Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.).
PENGEMBANGAN PRODUK
MARSHMALLOW
DARI
GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (
Lutjanus
sp.)
Oleh : Dwi Sartika
C34104025
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(2)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap (Lutjanus sp.)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Dwi Sartika C34104025
(3)
RINGKASAN
DWI SARTIKA. C34104025. Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan MALA NURILMALA.
Mencermati adanya marshmallow yang menggunakan gelatin dari sapi atau babi maka diperlukan pengembangan produk marshmallow yang berasal dari gelatin kulit ikan. Penggunaan bahan baku dari gelatin ikan ini akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap produk marshmallow.
Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) terhadap sifat fisik marshmallow. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengetahui formulasi terbaik marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Konsentrasi gelatin ikan yang digunakan sebesar 6%, 8% dan 10%. Perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan uji scoring, uji perbandingan pasangan, uji fisika dan kimia. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan dan uji t-test.
Berdasarkan analisis fisika dan kimia, marshmallow terbaik didapatkan dengan penambahan gelatin ikan 10%. Marshmallow gelatin ikan yang terpilih memiliki kekerasan 2108,07 gram/cm2, elastisitas 98,30%, densitas 0,43 gram/ml, kadar air 17,13%, kadar protein 4,99%, kadar abu 0,11%, kadar karbohidrat 77,46% dan kadar lemak 0,42%. Marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) lebih unggul pada kekerasan, densitas, elastisitas dan kadar air dibandingkan marshmallow komersial. Sementara marshmallow komersial mempunyai kekerasan 614,45 gram/cm2, elastisitas 79,03%, densitas 0,45 gram/ml, kadar air 16,84%, kadar abu 0,10%, kadar protein 2,88%, kadar karbohidrat 78,40% dan kadar lemak 0,40%. Berdasarkan uji perbandingan pasangan diperoleh bahwa marshmallow dengan penambahan gelatin ikan 10% lebih disukai dari segi warna dan tekstur, sedangkan marshmallow komersial lebih disukai dari segi aroma dan rasa.
(4)
PENGEMBANGAN PRODUK
MARSHMALLOW
DARI
GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (
Lutjanus
sp.)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Dwi Sartika C34104025
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
(5)
Judul : PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)
Nama Mahasiswa : Dwi Sartika
NRP : C34104025
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Mala Nurilmala, S.Pi M.Si NIP : 131 578 851 NIP : 132 315 793
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)”. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan pada program pendidikan sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi.
2. Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS dan Bapak Uju, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji atas arahan dan saran yang sangat berharga.
3. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb sebagai Komisi Pendidikan di Departemen THP yang telah banyak membantu selama seminar dan sidang.
4. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA yang telah bersedia menjadi moderator pada saat seminar.
5. Ayah, ibu, kakak (Ika), adik (Randy dan Helmi) atas limpahan kasih sayang, dukungan moril dan finansial yang tidak terhitung jumlahnya, serta doa tulus yang diberikan kepada penulis selama ini.
6. Seluruh staf dosen, staf TU, dan pegawai di THP (Mas Mail, Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, Mba Heni dan Umi), terima kasih atas bantuannya kepada penulis.
7. Ibu Ema, Mba Icha, Mas Zaki, Mas Ipoel, Ibu Rubiah, Bapak Taufik atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian.
8. Firman Hikmawan, S.Pi atas segala waktu, kesabaran, dukungan, semangat, keceriaan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan kepada penulis.
(7)
9. Teman-teman terdekatku Rina, Rini, Dyah, Pingu terima kasih atas segala bantuan, kebersamaan, persahabatan, dukungan dan kenangan manis yang diberikan kepada penulis.
10.Teman-teman BDP 40 (Kak Ony, Kak Erik dan Kak Dawud) terima kasih atas waktunya untuk mendengarkan suka duka penulis selama ini.
11.Teman-teman THP 41 : Dede, Theta, Ari, Ulfa, Fuji, Deslina, Yugha, Ima, Anez, Gilang, Nuzul, Dias, Yanti, Estrid serta seluruh teman THP 41 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya.
12.Kakak THP 40 serta adik-adik THP 42 dan 43 yang telah banyak membantu selama ini.
