ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SETELAH KRISIS EKONOMI 1983 – 2012

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SETELAH KRISIS

EKONOMI 1983 – 2012 Oleh

CICILLIA MALIGIA

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia pada masa sebelum dan setelah krisis ekonomi pada tahun 1983-2012. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Pengeluaran

pembangunan sebelum krisis menunjukkan hasil dapat meningkatkan perekonomian sebesar 3.31%. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan pada

periode setelah krisis yang memperlihatkan pengaruh yang negatif sebesar -4.79%. Variabel pengeluaran pembangunan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi setelah krisis (1999- 2012) adalah kebijkan anggaran yang dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan tersebut belum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada, sehingga dampak dari anggaran pengeluaran pembangunan tersebut masih relatif kecil bagi pertumbuhan ekonomi.

Pengaruh pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode sebelum krisis (1983 – 1996) dan setelah krisis (1999 – 2012) menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran untuk pengeluaran rutin yang dianggarkan setiap tahunnya telah mampu dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam pengoperasionalannya, sehingga kecenderungan meningkatnya pengeluaran rutin setiap tahunnya telah mampu berperan menggerakan roda perekonomian.

Kata Kunci : Pengeluaran Rutin, Pengeluaran Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF INFLUENCE ON GOVERNMENT EXPENDITURE TO ECONOMIC GROWTH BEFORE AND AFTER THE ECONOMIC CRISIS

1983 – 2012 By

CICILLIA MALIGIA

The purpose of this study was to analyze the effect of Routine Expenditure and Development Expenditure on Economic Growth in Indonesia in the period before and after the economic crisis in 1983-2012.

Based on the results of this study concluded that the development expenditure before the crisis showed the results to improve the economy of 3:31%. However, different results are shown in the period after the crisis showed that the negative effect of -4.79%. Variable development expenditures negatively affect economic growth after the crisis (1999 - 2012) is a development policy that the budget allocated for development expenditure is not in accordance with the needs and existing conditions, so that the impact of the development expenditure budget is still relatively little to economic growth.

Effect of routine expenditure on economic growth during the pre-crisis period (1983 - 1996) and after the crisis (1999 - 2012) shows a positive and significant results. This suggests that the budget allocation for recurrent expenditures are budgeted annually have been able to be used effectively and efficiently in the operational time, so the trend of rising recurrent expenditures annually have been able to drive the wheels of the economy plays a role.

Keywords: Routine Expenditure, Development Expenditure, Economic Growth .


(3)

Oleh Cicillia Maligia

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1991, sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Yono dan Ibu Martina.

Penulis memulai pendidikan formal di TK Alodia Bekasi pada tahun 1994 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Saint John Bekasi yang diselesaikan pada tahun 2004, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Cahaya Harapan Bekasi diselesaikan pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Mandiri Bekasi diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2012 di Desa Maja, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran selama 40 hari.


(8)

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 4:13)

“Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Matius 19:26)

“Semua hal yang di kerjakan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati akan membuahkan hasil yang terbaik di waktu yang terbaik.”


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan hati, doa, serta syukur kepada Tuhan, kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku dan saudara-saudariku yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan moril maupun materil, terima kasih telah sabar menungguku untuk menyelesaikan kuliah

dengan membanggakan.

Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terima kasih atas setiap sukacita yang diberiikan. Setiap kenangan yang telah kita lalui bersama tidak akan

pernah terlupakan.

Almamaterku Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung.


(10)

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat dan cinta-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sebelum Dan Setelah Krisis Ekonomi 1983-2012” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak M. Husaini, S.E., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. I Wayan Suparta, S.E., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Imam Awaluddin, S.E., M.E. selaku dosen Pembimbing Akademik


(11)

7. Para staf dan pengawai di Jurusan Ekonomi Pembangunan serta pengawai lain di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

8. Kedua orangtuaku Mami Martina dan Papi Yono terima kasih untuk selalu mendukungku dalam keadaan apapun serta mendoakan dan memberkatiku setiap hari.

9. Ketiga adikku Chintia Maligia, Andi Maligi, Claudia Maligia terima kasih atas setiap kebahagiaan, semangat dan doa yang selalu di berikan.

10.Sahabat kecilku Melisa Paulin yang selalu memberikan semangat, doa dan nasihat yang tidak akan pernah terlupakan.

11.Para sahabat terbaik Alicia Larasati, Gadys Adystie, Novi Nainggolan atas setiap dukungan dan bantuan yang diberikan

12.Teman seperjuangan Butiran Debu: Ryan Andrey, Ezar, Bang Bangun, Bang Apri, Putri Ayuningtyas , Tiara Nur Andini, Renita Allagan terima kasih atas setiap canda tawa yang menghibur dalam setiap proses pengerjaan skripsi ini dan atas setiap nasihat dan bantuan yang di berikan.

13.Saudara-saudaraku di Asrama Pondok Indah: Sariput, Kak Adel, Novita, Kak Yenni, Advi, Dessy, Ruth, Debora, Merry, Anggi, Kak Asih, dan para alumni Pondok Indah : Kak Nindya, Kak Rindy, Echi, Tampu. Terima kasih atas setiap tawa, canda, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menjalani hari demi hari di Lampung ini.

14.Saudara seperantauan terbaik : Ray Reinhard Daniel Pardede, Gerchad Tobing, Andry Dwi Ichwanto terima kasih atas setiap semangat, pertolongan,


(12)

15.Geng Maho Ceria : Bang Ade, Bang Ep, Bang Tapir, Bang Freddy, Bang Epan, dan Rio. Terima kasih atas setiap semangat dan penghiburan yang diberikan kepada penulis selama ini.

16.Teman-teman EP’09 yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih untuk cerita indah dan keceriaan yang terlah dibagi selama ini.

17.Sahabat-sahabat KKN: Aqsha, Gintari, Amel, Memei, Allen, Rindy, Tommy, Agus yang telah berbagi pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa KKN di Desa Maja.

18.Keluarga Besar Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Ekonomi

Pembangunan (HIMEPA) serta keluarga besar Ekonomi Pembangunan. 19.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini namun tidak

dapat disebutkan oleh penulis satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalahan ... 8

C.Tujuan ... 8

D.Kerangka Penelitian ... 8

E. Hipotesis ... 12

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A.Kebijakan Fiskal ... 13

1. Definisi Kebijakan Fiskal ... 13

2. Orientasi Kebijakan Fiskal ... 16

3. Fungsi Kebijakan Fiskal ... 17

B.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ... 21

1. Definisi APBN ... 21

2. Format APBN ... 22

3. Klasifikasi Belanja ... 22

C. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 24

1. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 24

2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah ... 29

D. Pertumbuhan Ekonomi ... 32

1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi ... 32

2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi ... 35

E. Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 40


(14)

III. METODE PENELITIAN ... 45

A.Jenis dan Sumber Data ... 45

B.Batasan Variabel ... 45

C.Alat dan Model Analisis ... 47

D.Pengolahan Data ... 47

E. Metode Analisis ... 48

1. Uji Hipotesis ... 48

1.1Uji t-Statistik ... 48

1.2Uji F-Statistik ... 49

1.3Koefisien Determinasi (R2) ... 50

2. Uji Asumsi Klasik ... 50

2.1Uji Autokorelasi ... 50

2.2Uji Multikolinearitas ... 51

2.3Uji Heteroskedastisitas ... 52

2.4Uji Normalitas ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Pembahasan Deskriptif ... 55

B. Hasil Perhitungan ... 57

C. Pengujian Hipotesis ... 58

1. Uji t-Statistik ... 58

2. Uji F-Statistik ... 60

3. Koefisien Determinasi (R2) ... 60

D. Uji Asumsi Klasik ... 61

1. Uji Autokorelasi ... 61

2. Uji Multikolinearitas ... 62

3. Uji Heterokedastisitas ... 63

4. Uji Normalitas ... 64

E. Pembahasan ... 64

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Simpulan ... 68

B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jumlah Pengeluaran Rutin Dan Pengeluaran Pemerintah

