ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) BERDASARKAN PARAMETER FISIKA-KIMIA DI TELUK CIKUNYINYI, KABUPATEN PESAWARAN

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanussp.)BERDASARKAN PARAMETER FISIKA-KIMIA DI

TELUK CIKUNYINYI, KABUPATEN PESAWARAN

Oleh Edi Purwanto

Teluk Cikunyinyi memiliki potensi perikanan relatif tinggi, karena memiliki perairan yang tenang dan dilindungi oleh pulau pulau kecil yang dapat menunjang aktifitas budidaya. Pemilihan lokasi yang tepat merupakan hal yang sangat menentukan bagi keberhasilan budidaya ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu Analisis kesesuaian perairan yang tepat sebagai salah satu tahap awal untuk mengetahui informasi mengenai lokasi yang ideal untuk budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kualitas perairan Teluk Cikunyinyi dan menganalisis tingkat kesesuaian perairan Teluk Cikunyinyi untuk budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) berdasarkan parameter fisika-kimia perairan. Penelitian dilaksanakan pada Oktober-November 2013. Analisis kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Air, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dengan menggunakan 8 lokasi sebagai stasiun pengambilan sampel air. Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif. Metode penentuan lokasi pengambilan contoh menggunakan metode purposive sampling. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode matching dan skoring. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data kualitas perairan Teluk Cikunyinyi sebagai berikut: DO 5,32 mg/l, kedalaman 6,74 m, material dasar berupa lumpur, kecepatan arus 29,48 cm/detik, kecerahan 3.67 m, suhu 30,34 0C, salinitas 31,48 ppt, pH 8,02, fosfat 0,076 mg/l, nitrat 0,050 mg/l. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai skor tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya ikan kakap merah sebesar 215 (sesuai bersyarat).


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF LAND SUITABILITY FOR RED SNAPPER (Lutjanussp.) AQUACULTURE BASED ON PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS

IN CIKUNYINYI BAY, DISTRICT PESAWARAN

By Edi Purwanto

Cikunyinyi has a high potency for aquaculture. It’s protected by small island as enclosed waters that suitable for fish culture e.g. red snapper. The key for success in aquaculture is site selection. Analysis of suitable location is needed to determined location for red snapper culture. Objective of this research were to describe physical and chemical factor of Cikunyinyi bay and also to analyze suitable location for red snapper based on physical and chemical factor. This study was conducted in October–November 2013. Water quality analysis conducted in fish health environment laboratory, mariculture research center Lampung. Water sample is taken from 8 station in Cikunyinyi bay. The method for analyzing suitable location based on matching and scoring. The result of this study showed that the condition of Cikunyinyi bay as follow: DO of 5.32 mg/l, salinity of 31.48 ppt, phosphate of 0.076 mg/l, nitrate of 0.050 mg/l, water depth of 6.74 m, the substrate is muddy, current velocity of 29.48 cm/s, temperature of 30.34 0C, and water durity of 3.67 m. The result of scoring analysis of land suitability for red snapper culture is 215 point. That means Cikunyinyi bay is marginal suitable for red snapper culture.


(3)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanussp.)BERDASARKAN PARAMETER FISIKA-KIMIA DI TELUK

CIKUNYINYI, KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

EDI PURWANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gaya Baru V, pada tanggal 14 Juli 1988, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Narto Suwarno dan Ibu Suparmi. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Gaya Baru V, Bandar Surabaya Lampung Tengah pada tahun 2001. Menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Bandar Surabaya Lampung Tengah pada tahun 2004 serta menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Trimurjo Lampung Tengah pada tahun 2007.

Tahun 2007, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 ke Perguruan Tinggi Universitas Lampung di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Perairan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa penulis ikut organisasi di Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) sebagai anggota bidang minat dan bakat pada tahun 2008-2009.

Selama menikmati masa perkuliahan, pada bulan Juli – Agustus 2010 selama 40 hari penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di Balai Pelestarian Perikanan Peraiaran Umum (BPPPU) dengan judul Pembenihan Ikan Grass Carp


(8)

(Ctenopharyngodon idella) Di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang Jawa Barat.

Tugas akhir diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul ”ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanussp.)

BERDASARKAN PARAMETER FISIKA-KIMIA DI TELUK


(9)

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahakan sebagai tanda baktiku kepada kedua orang tua, mamak dan Bapak

serta Keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi

Untuk sahabat-sahabatku

serta semua pihak yang ikut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Dan tak lupa untuk almamater tercinta. Universitas Lampung


(10)

Motto

Jika tidak mampu terkenal karena prestasi, menjadi unik itu pilihan

Kata-kata mutiara

That is life

Not on top or at the bottom of the matter, but how do we live with conviction and love

Tampan Taylor

Tertawalah, maka dunia akan tertawa bersamamu. Tetapi janganlah menangis, karena kau akan menangis

sendirian


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Mamak dan Bapak atas cinta dan kasih sayang, perhatian, pengorbanan

dan dukungan serta do’a yang selalu dipanjatkan demi kelancaran,

keselamatan dan kesuksesan hingga penulis bisa sampai pada tahap ini. 2. Kakaku Purwoko, Purwadi, Titik Rubiati, dan adikku Dewi Setiawati,

S.Pd. yang selalu mendukung (materi dan spiritual) serta Desti Marina yang selalu memotivasi untuk selalu semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., selaku ketua program studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Ir. Suparmono, M.T.A. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi selama perkuliahan.


(12)

6. Bapak Qadar Hasani, S.Pi., M.Si. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi untuk selalu semangat. 7. Bapak Herman Yulianto, S.Pi., MSi. selaku dosen pembimbing

pendamping yang memberikan bimbingan dan masukan dalam skripsi serta pelajaran hidup yang sangat luar biasa.

8. Bapak Eko Efendi, S.T., M.S., M.Si. selaku dosen pembahas yang senantiasa memberi masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi. 9. Ibu Muawanah dan mas Wahyu serta tim laboratorium kualitas air BBPBL

Lampung yang sangat membantu dalam pengambilan sampel serta pengamatannya.

10. Keluarga bapak Qadar Hasani, S.Pi., M.Si. dan keluarga Bapak Herman Yulianto, S.Pi., M.Si. yang selalu memotivasi penulis untuk selalu berjuang dan menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Lampung. 11. Partner penelitian yang selalu setia menemani dari awal penelitian hingga

akhir penelitian Musanni, Candra, Dwi Saka Randi, Agung Kusuma. 12. Teman-teman seperjuangan, Gazoul, Mijan, Ijonk, Gembul, ibu Tikem,

kang Hasyim, bang Edo, kang Bowo, bang Bram, bang Dimas, bang Noga, mas Aan (sky), Ari Hina, Supra, imam Sodik, Robert, Jamed, Ali, Toni, serta semua warga Perikanan Unila yang selalu ada untuk membantu penulis.