13.Terakhir, kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan disini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua dukungannya.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 29 Juni 1986 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Supadi
Amijaya dan Ibu Rochmah Sany. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Abdi Negara, Bandung (1992-1998), SLTP Al-Ma’soem, Bandung (1998-2001) dan SMU Negeri 21, Bandung (2001-2004).
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti antara lain HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan) dan PAMAUNG (Paguyuban Mahasiswa Bandung). Kegiatan pelatihan yang pernah diikuti diantaranya Seminar ISO 22000 in Fisheries Industries, Pelatihan Pembuatan Produk Hasil Perikanan oleh Fish Processing Club THP IPB, Pelatihan HACCP VI oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XIX di Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu penulis juga menjadi asisten mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan (2007/2008) dan Teknologi Hasil Samping dan Limbah Industri Hasil Perairan (2007/2008).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)” di bawah bimbingan Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) ... 4
2.2 Protein Ikan ... 5
2.2.1 Protein berdasarkan sifat kelarutan ... 6
2.2.2 Protein berdasarkan susunan molekul ... 7
2.2.3 Protein berdasarkan struktur protein ... 8
2.3 Kolagen ... 9
2.4 Gelatin ... 10
2.5 Marshmallow ... 14
2.6 Bahan Tambahan ... 17
2.6.1 Sirup glukosa ... 18
2.6.2 Sukrosa ... 18
2.6.3 Bahan pelapis permen ... 19
2.6.4 Flavor ... 20
3. METODOLOGI ... 21
3.1 Waktu dan Tempat ... 21
3.2 Bahan dan Alat ... 21
3.3 Metode Penelitian ... 21
3.3.1 Pembuatan gelatin ikan ... 22
3.3.2 Pembuatan marshmallow ... 24
3.4 Prosedur Pengujian ... 26
3.4.1 Uji sensori ... 26
3.4.1.1 Uji scoring ... 26
3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan ... 27
3.4.2 Uji fisik ... 28
3.4.2.1 Rendemen ... 29
3.4.2.2 Kekuatan gel ... 29
3.4.2.3 Viskositas ... 29
(10)
3.4.2.5 Elastisitas ... 30
3.4.2.6 Densitas ... 30
3.4.3 Uji kimia ... 30
3.4.3.1 Kadar air ... 30
3.4.3.2 Kadar abu ... 31
3.4.3.3 Kadar protein ... 31
3.4.3.4 Kadar lemak ... 32
3.4.3.5 Kadar karbohidrat ... 32
3.5 Rancangan Percobaan ... 32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Pembuatan Gelatin Ikan ... 34
4.1.1 Rendemen ... 34
4.1.2 Viskositas ... 35
4.1.3 Kekuatan gel ... 35
4.1.4 Derajat keasaman (pH) ... 35
4.2 Pembuatan Marshmallow ... 36
4.2.1 Uji scoring ... 36
4.2.1.1 Warna ... 36
4.2.1.2 Aroma ... 38
4.2.1.3 Tekstur ... 39
4.2.1.4 Rasa ... 41
4.2.2 Uji fisik marshmallow ... 43
4.2.3.1 Kekerasan ... 43
4.2.3.2 Elastisitas ... 44
4.2.3.3 Densitas ... 46
4.2.3 Uji kimia marshmallow ... 47
4.2.4.1 Kadar air ... 47
4.2.4.2 Kadar abu ... 49
4.2.4.3 Kadar protein ... 50
4.2.4.4 Kadar karbohidrat ... 52
4.2.4.5 Kadar lemak ... 53
4.2.4 Uji perbandingan pasangan ... 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1 Kesimpulan ... 57
5.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp. ) ... 5
2. Produksi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) di Indonesia ... 5
3. Komposisi protein pada daging ikan ... 6
4. Aplikasi gelatin pada produk confectionery ... 13
5. Standar mutu gelatin ... 14
6. Syarat mutu kembang gula lunak jelly ... 17
7. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 24
8. Skala nilai uji scoring marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 27
9. Skala nilai uji perbandingan pasangan marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 28
10. Karakteristik fisik gelatin kulit ikan kakap merah ………... 34
11. Perbandingan karakteristik fisika dan kimia antara marshmallow gelatin ikan 10% dan marshmallow komersial ... 56
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... ... 4
2. Struktur kimia gelatin ... ... 12
3. Marshmallow komersial ... . 14
4. Diagram alir proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... .. 23
5. Diagram alir proses pembuatan marshmallow ... . 25
6. Histogram rata-rata skorwarna marshmallow ... ... 37
7. Histogram rata-rata skor aroma marshmallow ... 38
8. Histogram rata-rata skor tekstur marshmallow ... 40
9. Histogram rata-rata skor rasa marshmallow ... 42
10. Histogram nilai kekerasan marshmallow ... 43
11. Histogram nilai elastisitas marshmallow ... 45
12. Histogram nilai densitas marshmallow ... 46