(Tahun 1983-2012) ... 5 2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 7 3 Analisis Deskriptif Kualitatif ... 55 4 Hasil Regresi Data Pada Taraf Signifikasi α = 5%. Periode

Sebelum Krisis ... 57 5 Hasil Regresi Data Pada Taraf Signifikasi α = 5%. Periode

Setelah Krisis ... 58 6 Hasil Uji t Pada Tingkat Kepercayaan 95% (Periode

Sebelum Krisis) ... 59 7 Hasil Uji t Pada Tingkat Kepercayaan 95% (Periode

Setelah Krisis) ... 59 8 Hasil Uji F Pada Tingkat Kepercayaan 95% (Periode

Sebelum Krisis) ... 60 9 Hasil Uji Multikolinearitas Dengan Menggunakan Uji

Korelasi Parsial ... 62 10 Hasil Uji Heterokedastisitas Dengan Menggunakan Uji


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran ... 11 2 Grafik Pertumbuhan Ekonomi ... 56


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi hal yang sangat penting. Secara umum tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, menjaga kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga keseimbangan neraca pembayaran dan pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata. Melalui pembangunan ini diharapkan akan terjadi peningkatan kemakmuran masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan, yaitu dengan cara meningkatkan konsumsinya.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan penting dari kebijakan

ekonomi makro yang akan mampu memberi kesejahteraan masyarakat. Salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat yaitu tingkat pendapatan perkapita. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1981-1996, pertumbuhan ekonomi

Indonesia pada tahun 1996 menunjukkan nilai yang cukup tinggi tetapi pada tahun 1997 mengalami penurunan karena perekonomian Indonesia pada tahun tersebut


(18)

sedang dilanda krisis ekonomi, bahkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif (Nugrahani, 2011).

Indonesia merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara agar tidak sepenuhnya dapat terpengaruh dari dunia luar. Seperti apa yang terjadi pada 15 tahun yang silam Ketika negara Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang umumnya percaya bahwa Indonesia tidak akan bernasib sama. Fundamental ekonomi Indonesia dipercaya cukup kuat untuk menahan kejut eksternal (external shock) akibat kejatuhan ekonomi Thailand. Tetapi ternyata guncangan keuangan yang sangat hebat dari negara Thailand ini berimbas kepada perekonomian Indonesia, kekacauan dalam perekonomian ini menjadi awal dan salah satu faktor penyebab runtuhnya perekonomian Indonesia termasuk terjebaknya Indonesia ke dalam dilema utang luar negeri. Selain faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang terjadi di Indonesia juga berasal dari dalam negeri, yaitu proses integrasi perkonomian Indonesia ke dalam perekonomian global yang berlangsung dengan cepat dan kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor keuangan nasional, khususnya sektor perbankan, dan masih banyak faktor-faktor lainnya yang berperan menciptakan krisis di Indonesia (Syahril, 2003:4). Awal-awal menjelang Krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik, yang artinya tidak ada tanda-tanda yang terlalu merisaukan atau memberi tanda-tanda krisis yang serius akan menerpa. Sejak akhir dasawarsa 1980-an pertumbuhan ekonomi Indonesia


(19)

rata-rata sekitar 8% per tahun pada pertengahan 1997 tumbuh dengan laju tahunan 7,4%, (Boediono, 2008:81).

Secara umum konsep ekonomi dikenal dua kebijakan ekonomi yang utama, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter merupakan

pengendalian sektor moneter dan kebijakan fiskal merupakan pengelolaan anggaran pemerintah (budget) dalam rangka mencapai pembangunan (Sriyana, 2005). Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, 2002). Definisi lain mengenai kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah kebijakan pemerintah dengan menggunakan belanja negara dan perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian (Sri Rahayu, 2010). Kebijakan fiskal yang

diterapkan di Indonesia umumnya merepresentasikan pilihan-pilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran atau belanja dan jumlah

pendapatan, yang secara eksplisit digunakan untuk mempengaruhi perekonomian dalam satu periode. Berbagai pilihan tersebut, biasanya dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah, di Indonesia lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), digunakan sebagai alat pengatur urutan prioritas pembangunan dengan

mempertimbangkan tujuan – tujuan yang ingin dicapai dalam pengalokasiannya.

Kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia ditunjukkan oleh besarnya APBN yang diperlukan sebagai suatu pedoman sehingga kegiatan pemerintah itu dapat mencapai hasil yang optimal dan dapat mengadakan


(20)

pertimbangan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas pemerintah. Kebijakan fiskal meliputi langkah-langkah pemerintah membuat perubahan dalam bidang

perpajakan dalam pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agrerat dalam perekonomian. Sebagai negara berkembang, dimana peranan pemerintah dalam perekonomian relatif besar, pengeluaran pemerintah praktis dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi Indonesia pada umumnya, bukan saja karena pengeluaran ini dapat menciptakan berbagai prasarana yang

dibutuhkan dalam proses pembangunan, tetapi juga merupakan salah satu komponen dari permintaan agregat yang kenaikannya akan mendorong produksi domestik. Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistim pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Sedangkan pengeluaran

pembangunan ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan yang anggarannya selalu disesuaikan dengan besarnya dana yang berhasil dimobilisasi.

Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai instrumen fiskal pemerintah senantiasa diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan stabilitas ekonomi makro serta sekaligus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di Indonesia ditopang dari sumber-sumber dana dari dalam negeri dan luar negeri. Sumber pembiayaan dalam negeri berasal dari tabungan pemerintah, tabungan masyarakat serta utang domestik. Sedangkan pembiayaan dari luar negeri berasal dari penanaman modal asing dan utang yang diperoleh dari lembaga-lembaga internasional dan negara-negara sahabat baik dalam rangka bilateral maupun multilateral.


(21)

Tabel 1. Jumlah Pengeluaran Rutin Dan Pengeluaran Pemerintah (Tahun1983 – 2012)

Tahun Pengeluaran Rutin (dalam trilliun Rupiah)

Pengeluaran Pembangunan (dalam trilliun Rupiah)

1983 14.223 14.375

1984 14.859 15.561

1985 15.770 14.883

1986 16.142 16.879

1987 15.773 15.753

1988 16.549 18.270

1989 17.160 19.006

1990 18.923 19.703

1991 18.007 20.451

1992 19.933 21.695

1993 22.671 22.737

1994 25.458 22.524

1995 28.477 21.426

1996 37.098 26.897

1997 60.590 27.787

1998 103.261 42.759

1999 174.431 18.661

2000 162.577 25.815

2001 218.923 41.585

2002 186.651 37.325

2003 186.944 69.247

2004 236.014 61.450

2005 278.198 75.403

2006 362.941 81.370

2007 378.733 89.752

2008 471.811 97.328

2009 496.559 107.349

2010 578.734 130.932

2011 602.359 139.472

2012 729.883 150.121


(22)

Berdasarkan data pada pengeluaran pemerintah terlihat bahwa jumlah pengeluaran pemerintah bain rutin maupun pembangunan selalu mengaami peningkatan setiap tahunnya selama periode 1983 – 2012. Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, susunan anggaran pun telah diubah dan tidak dikenal lagi anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Berdasarkan Pasal 15 ayat (5) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003, APBN yang disetujui terinci sampai dengan unit

organisasi, fungsi, program ,kegiatan dan jenis belanja, sedangkan belanja negara dirinci menurut organisasi,fungsi dan jenis belanja.