13. Teman-teman satu kontrakan dan sekomunitas Capoeira, Reno, Aal (Nahar), mas Yayan, Blencuk (Agung), Gorip (Arif), Sutad (Dhani), Darsosono (Darwin), kang Gembos (Edi), Ipan (Fahmi) yang selalu memberikan kenyamanan tempat tinggal.


(13)

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT menilai ibadah untuk atas kebaikan dan pengorbanan yang diberikan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, 15 April 2015


(14)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 3

1.4 Kerangka Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah ... 5

2.1.1 Morfologi dan Anatomi Ikan Kakap Merah... 5

2.1.2 Habitat Ikan Kakap Merah ... 7

2.1.3 Reproduksi Ikan Kakap Merah... 8

2.2 Kualitas Perairan Untuk Budidaya Ikan Kakap Merah ... 9

2.3 Kualitas Fisik Air Laut ... 10

2.3.1 Suhu Air ... 11

2.3.2 Kedalaman... 12

2.3.3 kecepatan Arus ... 12


(15)

ii

2.4 Kualitas Kimia Perairan ... 14

2.4.1 Konsentrasi Ion Hidrogen (pH) ... 14

2.4.2 Oksigen Terlarut (DO) ... 15

2.4.3 Salinitas ... 16

2.5 Fosfat ... 17

2.6 Senyawa Nitrogen ... 18

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan Penelitian... 20

3.2.1 Bahan Penelitian ... 20

3.2.2 Peralatan Penelitian... 21

3.3 Metode Penelitian ... 21

3.3.1 Metode Penentuan Lokasi... 21

3.3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 22

A. Sifat Fisik Air Laut... 22

B. Sifat Kimia Air Laut... 22

3.4 Metode Analisis Data... 23

3.4.1 Analisis Kesesuaian Perairan ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum... 26

4.2 Kualitas Perairan ... 27

4.2.1 Oksigen Terlaru (DO) ... 27

4.2.2 Kedalaman Perairan ... 29

4.2.3 Kecepatan Arus ... 30

4.2.4 Substrat Dasar Perairan... 32

4.2.5 Kecerahan Perairan ... 33

4.2.6 Suhu Perairan ... 34

4.2.7 Salinitas Perairan ... 36

4.2.8 Derajat Keasaman (pH)... 38


(16)

iii 4.2.10 Nitrat ... 42 4.3 Kesesuaian Perairan Teluk Cikunyinyi... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 46 5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Titik Koordinat Pengambian Sampel ... 20

2. Peralatan Penelitian ... 21

3. Matrik Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Ikan Kakap Merah ... 24

4. Skoring kesesuaian lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp)... 25

5. Data kualitas perairan Teluk Cikunyinyi ... 27


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Rata-rata Kandungan Oksigen terlarut di Teluk Cikunyinyi... 52

2. Rata-rata Suhu di Teluk Cikunyinyi... 52

3. Rata-rata Konsentrasi Salinitas di Teluk Cikunyinyi ... 52

4. . Rata-rata Konsentrasi pH di Teluk Cikunyinyi ... 53

5. Rata-rata Kedalaman Perairan di Teluk Cikunyinyi ... 53

6. Rata-rata Konsentrasi Kecerahan di Teluk Cikunyinyi... 53

7. Rata-rata Kandungan nitrat di Teluk Cikunyinyi ... 54

8. . Rata-rata Kandungan fosfat di Teluk Cikunyinyi ... 54


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian ... 4 2. Ikan kakap merah (Lutjanussp)... 6 3. Lokasi Penelitian... 19 4. Grafik Konsentrasi Oksigen Terlarut di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi

Hari, (b) Sore Hari... 28 5. Grafik Kedalaman di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore Hari... 30 6. Grafik Kecepatan Arus di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore

Hari... 32 7. Grafik Kecerahan di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore Hari.... 34 8. Grafik Suhu di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore Hari ... 36 9. Grafik Salinitas di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore Hari. .... 38 10. Grafik Konsentrasi pH di Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore Hari ... 40 11. Kandungan Fosfat di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore Hari. . 42 12. Grafik Kandungan Nitrat di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) Pagi Hari, (b) Sore


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya perairan memainkan peranan ekonomi penting melalui penciptaan lapangan pekerjaan di suatu kawasan. Selain itu, juga berperan dalam penyediaan sumber kualitas makanan yang tinggi secara lokal dan kesempatan untuk menarik usahawan lokal untuk berinvestasi dalam perekonomian lokal. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis tinggi. Di pasar lokal harganya cukup bervariasi antar daerah. Di Jawa barat misalnya, harga ikan kakap merah mencapai Rp 35.000/kg (Yasad, 2011) sedangkan di Lampung dapat mencapai Rp 40.000 - 50.000/kg (berita.manadotoday.com, 2013). Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) memiliki pangsa pasar yang luas, akan tetapi produksinya kecil. Sehingga pemanfaatan sumberdaya perairan harus terus ditingkatkan. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.1992).

Upaya peningkatan produksi sumberdaya perairan, tidak hanya dilakukan melalui usaha penangkapan, tetapi juga melalui budidaya. Salah satunya dengan menggunakan karamba jaring apung (KJA). Agar kegiatan budidaya laut dapat berkembang dengan baik, diperlukan analisis penentuan lokasi yang sesuai serta didukung oleh analisis data kondisi perairan yang ideal.


(21)

2 Pemilihan lokasi yang tepat merupakan hal yang sangat menentukan, mengingat kegagalan dalam pemilihan lokasi akan berakibat resiko yang permanen dalam kegiatan produksi budidaya perikanan. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan, pemilihan lokasi yang sesuai dengan karakteristik biofisik (persyaratan hidup) bagi ikan kakap merah (Lutjanus sp). Pada penelitian ini, lokasi yang diamati yakni Teluk Cikunyinyi. Teluk Cikunyinyi merupakan salah satu wilayah pesisir Lampung yang berada di desa Gebang Kabupaten Pesawaran. Alasan kenapa penilitian ini dilakukan di Teluk Cikunyinyi adalah karena Teluk Cikunyinyi memiliki potensi perikanan relatif tinggi, karena memiliki perairan yang tenang karena dilindungi oleh pulau pulau kecil yang dapat menunjang aktifitas budidaya perikanan. Salah satunya adalah budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp.).

Analisis kesesuaian perairan yang tepat merupakan salah satu tahap awal untuk mengetahui informasi mengenai lokasi yang ideal atau layak tidaknya suatu wilayah untuk budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp.).

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan mengenai perairan Teluk Cikunyinyi pada bulan Oktober

–November Tahun 2013.

