengan asas – asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan desentralisasi adalah konsep – konsep yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara. Nurcholis, 2007:3. Asas Desentralisasi Asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangganya. Ditinjau dari segi pemberian wewenangnya asas desentralisasi adalah asas yang akan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menagani urusan- urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi. Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi bersarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat. Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tidak akan efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak hirearki organisasi pemerintah pusat, karena pemerintah pusat akan menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup hanya dilimpahkan secara dekonsentrasi kepada pejabatnya yang berada di wilayah Negara. Agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel, maka sebagian kewenangan poltik dan administrasi pada organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jurnal Public Policy l96 Karena jenjang hierarki yang lebih rendah pemerintah daerah tersebut diserahi wewenang penuh, baik politik maupun administrasi, maka pada jenjang organisasi yang diberi penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otononi artinya kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan untuk mengatur dsan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal, bukan yang bersifat nasional. Karena itu , desentralisasi menimbulkan otonomi daerah, yaitu kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal. Jadi, otonomi daerah adalah konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi pada pemerintahan daerah. Henry Maddick menjelaskan, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan secara hukum untuk menangani bidang – bidang fungsi – fungsi tertentu kepada daerah otonom.Nurcholis, 2007:10. J. Riwu Kaho 1997:5 mengatakan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang didesentralisasikan. Alasan diterapkannya asas desentralisasi adalah pelaksanaan asas desentralisasi akan membawa efektifitas dalam pemeintahan, sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri pada berbagai satuan daerah yang masing – masing memilikki sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh faktor – faktor geografis keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat – istiadat, kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan pengajaran, dan sebagainya. Pemerintahan dapat efektif kalau sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam Negara. Asas Dekonsentrasi Pengertian Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. Dalam Negara kesatuan seperti Indonesia, pelimpahan wewenang tersebut adalah dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagi wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah disebut juga dengan instansi vertikal, yaitu perangkat departemen dan atau lembaga pemerintah non departemen di daerah UU Nomor 9 Tahun 2015. Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga tapi lebih halus dari pada sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari pemeintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah Negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi bukan wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat. Pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah Negara adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat, dan ditempatkan pada wilayah – wilayah tertentu sebagai wilayah kerjanya. Rondinelli menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah. Harold F. Aldefer menjelaskan, pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata – mata menyusun unit administrasi baik tunggal ataupun dalam hirarki, baik itu terpisah ataupun tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Dalam dekonsentrasi tidak ada kebijakan yang dibuat ditingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan – badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara pejabat lokal merupakan bawahan sepenuh – penuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah. Dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi impelementasi kebijakan politik sedangkan kebijakan politiknya tetap berada pada pemerintah pusat. Oleh karena itu, pejabat yang diserahi pelimpahan wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili pemerintah pusat, bukan dipilih oleh rakyat yang dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada pejabat yang mengangkatnya yaitu pejabat pusat, bukan kepada rakyat yang dilayani. Jurnal Public Policy l97 Asas Tugas Pembantuan Asas tuga s pembantuan, yaitu “penugasan” dari pemerintah kepada daerah dan atau desa: dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau kota dan atau desa: serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Pengertian asas tugas pembantuan ialah tugas yang diberikan dari instansi atas kepada instansi bawahan yang berada di daerah sesuai arah kebijakan umum yang ditetapkan oleh instansi yang memberikan penugasan, dan wajib mempertanggungjawabkan tugasnya itu kepada instansi yang memberikan penugasan. Qanun Kedudukan Qanun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan tatanan hukum dalam sistem hukum dan sistem perundang-undangan nasional. Dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No.11 Tahun 2006, ditentukan bahwa “Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.” Dalam Pasal 233 ayat 1 ditentukan bahwa “qanun dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, pemerintahan kabupatenkota, dan penyelenggaraan tugas pembantuan.” Undang-Undang No. 9 Tahun 215 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 136 ayat 2 ditegaskan bahwa “peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsikabupatenkota dan tugas pembantuan.” Pada ayat 3 pasal yang sama ditentukan lebih lanjut bahwa peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan ditentukan bahwa “peraturan daerah kabkota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabKota dengan persetujuan bersama BupatiWalikota.” Kemudian dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan ditentukan bahwa “materi muatan peraturan daerah provinsikota adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah dan atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.” Dapat disimpulkan bahwa Qanun merupakan salah satu bentuk hukum tertulis dalam sistem perundang-undangan nasional, yang sejenis dengan Peraturan Daerah. Numum secara khusus isinya berbeda, oleh karena kewewenangan mengatur dan materi muatan tertentu dalam qanun didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006. Sedangkan materi muatan “peraturan daerah” yang secara umum berpedoman pada ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 215 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Aceh berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 mempunyai kewewenang spesifik untuk mengatur beberapa hal tertentu sebagai materi muatan qanun, misalnya tentang pelaksanaan syari‟at Islam. Kewenangan ini secara hukum adalah sah, sebagai kewenangan atribusi attributie van bevoegheid , yang diciptakan atau dibentuk oleh pembentuk undang-undang DPR, yang sebelumnya tidak ada, dan secara khusus diadakan untuk itu. Dengan demikian Qanun merupakan bagian dari sistem perundang-undangan nasional, dan oleh karena itu norma atau kaedah hukum yang diatur atau materi muatan dalam Qanun merupakan sub sistem dari sistem hukum nasional. Disebut “ sub sistem ” oleh karena wilayah berlakunya adalah khusus atau bersifat lokal. Walaupun berlakunya pada wilayah khusus akan tetapi penegakan hukumnya tetap melibatkan institusi dalam sistem peradilan nasional UU No. 9 Tahun 2015. Jurnal Public Policy l98 Dalam sistem peraturan perundang-undangan, bahwa secara hukum kedudukan atau eksistensi qanun sangat jelas, merupakan bagian dari sistem perundang-undangan nasional. Tujuan dan Fungsi Qanun Qanun sebagai peraturan perundang-undangan daerah dibuat untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan Aceh. Qanun tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan nasional. Sistem perundang-undangan Republik Indonesia diatur dalam tata urutannya menurut ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ditegaskan bahwa jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah UU Nomor 11 Tahun 2011. a. UUD. b. Ketetapan MPR. c. Undang-UndangPerpu. d. Peraturan Pemerintah. e. Peraturan Presiden. f. Peraturan Daerah Provinsi. g. Peraturan Daerah KabupatenKota Mengenai qanun sebagai jenis peraturan perundang-undangan untuk penyelenggaraan pemerintahan Aceh tidak disebutkan dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Akan tetapi keberadaan Qanun dapat dilihat atau ditelusuri dalam sumber hokum yang utama, yakni Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan Daerah, untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disebut dengan Qanun. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang sudah dicabut dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, ditetapkan bahwa “semua peraturan daerah yang ada dinyatakan sebagai Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sesuai dengan yang dimaksud dengan undang- undang ini”. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang dapat mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lain dengan mengikuti asas Lex Specialis Derogaat Lex Generalis dan Mahkamah Agung berwenang melakukan uji materil terhadap Qanun Yoesoef, 2009:181. Keterkaitan dengan tata urutan perundang-undangan menurut Undang- undang Nomor 12 Tahun 2011 diatas, maka telah menempatkan “Qanun” sebagai subsistem perundang-undangan nasional bahkan sistem hukum nasional pada umumnya. Karena itu Qanun tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya Bagir Manan, 1995:9. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berfungsi sebagai berikut : Yoesoef, 2009:182. a. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi peraturan perundang-undangan tingkat pusat. b. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang belum diatur oleh peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Fungsi ini memperjelas ketentuan yang diatur dalam Pasal 270 ayat 1 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang menetapkan bahwa “ketentuan pelaksana undang-undang ini yang menyangkut kewenangan pemerintah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan peraturan pemerintah, dan ketentuan yang menyangkut kewenangan pemerintah provinsi dan kabupatenkota Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun. Jurnal Public Policy l99 Sedangkan beberapa pakar hukum juga mengemukakan tujuan dan fungsi dari Qanun adalah sebagai berikut: Husni Jalil, 2013. a. Melaksanakan perintah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh. b. Fungsinya untuk mengisi kekosongan hukum di daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Kedudukan Qanun sesuai dengan penyelenggaraan otonomi khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perlu makin dikukuhkan kedudukannya yang dapat bersifat mandiri, dari segi pembuatannya sudah semestinya kedudukan Qanun ini dapat dilihat setara dengan Undang-undang dalam arti sama-sama merupakan produk hukum lembaga legislatif, namun demikian dari segi pengaturan materi dalam ruang lingkup daerah yang berlaku di wilayah yang lebih sempit, maka dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan ruang lingkup wilayah berlakunya undang-undang. Undang-undang lebih tinggi kedudukannya dari pada Qanun. Karena itu sesuai prinsip hirarki peraturan perundang-undangan, peraturan yang lebih rendah itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang derajatnya lebih tinggi. Akan tetapi, sebagai konsekuensi diberikannya otonomi khusus bagi provinsi Naggroe Aceh Darussalam maka produk legislatif daerah ini dapat saja menyimpang dengan produk eksekutif di tingkat pusat. Misalnya suatu materi qanunperda yang telah ditetapkan secara sah ternyata bertentangan isinya dengan materi peraturan menteri di tingkat pusat maka pengadilan haruslah menertibkan bahwa qanun itulah yang berlaku sepanjang untuk daerahnya sedangkan peraturan Menteri dimasudkan untuk peraturan yang berlaku umum di seluruh Indonesia. Yoesoef, 2009:183. Perbedaan Peraturan Daerah dan Qanun Peraturan Daerah Peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan daerah. Peraturan daerah perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapatkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan ini mengikuti semangat rumusan UUD 1945 Pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa Peraturan Daerah itu semacam undang-undang pada tingkat daerah. Meskipun Undang-undang menyebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan Peraturan daerah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tidak berarti semua kewenangan membuat peraturan daerah ada pada kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hanya memberikan persetujuan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki kekuasaan yang juga menentukan dalam pembentukan peraturan daerah. DPRD dilengkapi dengan hak-hak inisiatif dan hak mengadakan perubahan. Bahkan persetujuan itu sendiri mengandung kewenangan menentukan dicicive . Tanpa persetujuan DPRD tidak akan ada peraturan daerah. Karena itulah tidak berlebihan kalau Pasal 136 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah ditentukan “ pembuatan peraturan daerah dilakukan bersama-sama oleh Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah Abdul Latief, 2005:59. Peraturan Daerah dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: Widjaja, 2005: 244 1. Kejelasan tujuan 2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat 3. Kesesuaian antara jenis 4. Dapat dilaksanakan 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan Jurnal Public Policy l100 6. Kejelasan rumusan 7. Keterbukaan Sedangkan materi muatan dalam Peraturan Daerah mengandung asas sebagai berikut: Widjaja, 2005: 245 1. Pengayoman 2. Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kekeluargaan 5. Kenusantaraan 6. Bhineka tunggal ika 7. Keadilan 8. Kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan 9. Ketertiban dan kepastian hukum 10. Keseimbangan, keselarasan dan keserasian Selanjutnya ada beberapa daerah yang memiliki Perda Syariah dimana tujuan dari pembentukan Peraturan Daerah tersebut untuk menciptakan masyarakat yang mencintai budaya islam dan adat istiadat daerah tersebut. Di dalam penerapan sanksinya Perda Syariah menerapkan sanksi administrasi, dimana sanksi dari pelanggaran Perda Syariah dikenakan teguran secara lisan dan tulisan. Sebagai contoh Perda No 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah Kabupaten Solok Selatan. Di dalam penjelasan Pasal 3 Perda No 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah Kabupaten Solok Selatan menyatakan Perda No. 6 Tahun 2005. 1. Membentuk sikap sebagai seorang muslim dan muslimah yang baik dan beraklhak mulia. 2. Membiasakan diri berpakaian muslim dan muslimah dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bekeluarga maupun dihadapan umum. 3. Menciptakan masyarakat yang mencintai budaya islam dan budaya minangkabau 4. Melestarikan fungsi adat sesuai dengan pituah “syara mangato adat mamakai”. Di dalam Pasal 5 Perda Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah di Kabupaten Solok Selatan, dijelaskan kewajiban dan pelaksanaan. Menurut ketentuan Pasal 5 Perda Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah yang berkewajiban berbusana muslim dan muslimah hanya pelajar baik di tingkat SD,SMP,SMU dan karyawankaryawati, sedangkan mahasiswamahasiswi, TNI dan POLRI dan masyarakat umum bersifat himbauan. Dalam uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Daerah dibuat karena ada perintah dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan juga Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Qanun Qanun adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah yang mengatur penyelengaaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Sedangkan Qanun kabupatenkota adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah kabupatenkota yang menyelenggarakan pemerintahan dan kehidupan masyarakat kabupatenkota di Aceh UU No. 11 Tahun 2006. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dalam Pasal 237 ayat 1 menentukan bahwa untuk membentuk qanun harus mengandung asas: UU No. 11 Tahun 2006. 1. Pengayoman 2. Kemanusiaan Jurnal Public Policy l101 3. Kebangsaan 4. Kekeluargaan 5. Keanekaragaman 6. Keadilan 7. Nondiskriminasi 8. Kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemrintahan 9. Ketertiban 10. Kepastian hukum 11. Keseimbangan, keserasian, kesetaraan dan keselarasan Qanun Aceh disahkan oleh kepala daerah dalam hal ini Gubernur setelah mendapatkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh selanjutnya Qanun KabupatenKota disahkan oleh kepala daerah dalam hal ini BupatiWalikota setelah mendapatkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Kota. Mengenai Qanun sebagai jenis peraturan perundang- undangan untuk penyelenggaraan pemerintahan aceh tidak disebutkan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Akan tetapi keberadaan Qanun dapat ditelusuri dalam sumber hukum yang utama, yakni Pasal 18B UUD 1945. Qanun Aceh adalah peraturan daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang dapat mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lain dengan mengikuti asas Lex specialis derogate Lex Generalis , dan Mahkamah Agung dapat melakukan uji materil terhadap Qanun. Di dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun disebutkan di dalam Pasal 3 materi muatan Qanun mengandung asas: 1. Dinul islam 2. Sejarah aceh 3. Kebenaran 4. Kemamfaatan 5. Pengayoman 6. Hak asasi manusia 7. Kebangsaan 8. Kekeluargaan 9. Keterbukaan dan komunikatif 10. Keanekaragaman 11. Keadilan 12. Keserasian dan nondiskriminasi 13. Ketertiban dan kepastian hukum 14. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan 15. Keseimbangan, kesetaraan dan keselarasan Materi muatan Qanun adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Aceh sesuai dengan Mou Helsenki 15 Agustus 2005 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan luar TNI, keamanan dalam negeri Polisi, moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan urusan tertentu dalam bidang agama. Qanun No. 5 Tahun 2011. Dalam uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Qaun dibuat karena ada perintah dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan juga sumber hukum yang utama Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18B. Jurnal Public Policy l102 Simpulan Pertama, Kinerja pelayanan Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat dibidang penegakan Qanun telah membawa perubahan yang positif di masyarakat namun perkembangan kualitas aspirasi dan partisipasi sebagai tolak ukur dari