Pengeluaran pemerintah yang digambarkan pada APBN pada prinsipnya bertujuan untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan bagi pelayanan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah Indonesia seperti yang

tercermin dalam APBN dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pemerintah ini secara tidak langsung merupakan investasi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berkaitan dengan hal tersebut masalah pemilihan prioritas pengeluaran pembangunan tersebut merupakan hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun rencana anggaran


(23)

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Tahun1983 – 2012)

Tahun Pertumbuhan Ekonomi

(Dalam persen)

1983 7.90

1984 2.20

1985 1.20

1986 2.51

1987 5.90

1988 4.90

1989 7.40

1990 7.20

1991 6.90

1992 6.20

1993 6.49

1994 7.53

1995 8.22

1996 7.80

1997 4.69

1998 -13,12

1999 0.79

2000 4.92

2001 3.82

2002 4.37

2003 4.87

2004 4.76

2005 5.70

2006 5.55

2007 6.31

2008 6.03

2009 4.30

2010 6.10

2011 6.52

2012 6.23

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun 1983-1997. Pada tahun 1998 menunjukkan penurunan pertumbuhan


(24)

ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, yang berlanjut menjadi krisis multidimensi, sehingga membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi di

Indonesia pada tahun 1998.

B. Permasalahan

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Rutin terhadap Pertumbuhan Ekonomi

sebelum dan setelah krisis di Indonesia ?

2. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi sebelum dan setelah krisis di Indonesia

C. Tujuan

Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis pengaruh Pengeluaran Rutin terhadap Pertumbuhan Ekonomi sebelum dan setelah krisis di Indonesia

2. Untuk menganalisis pengaruh Pengeluaran Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi sebelum dan setelah krisis di Indonesia.

D. Kerangka Pemikiran

Berbagai kemajuan dan perkembangan pembangunan telah dicapai dan telah berhasil meningkatkan perekonomian indonesia. Salah satu indikator keberhasilan tersebut terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi. Angka rata-rata

pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan Indonesia cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat, pemerintah, para pelaku ekonomi, dan juga pihak luar negeri. Selain tingkat


(25)

pertumbuhan yang tinggi, pesatnya pembangunan ekonomi pun membawa dampak pada meningkatnya standar hidup dan kesejahteraan masyarakat, dimana peningkatan standar hidup ini tidak hanya peningkatan pendapatan saja tetapi juga peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa publik baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penyelenggaraan barang dan jasa publik ini secara langsung merupakan tanggung jawab utama pemerintah karena ciri utama dari barang dan jasa publik itu sendiri yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

Simon Kuznets (1971) dalam Todaro dan Stephen C Smith (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Seperti telah diketahui, pengeluaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercermin dalam realisasi anggaran belanja rutin dan realisasi anggaran belanja pembangunan, sedangkan jumlah seluruh penerimaan meliputi penerimaan dalam negeri dan penerimaan luar negeri yang disebut


(26)

penerimaan pembangunan. Ditinjau dari tujuannya, pengeluaran rutin merupakan pengeluaran operasional dan mutlak harus dilakukan serta konsumtif, tetapi tidak semua anggaran belanja rutin dapat dikategorikan sebagai pengeluaran konsumsi (current expenditure), misalnya seperti belanja pembelian inventaris kantor, belanja pemeliharaan gedung kantor, dan lain-lain. Sebaliknya terdapat elemen pengeluaran pembangunan yang sebagian besar merupakan pengeluaran untuk investasi (capital expenditure) dapat dikategorikan sebagai pengeluaran yang bersifat konsumsi, seperti berbagai jenis upah dan gaji tambahan. Dari kedua jenis pengeluaran tersebut, pengeluaran pembangunanlah yang memiliki sumbangan terbesar dalam pembentukan modal tetap bruto nasional yang dilakukan pemerintah pusat (Matriks Investasi Pemerintah BPS). Pengeluaran pemerintah dalam hal ini pengeluaran investasi pemerintah memiliki kedudukan yang strategis dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sering pula dikatakan bahwa pengeluaran investasi pemerintah dapat memainkan peran sebagai salah satu penggerak utama (prime mover) dalam perekonomian, sehingga ketika perekonomian sedang mengalami kelesuan akibat adanya resesi ekonomi yang memerosotkan kemampuan masyarakat dalam melakukan kegiatan

perekonomian, pemerintah melalui instrumen kebijakan yang dimiliki dapat tampil menyelamatkan keadaan dengan memperbesar pengeluaran pemerintah melalui anggaran belanja defisit, dan sebaliknya.

Peranan dan besarnya pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah menjadi sesuatu yang mengundang kontroversi pada ekonomi makro. Sementara negara-negara bergerak menuju pasar terbuka dan bebas, pengeluaran konsumsi pemerintah telah meningkat secara terus-menerus.


(27)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Dari suatu kerangka berpikir tersebut penulis melakukan suatu penelitian yang

berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Sebelum Dan Setelah Krisis Ekonomi 1983 - 2012”. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah serta sebelum dan setelah krisis pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kebijakan Fiskal

Anggaran Pendapatan Belanja Negara

1. Pengeluaran Rutin 2. Pengeluaran


(28)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Pengeluaran Rutin berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi sebelum dan setelah krisis di Indonesia.

2. Pengeluaran Pembangunan berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi sebelum dan setelah krisis di Indonesia.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Fiskal

1. Definisi Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh Kementerian Keuangan. Hal tersebut diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Kebijakan fiskal umumnya merepresentasikan pilihan-pilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran atau belanja dan jumlah pendapatan, yang secara eksplisit digunakan untuk mempengaruhi perekonomian. Berbagai pilihan tersebut, dalam tataran praktisnya

dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah, yang di Indonesia lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan dalam menggerakkan aktivitas ekonomi negara, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, pemerataan pendapatan. Namun demikian, dampak kebijakan fiskal kepada aktivitas ekonomi negara sangatlah luas. Berbagai indikator


(30)

ekonomi lainnyapun mengalami perubahan sebagai akibat pelaksanaan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah. Dampak kebijakan fiskal kepada

pertumbuhan ekonomi diharapkan selalu positif, sedangkan dampak kepada inflasi diharapkan negatif. Namun secara teori, kebijakan fiskal mengembang yang dilakukan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa terjadinya peningkatan sumber pajak, sebagai sumber keuangan utama pemerintah, akan mengakibatkan peningkatan defisit anggaran (Sriyana, 2005).

Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengelola

pengeluaran dan perpajakan atau penggunaan instru men-instrumen fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraan ekonomi (Madjid, Kemenkeu RI 2012). Kebijakan fiskal sering didefinisikan sebagai pengelolaan anggaran pemerintah untuk mempengaruhi suatu

perekonomian, termasuk kebijakan perpajakan yang dipungut dan dihimpun, pembayaran transfer, pembelian barangbarang dan jasa-jasa oleh pemerintah, serta ukuran defisit dan pembiayaan anggaran, yang mencakup semua level

pemerintahan (Govil, 2009).

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang tertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan pemerintah.


(31)

a. Peningkatan penerimaan karena perubahan tarif pajak akan berpengaruh pada ekonomi.

b. Pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada stimulasi pada perekonomian melalui dampaknya terhadap sisi pengeluaran agregat,

c. Politik anggaran (surplus, berimbang, atau defisit) sebagai respon atas suatu kondisi, serta

d. Strategi pembiayaan dan pengelolaan hutang (Kebijakan Fiskal Dan Penyususan APBN, Direktorat Jendral Anggaran).

Definisi lain meyebutkan, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) uang pemerintah (Basri, 2003 : 23) . Secara singkat dapat dikatakan bahwa kebijakan fiskal adalah, kegiatan yang dilakukan pemerintah sebagai salah satu bentuk interfensi untuk mengelola anggaran dalam mempengaruhi perekonomian serta memaksimumkan kesejahteraan dan stabilitas dalam bidang perekonomian. Dalam perkembangannya, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi 4 macam atas dasar (Basri, 2003: 26)

1. Pembiayaan fungsional (fungsional finance)

2. Pengelolaan anggaran (the managed budget approach) 3. Stabilisasi anggaran otomatis (the stabilization budget) 4. Anggaran belanja seimbang (balanced budget approach)

Secara singkat, kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengelola pengeluaran dan perpajakan atau penggunaan instrumen-instrumen


(32)

fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraan ekonomi (Tanzi, 1991 dalam Madjid).