13. Histogram nilai kadar air marshmallow ... 48
14. Histogram nilai kadar abu marshmallow ... 49
15. Histogram nilai kadar protein marshmallow ... 51
16. Histogram nilai kadar karbohidrat marshmallow ... 52
17. Histogram nilai kadar lemak marshmallow ... 53
18. Histogram nilai rata-rata perbandingan pasangan antara marshmallow dengan penambahan gelatin kulit ikan kakap merah 10% dengan marshmallow komersial ……….. 55
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Score sheet uji organoleptik scoringmarshmallow gelatin kulit ikan
kakap merah (Lutjanus sp.) ... 63 2. Score sheet uji perbandingan berpasangan ... 64 3. Rekapitulasi data organoleptik uji scoring dengan parameter warna
pada marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)… 66 4. Rekapitulasi data organoleptik uji scoring dengan parameter aroma
pada marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)… 67 5. Rekapitulasi data organoleptik uji scoring dengan parameter tekstur
pada marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)… 68 6. Rekapitulasi data organoleptik uji scoring dengan parameter rasa
pada marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)… 69 7. Rekapitulasi data hasil uji perbandingan pasangan produk
marshmallow dengan penambahan gelatin ikan 10% terhadap
marshmallow komersial ... 70 8. Hasil perangkingan dan Kruskal Wallis data organoleptik
(uji scoring) pada marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah
(Lutjanus sp.) ... 71 9. Hasil uji lanjut Tukey parameter warna pada marshmallow gelatin
kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 72 10. Hasil uji lanjut Tukey parameter aroma pada marshmallow gelatin
kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 72 11. Hasil uji lanjut Tukey parameter tekstur pada marshmallow gelatin
kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 72 12. Hasil uji lanjut Tukey parameter rasa pada marshmallow gelatin
kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 73 13. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap kekerasan marshmallow
gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 73 14. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap elastisitas marshmallow
(14)
15. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap densitas marshmallow
gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 74 16. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap kadar air marshmallow
gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 75 17. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap kadar abu marshmallow
gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 75 18. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap kadar protein
marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 76 19. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap kadar karbohidrat
marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 76 20. Hasil analisis ragam dan uji Tukey terhadap kadar lemak
marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ... 77 21. Hasil uji t-test karakteristik fisika dan kimia antara marshmallow
gelatin ikan 10% dan marshmallow komersial ... 77 22. Rekapitulasi data karakteristik fisika dan kimia pada marshmallow
dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)… ... 81 23. Dokumentasi penelitian ... 82
(15)
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini persaingan antar industri pangan semakin ketat. Produsen berlomba-lomba untuk menarik perhatian masyarakat dengan menghasilkan produk baru atau produk lama yang dimodifikasi dengan rasa baru. Untuk bisa meningkatkan penjualan dan memperluas pemasaran diperlukan kreativitas dalam menciptakan suatu produk yang dapat diterima kehalalannya oleh konsumen.
Salah satu bahan tambahan yang sering dipergunakan dalam proses produksi makanan adalah gelatin. Penggunaan gelatin dalam industri pangan saat ini cukup luas, mulai dari makanan emulsi, pasta, permen lunak, minuman hingga kapsul. Gelatin merupakan protein larut air yang diperoleh dari kolagen hewan melalui proses hidrolisis terkontrol (Tourtellote 1980). Gelatin bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sampai saat ini kebutuhan gelatin Indonesia didatangkan dari hasil impor. Pada tahun 2003, Indonesia mengimpor lebih dari 6200 ton gelatin dari berbagai negara (Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina, Argentina, dan Australia) (Pusat Data dan Informasi Deperindag 2004).