keberhasilan bidang ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Berbagai persoalan seperti belum adanya tindak lanjut dari hasil penertiban yang dilakukan, sebagai contoh penertiban para pedang liar dan pedagang musiman setelah dilakukan penertiban, pihak Satpol PP dan WH tidak tahu harus mengarahkan para pedagang tersebut kemana karena belum adanya lokasi berjualan yang permanen bagi setiap mereka, selanjutnya penertiban ternak yang belum adanya lokasi karantina hewan sehingga hewan-hewan hasil tangkapan tidak tahu mau dibawa kemana. Kedua, Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP sebagai aparatur pemerintah yang sekaligus inti dari masyarakat dituntut untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kemampuannya secara terus menerus dan berkeseimbangan Satuan Polisi Pamong Praja memiliki misi strategis dalam membantu kepala Daerah untuk menciptakan kondisi Daerah yang tentram, tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan aman. Oleh karena itu, disamping menegakkan peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja juga dituntut untuk menegakkan kebijakan Pemerintah Daerah lainnya yaitu Keputusan Kepala daerah salah satunya adalah penertiban pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan dagangnya dibadan jalan yang dapat merugikan masyarakat banyak. REFERENSI Abdul Latief, 2005. Hukum Dan Peraturan Kebijaksanaan Beleidsregel Pada Pemerintahan Daerah , UII Press. Yogyakarta Bagir Manan, 1995. Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah , LPPM-UNISBA. Bandung. Danim, Sudarman, Dr., Prof. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif , Pustaka Setia.Bandung Hanif Nurchol is, 2007. “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, Penerbit Grasindo. Jakarta HAW. Widjaja, 1005. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah , Raja Grafindo Persada. Jakarta J. Riwu Kaho, 1997.“Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”. Rajawali Pers. Jakarta Mohd. Daud Yoesoef, 2009. Qanun Sebagai Aturan Pelaksana Peraturan Perundang- undangan Atasan , Kanun Jurnal Ilmu Hukum No 47 Edisi Agustus 2009. Banda Aceh Narbuko, Chalid, DRS. Dan Achmadi, Abu. 2004. Metodelogi Penelitian , Rineka Cipta. Jakarta Sugiyono,2005. Metode Penelitian Kualitatif , Alfabeta. Jakarta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang No.9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Qanun Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun Jurnal Public Policy l103 PERAN KEPEMIMPINAN KEUCHIK DALAM PEMBANGUNAN DI GAMPONG JAMBAK, KECAMATAN PANTE CEUREUMEN, KABUPATEN ACEH BARAT Aduwina Pakeh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar aduwinautu.ac.id Abstract The purpose of this research is to know and analyze the leadership of village head in development in Jambak village, Pante Ceureumen District, West Aceh Regency and to identify how the success rate of Jambak village development in terms of physical development and non- physical development. The research method used is qualitative descriptive method with research focus among others development of education facilities, bridge facilities, road facilities, electricity facilities, training courses of village government institutions, PKK development courses, and the development of art and culture. Primary data sources in this study were village head, village secretary, community, and community leaders in Jambak village.The results obtained by the authors in showing the leadership of the village head in the development of the village of Jambak is still lacking and can not say good, because there is still a lot of work that includes physical development and non-physical development of Jambak village has not all been resolved properly. Like the construction of educational facilities that are still said to be quite good. Bridge facilities that have not been built all in accordance with community expectations. Road construction has not been fully resolved yet, electricity facilities are also a problem faced by Jambak villagers. In addition to the non-physical development of the village, the training of village institutions has been running but still ineffective to further improve the quality of village government officials, so that village government officials are more comfortable . Keywords: Leadership, Village Head, Development, Village Jurnal Public Policy l104 PENDAHULUAN Indonesia memasuki era reformasi yang di tandai dengan bergantinya kekuasaan pemerintahan dari rezim orde baru ke orde reformasi pada tahun 1998, mengawali periode pemerintahannya dengan berbagai masalah yang melanda, mulai dari krisis multi dimensi yang melanda seluruh kawasan Asia Tenggara, memberantas korupsi kolusi dan nepotisme, serta melaksanakan agenda Nasional yang sangat penting yaitu pembangunan nasional yang adil dan merata dalam segala bidang di seluruh wilayah Indonesia. Tuntutan reformasi yang menarik perhatian adalah tentang desentralisasi pemerintahan dan otonomi daerah. Maka secara langsung mengubah ruang lingkup kewenangan pemerintah di Indonesia, Pemerintah Pusat memberikan kewenangannya kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga atau daerahnya sendiri. Tujuan dari otonomi daerah secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa yang beragam di dalam bingkai Negara Republik Indonesia. Salah satu caranya adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. Pemerintah Daerah sebagai perangkat Pemerintah Pusat dalam proses pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah harus mampu mengakomodir, mengelola, dan memberdayakan sumber-sumber yang ada secara keseluruhan di daerahnya masing-masing, baik sumber daya alam yang ada maupun sumber daya manusia yang ada di daerah. Dengan demikian salah satu bagian dalam sistem pembangunan daerah adalah penyelenggaraan pembangunan desa yang dilaksanakan oleh pemerintah desa yang merupakan pelaksana pembangunan “garis depan” dalam pemerintahan Indonesia sesuai dengan pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah di amanatkan dalam Undang – undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, danatau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keuchik Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat gampong dan bertanggung jawab kepada bupatiwalikota melalui sekretaris daerah