2. Orientasi Kebijakan Fiskal

Setelah krisis multi-dimensi 1997, kebijakan fiskal yang ditempuh olehpemerintah diarahkan pada dua sasaran utama, yaitu untuk mendukung konsolidasi fiskal guna mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan untuk menciptakan ruang gerak fiskal (fiscal space)1 yang memadai guna

memperkuat stimulus fiskal. sehingga mampu menggerakkan perekonomian domestik. Kedua sasaran tersebut masih tetap menjadi prioritas kebijakan dalam tahun-tahun selanjutnya. Dalam periode 2000 – 2009, upaya pencapaian sasaran kebijakan fiskal tersebut dibagi menjadi fase konsolidasi (penyehatan) APBN dalam periode 2000 – 2005 dan fase stimulus fiskal dalam periode 2006 – 2009.

Secara operasional, konsolidasi fiskal (penyehatan APBN) diupayakan

melalui pengendalian defisit anggaran dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, peningkatan pendapatan negara yang dititikberatkan pada peningkatan penerimaan perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara dengan tetap menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan alokasi belanja minimum. Ketiga, pengelolaan utang negara yang sehat dalam rangka menutupi kesenjangan pembiayaan anggaran yang dihadapi pemerintah. Keempat, perbaikan struktur penerimaan dan alokasi belanja negara, dengan memperbesar peranan sektor pajak nonmigas, dan pengalihan subsidi secara bertahap kepada bahan-bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat yang kurang mampu agar lebih tepat sasaran. Kelima


(33)

pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, dan berkesinambungan, yang dilakukan antara lain melalui perbaikan manajemen pengeluaran negara. Sementara itu, penguatan stimulus fiskal terutama diupayakan melalui

optimalisasi belanja negara untuk sarana dan prasarana pembangunan, alokasi belanja negara untuk kegiatan-kegiatan dan sektor-sektor yang mampu

menggerakkan perekonomian, serta pemberian insentif fiskal (perpajakan) (Nizar, 2010).

3. Fungsi Kebijakan Fiskal

Pemerintah terkadang memfokuskan pada tujuan-tujuan yang lebih spesifik agar dapat menigkatkan kesejahteraan ekonomi (Tanzi, 1991 dalam Madjid). Tujuan-tujuan spesifik dari kebijakan fiskal tersebut antara lain:

a. Koreksi atas ketidakseimbangan sementara, b. Stimulasi terhadap pertumbuhan ekonomi, dan

c. Redistribusi pendapatan.

Dengan berbagai tujuan spesifik tersebut, maka secara bersamaan terdapat kebijakan fiskal jangka pendek atau stabilisasi, dan kebijakan fiskal jangka panjang. Hal ini terutama karena di dalam kenyataan, kebanyakan dari

langkahlangkah kebijakan fiskal jangka pendek juga mempunyai konsekuensi jangka panjang, dan dengan cara yang sama berbagai langkah kebijakan fiskal jangka panjang juga mempunyai implikasi-implikasi jangka pendek. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, terdapat tiga aktivitas utama dari otoritas fiskal yang mencerminkan fungsi-fungsi spesifik dari kebijakan fiskal. Ketiga fungsi spesifik


(34)

dari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi

(Musgrave, 1959). Ketiga cabang ekonomi dari pemerintah (Musgrave) adalah sebagai berikut:

1) Stabilisasi

Tanggung jawabnya adalah menjamin perekonomian tetap pada kesempatan kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal adalah memelihara tingkat pendapatan nasional aktual mendekati potensialnya. Dengan tujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai sebagai manipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai full employment dan stabilitas harga (price stability).

2) Alokasi

Pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian dalam mengalokasikan sumber daya ekonominya. Intervensi pemerintah ini dapat dilakukan dengan secara langsung membeli barang-barang seperti pertahanan dan pendidikan, dan secara tidak langsung melalui berbagai pajak dan subsidi subsidi, yang

mendorong berbagai aktivitas atau menghambat aktivitas-aktivitas lainnya.

3) Distribusi

Berkaitan dengan bagaimana barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat didistribusikan diantara anggota-anggotanya, berkaitan dengan isu-isu seperti pemerataan, dan trade-offs antara pemerataan dan efisiensi.


(35)

Namun demikian, fungsi kebijakan fiskal lebih jelas ketika meminimalisir volatilitas atau fluktuasi siklus bisnis, dimana fungsi “stabilisasi” sangat dibutuhkan perekonomian. Dalam kerangka fungsi stabilisasi tersebut diatas, kebijakan fiskal dipandang sebagai alat yang sangat ampuh dalam membantu memperkecil siklus bisnis. Mengingat sumber penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi jangka pendek berasal dari guncangan permintaan agregat dan penawaran agregat, maka usaha untuk mengendalikan fluktuasi siklus bisnis seharusnya dilakukan dengan mengendalikan permintaan agregat dan penawaran agregat melalui berbagai instrumen kebijakan ekonomi makro, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang tepat. Kebijakan-kebijakan ini

mempengaruhi siklus bisnis, sehingga sangat berpotensi menstabilkan

perekonomian dari berbagai fluktuasi siklus bisnis jika dilaksanakan secara baik, tepat, akurat, dan prudent. Sebaliknya, jika kebijakan-kebijakan tersebut tidak dijalankan dan dikelola dengan baik, justru akan dapat menciptakan masalah baru pada ketidakstabilan ekonomi yang bukan tidak mungkin bahkan akan lebih buruk lagi (Mankiw, 2007).

Pendapat lain mengeni fungsi kebijakan fiskal adalah menurut Romer (1996) dalam Hendrin H. Sawitri , secara simultan fungsi fiskal bertujuan untuk menciptakan kondisi makro ekonomi secara kondusif dalam mencapai

pertumbuhan ekonomi, penciptaan tenaga kerja yang sekaligus menekan jumlah pengangguran, pengendalian tingkat inflasi, dan mendorong distribusi pendapatan yang semakin merata.


(36)

John F. Due dalam Ani Sri Rahayu, mengatakan terdapat tiga tujuan dari kebijakan fiskal, yaitu :

a. Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi atau memperbaiki keadaan ekonomi.

b. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran atau mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga – harga secara umum.

c. Untuk menstabilkan harga – harga secara umum, khususnya mengatasi inflasi.

Kebijakan fiskal yang diterapkan di Indonesia sebagai negara berkembang adalah kebijakan fiskal yang ekspansif dengan menggunakan instrumen anggaran defisit. Karena APBN merupakan alat dari kebijakan fiskal, maka pengelolaan anggaran baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran menjadi hal yang penting, agar kebijakan fiskal yang ekspansif dengan anggaran yang defisit ini tidak akan menimbulkan masalah dalam jangka panjang. Merumuskan strategi pembiayaan anggaran yang tepat dan terkendali menjadi perlu dilaksanakan agar anggaran tetap sehat, dapat dipercaya (credible) dan berkesinambungan (sustainable). Kebijaksanaan fiskal dapat dilihat dari struktur pos-pos APBN. Dimana APBN mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang

memerlukan untuk pelaksanaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin


(37)

dilaksanakan pemerintah dalam programnya, antara lain (Boediono,1986 dalam Pamuji)

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

1. Definisi APBN

Keuangan Negara meliputi seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan semua hak dan kewajiban Negara. Dan seluruh rangkaian kegiatan ini memiliki akibat-akibat keuangan sehingga memerlukan adanya suatu perencanaan keuangan yang cermat (budgeting atau penganggaran). Anggaran ini memiliki fungsi diantaranya sebagai pedoman dalam mengelola Negara dalam periode tertentu, sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan yang telah dipilih oleh pemerintah dan sebagai alat pengawasan

masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilih.