Gelatin yang biasa digunakan dalam industri pangan umumnya berasal dari sapi atau babi. Di Indonesia, gelatin dari babi dilarang penggunaannya dalam suatu bahan atau produk pangan karena kondisi kehalalannya dan berkaitan dengan penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Meskipun demikian, riset-riset untuk mencari alternatif lain sebagai sumber gelatin juga mulai dilakukan. Sebagai sumber alternatif gelatin halal, gelatin dari ikan kini mulai mendapat perhatian dari kalangan industri. Gelatin yang berasal dari kolagen hewan tidak hanya terbatas pada babi atau sapi. Gelatin ikan dapat diproduksi dari kulit dan tulang sebagai hasil samping pengolahan fillet ikan. Kandungan kolagen pada tulang ikan keras (teleostei) berkisar 15-17%, sedangkan pada tulang ikan rawan (elasmobranch) berkisar 22-24% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2006). Selain itu, penelitian tentang gelatin ikan banyak dilakukan. Salah satu contoh penelitian Nurilmala (2004) tentang kajian potensi limbah tulang ikan keras (teleostei) sebagai sumber gelatin dan analisis karakteristiknya serta
(16)
penelitian Karina (2007) tentang pemanfaatan gelatin dari kulit ikan cucut (Squalus acanthias) dalam pembuatan marshmallow.
Industri fillet ikan yang berkembang di Indonesia diantaranya adalah fillet ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) adalah ikan demersal yang banyak terdapat di perairan laut Indonesia. Biasanya ikan ini dijual dalam bentuk utuh atau diambil dagingnya (fillet) dan dipasarkan di dalam maupun di luar negeri. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) diperkenalkan pada negara berkembang dan dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein. Sekarang ini, fillet ikan kakap segar maupun dalam bentuk fillet beku terdapat pada berbagai ukuran dan kemasan, sebagai skin on, skin off, deep skinned, asap dan sashimi. Produksi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) di Indonesia pada tahun 2001 sampai tahun 2005 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 10,09 % (Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2005). Peningkatan produksi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) tersebut diiringi dengan tingginya limbah kulit yang dihasilkan. Selama ini kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, perlu upaya pengembangan produk dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang dapat memenuhi kebutuhan industri pangan maupun non pangan, salah satunya adalah pengembangan gelatin dan produk turunannya seperti marshmallow.
Marshmallow merupakan makanan ringan sejenis permen yang bertekstur seperti busa yang lembut, ringan, kenyal dalam berbagai bentuk, aroma, rasa dan warna sehingga tergolong dalam produk confectionery. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler 1999). Selama ini bahan utama marshmallow yang banyak digunakan berasal dari gelatin sapi atau babi. Gelatin dipandang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan gum dan karagenan karena gelatin ternyata memiliki kekenyalan yang khas.
Mencermati bahan baku marshmallow yang banyak berasal dari gelatin sapi atau babi, maka kehalalan marshmallow sangat perlu diwaspadai. Terlebih lagi karena pada kenyataannya, bahan baku maupun produk marshmallow yang beredar di pasaran Indonesia masih merupakan produk impor. Jenis gelatin yang
(17)
digunakan jarang dinyatakan secara jelas. Sementara, penggunaan gelatin ikan pada produk marshmallow belum banyak diteliti.
Penggunaan kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ini dapat dijadikan sebagai suatu alternatif non konvensional untuk mencari sumber gelatin selain dari kulit dan tulang sapi maupun babi yang dapat menimbulkan masalah sosial pada golongan masyarakat tertentu. Oleh karena itu perlu dikembangkan produk marshmallow yang berasal dari gelatin kulit ikan. Pada penelitian ini akan dicoba pembuatan marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.).
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan formulasi terbaik marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) berdasarkan sifat fisik, kimia, dan organoleptiknya.
(18)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) menurut Saanin(1968) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Perchomorphi Sub ordo : Percoidea Famili : Lutjanidea Genus : Lutjanus Spesies : Lutjanus sp.
Gambar 1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Anonimb 2008)
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai panjang 200 cm, umumnya 25 sampai 100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang berduri-duri kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan krustasea. Hidup di perairan pantai, muara sungai, teluk dan air payau (Ditjen perikanan 1990).