Kabupatenwalikota. Pertanggung jawaban Keuchik kepada bupatiwalikota melalui sekretaris daerah Kabupatenkota adalah pertanggung jawaban administrative. Pengertian melalui bukan berarti Keuchik merupakan bawahan lansung sekretaris daerah, karena secarah struktural Keuchik berada langsung di bawah camat. KERANGKA DASAR TEORI Peran Peran adalah suatu perilaku seseorang yang diharapkan dapat membuat suatu perubahan serta harapan yang mengarah pada kemajuan, meskipun tidak selamanya sesuai dengan apa yang diharapkan dan sebagai tolak ukur seseorang sebagai seorang pemimpin apakah orang itu dapat meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan tugas – tugas yang diberikan kepadanya sehingga akan membuat orang tersebut dapat memaksimalkan kinerja dalam menjalankan tugas – tugasnya. Peran didefinisikan dari masing – masing pakar diantaranya peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Pemimpin didalam sebuah organisasi mempunyai peran, setiap pekerjaan membawa harapan bagaimana penanggung peran beprilaku. Fakta bahwa organisasi mengindetifikasikan pekerjaan yang harus dilakukan dan perilaku peran yang diinginkan yang berjalan seiring pekerjaan tersebut juga mengandung arti bahwa harapan mengenai peran penting dalam mengatur perilaku bawahan Jurnal Public Policy l105 menurut Veithzal Rivai 2006:148. Pendapat lain juga mengatakan mendefinisikan peran adalah suatu yang menjadi bagian atau pegangan pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa Poerwadarminta, 1991:753. Dengan kata lain sesuatu yang merupakan hak dari seorang pimpinan dalam sebuah organisasi masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah yang ada di daerah kekuasaannya, serta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2000:667 menegaskan bahwa peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Kemudian menurut Gunawan 2003: 369 Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau pemegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya hal atau peristiwa. Adapun menurut suhardono menyatakan bahwa peran merupakan patokan, yang membatasi apa yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu jabatan. Adapun peran Keuchik didalam desa: Pertama motivasi, merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu lainnya sedemikian rupa, sehingga orang yang diberikn motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh tanggung jawab. Kedua , fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Ketiga mobilisator yaitu orang yang mengarahkan atau menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah pembangunan guna untuk kepentingan bersama. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi bakat yang dibawa sejak lahir, dan merupakan kebutuhan dari satu situasi atau zaman, sehingga dia mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Dia juga mendapatkan pengakuan serta dukungan dari bawahannya, dan mampu menggerakkan bawahan ke arah tujuan tertentu. Jadi peran adalah suatu perilaku seseorang yang diharapkan dapat membuat suatu perubahan serta harapan yang mengarah pada kemajuan, meskipun tidak selamanya sesuai dengan apa yang diharapkan dan sebagai tolak ukur seseorang sebagai seorang pemimpin apakah orang itu dapat meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan tugas – tugas yang diberikan kepadanya sehingga akan membuat orang tersebut dapat memaksimalkan kinerja dalam menjalankan tugas – tugasnya. Kepemimpinan Menurut Kartono 2011:57 pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Menurut Bafadal 2003:44 kepemimpinan adalah sebagai keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja agar berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Amirullah 2004:245 mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan dimana seseorang pemimpin mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin dan atau kelompok. Definisi tersebut menekankan pada permasalahan hubungan antara orang yang mempengaruhi pemimpin dengan orang yang dipengaruhi bawahan. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan orang yang memiliki kewenangan untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan dalam konteks struktural tidak hanya terikat pada bidang atau sub bidang yang menjadi garapannya, tetapi juga oleh rumusan tujuan dan program pencapaiannya yang telah ditetapkan oleh pemimpin yang lebih tinggi posisinya. Setiap anggota harus melaksanakannya tanpa menyimpang. Sehingga dalam hal ini kepemimpinan diartikan sebagai Jurnal Public Policy l106 proses pemberian motivasi agar orang-orang yang dipimpin melakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Teori kepemimpinan Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain: Kesatu , Teori Kepemimpinan Sifat Trait Theory Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal “ The Greatma Theory ”. Dalam perkembangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat-sifat itu antara lain: sifat fisik, mental dan kepribadian. Kedua , Teori kewibawaan, pemimpin Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin. Ketiga, Teori kepemimpinan situasi, seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan. Keempat, Teori kelompok, Agar tujuan kelompok organisasi dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya. Tipe dan Gaya Kepemimpinan Menurut Nasution 2004:199 Gaya Kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini pada gilirannya ternyata merupakan dasar dalam membeda-bedakan atau mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu: Kesatu, Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efesien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal; Kedua, Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja sama; dan Ketiga, Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Disini pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat, agar setiap anggota berprestasi sebesar-besarnya. Bentuk Kepemimpinan Rivai 2007:4 mengutarakan bahwa “kepemimpinan resmi formal adalah seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atsas dasar keputusan dan pegangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya. Pola ini terlihat pada sebagian ketentuan yang mengatur hirarki organisasi dan biasanya tergambar dalm bagan organisasi”. Lebih Lanjut Rivai 2007;5 menjelaskan kepemimpinan dapat dibagi menjadi beberapa hal yaitu: a Tanggung Jawab