Di Indonesia pada awalnya secara resmi digunakan istilah begrooting untuk menyatakan pengertian anggaran. Namun sejak Proklamasi Kemerdekaan, digunakan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja sebagaimana terdapat dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan dalam perkembangannya ditambahkan kata Negara menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN ini mmerupakan perwujudan dari pengelolaan keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab sehingga penyelenggara Negara (Pemerintah) setiap tahun mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN untuk dibahas bersama


(38)

DPR. Jika disetujui maka RUU tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) APBN yang berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran.

2. Format APBN :

Sebelumnya dalam bentuk T-Account (1966-1999) Menyerupai neraca perusahaan, di mana terdapat keseimbangan antara bagian aset (penerimaan dengan pengeluaran, tanpa mempersoalkan ada tidaknya defisit).

a. Anggaran berimbang

b. Tahun anggaran 1 April – 31 Maret tahun berikutnya

Sekarang dalam bentuk I-account, mulai tahun 2000

a. Dibuat satu lajur, bagian atas penerimaan dan bagian bawah pengeluaran, langsung menunjuk-kan ada nya defisit dan pendanaannya

b. Anggaran tidak berimbang

c. Tahun anggaran 1 Januari – 31 Desember.

3. Klasifikasi Belanja

a. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan :

1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Dalam Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 20 ayat (5) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan bahwa APBN yang telah disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.

2) PP Akuntansi Pemerintahan No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Belanja diklasifikasikan menurut ekonomi (jenis belanja), organisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi untuk Pemerintah Pusat meliputi belanja operasi (belanja


(39)

pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial), belanja modal, belanja lain-lain. Klasifikasi belanja menurut fungsi dibagi menjadi pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan ketentraman, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan pemukiman, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.

b. Menurut fungsi artinya klasifikasi ini digunakan sebagai dasar untuk penyusunan anggaran berbasis kinerja guna memperoleh manfaat sebesar-besarnya. Rincian belanja Negara menurut fungsi1 antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial, disesuaikan dengan tugas masing-masing Kementerian Negara atau Lembaga. Oleh karena itu program kementerian negara atau lembaga harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan rencana kerja pemerintah.

c. Menurut jenis belanja

Pasal 11 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa belanja negara dalam APBN digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. APBN mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan untuk pelaksanaannya :


(40)

a) Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa, b) Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai,

c) Pengeluaran pemerintah untuk transfer payments yang meliputi misalnya, pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Selain itu semua pos pada sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk

melaksanakannya. Sisi penerimaan menunjukkan dari mana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber utama untuk memperoleh dana

tersebut, yaitu (Boediono, 1986 dalam Pamuji): a) Pajak berbagai macam,

b) Pinjaman dari bank sentral,

c) Pinjaman dari masyarakat dalam negeri, d) Pinjaman dari luar negeri.

Selanjutnya, dari pos-pos anggaran tersebut akan terlihat dampak kebijakan fiskal untuk perekonomian nasional. Dengan kata lain, suatu kebijakan fiskal adalah suatu aliran kombinasi pos-pos APBN dengan berbagai mekanisme, yang dapat mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan

C. Teori Pengeluaran Pemerintah

1. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk


(41)

meleksanakan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah terdiri dari pendekatan teori makro (Basri dan Subri, 2003).

Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, antara lain :

a) Hukum Wagner

Berdasarkan pengalaman empiris dari negara – negara maju (USA, Jerman, Jepang), Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Meskipun demikian, Wagner menyadari bahwa dengan tumbuhnya perekonomian hubungan antara industri, hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Kelemahan hukum Wagner adalah hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang publik, tetapi Wagner mendasarkan pandangannya dengan teori organis mengenai pemerintah (organic theory of state) yang menganggap

pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

b) Teori Peacok dan Wiserman

Teori Peacok dan Wiserman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran

pemerintah yang semakin besar tersebut. Namun masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami


(42)

besarnya pungutan pajak dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak.

Menurut teori Peacok dan Wiserman, perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh sebab itu dalam keadaan normal, meningktnya GDP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya adanya perang maka pemerintah harus memperbesar

pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu pemerintah melakukan penerimaanya dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Akan tetapi perang tidak hanya bisa dibiayai dengan pajak sehingga pemerintah juga harus meminjam dari negara lain. Setelah perang selesai, sebetulnya pemerintah dapat menurunkan kembali tarif pada tingkat sebelum adanya gangguan, tetapi hal tersebut tidak dilakukan karena pemerintah harus mengembalikan angsuran utang dan bunga pinjaman untuk membiayai perang, sehingga pengeluaran pemerintah setelah perang selesai meningkat tidak hanya karena GDP naik, tetapi juga karena pengembalian utang dan bunganya.

Menurut Dr.Guritno Mangkoesoe-broto, M.Ec, perkembangan pengeluaran pemerintah ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:


(43)

a. Perubahan permintaan akan barang publik.

b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

c. Perubahan kualitas barang publik. d. Perubahan harga faktor-faktor produksi

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu dan

bagaimana proporsinya terhadap penghasilan nasional. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang

bersangkutan. Tapi hendaknya kita sadari bahwa proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional bruto (GNP) adalah suatu ukuran yang sangat kasar terhadap kegiatan peranan pemerintah dalam suatu perekonomian. Pengeluaran pemerintah suatu negara menggambarkan suatu pembiayaan terhadap kegiatan pemerintah. Seperti telah diketahui, pengeluaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercermin dalam realisasi anggaran belanja rutin dan realisasi anggaran belanja pembangunan, sedangkan jumlah seluruh penerimaan meliputi penerimaan dalam negeri dan penerimaan luar negeri yang disebut penerimaan pembangunan. Ditinjau dari tujuannya, pengeluaran rutin merupakan pengeluaran operasional dan mutlak harus dilakukan serta konsumtif, tetapi tidak semua anggaran belanja rutin dapat dikategorikan sebagai pengeluaran konsumsi (current expenditure), misalnya seperti belanja pembelian inventaris kantor, belanja pemeliharaan gedung kantor, dan lain-lain. Sebaliknya terdapat elemen pengeluaran pembangunan yang sebagian besar merupakan


(44)

pengeluaran untuk investasi (capital expenditure) dapat dikategorikan sebagai pengeluaran yang bersifat konsumsi, seperti berbagai jenis upah dan gaji

tambahan. Dari kedua jenis pengeluaran tersebut, pengeluaran pembangunanlah yang memiliki sumbangan terbesar dalam pembentukan modal tetap bruto nasional yang dilakukan pemerintah pusat (Matriks Investasi Pemerintah BPS).

Pengeluaran Pemerintah adalah nilai pembelanjaan yang dilakukan oleh

pemerintah yang digunakan terutama untuk kepentingan masyarakat. Pengeluaran untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pengeluaran untuk

menyediakan polisi dan tentara, pengeluaran gaji untuk pegawai pemerintah dan pengeluaran untuk mengembangkan infrastruktur dibuat untuk kepentingan masyarakat. Pembelian pemerintah atas barang dan jasa dapat digolongkan menjadi dua golongan utama yaitu pengeluaran penggunaan pemerintah atau konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah (Sadono Sukirno, 2004). Konsumsi pemerintah adalah pembelian atas pembelian barang dan jasa yang akan dikonsumsikan, seperti membayar gaji, membeli alat-alat kantor untuk digunakan dan membeli bensin untuk kendaraan pemerintah. Investasi pemerintah meliputi pengeluaran untuk membangun prasarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit dan irigasi, memberikan subsidi-subsidi, beasiswa bantuan untuk korban bencana alam tidak digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah atas produk nasional karena pengeluaran itu bukanlah untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran konsumsi pemerintah di Indonesia tercermin dalam pengeluaran rutin, sedangkan pengeluaran investasi pemerintah tercermin dalam pengeluaran pembangunan.