Bagian punggung warnanya mendekati keabuan, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu gelap, dengan daerah penyebaran terutama pantai Utara Jawa, sepanjang pantai Sumatera bagian timur, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, Teluk Benggala, Pantai India, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut
(19)
Cina Selatan, Philipina Selatan sampai pantai Utara Australia, dangkalan Barat sampai Afrika Timur (Ditjen perikanan 1990).
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) tergolong ikan demersal yang penangkapannya dengan pancing kakap, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen perikanan 1990). Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mengandung protein tinggi yaitu sebesar 18,2%. Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Senyawa kimia Jumlah (%)
Air 80,3
Protein 18,2
Karbohidrat -
Lemak 0,4
Abu 1,1
Sumber : Ditjen perikanan (1990)
Produksi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) di Indonesia pada tahun 2002 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 10,09%. Produksi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Indonesia tahun 2001 sampai 2005 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Indonesia tahun 2001-2005
Tahun Jumlah (ton)
2001 67,773
2002 62,303
2003 74,233
2004 91,339
2005 97,044
Kenaikan rata-rata 1992-2002 10,09% Kenaikan rata-rata 2004-2005 6,25%
Sumber : Statistik perikanan tangkap Indonesia (2005)
2.2 Protein Ikan
Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Protein ikan terdiri dari asam-asam amino dan khususnya banyak mengandung asam amino essensial.
(20)
2.2.1 Protein berdasarkan sifat kelarutan
Berdasarkan sifat kelarutannya, protein ikan dibagi menjadi tiga kelas yaitu protein larut air, protein larut garam dan fraksi protein yang tidak larut. Protein yang tidak larut umumnya berupa jaringa ikat. Protein ini sifatnya tidak larut walaupun pada cairan dengan kekuatan ion tinggi (Watabe 1990). Menurut Nakai dan Modler (1990), protein otot secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok utama berdasarkan karakteristik kelarutannya, yaitu protein sarkoplasma, miofibril dan stroma atau protein-protein jaringan ikat. Komposisi protein ikan tersebut bervariasi menurut jenis dan spesiesnya. Secara umum komposisi protein ikan di sajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi protein pada daging ikan
Fraksi Protein Jumlah
Miofibril 65 – 75%
Sarkoplasma 20 – 30%
Stroma 1 – 3%
Sumber : Mackie (1992)
Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan yang bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril meliputi 11% dari total berat otot dan sekitar 55% dari total protein otot. Protein ini berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan. Protein ini terdiri dari miosin, aktin dan protein regulasi (tropomiosin, troponin dan aktinin) (Rahayu et al.1992).
Penyusun terbesar protein miofibril ikan adalah miosin, yaitu 50 – 60%, (miosin merupakan komponen miofibril terbanyak di dalam jaringan otot), dan penyusun kedua terbesar adalah aktin. Aktin tersusun hampir 20% dari total miofibril dan merupakan filamen tipis. Miosin berikatan dengan aktin dan membentuk aktomiosin. Protein miofibfril sangat berperan dalam pembentukan gel, terutama dari fraksi akomiosin (Watabe 1990).
Protein miofibril dapat berubah selama rigor mortis dan penyimpanan jangka waktu yang lama. Selain itu perubahan protein miofibril juga dapat mempengaruhi tekstur dari produk perikanan (Nakai dan Modler 1999).
(21)
Protein sarkoplasma meliputi 30% dari total protein otot. Protein ini meliputi sebagian besar enzim yang terlibat dalam metabolisme energi, seperti glikolisis. Disamping keanekaragamannya, protein sarkoplasma mempunyai berbagai sifat fisik kimia. Sebagai contoh, sebagian besar proetin sarkoplasma memiliki bobot molekul relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat. Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut yang tinggi dalam air (Nakai dan Modler 1999).