2. Menganalisis tingkat kesesuaian perairan Teluk Cikunyinyi untuk budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) berdasarkan parameter fisika-kimia perairan.


(22)

3 1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai masukan dan informasi tentang kondisi perairan Teluk Cikunyinyi bagi para peneliti dan pengelola wilayah sebagai bahan pertimbangan dalam memilih Teluk Cikunyinyi sebagai lokasi budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp.).

1.4 Kerangka Penelitian

Teluk Cikunyinyi memiliki perairan berarus tenang yang merupakan habitat yang sesuai untuk budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Selain itu, belum optimalnya pemanfaatan perairan Teluk Cikunyinyi oleh pembudidaya merupakan bagusnya prospek usaha budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp.).

Hambatan yang terjadi pada usaha budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) salah satunya adalah lingkungan perairan yang kurang sesuai dengan habitat asli ikan kakap merah (Lutjanus sp.) seperti parameter kualitas air. Pemilihan lokasi yang tepat untuk pengembangan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) syaratnya antara lain perairan yang jernih atau tidak keruh, gelombang kecil, daerah terumbu karang, teluk atau muara.

Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukannya penelitian tentang analisis kesesuian lahan perairan berdasarkan parameter fisika-kimia air laut sebagai dasar penelitian lokasi budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp.).


(23)

4 Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanussp.)

Pengelolaan dan Pemanfaatan Perairan Teluk Cikunyinyi

Data Kualitas Fisika-Kimia Air

Laut

Pengolahan Data

Analisis Kesesuaian Untuk Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanussp.) Menggunakan Metode

MatchingdanSkoring

Kesesuaian Lahan Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanussp.)

Persyaratan Teknis Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanussp.)


(24)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Kakap Merah

2.1.1 Morfologi dan Anatomi Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai ciri tubuh yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi canin-nya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk “V” dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jari jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya ada yang berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Ikan kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi (Ditjen Perikanan, 1990). Warna ikan kakap merah sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung berjari lunak. Umumnya


(25)

6 berukuran panjang antara 25 50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995)

Gambar 2. Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) (Sumber: http://fishworld.trademarket.co.htm.).

Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin, 1968) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Famili : Lutjanidae

Genus : Lutjanus


(26)

7 2.1.2 Habitat Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan tawar. Jenis kakap merah berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam dari pada jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya kakap merah tertangkap pada kedalaman dasar antara 40–50 meter dengan substrat sedikit karang dan salinitas 3033 ppt serta suhu antara 5-32ºC (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1991). Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap merah jarang ditemukan dalam gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan yang beragam mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai daerah berkarang atau batu karang (Gunarso, 1995). Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1983) Famili Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub tropis, walau tiga dari genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar. Penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah arah ke utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan serta Filipina. Penyebaran arah ke selatan mencapai perairan tropis


(27)

8 Australia, arah ke barat hingga Arfika Selatan dan perairan tropis Atlantik Amerika, sedangkan arah keTimur mencapai pulau-pulau di Samudera Pasifik (Baskorodkk. 2004).

Menurut Djamal dan Marzuki (1992) Daerah penyebaran kakap merah hampir di seluruh Perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean, Kepulauan Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat Kalimantan, Perairan Sulawesi, serta Kepulauan Riau. Secara umum ikan kakap memiliki laju tumbuh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan laut lainnya dan merupakan komoditas perikanan yang mempunyai prospek mendukung pengembangan budidaya di masa datang. Kelompok ikan dari Famili Lutjanidae pada umumnya menempati wilayah perairan dengan substrat sedikit berkarang dan banyak tertangkap pada ke dalaman antara 40-70 m terutama untuk yang berukuran besar, ikan muda yang masih berukuran kecil biasa menempati daerah hutan bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Widodo dkk., 1991

dalam Herianti dan Djamal, 1993). Grimes (1987) menyatakan kelompok ikan kakap umumnya hidup di perairan dengan substrat dasar sedikit berkarang, pada kedalaman antara 40-100 m, sedangkan ikan-ikan muda didapatkan di daerah hutan bakau, rumput laut, dan karang-karang dangkal.

2.1.3 Reproduksi Ikan Kakap Merah

Ikan Kakap tergolongdiecious yaitu ikan ini terpisah antara jantan dan betinanya. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara jenis jantan dan betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal warna. Pola reproduksinya


(28)

9 akan berlangsung selama hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah mencapai 4151% dari panjang tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Jantan mengalami matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari betinanya.Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri dari sepuluh ekor atau lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di bulan Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2–25,2ºC. Ikan kakap jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputar - putar membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air (Kungvankij, dkk. 1986dalamKadarwati. 1997). Secara umum ikan kakap merah yang berukuran besar akan bertambah pula umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap yang berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15–20 tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60100 meter (Gunarso, 1995).

2.2 Kualitas Perairan untuk Budidaya Ikan Kakap Merah

Mayunar dkk. (1995) menyatakan bahwa faktor lingkungan dan hidrooseanografi yang harus diperhatikan dalam penempatan unit budidaya laut adalah keadaan pasang surut, kondisi dasar perairan, keamanan dan mutu air. Mutu air yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan antara lain adalah : suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi, pH, salinitas, oksigen terlarut, senyawa nitrogen, fosfat dan logam berat.


(29)

10 Ditinjau dari kemantapan dan daya dukung lingkungan, Gerking (1978) menyatakan bahwa aspek fisika-kimia-biotik perairan dapat dikelompokkan dalam berbagai kategori yaitu :

1. Controlling factors : faktor-faktor yang berperan sebagai pengontrol jalannya reaksi-reaksi biokimia di dalam ekosistem perairan, antara lain : suhu (temperatur) dan osmolaritas.

2. Limitting factors : faktor-faktor yang sangat dibutuhkan dalam jumlah atau rentang tertentu, sehingga merupakan faktor pembatas bagi kehidupandan pertumbuhan organisme air, misalnya : oksigen terlarut (untuk respirasi), CO2 bebas (untuk fotosintesis) serta beberapa nutrien biogenik untuk pembentuk protoplasma biota air (Nitrat, Fosfat dan Silikat);

3. Masking factors : faktor-faktor yang mampu melapis dan memodifikasi perubah fisika-kimia air lainnya menjadi satu kesatuan pengaruh yang berdampak osmotik bagi kehidupan organisme air, misalnya : Salinitas dan Osmolaritas.

4.Directive factors: faktor-faktor yang berperan dalam mengarahkanreaksi-reaksi biokimimiawi dalam ekosistem perairan, misalnya : pH (suasanaasam atau basa), suhu (oligo atau polithermal), oksigen terlarut (suasana aerob atau an aerob).

2.3 Kualitas Fisik Air Laut

Kualitas fisik perairan yang dimaksud dalam pemilihan lokasi budidaya ikan dalam karamba jaring apung meliputi suhu air, kecerahan, kecepatan arus, padatan tersuspensi dan kedalaman air.