(45)

Ditinjau dari tujuannya, pengeluaran rutin merupakan pengeluaran operasional dan mutlak harus dilakukan serta konsumtif, tetapi tidak semua anggaran belanja rutin dapat dikategorikan sebagai pengeluaran konsumsi (current expenditure). misalnya seperti belanja pembelian inventaris kantor, belanja pemeliharaan gedung kantor, dan lain-lain. Pengeluaran konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang dalam negeri, dana rutin daerah dan pengeluaran rutin lainnya yang berdampak konsumsi pegawai atau masyarakat terhadap barang-barang meningkat yang kemudian menaikkan fungsi konsumsi yang menyumbang kontribusi terhadap bruto nasional dan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah ini secara tidak langsung merupakan investasi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berkaitan dengan hal tersebut masalah pemilihan prioritas pengeluaran pembangunan tersebut merupakan hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun rencana anggaran pembangunannya.

2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi: (Suparmoko, 2000)

a. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang. Pengeluaran itu langsung

memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas. Berdasarkan atas penilaian ini kita dapat membedakan bermacam-macam pengeluaran negara


(46)

seperti: Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa barang-barang yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara, atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor.

b. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat (public health).

c. Pengeluaran yang tidak self liquditing maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat misalnya untuk bidang-bidang rekreasi, pendirian monumen, obyek-obyek tourisme dan sebagainya. Dan hal ini dapat juga mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti jasa-jasa tadi.

d. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat

pengeluaran terjadi penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik.

e. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak

dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang pada waktu usia yang lebih lanjut pasti akan lebih besar.


(47)

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu:(Dumairy, 2001)

a. Pengeluaran rutin yaitu, pengeluaran untuk pemeliharaan atau

penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi

pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksaanan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen / lembaga negara non departemen, dan

pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

b. Pengeluaran pembangunan, yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga

anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.


(48)

D. Pertumbuhan Ekonomi

1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Pengertian pertumbuhan ekonomi sudah banyak dirumuskan dengan sudut pandang yang berbeda oleh para ekonom. Simon Kuznets (1971) dalam Todaro dan Stephen C Smith (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen:

pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Boediono (1999) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan di sini adalah pada proses karena mengandung unsur perubahan dan indikator pertumbuhan ekonomi dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama.

Menurut Sadono Sukirno (1985), pengertian pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan


(49)

ekonomi lebih tinggi dari apa yang telah dicapai pada periode waktu sebelumnya, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan dalam PDRB, tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan penduduk.

Samuelson (1995) dalam Sriyana mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross Domestic Product potensial/output dari suatu negara. Ada 4 faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi:

1. Sumber daya manusia.

Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan

faktorterpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu menuntut tersedianya manajemen,

keterampilan produksi, dan keahlian yang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik.

2. Sumber daya alam.

Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak, gas, hutan, air dan bahan-bahan mineral lainnya.


(50)

3. Pembentukan modal.

Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan

konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhklan untuk kemajuan cepat di bidang ekonomi.

4. Perubahan teknologi dan inovasi.

Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu semangat

kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila tidak memiliki para wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi, menerapkan teknologi baru, mengadapi berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju.

Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan peningkatan output dan

pendapatan riil perkapita memang bukanlah satu-satunya sasaran kebijaksanaan di negara-negara berkembang, namun kebijaksanaan ekonomi menaikkan tingkat pertumbuhan output perlu dilakukan karena:

1. Pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai suatu syarat yang sangat diperlukan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat.

2. Pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai suatu prasyarat untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan lainnya, seperti: peningkatan pendapatan dan kekayaan masyarakat, ataupun penyediaan fasilitas dan sarana sosial lainnya (Thirwall: 1976 dalam Rika).


(51)

2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan secara umum terbagi dalam tiga kelompok pendekatan yaitu pendekatan klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan Jhon Stuart Mill, Neo Klasik (Solow-Swan, Schumpeter dan Alfred Marshall) dan modern yang dianut oleh Rostow, Harrod-Domar, Kutznet dan teori ketergantungan.

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi klasik di pelopori oleh beebrapa tokoh yaitu, Adam

Smith, David Ricardo, dan Arthur Lewis. Adam Smith dalam bukunya “An

Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”, mengemukakan faktor-faktor yang menimbulkan pembangunan ekonomi. Menurut pandangan Adam Smith, kebijaksanaan Laissezfaire atau sistem mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat dicapai oleh suatu masyarakat. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar, dan perluasan pasar akan mendorong tingkat spesialisasi. Dengan adanya spesialisasi akan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi atau mempercepat proses pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan mendorong produktivitas tenaga kerja dan mendorong tingkat perkembangan teknologi. Mengenai corak dan proses

pertumbuhan ekonomi, Adam Smith mengemukakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi maka proses tersebut akan terus-menerus berlangsung secara

kumulatif.

Teori ini dikembangkan oleh Abramovitz dan Solow yang mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi.


(52)

Teori ini pada hakekatnya menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tergantung pada faktor-faktor berikut, yakni :

1. Pertambahan modal dan produktifitas marginal

2. Pertambahan tenaga kerja dan produktifitas tenaga kerja margina 3. Perkembangan tekhnologi

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi Neo-Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori ini berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. Ekonom yang menjadi perintis pengembangan teori ini adalah Robert Solow dan Trevor Swan yang memunculkan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.

c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern 1. Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut Rostow, pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan:

a) Masyarakat tradisional, yaitu suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di dalam fungsi produksi yang terbatas yang didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan dan sikap yang masih primitif, dan berfikir irasional.

b) Prasyarat lepas landas, adalah suatu masa transisi di mana suatu masyarakat mempersiapkan dirinya atau dipersiapkan dari luar untuk mencapai


(53)

pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustained growth).

c) Lepas landas, adalah suatu masa di mana berlakunya perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbentuknya pasar baru.

d) Tahap kematangan, adalah suatu masa di mana suatu masyarakat secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.

e) Masyarakat berkonsumsi tinggi, adalah suatu masyarakat di mana

perhatiannya lebih menekankan pada masalah konsumsi dan kesejahteraan masyarakat, bukan lagi pada masalah produksi.

2. Teori Pertumbuhan Kuznet

Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaianpenyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan yang ada. Masing-masing dari ketiga komponen pokok, yaitu:

a. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau

perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu negara yang bersangkutan.


(54)

b. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau prakondisi bagi

berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, ini adalah suatu kondisi yang sangat diperlukan, tetapi tidak cukup itu saja (jadi, disamping perkembangan atau kemajuan teknologi, masih dibutuhkan faktor-faktor lain).

c. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi baru, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi. Inovasi di bidang teknologi tanpa dibarengi inovasi sosial berarti potensi ada, akan tetapi tanpa input komplementernya maka hal itu tidak bisa membuahkan hasil apapun.

3. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Harrod-Domar adalah ahli ekonomi yang mengembangkan analisis Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan

pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu menurutnya setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar, ada hubungan ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal dan jumlah produksi nasional. Adapun model pertumbuhan ekonomi yang bisa ditunjukkan berdasarkan teori Harrrod Domar adalah sebagai berikut:

a. Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari output total (Y), oleh karenanya nilai mempunyai persamaan yang sederhana:


(55)

b. Investasi didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan ΔK, maka:

I = ΔK ... (2.3)

Tetapi karena stok modal (ΔK) mempunyai hubungan langsung dengan output

total (Y), seperti ditunjukkan oleh COR atau k, maka:

K/Y = k atau ΔK/ΔY = k atau K = k . Y ...(2.4)

c. Akhirnya karena tabungan total (S) harus sama dengan investasi total (I),

maka:

S = I ...(2.5) Akhirnya kita akan mendapatkan : ΔY/Y = s/k ... (2.6)

4. Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan ini pertama kali dikembangkan di Amerika Latin pada tahun 1960-an. Menurut para pengikut teori ini, keterbelakangan (underdevelopment) negara-negara Amerika Latin terjadi pada saat masyarakat prakapitalis tersebut tergabung ke dalam sistem ekonomi dunia kapitalis. Dengan demikian masyarakat tersebut kehilangan otonominya dan menjadi daerah pinggiran dari daerah-daerah metropolitan yang kapitalis. Dalam teori ketergantungan ini ada dua aliran yaitu aliran Marxis-Neo Marxis dan aliran Non-Marxis. Aliran yang pertama

menggunakan kerangka teori imperialisme yang tidak membedakan secara tajam antara struktur internal dan eksternal, karena kedua struktur tersebut dipandang


(56)

sebagai faktor yang berasal dari sistem kapitalis dunia itu sendiri. Selain itu, aliran ini mengambil perspektif perjuangan internasional antara pemilik modal dengan kaum buruh. Oleh karena itu, menurut teori ini, pembangunan ekonomi untuk daerah pinggiran adalah dengan cara melakukan revolusi. Sedangkan aliran kedua melihat masalah ketergantungan dari perspektif nasional atau regional. Di mana aliran ini dengan tegas membedakan keadaan di dalam negeri dan luar negeri. Menurut aliran ini, struktur dan kondisi internal dilihat sebagai faktor yang berasal dari sistem itu sendiri walaupun tetap dipengaruhi oleh faktor eksternal. Sehingga yang perlu ditekankan untuk melakukan pertumbuhan ekonomi adalah melakukan pembaharuan yang diperlukan secara internal untuk menentukan sikap terhadap faktor eksternal.

E. Hubungan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran pemerintah daerah dalam hal ini dinyatakan dalam pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pembangunan tersebut digunakan untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi untuk mendorong pemerataan dan peningkatan pendapatan perkapita. Pengeluaran pembangunan juga merupakan salah satu input produksi yang dapat menghasilkan output. Pengeluaran rutin mempunyai peranan dan fungsi cukup besar dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan sekalipun pengeluaran tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi, melainkan menunjang kegiatan pemerintahan serta peningkatan jangkauan dan mutu pelayanan. Secara agregat, peningkatan pengeluaran pemerintah akan ikut


(57)

menambah pendapatan nasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Seperti telah diketahui, pengeluaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercermin dalam realisasi anggaran belanja rutin dan realisasi anggaran belanja pembangunan, sedangkan jumlah seluruh penerimaan meliputi penerimaan dalam negeri dan penerimaan luar negeri yang disebut penerimaan pembangunan. Ditinjau dari tujuannya, pengeluaran rutin merupakan pengeluaran operasional dan mutlak harus dilakukan serta konsumtif, tetapi tidak semua anggaran belanja rutin dapat dikategorikan sebagai pengeluaran konsumsi (current expenditure), misalnya seperti belanja pembelian inventaris kantor, belanja pemeliharaan gedung kantor, dan lain-lain. Pengeluaran konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang dalam negeri, dana rutin daerah dan pengeluaran rutin lainnya yang berdampak konsumsi pegawai atau

masyarakat terhadap barang-barang meningkat yang kemudian menaikkan fungsi konsumsi yang menyumbang kontribusi terhadap bruto nasional dan pertumbuhan ekonomi ( Rika, 2011.

F. Tinjauan Empiris

1. Darma Rika Swaramarinda, Susi Indriani (2011)

Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pengeluaran Konsumsi Dan Investasi Pemerintaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Model ekonometrik penelitian ini diformulasikan sebagai berikut:


(58)

Yt = β0+ βt Gct+ β2 Git + et

Keterrangan:

Yt = pertumbuhan ekonomi pada tahun t

Gc = rasio konsumsi pemerintah terhadap PDB pada tahun t Gi = rasio investasi pemerintah terhadap PDB pada tahun et = error terms

Hasil dan Kesimpulan Penelitian ini adalah :

Terdapat hubungan yang positif pengeluaran konsumsi pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi pada periode penelitian. Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang dalam negeri, dana rutin daerah dan pengeluaran rutin lainnya yang berdampak konsumsi pegawai atau masyarakat terhadap barang-barang meningkat yang kemudian menaikkan fungsi konsumsi yang menyumbang kontribusi terhadap bruto nasional dan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran investasi pemerintah mempunyai dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena pengeluaran investasi

pemerintah dimaksudkan guna menunjang pertumbuhan ekonomi dan mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat. Dan anggaran pembangunan dialokasikan terutama untuk membiayai proyek-proyek yang tidak dapat dibiayai sendiri oleh masyarakat.

2. Jamzani Sodik (2007),

Dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional (studi kasus data panel di Indonesia).


(59)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi regional periode 1993-2003 dipengaruhi oleh investasi pemerintah, konsumsi pemerintah, angkatan kerja dan tingkat keterbukaan ekonomi regional. Sedangkan investasi swasta tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

3. Sri Palupi (2002)

Menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (studi kasus di Kabupaten Purwerejo).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pengeluaran pemerintah secara umum ternyata disebabkan oleh pertumbuhan pada pengeluaran rutin pemerintah yang menunjukkan hasil yang positif dan meyakinkan. variabel investasi swasta, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

4. Fajar Wardhany (2010)

Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Faktor Tenaga Kerja Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Batang.

Model ekonometrik penelitian ini diformulasikan sebagai berikut:

LogGR = b0 + b1LogTK + b2LogPR + b3LogPP + Et Keterangan :

GR = Pertumbuhan Ekonomi (variabel dependen) β0 = Intersep atau Konstanta

β1- β3 = Koefisien Regresi TK = Tenaga Kerja


(60)

PR = Pengeluaran Rutin Pemerintah Daerah

PP = Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Daerah Log = Logaritma

Et = Gangguan Stokhastik (Disturbance Term)

5. Imron Rosyadi (2000)

Dalam penelitian yang berjudul hubungan antara Pengeluaran Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi selama periode 1979-1998. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan menerapkan model kausalitas koreksi kesalahan (ECM). Analisis dilakukan terhadap data sekunder berupa PDRB Kota Jambi berdasarkan harga konstan (tanpa migas) dan Pengeluaran Pembangunan Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian terdapat pola hubungan satu arah antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pembangunan. Dalam jangka pendek pengeluaran pembangunan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka panjang pengeluaran


(61)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari publikasi dinas atau instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi resmi pemerintah dalam bentuk buku Statistik Indonesia (Statistical Pocket Book Of Indonesia) dalam berbagai edisi serta berbagai sumber lainnya yang relevan seperti jurnal,skripsi, tesis, internet, buku dan hasil-hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun jenis data yang

digunakan adalah jenis data rangkaian waktu (time series) yang disusun ke dalam bentuk data tahunan dalam periode 1992 hingga tahun 2012 sehingga penelitian ini merupakan hasil penggunaan data seri selama periode tersebut.

B. Batasan Variabel

Dalam penelitian ini, digunakan dua jenis variabel yaitu, variabel bebas

(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat dan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini digunakan batasan-batasan variabel, diantaranya adalah satu variabel terikat dan dua variabel bebas. Dua variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengeluaran rutin dan


(62)

pengeluaran pembangunan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Pertumbuhan Ekonomi (GROWTH)

Yaitu merupakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2000 selama kurun 1998 – 2012 yang dinyatakan dalam persen.

Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % 100 1 1 x PDB PDB PDB Y t t t t     Keterangan:

Yt = Pertumbuhan Ekonomi periode t PDBt = Produk Domestik Bruto periode t PDBt-1 = Produk Domestik Periode sebelumnya

2. Pengeluaran Rutin : pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta jumlah pengeluaran lain.

3. Pengeluaran pembangunan : pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik


(63)

C. Alat dan Model Analisis

Dalam penelitian ini, model analisis yang digunakan dalam menganalisa data adalah model ekonometrika atau persamaan regresi linier. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka persamaan di atas disusun ke dalam model regresi sebagai berikut:

GROWTH = α + β1 PR + β2 PB + εt

Keterangan :

α = Tetapan ( Konstanta )

1, 2 = Nilai koefisien regresi parsial

GROWTH = Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2000 selama kurun 1983 – 2012 (dalam persen).