Protein sarkoplasma merupakan protein larut air dan secara normal ditemukan di plasma sel dimana protein tersebut berperan sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme anaerob sel otot dan pembawa oksigen. Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan ada kemungkinan untuk mengganggu dalam proses pembentukan gel. Protein sarkoplasma yang mengandung berbagai protein yang larut dalam air disebut miogen (Suzuki 1981). Proetin stroma adalah bagian protein otot yang paling sedikit, membentuk jaringan ikat dan tidak dapat diekstraksi dengan air, larutan asam, larutan alkali, atau larutan garam netral pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma merupakan protein yang terdapat pada bigian luar sel otot (Suzuki 1981). Protein stroma adalah jaringan ikat terdiri atas tiga jenis protein ekstraselular, yaitu kolagen, retikulin dan elastin serta komponen pendukung lainnya (Nakai dan Modler 1999).
2.2.2 Protein berdasarkan susunan molekul
Berdasarkan susunan molekulnya, protein digolongkan menjadi dua, yaitu protein globuler (sferoprotein) dan protein fibriler (skleroprotein).
Protein globuler (sferoprotein) adalah protein yang berbentuk bola. Protein ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan daging. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologinya seperti yang dialami oleh enzim dan hormon (Winarno 1997).
(22)
Protein fibriler (skleroprotein) merupakan protein yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa maupun alkohol. Berat molekulnya yang besar belum dapat ditentukan dengan pasti dan sukar dimurnikan. Susunan molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan semula. Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dari jaringan. Kadang-kadang protein ini disebut albuminoid dan sklerin. Contoh protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah (Winarno 1997).
2.2.3 Protein berdasarkan struktur protein
Berdasarkan struktur protein, protein dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener.
Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier.
Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil.
Bila hanya struktur primer yang ada dalam protein, maka molekul protein tersebut mempunyai bentuk yang sangat panjang dan tipis. Struktur tersebut memungkinkan terjadinya banyak sekali reaksi dengan senyawa yang lain, yang kenyataannya hal tersebut tidak terjadi di alam. Dalam kenyataannya struktur protein merupakan polipeptida yang terlipat-lipat dan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Struktur yang demikian disebut struktur sekunder. Contoh bahan yang memiliki struktur ini ialah bentuk α-heliks pada wol, bentuk lipatan-lipatan (wiru) pada molekul-molekul sutera serta bentuk heliks pada kolagen. Struktur sekunder terdiri dari satu rantai polipeptida (Winarno 1997).
(23)
Bentuk penyusunan bagian terbesar rantai cabang disebut struktur tersier. Struktur tersier adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentuk lain. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik dan ikatan disulfida. Ikatan disulfida merupakan ikatan terkuat dalam mempertahankan struktur tersier protein.
Ikatan hidrofobik terjadi antara ikatan nonpolar molekul-molekul sedangkan ikatan garam ternyata tidak begitu penting peranannya terhadap struktur tersier molekul. Ikatan garam mempunyai kecenderungan bereaksi dengan ion-ion lain di sekitar molekul.
Struktur primer, sekunder dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai polipeptida. Tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu protein, maka disebut struktur kuartener. Pada umumnya ikatan-ikatan yang terjadi sampai terbentuknya protein sama dengan ikatan-ikatan-ikatan-ikatan yang terjadi pada struktur tersier (Winarno 1997).
2.3 Kolagen
Kolagen adalah serabut protein (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik, terdapat pada jaringan ikat pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan lain-lain (Wong 1989). Protein ini memiliki sifat kurang larut, amorf, dapat memanjang dan berkontraksi. Protein serabut ini tidak larut dalam pelarut encer, sukar dimurnikan, susunan molekulnya dari rantai molekul yang panjang sejajar dan tidak membentuk kristal. Senyawa ini banyak menyita perhatian dunia industri karena sifat fisik dan kimianya yang unik serta sifat fungsional yang spesifik.
Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen, yang mempunyai struktur batang dengan berat molekul (BM) 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks (Wong 1989).
Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar, yang sering dikonversikan menjadi gelatin. Di samping pelarut alkali, kolagen juga larut
(24)
dalam pelarut asam (Bennion 1980). Pada umumnya kolagen ikan mempunyai kandungan asam amino rendah dibandingkan dengan kolagen mamalia, karena itu temperatur denaturasinya menjadi rendah. Kolagen ikan mempunyai komposisi beragam, dengan kandungan prolin dan hidroksiprolin lebih sedikit dari kolagen mamalia, tetapi serin dan treonin lebih banyak.
Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah, lipatan menjadi koil random yang tidak memiliki struktur residual. Berat molekul, bentuk dan konfirmasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat menghancurkan makromolekulnya. Proses denaturasi atau peluluhan struktur kolagen relatif lambat bila dibandingkan dengan protein lainnya. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan reaksi isomerisasi cis-trans yang sangat lambat pada prolin yang banyak terdapat pada kolagen (Wong 1989).
2.4 Gelatin
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari kolagen kulit, membran, tulang dan bagian tubuh berkolagen lainnya yang berasal dari kolagen hewan melalui proses hidrolisis terkontrol (Tourtellote 1980). Gelatin jika direndam dalam air akan mengembang dan menjadi lunak, berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobotnya. Gelatin larut dalam air panas dan jika didinginkan akan membentu gel. Gelatin merupakan produk utama dari pemecahan kolagen dengan pemanasan yang dikombinasikan dengan perlakuan asam atau alkali (Bennion 1980). Proses perubahan kolagen menjadi gelatin meliputi : (1) pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai, (2) pemutusan sejumlah ikatan samping antar rantai, (3) perubahan konfigurasi rantai. Komposisi asam amino gelatin menyerupai kolagen, dimana berat molekul gelatin berkisar 90.000. Penurunan komposisi asam amino tergantung dari metode pembuatannya. Pembuatan dengan proses alkali umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan lebih sedikit tirosin dibandingkan dengan proses asam (Ward dan Courts 1977).
Berdasarkan metode pembuatannya, gelatin dibedakan menjadi gelatin tipe A yang dihasilkan melalui proses asam dan gelatin tipe B yang dihasilkan melalui proses basa (Tourtellote 1980). Bahan baku tertentu seperti tulang dapat diproses
(25)
dengan proses asam dan basa, namun pada bahan baku lain seperti kulit babi, umumnya diolah menggunakan proses asam (Poppe 1992).
Menurut Tourtellote (1980) gelatin tipe A diperoleh dari proses asam dan mempunyai titik isoelektrik antara pH 5,5 hingga 6,5. Gelatin tipe A biasanya diproduksi dari kulit babi. Meskipun secara umum, gelatin yang dihasilkan dari mamalia lebih kuat dibandingkan dengan gelatin ikan, akan tetapi pemilihan spesies ikan tertentu serta metode hidrolisis yang tepat bisa menghasilkan gelatin yang setara kualitasnya dengan gelatin mamalia. Menurut Anonimc (2008) menunjukkan bahwa gelatin yang diproduksi dari ikan kerapu (Epinephelus sexfasciatus) memiliki bloom strength yang sebanding dengan gelatin babi.
Menurut Glicksman (1969), gelatin larut dalam air pada suhu 30 - 80 0C dan bersifat amphoterik, hal ini sangat tergantung pada pH larutan. Gelatin mudah larut dalam gliserol, manitol, sorbitol dan propelin, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton dan pelarut nonpolar lainnya. Jika dipanaskan pada suhu 71 0C, gelatin akan larut karena pecahnya agregat molekul dan cairan yang tadinya bebas menjadi terperangkap sehingga larutan menjadi kental (Lees dan Jackson 1983). Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel dan tidak larut dalam air dingin (Stansby 1977). Jumlah gelatin yang dibutuhkan untuk menghasilkan gel yang diinginkan berkisar antara 5-12% tergantung dari kekerasan produk akhir yang diinginkan (Lees dan Jackson 1983).
Konversi kolagen menjadi gelatin terjadi dalam tiga tahap, yaitu : hidrolisa lateral, hidrolisa ikatan peptida terutama glisin dan penghancuran struktur heliks kolagen (Ward dan Courts 1977). Hidrolisa tersebut dapat dilakukan dalam suasana asam pH 4,0-4,5 atau lebih rendah tetapi memerlukan penanganan cepat setelah hidrolisa untuk mencegah degradasi lebih lanjut. Asam yang paling baik digunakan adalah asam organik seperti asam asetat. Konversi kolagen menjadi gelatin biasanya didasarkan pada pengaturan temperatur ekstraksi, yang dilakukan untuk mencegah kerusakan protein pada suhu tinggi.