(30)

11 2.3.1 Suhu Air

Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembang biakan dari organsme-organisme tersebut (Hutabarat, 2000). Perairan laut mempunyai kencederungan bersuhu konstan. Perubahan suhu yang tinggi dalam suatu perairan laut akan mempengaruhi proses metabolisme atau nafsu makan, aktivitas tubuh dan syaraf (BBL Lampung, 2001). Semakin tinggi suhu semakin cepat perairan mengalami kejenuhan akan oksigen yang mendorong terjadinya difusi oksigen dari air ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan semakin menurun (Boyd dan Lichtkoppler, 1982).

Romimohtarto (2001) menyatakan bahwa suhu alami air laut berkisar antara suhu di bawah 00C sampai 330C. Secara umum suhu pemukaan laut indonesia berkisar antara 260C - 290C (Dahuri, 2004). Suhu harian maupun tahunan di perairan Indonesia 27°C– 32ºC dan ini tidak berpengaruh terhadap kegiatan budidaya (Romimohtarto,2003). Peningkatan suhu dibarengi dengan menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan, sehingga keberadaan oksigen di perairan kadang kala tak mampu memenuhi peningkatan oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk metabolisme dan respirasi. Effendi (2003) juga menyebutkan bahwa peningkatan suhu perairan sebesar 100C akan menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen sebanyak dua sampai tiga kali lipat. Dekomposisi bahan organik oleh mikroba juga menunjukkan peningkatan dengan semakin meningkatnya suhu. Proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Hoar dkk,1979). Suhu perairan berpengaruh terhadap respon tingkah laku ikan, proses metabolisme, reproduksi (Hutabarat dan Evans, 1985; Efendi, 2003),


(31)

12 ekskresi amonia (Wheathon dkk, 1994) dan resistensi terhadap penyakit (Nabibdan Pasaribu, 1989).

2.3.2 Kedalaman

Kedalaman perairan yang ideal untuk pemeliharaan ikan dalam KJA menggunakan karamba apung adalah 10–15 meter atau 5 – 25 meter (Deptan, 1992). Kedalaman yang terlalu dangkal (< 5 meter) dapat mempengaruhi kualitas air dari sisa kotoran ikan yang membusuk dan di perairan yang terlalu dangkal sering terjadi serangan ikan buntal yang merusak jaring. Kedalaman lebih dari 15 meter membutuhkan tali jangkar yang terlalu panjang. Kedalaman perairan merupakan faktor yang sangat penting untuk kemudahan pemasangan dan penempatan keramba jaring dan membantu proses budidaya yang akan dilakukan. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis organisme yang mendiaminya, penetrasi cahaya, dan penyebaran plankton (Wibisono, 2005). Perairan yang curam dan dalam sangat menyulitkan untuk penempatan keramba jaring apung, terutama untuk menentukan panjang jangkar yang dibutuhkan (BBL Lampung, 2001).

2.3.3 Kecepatan Arus

Arus sangat berperan dalam sirkulasi air, pembawa bahan terlarut dan tersuspensi, kelarutan oksigen serta dapat mengurangi organisme penempel (biofouling). Disain dan konstruksi karamba harus disesuaikan dengan kecepatan arus dan kondisi dasar perairan (lumpur, pasir, karang). Kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran ikan kakap merah (Lutjanus sp.) adalah 20–40 cm/detik. Kecepatan arus perairan untuk budidaya karamba jaring apung di laut tidak boleh lebih dari


(32)

13 100 cm/detik dan kecepatan arus bawah 25 cm/dt (Gufron dan Kordi, 2005). Kuatnya arus dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit. Kecepatan arus yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air yang keluar masuk jaring dan kondisi ini berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen dalam jaring pemeliharaan serta mudahnya penyakit terutama parasit menyerang ikan yang dipelihara (BBL Lampung, 2001).

Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan biota perairan. Arus dapat menyebabkan ausnya jaringan jasad hidup akibat pengikisan atau teraduknya substrat dasar berlumpur yang berakibat pada kekeruhan sehingga terhambatnya fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari arus adalah menyuplai makanan, kelarutan oksigen, penyebaran plankton dan penghilangan CO2maupun sisa-sisa produk biota laut (Beverige, 1987; Romimohtarto, 2003). Kenyataan yang tidak dapat ditoleransi terhadap kuat maupun lemahnya arus akan menghambat kegiatan budidaya laut (Ghufron dan Kordi, 2005).

2.3.4 Substrat Dasar

Substrat dasar berpengaruh terhadap jenis hewan dasar yang hidup pada daerah tersebut. Kehidupan biota sesuai dengan habitatnya, dimana pada substrat yang keras dihuni oleh hewan yang mampu melekat dan pada substrat yang lunak dihuni oleh organisme yang mampu membuat lubang (Odum, 1979). Substrat dasar suatu lokasi bervariasi dari bebatuan sampai lumpur dapat berpengaruh terhadap instalasi budidaya, pertukaran air, penumpukan hasil metabolisme dan kotoran (Rejeki, 2001).


(33)

14 Menuru Dahuri (2003) mengatakan bahwa substrat juga berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup perlindungan dari arus air dan tempat pengolahan serta pemasukan nutrien. Jenis dan ukuran substrat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Semakin halus tekstur tersebut semakin tinggi kemampuan untuk menjebak bahan organik (Nybakken, 1992).

2.4 Kualitas Kimia Perairan

Parameter kualitas air secara menyeluruh berpengaruh terhadap organisme laut. Pengaruh kualitas perairan terhadap biota laut terjadi karena sifat parameter kualitas air tersebut maupun karena tingkat toleransi biota perairan terhadap lingkungannya. Kualitas kimia perairan yang dimaksud dalam pemilihan lokasi budidaya ikan dalam karamba jaring apung meliputi konsentrasi ion hidrogen (pH), oksigen terlarut, salinitas.

2.4.1 Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)

pH air laut umunya berkisar antara 7.6 – 8.3 (Brotowidjoyo dkk, 1995) dan berpengaruh terhadap ikan (Bal and Rao, 1984). pH air laut relatif konstan karena adanya penyangga dari hasil keseimbangan karbon dioksida, asam karbonat, karbonat dan bikarbonat yang disebut buffer (Black, 1986 Shephered and Bromage, 1998). Nilai pH, biasanya dipengaruhi oleh laju fotosintesa, buangan industri serta limbah rumah tangga (Sastrawijaya, 2000).

Tolak ukur yang digunakan untuk menentukan kondisi perairan asam atau basa disebut pH. Nilai pH digunakan pula sebagai indeks kualitas lingkungan.