yaitu kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. b Supervisi yaitu suatu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontiniu seorang pekerja baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam Jurnal Public Policy l107 mewujudkan seluruh fungsi pekerja, sehingga dengan demikian mereka mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat modern c Inisiatif Yaitu kemampuan untuk mengevaluasi secara mandiri untuk mengambil kendali dalam suatu situasi sebelum orang lain bertindak dan sekaligus menerapkan strategy dalam memecahkan msalah yang sedang dihadapi Fungsi Kepemimpinan Fungsi artinya jabatan pekerjaan yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi social dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar siuasi itu. Menurut Kartono 2006:93, fungsi kepemimpinan adalah memandu, mamnuntun, membimbing, membangun, member atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik dan memberikan supervisepengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala social, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi social suatu kelompok atau organisasi. Fungsi kepemimppinan memiliki dua dimensi seperti: Kesatu, Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan direction dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya. Kedua, Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan support atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas tugas pokok kelompokorganisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan- kebijaksanaan pemimpin. Pembangunan Sebelum ditelaah tentang pembangunan desa, maka terlebih dahulu dikemukakan arti serta pengertian dasar dari pembangunan pada umumnya, menurut Tjokroamidjojo 2000:42 mengatakan bahwa pembangunan adalah didalam proses atau usaha – usaha perubahan sosial sicial chenge tersebut dapat berarti suatu usaha perubahan dan pembangunan dari keadaan dan kondisi masyarakat yang lebih baik. Dalam melaksanakan pembangunan perlu adanya suatu usaha dan proses, menurut Khairuddin 2000:24 yang dinyatakan oleh Siagian pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan. Artinya, keadaan yang lebih baik, yang didambakan oleh suatu masyarakat, serta pertumbuhan yang diharapkan akan terus berlangsung, tidak terjadi dengan sendirinya, apalagi secara kebetulan. Usaha atau proes pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu Negara adalah tekad atau keinginan yang disusun berdasarkan pemikiran – pemikiran dan pertimbangan – pertimbangan secara luas. Usaha atau proses pembangunan terlihat dengan adanya kehendak untuk menentukan arahan – arahan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan tersebut. Demi terwujudnya pembangunan yang berjalan dengan baik dalam suatu desa diperlukannya partisipasi dari masyarakat agar pembangunan tersebut dapat berjalan dengan lancar, menurut Siagian 2005:4 ada tujuh ide pokok pembangunan: Kesatu, Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara bekelanjutan dan terdiri dari tahap – tahap yang disatu pihak bersifat independen akan tetapi dipihak lain merupakan bagian dari sesuatu yang tanpa akhir never ending. Kedua, Pembanguanan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan kata lain, jika dalam rangka kehidupan seperti pembangunan, akan tetapi sebenarnya tidak ditetapkan secara sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pembangunan. Ketiga, Pembangunan dilaksanakan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek. Dan seperti dimaklumi merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang Jurnal Public Policy l108 hal – hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan. Keempat, Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif dalam menghadapi tututan situasi yang berbeda dari suatu jangka ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi berbeda itu dapat diprekdisikan sebelumnya atau tidak. Dengan kata lain suatu negara bangsa yang sedang membangun tidak akan puas jika hanya mampu mempertahankan status quo yang ada. Kelima, Pembangunan mengarah pada modernitas. Modernitas disini diartikan antara lain cara hidup yang baru akan lebih dari pada sebelumnya, cara berfikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel. Walaupun demikian perlu diingatkan bahwa konsep modernitas tidak identik dengan “cara hidup gaya barat”. Setiap bangsa negara yang modern harus tetap mempertahankan jati dirinya yang bersumber dari nilai – nilai yang dipandang oleh negara bangsa yang bersangkutan. Bahwa ada aspek – aspek tersebut yang memerlukan penyesuaian karena tuntutan zaman, itu pun harus diakui dan dijadikan masukan dalam merumuskan strategi pembangunan yang akan ditempuh. Keenam, Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunann perdefinisi multidemensional. Artinya, modernitas mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dapat mengejawantah dalam bidang bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan keamanan. Ketujuh, s emua hal yang telah dibahas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa sehingga negara bangsa yang sejajar dengan bangsa – bangsa lain didunia karena mampu menciptakan situasi yang membuatnya berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan negara bangsa lain tersebut. Proses pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya, pembangunan menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi, pembangunan bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Melainkan pembangunan tergantung dari proses emasipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan. PembangunanDesa Pendapat Marbun 2008:38 bahwa pembangunan desa merupakan usaha pembangunan dari masyarakat pada unit pemerintah terendah yang harus dilaksanakan dan dibina terus menerus, sistematis dan terarah sebagai satu kesatuan dengan pembangunan daerah dan nasional. Menurut Siagian 2003:108 mendefinisikan bahwa pembangunan desa adalah keseluruhan proses rangkaian usaha-usaha yang dilakukan dalam lingkungan desa dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta memperbesar kesejahteraan dalam desa. Senada pula yang disampaikan oleh Ndraha 2002:9 bahwa pembangunan desa adalah proses dengan mana usaha-usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan usaha- usaha pemerintah, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengintegrasikan kehidupan masyarakat desa ke dalam kehidupan bangsa yang memungkinkan mereka untuk memberikan sumbangan sepenuhnya kepada pembangunan nasional. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan dan bertujuan memberikan gambaran serta menjelaskan dari variabel yang diteliti. Sedangkan menurut Moleong 2007:6 mengemukakan bahwa deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Fokus penelitian ini ada dua iaitu: pertama, bagaimana peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan fisik gampong seperti pembangunan sarana pendididkan, sarana jambatan, sarana jalan dan sarana listrik; dan Kedua, bagaimana peran kepemimpinan Keuchik dalam Jurnal Public Policy l109 pembangunan non fisik gampong seperti kursus atau latihan pembinaan lembaga pemerintahan gampong, kursus atau latihan pembinaan PKK dan pembangunan seni budaya. Informan dalam penelitian ini pada tahap awal adalah Sekretaris Gampong Jambak sebagai Key Imporman. Informan selanjutnya mengalir saja sesuai data yang diperlukan seperti tokoh masyarakat dan masyarakat di gampong Jambak kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh Barat. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam triangulasi, dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya mengakibatkan variasi data yang tinggi. Data yang diperoleh umumnya data kualitatif Sugiyono, 2013. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Luas wilayah gampong Jambak +2000 Ha, merupakan salah satu gampong dalam Kecamatan Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat. Gampong Jambak berjarak 69 KM dari Kota Meulaboh sebagai pusat Pemerintahan Kabupaten. Gampong Jambak memiliki batasan-batasan sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Nagan Raya Sebelah Selatan : Gampong Canggei Sebelah Barat : Gampong Keutambang Sebelah Timur : Gampong Sikundo Gampong Jambak merupakan salah satu gampong paling hujung dalam kecamatan Pante Ceureumen sebelum gampong Sikundo. Gampong Jambak membawahi 4 Dusun dengan jumlah penduduk 375 Jiwa, terdiri dari 186 jiwa penduduk laki-laki dan 194 Jiwa penduduk perempuan. Hasil Penelitian Peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan fisik gampong Sarana Pendidikan Pembangunan yang telah dilakukan Keuchik dalam segi pembangunan sarana pendidikan cukup berhasil selama kepemimpinan Keuchik selama ini. Bagaimana tidak, gampong Jambak memiliki fasilitas pendidikan yang sangat memadai, mulai dari gedung PAUD Pendidikan Anak Usia Dini, Gedung Sekolah Dasar SD dan juga memiliki Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP. Kedua sekolah itu berstatus Negeri. Maka dalam peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan cukup baik dalam masa kepemimpinannya, karena sudah bisa menghasilkan gedung sekolah dasar tambahan dan gedung pendidikan anak usia dini, namun harus ditingkatkan lagi terutama dalam kecakapan Keuchik selaku pelaksana pembangunan yang ada di gampong, untuk mengarahkan proses-proses pembangunan sarana dan prasarana pendidikan agar lebih diperbanyak lagi guna dapat menampung seluruh anak-anak PAUD Pendidikan Anak Usia Dini serta anak-anak Sekolah Dasar yang telah cukup umur dan memang mempunyai niat untuk bersekolah, agar tidak kalah dari anak-anak yang ada di kota. Dengan kata lain Keuchik harus lebih mengambil sikap untuk bisa lebih memajukan atau bisa mengusulkan pembangunan gedung-gedung serta rumah untuk para guru-guru yang bertugas di Gampong Jambak. Sarana Jambatan Pembangunan yang telah dilakukan Keuchik dalam segi pembangunan sarana dan prasarana jembatan kurang berhasil. Pembangunan jembatan belum berjalan dengan baik, karena hanya berdiri 1 dari 2 jembatan yang diinginkan oleh masyarakat. Guna lebih memberi kenyamanan kepada masyarakat untuk tidak khawatir lagi apabila menggunakan jembatan lama yang menggunakan balok kayu yang rentan roboh dimakan usia. Jurnal Public Policy l110 Walaupun sudah berhasil membangun satu jembatan yang sekarang berdiri kokoh di gampong Jambak. Namun memang proses pengadaan pembangunan jembatan dan proyek pengerjaaan jembatan sangat lamban, jadi selaku Keuchik harus lebih peka dan memprioritaskan proses pembangunan jembatan yang memang diinginkan oleh warga masyarkat Gampong Jambak. Sarana Jalan Pembangunan yang telah dilakukan Keuchik dalam segi pembangunan sarana dan prasarana jalan cukup berhasil selama kepemimpinan periode ini. Namum memang selama pengamatan di lapangan pembangunan jalan belum benar-benar 100 selesai. Dapat disimpulkan bahwa peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana jalan sudah berjalan cukup baik. Namum belum semuanya dapat terselesaikan. Jalan utama menuju gampong Jambak sudah bisa dilalui dengan mudah baik menggudakan roda dua maupun roda empat. Walaupun demikian, Keuchik berserta segenap perangkatnya harus lebih giat berusaha ke depan agar jalan utama tersebut dapat di aspal, sehingga transportasi masyarakat gampong Jambak lebih mudah dan alur distribusi kebutuhan masyarakat dan peniagaan hasil pertanian masyarakat lebih mudah dijangkau. Sarana Listrik Pembangunan yang telah dilakukan Keuchik dalam segi pembangunan sarana dan prasarana listrik berjalan stagnan, maksudnya tidak ada kemajuan yang berarti. Problema listrik di gampong Jambak sama seperti yang dialami oleh gampong-gampong lain dalam kecamatan Pante Ceureumen. Meskipun sudah dialiri listrik dari Perusahaan Listrik Negara PLN Biro Meulaboh, namun masih sering terjadi pemadaman listrik yang terjadi secara tiba-tiba dan dalam intensitas yang tinggi. Diketahui bahwa selama kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana listrik bisa diktkan gagal karena tidak ada pembangunan yang berjalan dengan bik, walaupun sempat ada masuknya proyek PLTA dan pada akhinya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pembangunan sarana dan prasarana listrik yang dilihat di lapangnan memang tidak sangat baik, diketahui bahwa dari masa ke masa tongkat kepemimpinan Keuchik masalah listrik hampir tidak bisa teratasi. Peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan non fisik gampong Kursus atau Latihan Pembinaan Lembaga Pemerintahan Gampong Kursus merupakan termasuk pendidikan nonformal. Kursus merupakan suatu kegiatan belajar-mengajar seperti halnya sekolah. Perbedaannya adalah bahwa kursus biasanya diselenggarakan dalam waktu