PR =Pengeluaran Rutin Pemerintah selama kurun 1983 – 1996 (Sebelum krisis) dan 1999 – 2012 (Setelah krisis)

PP =Pengeluaran Pembangunan selama kurun 1983 – 1996 (Sebelum krisis) dan 1999 – 2012 (Setelah krisis)

t

 = Kesalahan stokastik

D. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data yang didapat dilakukan dengan

menggunakan program komputer yaitu dengan menggunakan program E-Views 4.1. Untuk melihat bagaimana pengaruh antara variabel terikat terhadap variabel bebasnya. Data yang akan di estimasi dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum


(64)

krisis (1983 – 1996) dan setelah krisis (1999 – 2012). Tahun 1997 – 1998 tidak dimasukkan dalam regresi karena tahun tersebut diasumsikan sebagai fase krisis.

E. Metode Analisis 1. Uji Hipotesis 1.1 Uji t-Statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi satu variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan. Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan uji-t (t student). Untuk variabel Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi dilakukan dengan uji satu arah (pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05). Derajat bebas yang digunakan adalah df = n – k – 1, dimana n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan. Sedangkan untuk variabel Nilai Tukar dilakukan dengan uji dua arah

(pada α = 0,05/2). Derajat kebebasan yang digunakan adalah df = n – k – 1,

dimana n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan. Hipotesis yang digunakan adalah :

(i) Untuk Variabel Pengeluaran Rutin Ho : β1 = 0 : tidak berpengaruh

Ha : β1 > 0 : berpengaruh Positif

Apabila : t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima


(65)

jika Ho diterima, berarti pengeluaran rutin tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi. Jika Ho ditolak, berarti pengeluaran rutin berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

(ii) Untuk Variabel Pengeluaran Pembangunan Ho : β2 = 0 : tidak berpengaruh

Ha : β2 > 0 : berpengaruh Positif

Apabila : t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

jika Ho diterima, berarti Pengeluaran Pembangunan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika Ho ditolak, berarti nilai tukar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

1.2 Uji F-Statistik

Uji FStatistik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel -variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi -variabel terikat secara

signifikan. Pengujian hipotesis dilakukan pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05 dan derajat kebebasan df1 = k – 1 dan df2 = n – k, dimana n = jumlah

observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan. Hipotesis yang dikemukakan adalah :

Hipotesis nol (Ho) : βi = 0 : tidak berpengaruh signifikan Hipotesis alternatif (Ha) : βi ≠ 0 : berpengaruh signifikan

Kriteria: Jika Fhitung > Ftabel maka semua variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat secara signifikan, maka Ho ditolak.


(66)

1.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi R2 digunakan untuk menyatakan tingkat keeratan hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat. Koefisien

determinasi R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari regressand (Y) dapat diterangkan oleh regressor (X). bila R2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y, 100% dapat diterangkan oleh X. dengan kata lain bila R2 = 1, maka semua titik-titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian R2 nilainya antara nol dan satu (Nachrowi, 2002: 21-22).

2. Uji Asumsi Klasik

Model analisis regresi berganda dapat dijadikan sebagai alat estimasi jika asumsi model regresi berganda tersebut merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear yang tidak bias yang terbaik (Best Linear Unbiased Estimator/ BLUE), yaitu data yang terdistribusi dengan normal, tidak terdapat

multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Untuk mengetahui apakah persyaratan BLUE ini dipenuhi atau tidak, dapat diuji dengan menggunakan uji asumsi klasik.

2.1 Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Masalah autokorelasi biasanya muncul pada data time series. Autokorelasi adalah sebuah kasus khusus dari korelasi. Kalau “korelasi” menunjukkan hubungan antara dua atau lebih


(1)

Kriteria pengujiannya adalah :

Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai (n x R2) < nilai chi square Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai (n x R2) > nilai chi square Jika Ho ditolak, berarti terdapat heteroskedastisitas.

Jika Ho diterima, berarti terdapat heteroskedastisitas.

2.4 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal, seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu:

1) Analisis Grafik

Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal, jika distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data

sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) Analisis Statistik

Uji Jaque-Barbera (JB), uji ini dilakukan dengan membuat hipotesis terhadap analisis hasil analisa:


(2)

54

Ho : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Apabila nilai probability > 0,05 maka dapat disimpulkan data residual terdistribusi dengan normal (Agus Widarjono, 2007: 54).


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pengeluaran pembangunan sebelum krisis menunjukkan hasil dapat meningkatkan perekonomian sebesar 3.31%. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan pada periode setelah krisis yang memperlihatkan pengaruh yang negatif sebesar -4.79%. Artinya, sebelum krisis yang melanda Indonesia pengeluaran pembangunan memang benar – benar dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian. Variabel pengeluaran pembangunan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi setelah krisis (1999- 2012) adalah kebijkan anggaran yang dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan tersebut kemungkinan belum tepat sasaran, sehingga

pengaruhnya belum signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2. Pengaruh pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode sebelum krisis (1983 – 1996) dan setelah krisis (1999 – 2012) menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran untuk pengeluaran rutin yang dianggarkan setiap tahunnya dapat memberi pengaruh positif kepada pertumbuhan ekonomi. Karena dari


(4)

69

pengeluaran rutin yang meningkat (salah satunya peningkatan pada belanja pegawai) akan meningkatkan tingkat konsumsi akan barang dan jasa yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

B. Saran

Agar pengaruh pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun

pengeluaran pembangunan dapat dialokasikan dengan prosedur pengganggaran yang sesuai kebutuhannya, agar dari alokasi dana pengeluaran tersebut terjadi pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan seluruh kalangan, bukan hanya golongan tertentu. Selain itu perlu adanya terobosan kebijakan pendukung yang efektif dalam pengunaan anggaran supaya lebih dapat menggerakkan


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, berbagai edisi Basri, Faisal. 2002, “Perekonomian Indonesia“, Erlangga, Jakarta

Boediono. 2008, “Ekonomi Indonesia, Mau Kemana “, Gramedia Pustaka, Jakarta _________.1992. Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2.

Edisi 4. Yogyakarta : BPFE

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Goeritno, Mangkoesoebroto. Ekonomi Publik, Edisi III. Yogyakarta :BPFE, 1995. Hadiyanto, andi dkk. 2002. Bunga Rampai. Kebijakan Fiskal Kelompok Kerja

Badan Analisa Fiskal. Jakarta.

Ibnu, Syamsi S.U. 1994. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Jakarta : Rineka Cipta.

Madjid, Noor Cholis (2012), “Kebijakan Fiskal dan Penyususna APBN” Direktorat Jendral Anggaran, Jakarta : Depkeu RI

Nizar, Muhammad Afdi (2010): “Arah Kebijakan Fiskal Di Indonesia” Universitas Indonesia, Indonesia.

Nota Keuangan dan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005

Nugrahani, tri siwi dkk. 2011. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi, Investasi Domestik, Dan Ekspor Antara Sesudah Dan Sbelum Krisis. UPY.Yogyakarta

Rika, darma dkk. 2011. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta


(6)

Sri R, Ani. 2010. Pengantar Kebijakan Fiskal. PT. Bumi Aksara, Jakarta

Sriyana, Jaka, 2005, Ketahanan Fiskal :Studi Kasus Malaysia dan Indonesia, Universitas Islam Indonesia.

Sukirno, Sodono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukmawati, Hesti., (2004)., Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2004. “Skripsi S1”. Yogyakarta: UPN Veteran.

Suparmoko, M., (2000), Pengantar Ekonomika Makro, Edisi 4. Yogyakarta: BPFE UGM.

Todaro, Michael P. dan Stephen C Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (diterjemahkan oleh Haris Munandar). Jakarta : Erlangga

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Universitas lampung. 2013. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2013. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia. Yogyakarta.