(34)

15 Kondisiperairan dengan pH netral atau sedikit ke arah basa sangat ideal untuk kehidupan ikan laut. Perairan dengan pH rendah mengakibatkan aktivitas tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah terkena infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas tinggi. Ikan diketahui mempunyai toleransi pada pH antara 4,011,0. Untuk ikan-ikan karang diketahui pertumbuhannya sangat baik pada kisaran pH 8,08,2 (BBL Lampung, 2001). Nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, suhu serta buangan industri dan rumah tangga. Perairanyang bersifat asam (pH dibawah 5) atau bersifat alkali (pH diatas 11) dapat menyebabkan kematian dan tidak terjadinya reproduksi pada ikan (Mayunar

dkk., 1995).

2.4.2 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari 2 bentuk senyawa, yaitu terikat dengan unsur lain (NO3, NO2, PO4, H2O, CO2, CO3) dan sebagai molekul bebas (O2). Keberadaan oksigen di perairan sangat penting terkait dengan berbagai proses kimia biologi perairan (Dahuri, 2004). Molekul oksigen (O2), yang terdapat dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak diatas permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai kelingkungan laut (Hutagalung, 1997).

Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut berada pada kondisi alami, sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka yang miskin oksigen (Brotowidjoyo


(35)

16 sama dan bervariasi berdasarkan siklus, tempat dan musim. Variasi oksigen terlarut dalam air biasanya sangat kecil sehingga tidak menggangu kehidupan ikan (Brotowidjoyo dkk,1995). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian, musiman, pencampuran masa air, pergerakan masa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi, 2003). Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua kepentingan yaitu: kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan (Ghufron dan Kordi, 2005).

Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat menghambat aktivitas ikan. Oksigen diperlukan untuk pembakaran dalam tubuh. Kebutuhan akan oksigen antara tiap spesies tidak sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai hubungan antara tekanan partial oksigen dalam air dan dengan keseluruhan oksigen dalam sel darah (Brown and Gratzek, 1980).

Kemampuan bertahan terhadap perubahan oksigen untuk setiap spesies tidak sama. Beberapa jenis ikan dapat bertahan pada kondisi oksigen yang sangat ekstrim. Hal ini disebabkan beberapa ikan memiliki pernapasan tambahan yang mampu mengambil oksigen langsung dari udara, misalnya, ikan lele (Clarias sp) memiliki arborescent organ, atau jenis ikan blodok (Periopthalmus) yang dapat menggunakan kulitnya (Fujaya, 2004).

2.4.3 Salinitass

Salinitas adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi


(36)

17 menjadi oksida, semua bromida dan iodida telah digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Nontji (1993) mengatakan sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air tawar yang masuk ke perairan. Semua jenis ikan mempunyai salinitas optimal untuk hidupnya. Ikan akan melakukan aklimatisasi bila terjadi perubahan salinitas yang ekstrem. Salinitas juga sangat berpengaruh dalam proses osmoregulasi. Salinitas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat mengakibatkan terganggunya tekanan osmotik kultivan (Gerking, 1978). Lokasi yang berdekatan dengan muara sungai tidak dianjurkan karena salinitasnya berfluktuasi dan akan berpengaruh pada pertumbuhan dan nafsu makan ikan yang dipelihara. Stratifikasi perbedaan salinitas juga akan menghambat terjadinya difusi oksigen. Salinitas yang ideal untuk pertumbuhan ikan karang adalah 30–34 ppt (BBLLampung, 2001).

2.5 Fosfat

Fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang sangat penting. Phosfat tersebut diadsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk ke dalam rantai makanan. Kadar fosfat semakin meningkat dengan masuknya limbah domestik, industri, pertanian yang banyak mengandung phosfat. Peningkatan kadar fosfat dalam laut akan menyebabkan terjadinya peledakan populasi (blooming) fitoplankton yang berakibat pada kematian ikan secara masal. Untuk keperluan budidaya ikan kadar fosfat yang baik dan aman adalah 0,2 0,50 ppm (Mayunar


(37)

18 2.6 Senyawa Nitrogen

Nitrogen dalam air laut terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang bersifat racun terhadap ikan dan organisme lainnya hanya 3 senyawa yaitu amonia (NH3-N), nitrit (NO2-N) dan nitrat (NO3-N). Senyawa nitrogen biasanya berasal dari atmosfer, sisa makanan, organisme mati dan hasil metabolisme hewan-hewan akuatik lainnya. Dari ke 3 senyawa tersebut, yang paling bersifat toksik pada ikan adalah amonia dan nitrit, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada konsentrasi yang tinggi. Nitrat adalah nitrogen utama di perairan alami dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan alga (Heryati, 2011). Konsentrasi nitrat yang ideal untuk kegiatan budidaya laut adalah 0,020,4 ppm (BBL Lampung, 1994).


(38)

19 III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian analisis kesesuaian lahan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber : Google Earth) Gambar 3. Lokasi Penelitian, Teluk Cikunyinyi


(39)

20 Penelitian ini secara umum mencakup 3 tahapan yaitu survei lapangan, pengumpulan data, pengolahan data serta analisis data. Ketiga tahapan tersebut dilakukan pada bulan September sampai November 2013. Survei lapang akan dilakukan pada bulan September 2013. Proses pengolahan data sampel dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung. Titik koordinat pengambilan sampel adalah :

Tabel1. Titik Koordinat Pengambilan Sampel

Lokasi Pengambilan Sampel Titik Koordinat Lokasi Stasiun Ke-1

Stasiun Ke-2 Stasiun Ke-3 Stasiun Ke-4 Stasiun Ke-5 Stasiun Ke-6 Stasiun Ke-7 Stasiun Ke-8

5°33 56.8 S 105°14 48.8 T 5°33 59.9 S 105°14 48.1 T 5°34 03.6 S 105°14 47.3 T 5°34 04.3 S 105°14 42.3 T 5°34 01.7 S 105°14 41.8 T 5°33 57.9 S 105°14 41.4 T 5°33 54.7 S 105°14 43.04 T 5°33 54.8 S 105°14 39.13 T

Pemilihan lokasi dan penentuan titik sampling berdasarkan metode purposive sampling(Djarwanto dan Subagyo,1990).

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Sampel air Perairan Teluk Cikunyinyi Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung, dan bahan-bahan kimia untuk analisis sampel air.