pendek dan hanya untuk mempelajari satu keterampilan saja. Begitu halnya yang dilakukan oleh Keuchik mengharapkan selalu adanya kursus atau pelatihan pembinaan lembaga pemerintahan gampong yang memang kita tahu aparatur-aparatur gampong itu tidak sama seperti aparatur yang ada di kelurahan. Diketahui bahwa selama peran kepemimpinan Keuchik dalam rangka pelatihan lembaga pemerintahan gampong masih kurang. Jadi Keuchik harus memainkan perannya lagi untuk lebih sering mengadakan pelatihan atau kursus pembinaan aparatur gampong. Selaku pemimpin tertinggi di sebuah gampong, Keuchik harus memperhatikan lagi aparat pemerintahan gampong yang merupakan bawahannya langsung. Apalagi system perencanaan dan penggangaran serta pelaporan dana desa sekarang sudah menggunakan aplikasi, sehingga aparatur gampong sangat membutuhkan pemahaman terkait informasi dan teknologi IT. Sehingga bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh pemerintah yang lebih tinggi. Jurnal Public Policy l111 Latihan Pembinaan PKK Peran kepemimpinan Keuchik dalam usaha mengadakan pelatihan pembinaan PKK harus lebih ditingkatkan lagi. Memang pelatihan atau kursus sudah ada, namun dirasakan masih kurang. Karena selama ini pelatihan hanya dilakukan 1 tahun sekali, maka dari itu 10 kegiatan inti PKK kurang berjalan dengan baik. Keuchik harus lebih tanggap lagi mengenai keanggotaan organisasi wanita Gampong Jambak dalam organisasi PKK, dengan lebih aktif lagi untuk melakukan usaha memberikan pelatihan atau kursus yang bekerjasama dengan Pemerintah Kecamatan mahupun Kabupaten Aceh Barat guna lebih memajukan wanita-wanita yang ada di pedesaan agar tidak selalu tertinggal mengenai wawasan dan ilmu-ilmu tentang organisasi kewanitaan seperti PKK Pembangunan Seni Budaya Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengkajian potensi sosial budaya masyarakat khususnya seni budaya lokal Gampong Jambak sebagai modal sosial pembangunan, serta memetakan peluang dan ancaman dalam rangka melakukan perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan tindak lanjut serta pertanggungjawaban kegiatan masyarakat gampong. Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat pengembang seni budaya lokal. Peran kepemimpinan Keuchik dalam segi pembangunan seni budaya sangat baik selama ini, terutama dalam hal tari-tarian. Selaku pemimpin dalam gampong memang benar-benar memperhatikan mengenai aspek pembangunan seni budaya. Jadi pembangunan seni budaya terbentuk dan berjalan dengan baik atas kerja sama bersama masyarakat. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dalam peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana pendidikan sudah berjalan dengan baik. Karena sudah berhasil membangun gedung sekolah. Jadi selaku Keuchik harus bisa menggunakan peranannya lagi terutama dalam kecakapan Keuchik selaku pelaksana pembangunan yang ada di gampong, untuk mengarahkan proses-proses pembangunan sarana dan prasarana pendidikan agar lebih diperbanyak lagi guna dapat menampung seluruh anak-anak PAUD Pendidikan Anak Usia Dini serta anak-anak Sekolah Dasar yang telah cukup umur dan memang mempunyai niat untuk bersekolah, agar tidak kalah dari anakanak yang ada di kota. Tentang peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana dan prasarana jembatan, bisa dikatakan lamban. Walaupun sudah berhasil membangun satu jembatan yang sekarang berdiri kokoh di gampong Jambak. Namun memang proses pengadaan pembangunan jembatan dan proyek pengerjaaan jembatan sangat lamban, jadi selaku kepala desa harus lebih peka dan memprioritaskan proses pembangunan jembatan yang memang diinginkan oleh warga masyarkat Gampong Jambak. Dengan kata lain harus lebih tegas dalam melakukan perencanaan dan pengawasan terhadap pembangunan jembatan yang selanjutnya. Dapat disimpulkan bahwa peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana jalan sudah berjalan cukup baik, namum belum semuanya dapat terselesaikan. Jadi selaku Keuchik harus bisa lebih aktif dan cakap lagi dalam proses membangun sarana dan prasarana jalan. Dan juga Keuchik harus lebih bekerja keras lagi dalam memprioritaskan proses pembangunan jalan yang memang diinginkan oleh warga masyarkat Gampong Jambak. Dengan kata lain harus lebih berusaha lagi dalam melakukan perencanaan dan pengawasan terhadap pembangunan jalan yang ada di Gampong. Diketahui bahwa selama peran kepemimpinan Keuchik dalam pembangunan sarana listrik bisa dikatakan tidak berhasil karena tidak ada pembangunan yang berjalan sesuai dengan harapan masyarkat gampong itu sendiri. Walaupun sempat ada masuknya proyek PLTA dan pada akhinya gagal juga. Pembangunan sarana dan prasarana listrik yang dilihat di lapangan Jurnal Public Policy l112 memang tidak sangat baik, diketahui bahwa dari masa ke masa tongkat kepemimpinan Keuchik masalah listrik hampir tidak bisa teratasi. Kepemimpinan Keuchik perannya dalam rangka pelatihan lembaga pemerintahan gampong masih kurang, jadi Keuchik harus memainkan perannya lagi untuk lebih sering mengadakan pelatihan atau kursus pembinaan aparat gampong. Selaku Keuchik harus memperhatikan lagi aparat pemerintahan gampong yang merupakan bawahannya langsung. Peran kepemimpinan Keuchik dalam mengadakan pelatihan atau kursus PKK harus lebih ditingkatkan lagi. Memang pelatihan atau kursus sudah ada, namun dirasakan masih kurang. Jadi Keuchik harus lebih tanggap lagi mengenai keanggotaan organisasi wanita Gampong Jambak dalam organisasi PKK, dengan lebih aktif lagi memberikan pelatihan atau kursus, yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat guna lebih memajukan wanita- wanita yang ada di pedesaan agar tidak selalu tertinggal mengenai wawasan dan ilmu-ilmu tentang organisasi kewanitaan seperti PKK. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Peran Kepemimpinan Keuchik dalam Pembangunan fisik Gampong Jambak di Kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh Barat. Seperti pembangunan sarana pendidikan yang masih dikatakan cukup, karena masih jauh dari kata baik dikarenakan masih kurangnya gedung sekolah, rumah dinas untuk para guru tim pengajar yang memang kebanyakan bukan penduduk asli dari warga gampong Jambak. Sarana jembatan yang belum terbangun semua sesuai dengan harapan masyarakat, yang memang mengharapkan agar semua jembatan besi segera dibangun agar lebih mudah