(40)

21 3.2.2 Peralatan Penelitian

Peralatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian

Parameter Satuan Alat/Metode Keterangan

Suhu oC Water quality checker In situ

Kecerahan meter Secchi disk In situ

Kedalaman meter Peta Batimetri, alat penduga In situ

Salinitas ppt Water quality checker In situ

Kecepatan arus m/detik Current meter In situ

Fosfat dan Nitrat mg/l Spectrofotometer Laboratorium

pH Water quality checker In situ

Oksigen terlarut mg/l Water quality checker In situ

Koordinat lapangan GPS In situ

Subtrat Dasar Perairan Ekman grab sampler In situ

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Metode Penentuan Lokasi

Pengamatan data primer di lapangan dilakukan di 8 titik sampling yang mewakili wilayah penelitian. Setiap lokasi pengamatan titik sampling dicatat posisi grografisnya dengan alat penentu posisi (GPS). Penentuan titik sampling menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi sampling berdasarkan pertimbangan tertentu antara lain kemudahan menjangkau lokasi titik sampling, serta efisiensi waktu dan biaya yang didasari pada interpretasi awal lokasi penelitian dan pengambilan sampel hanya terbatas pada unit sampel yangsesuai dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Djarwanto dan Subagyo, 1990).


(41)

22 3.3.2 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel parameter fisika-kimia perairan dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB, dan juga sore hari, yaitu pada pukul 15.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Data primer yang diambil secara langsung di lapangan antara lain: kandungan oksigen terlarut, kedalaman, pH, kecerahan, salinitas, kecepatan arus dan suhu perairan. Pengukuran kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan metode titrasi dan spektrofotometer di Laboratorium kualitas air Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Berikut adalah data yang dikumpulkan dalam penelitian ini :

A. Sifat Fisik Air Laut

Pengambilan data sifat fisik air laut menggunakan water quality checker (suhu),

secchi disk (kecerahan), bathimeter (kedalaman), current meter (arus) pada koordinat yang telah ditentukan menggunakan GPS.

B. Sifat Kimia Air Laut

pH, oksigen terlarut, dan salinitas perairan diukur pada tiap titik sampling. pH diukur dengan menggunakan pH meter, oksigen terlarut dengan DO meter dan salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Pengukuran Nitrat dilakukan dengan metode Brucine sulfat methode (APHA, 2005). Sedangkan pengukuran Fosfat dilakukan dengan metode Ascorbic acid methode (APHA, 2005).


(42)

23 3.4 Metode Analisi Data

Analisis data dalam penelitian ini dengan pengukuran parameter fisika, kimia. Tahapan yang berikut adalah analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matrik kesesuaian. (Hartoko, 2000).

3.4.1 Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Ikan Kakap Merah Proses ini diawali dengan mengumpulkan berbagai referensi mengenai kondisi wilayah perairan yang harus dipenuhi untuk pembudidayaan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang menggunakan sistem karamba jaring apung (KJA). Dalam penelitian ini parameter yang diamati untuk kelayakan lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) meliputi: pH, suhu, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan, kandungan phospat dan nitrat. Parameter tersebut akan digunakan sebagai dasar skala penilaian dan bobot pada kelayakan lahan budidaya laut. Pembobotan pada setiap parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan kelayakan lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus

sp.) dimulai dari parameter yang termasuk Controlling factors, Limittingfactors, Masking factors dan Directive factors (Gerking, 1978). Parameter yang dapat memberikan pengaruh lebih kuat sebagai faktor pembatas bagi organisme budidaya diberi bobot lebih tinggi. Bobot terbesar ditentukan 20 dan terkecil 5 sehingga total bobot berjumlah 100. Untuk setiap faktor pembatas dalam kolom matriks kesesuaian lahan dibuat skala penilaian (rating) dengan angka 1 (kurang sesuai), 2 (sesuai bersyarat) dan 3 (sesuai). Untuk menentukan nilai akhir (skor) dari faktor-faktor tersebut, dilakukan perkalian bobot dengan skala penilaian (rating). Kriteria yang digunakan dalam penyusunan matrik kesesuaian dan


(43)

24 pembobotan untuk penentuan kelayakan lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanussp.) dalam KJA seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Matrik Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanussp) dalam KJA

Keterangan :

1. Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2002) yaitu 3: Baik

2: Sedang 1: Kurang

2. Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh peubah dominan. 3. Skor adalahY = Σ(ai . Xn)

dimana : Y = nilai akhir; ai = faktor pembobot;

Xn = nilai tingkat kesesusaian lahan.

Parameter Kisaran Angka

Penilaian (A) Bobot (B) Sumber Oksigen Terlarut (mg/l)

6–8 3–5 < 3 3 2 1 20 Bakosurtanal (1996); Wibisono (2005) Kedalaman Perairan (meter)

7–10 5–7

< 5

3 2 1

15

DKP (2003) Radiarta

dkkl(2003) Material Dasar Perairan Terumbu Karang Pasir Lumpur 3 2 1 10

Radiartadkk (2003)

Kecepatan Arus (cm/detik)

16–30 5–15 < 5 dan > 30

3 2 1

15

Gufron dan Kordi (2005); DKP (2002) Kecerahan Perairan (meter) ≥53<5

<3 3 2 1 10 DKP(2002) Radiartadkk (2003) SuhuPerairan

(°C)

28–30 25–27 < 22 dan > 30

3 2 1

5

DKP (2002); DKP (2003); Romimohtarto, (2003)

Salinitas Perairan (ppt)

30–35 25–29 <25dan>35

3 2 1

10

Radiartadkk (2003); SNI : 01–

6487.3-2000.

pH 8–8,2

7,5–7,9 <7,5dan> 8,5 3 2 1 5 Bakosurtanal (1996); Romimohtarto (2003) Fosfat (mg/l)

0,2–0,5 0,004–0,19 <0,004dan>0,5 3 2 1 5 Romimohtarto, (2003) Nitrat (mg/l)

0.2–0,4 0,02–0,19 < 0,02 dan >0,40,4

3 2 1

5

DKP (2002);

SK Meneg LH No 51 Tahun 2004


(44)

25 Untuk mendapatkan selang nilai pada setiap kategori ditentukan berdasarkan nilai dari hasil perhitungan pada tabel 4. Radiarta dkk. (2004) membagi kisaran setiap kategori seperti tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Skoring kesesuaian lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp) dalam KJA berdasarkan radiartadkk(2004)

Total Skor Tingkat

Kesesuaian

Keterangan

255300 Sesuai (S1)

Daerah ini potensial untuk dikembangkan budidaya kakap dalam keramba apung karena dapat memenuhi persyaratan minimal untuk hidupnya.

151–254 Sesuai Bersyarat (S2)

Daerah ini cukup bermanfaat untuk dikembangkan budidaya ikan kakap dalam keramba jaring apung. Akan tetapi daerah ini memiliki faktor pembatas yang memerlukan perlakuan khusus untuk meningkatkan kemampuannya

150 Tidak Sesuai (N) Daerah yang termasuk dalam kategori ini tidak dapat diusahakan untuk budidaya ikan kakap dalam jaring apung.


(45)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) berdasarkan parameter fisika-kimia di Teluk Cikunyinyi, sebagai lokasi budidaya ikan kakap merah yang telah dilakukan memiliki tingkat kesesuaian sesuai bersyarat. Berdasarkan kualitas perairan, Teluk Cikunyinyi dapat dijadikan lokasi budidaya ikan kakap merah. Akan tetapi secara teknis tidak memungkinkan untuk dijadikan lokasi budidaya ikan kakap merah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang didapat dalam penelitian, maka disarankan untuk tidak melakukan budidaya ikan kakap merah di Teluk Cikunyinyi. Akan tetapi dapat memilih komoditas lain seperti Bandeng.


(46)

47 DAFTAR PUSTAKA

APHA. 2005. Standart Methods for The Examination of Water and Wastewater, 16th Edition. American Public Health Association, Washington DC, page, 76.

Balai Budidaya Laut Lampung. 1994. Pemilihan Lokasi Budidaya Laut. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian Jakarta.

Baskoro. M. S, Ronny. I.W, dan Arief Effendy. 2004.Migrasi dan DistribusiIkan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Brotowidjoyo, M.D, Dj. Tribawono, E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairandan Budidaya Air.Liberty, Yogyakarta.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut; Aset Pembangunan Berkelanjutan.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Dahuri, R. J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2004.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 1992. Budidaya Beberapa Hasil Laut. Penerbit Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian, Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau-Pulau-Pulau Kecil, Jakarta.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara. 2004. Profil Pesisir dan Kelautan Kabupaten Jepara. Bidang Pesisir, Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil. Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Jepara. 44 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1983.Hasil Ealuasi Potensi Sumber daya Hayati Perikanan di Perairan Indonesia dan Perairan ZEE Indonesia. Direktorat Sumberdaya Hayati. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian Jakarta.


(47)

48 Direktorat Jendral Kelautan. 2005. Kajian tentang Habitat Vital sebagai Upaya Pelestarian Plasma Nutfah di Kepulauan Karimunjawa. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Direktorat Jendral Kelautan. 2004. Petunjuk Penyusunan Rencana Zonasi Pesisir dan Laut. Seri Petunjuk Teknis Proyek Pengelolaan Pesisir dan Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Djarwanto dan P. Subagyo. 1990.Statistik Induktif. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. PT. Kanisius. Yogyakarta.

Gerking, S. D. 1978. Ecology Of Freshwater Fish Production. Blackwell Scientific Publications. Victoria. Australia.

Gufron, M., dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Rineka Cipta, Jakarta.

Gunarso W. 1995. Mengenal Kakap Merah, Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Diktat Kuliah Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Hartoko, A., 2000. Teknologi Pemetaan Dinamis Sumberdaya Ikan Pelagis Melalui Analisis Terpadu Karakter Oseanografi dan Data Satelit NOAA, Landsat_TM dan Sea WIFS_GSFC di Perairan Laut Indonesian. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Jakarta. Hartoko, A. 2002. Aplikasi Teknologi Inderaja Untuk Pemetaan Sumberdaya

Hayati Laut Tropis Indonesia. Buku III: Pengembangan Pemetaan Sumberdaya dan Ekosistem Pesisir. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Semarang.

Hutabarat, Y. dan S. M. Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Hutagalung H. P. Dan A. Rozak. 1997.Penentuan Kadar Nitrat. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi. LIPI, Jakarta.

ISU. 1992.Managing lowa Fisheries,Water Quality. Lowa State University . Manickchand-Heileman, S. C. & D. A. T. Philipp. 1996. Reproduction, age and

growth of the Caribbean red snapper (Lutjanus purpureus) in waters of Trindade and Tobago. ICLARM Co. Proc nf. Campeche, Mexico,Pp. 137- 149.


(48)

49 Marzuki, S. dan R. Djamal, 1992. Penelitian penyebaran, kepadatan stok dan beberapa parameter biologi induk kakap merah dan kerapu di perairan Laut Jawa dan Kepulauan Riau.J. Penelitian Perikanan Laut,hal:49-65. Mayunar, R. Purba dan P.T. Imanto. 1995. Pemilihan Lokasi untuk Usaha

Budidaya Ikan Lautdalam Sudradjat et al. 1995. Prosiding Temu UsahaPemasyarakatan Teknologi keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian.

Michelle R. Heupel, Leanne M. Currey, Ashley J. Williams, Colin A. Simpfendorfer, Aaron C. Ballagh and Ann L. Penny. 2009. The Comparative Biology of Lutjanid Species on the Great Barrier Reef. Fishing and FisheriesResearch Centre School of Earth and Environmental Sciences James CookUniversity, Townsville. Supported by the Australian Government’s Marine and Tropical Sciences Research Facility Project 4.8.3 Evaluation of the resiliency of key inter-reefal fish species.

Michelle R. Heupel., Ann Penny., Ashley J. Williams.,Jacob P Kritzer., David J. Welch., Ross J. Marriott., Campbell R. Davies., and Bruce D. Mapstone. 2010. Demographic Characteristics Of Exploited Tropical Lutjanids: A Comparative Analysis. School of Earth and Environmental Sciences James Cook University.

Nabib, R dan F. H. Pasaribu. 1989.Patologi dan Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nontji, A. 1993.Laut Nusantara.Jakarta, Djambatan. Nybakken, J. W. 1992.Biologi Laut. PT. Gramedia, Jakarta.

Radiarta, I. Ny., S. E. Wardoyo., B. Priyono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. Vol 9 No 1 hal 67–71.

Radiarta, N., A. Saputro dan B. Priono. 2004. Pemetaan Kelayakan Lahan Untuk Pengembangan Usaha Budidaya Laut di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 No. 1 hal. 19-30.

Radiarta, N., S.E Wardoyo, B. Priono dan O. Praseno. 2003.Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 No. 1 hal. 67–79.


(49)

50 Rejeki, S. 2001. Pengantar Budidaya Perairan. Badan Penerbit UNDIP,

Semarang.

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 1999.Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI, Jakarta.

Sastrawijaya, A. T. 2000.Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Waspada, T. Susilowati dan S. Murtiningsih. 1995. Budidaya Laut di Karamba Jaring Apung dan Implikasi Sosial Ekonominya dalam Sudradjat dkk. 1995. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian. hal. 190-196.

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. PT. Gramedia Widia sarana Indonesia, Jakarta.


(1)

25 Untuk mendapatkan selang nilai pada setiap kategori ditentukan berdasarkan nilai dari hasil perhitungan pada tabel 4. Radiarta dkk. (2004) membagi kisaran setiap kategori seperti tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Skoring kesesuaian lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp) dalam KJA berdasarkan radiartadkk(2004)

Total Skor Tingkat Kesesuaian

Keterangan

255300 Sesuai (S1)

Daerah ini potensial untuk dikembangkan budidaya kakap dalam keramba apung karena dapat memenuhi persyaratan minimal untuk hidupnya.

151–254 Sesuai Bersyarat (S2)

Daerah ini cukup bermanfaat untuk dikembangkan budidaya ikan kakap dalam keramba jaring apung. Akan tetapi daerah ini memiliki faktor pembatas yang memerlukan perlakuan khusus untuk meningkatkan kemampuannya

150 Tidak Sesuai (N) Daerah yang termasuk dalam kategori ini tidak dapat diusahakan untuk budidaya ikan kakap dalam jaring apung.


(2)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sp.) berdasarkan parameter fisika-kimia di Teluk Cikunyinyi, sebagai lokasi budidaya ikan kakap merah yang telah dilakukan memiliki tingkat kesesuaian sesuai bersyarat. Berdasarkan kualitas perairan, Teluk Cikunyinyi dapat dijadikan lokasi budidaya ikan kakap merah. Akan tetapi secara teknis tidak memungkinkan untuk dijadikan lokasi budidaya ikan kakap merah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang didapat dalam penelitian, maka disarankan untuk tidak melakukan budidaya ikan kakap merah di Teluk Cikunyinyi. Akan tetapi dapat memilih komoditas lain seperti Bandeng.


(3)

47 DAFTAR PUSTAKA

APHA. 2005. Standart Methods for The Examination of Water and Wastewater, 16th Edition. American Public Health Association, Washington DC, page, 76.

Balai Budidaya Laut Lampung. 1994. Pemilihan Lokasi Budidaya Laut. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian Jakarta.

Baskoro. M. S, Ronny. I.W, dan Arief Effendy. 2004.Migrasi dan DistribusiIkan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Brotowidjoyo, M.D, Dj. Tribawono, E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairandan Budidaya Air.Liberty, Yogyakarta.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut; Aset Pembangunan Berkelanjutan.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Dahuri, R. J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2004.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 1992. Budidaya Beberapa Hasil Laut. Penerbit Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian, Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau-Pulau-Pulau Kecil, Jakarta.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara. 2004. Profil Pesisir dan Kelautan Kabupaten Jepara. Bidang Pesisir, Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil. Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Jepara. 44 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1983.Hasil Ealuasi Potensi Sumber daya Hayati Perikanan di Perairan Indonesia dan Perairan ZEE Indonesia. Direktorat Sumberdaya Hayati. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian Jakarta.


(4)

Direktorat Jendral Kelautan. 2005. Kajian tentang Habitat Vital sebagai Upaya Pelestarian Plasma Nutfah di Kepulauan Karimunjawa. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Direktorat Jendral Kelautan. 2004. Petunjuk Penyusunan Rencana Zonasi Pesisir dan Laut. Seri Petunjuk Teknis Proyek Pengelolaan Pesisir dan Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Djarwanto dan P. Subagyo. 1990.Statistik Induktif. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. PT. Kanisius. Yogyakarta.

Gerking, S. D. 1978. Ecology Of Freshwater Fish Production. Blackwell Scientific Publications. Victoria. Australia.

Gufron, M., dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Rineka Cipta, Jakarta.

Gunarso W. 1995. Mengenal Kakap Merah, Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Diktat Kuliah Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Hartoko, A., 2000. Teknologi Pemetaan Dinamis Sumberdaya Ikan Pelagis Melalui Analisis Terpadu Karakter Oseanografi dan Data Satelit NOAA, Landsat_TM dan Sea WIFS_GSFC di Perairan Laut Indonesian. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Jakarta. Hartoko, A. 2002. Aplikasi Teknologi Inderaja Untuk Pemetaan Sumberdaya

Hayati Laut Tropis Indonesia. Buku III: Pengembangan Pemetaan Sumberdaya dan Ekosistem Pesisir. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Semarang.

Hutabarat, Y. dan S. M. Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Hutagalung H. P. Dan A. Rozak. 1997.Penentuan Kadar Nitrat. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi. LIPI, Jakarta.

ISU. 1992.Managing lowa Fisheries,Water Quality. Lowa State University . Manickchand-Heileman, S. C. & D. A. T. Philipp. 1996. Reproduction, age and

growth of the Caribbean red snapper (Lutjanus purpureus) in waters of Trindade and Tobago. ICLARM Co. Proc nf. Campeche, Mexico,Pp. 137- 149.


(5)

49 Marzuki, S. dan R. Djamal, 1992. Penelitian penyebaran, kepadatan stok dan beberapa parameter biologi induk kakap merah dan kerapu di perairan Laut Jawa dan Kepulauan Riau.J. Penelitian Perikanan Laut,hal:49-65. Mayunar, R. Purba dan P.T. Imanto. 1995. Pemilihan Lokasi untuk Usaha

Budidaya Ikan Lautdalam Sudradjat et al. 1995. Prosiding Temu UsahaPemasyarakatan Teknologi keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian.

Michelle R. Heupel, Leanne M. Currey, Ashley J. Williams, Colin A. Simpfendorfer, Aaron C. Ballagh and Ann L. Penny. 2009. The Comparative Biology of Lutjanid Species on the Great Barrier Reef. Fishing and FisheriesResearch Centre School of Earth and Environmental Sciences James CookUniversity, Townsville. Supported by the Australian Government’s Marine and Tropical Sciences Research Facility Project 4.8.3 Evaluation of the resiliency of key inter-reefal fish species.

Michelle R. Heupel., Ann Penny., Ashley J. Williams.,Jacob P Kritzer., David J. Welch., Ross J. Marriott., Campbell R. Davies., and Bruce D. Mapstone. 2010. Demographic Characteristics Of Exploited Tropical Lutjanids: A Comparative Analysis. School of Earth and Environmental Sciences James Cook University.

Nabib, R dan F. H. Pasaribu. 1989.Patologi dan Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nontji, A. 1993.Laut Nusantara.Jakarta, Djambatan. Nybakken, J. W. 1992.Biologi Laut. PT. Gramedia, Jakarta.

Radiarta, I. Ny., S. E. Wardoyo., B. Priyono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. Vol 9 No 1 hal 67–71.

Radiarta, N., A. Saputro dan B. Priono. 2004. Pemetaan Kelayakan Lahan Untuk Pengembangan Usaha Budidaya Laut di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 No. 1 hal. 19-30.

Radiarta, N., S.E Wardoyo, B. Priono dan O. Praseno. 2003.Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 No. 1 hal. 67–79.


(6)

Rejeki, S. 2001. Pengantar Budidaya Perairan. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 1999.Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI, Jakarta.

Sastrawijaya, A. T. 2000.Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Waspada, T. Susilowati dan S. Murtiningsih. 1995. Budidaya Laut di Karamba Jaring Apung dan Implikasi Sosial Ekonominya dalam Sudradjat dkk. 1995. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian. hal. 190-196.

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. PT. Gramedia Widia sarana Indonesia, Jakarta.