Gelatin merupakan hidrokoloid yang berasal dari hewan yang berfungsi untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk es krim untuk mencegah pertumbuhan kristal-kristal es yang besar atau dalam produk-produk gel pencuci mulut. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel.
(26)
Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektivitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya yang unik (Glicksman 1983). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia gelatin (Ward dan Courts 1977)
Gelatin digunakan dalam berbagai sektor industri dan pengolahan produk pangan. Dalam produk pangan, gelatin banyak dimanfaatkan sebagai penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), pengikat (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), perekat (adhesive) dan pembungkus makanan yang bersifat dapat dimakan (edible coating). Gelatin juga digunakan untuk produk-produk dessert (makanan) seperti youghurt, keju, es krim, pie krim dan kue keju (cheese-cakes). Dalam industri farmasi dan kedokteran, gelatin banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kapsul atau pengikat (binder) tablet. Sedangkan dalam industri fotografi, gelatin dimanfaatkan sebagai bahan pembuat lapisan film atau kertas folio berwarna, film grafis dan sinar X, serta tinta cetak printer (Majalah Jurnal Halal LPPOM-MUI 2008).
Menurut Ward dan Courts (1977), dua sifat yang paling banyak diinginkan pada gelatin adalah karakteristik mencair di dalam mulut (melt in the mouth) dan kemampuan membentuk thermoreversible gel. Gelatin banyak digunakan dalam berbagai produk aplikasi karena sifat jernih dan tak berbaunya. Penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri, terdapat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin yang harus diperhatikan, yaitu konsentrasi, berat molekul, suhu, pH dan penambahan-penambahan senyawa lain. Hal yang harus diperhatikan adalah gelatin harus ditangani secara higienis karena mudah diserang
(27)
mikroorganisme dan kemungkinan adanya penambahan atau adanya senyawa lain dapat merusak gelatin misalnya asam dan enzim proteolitik. Enzim proteolitik merusak atau menguraikan protein gelatin, sedangkan asam dapat menggumpalkan protein sehingga fungsinya menjadi terganggu. Dalam industri makanan gelatin dapat digunakan pada pembuatan produk, salah satunya yaitu produk confectionery. Aplikasi gelatin pada produk confectionery dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Aplikasi gelatin pada produk confectionery Aplikasi Fungsi Kekuat
an Gel
Tipe Viskositas Dosis Confectionery
Gelatin gums - gelling agent - texture - elasticity
180-260 A/B Low-high 6–10%
Wine gums (gelatin + starch)
- gelling agent - texture - elasticity
100-180 A/B Low-medium 2–6%
Chewable sweets (fruit chew, toffees) - aeration - chewability
100-150 A/B Medium-high 0,5–3%
Marshmallows
(deposited or extruded)
- aeration - stabilization - gelling agent
200-260 A/B Medium-high 2–5%
Nougat - chewability 100-150 A/B Medium-high 0,2–1.5% Liquorice - gelling agent
- texture - elasticity
120-220 A/B Low-medium 3–8%
Coating (chewing gum dragees)
- film forming - binding
120-150 B high 0,2–1%
Sumber : (Anonima 2008)
Mutu gelatin secara umum dapat dinilai dari sifat fisik dan kandungan unsur-unsur mineral tertentu yang terdapat dalam gelatin. Standar mutu gelatin menurut SNI disajikan pada Tabel 5.
(28)
Tabel 5. Standar mutu gelatin
Karakteristik Syarat
Warna Tidak berwarna
Bau, rasa Normal (diterima konsumen)
Kadar air Maks. 16%
Kadar abu Maks. 3,25%
Logam berat Maks. 50 mg/kg
Arsen Maks. 2 mg/kg
Tembaga Maks. 30 mg/kg
Seng Maks. 100 mg/kg
Sulfit Maks. 1000 mg/kg
Sumber : SNI 06-3735-1995
2.5 Marshmallow
Marshmallow adalah suatu jenis permen (termasuk soft candy) yang berbahan dasar gelatin dan gula terutama sukrosa dan beberapa tipe glukosa yang berbeda. Asal penamaan dari produk ini adalah berasal dari tanaman yang bernama marshmallow (Althea officinalis). Resep asli dari marshmallow adalah menggunakan ekstrak akar dari tanaman marshmallow. Ekstrak akar marshmallow mempunyai sifat liat dan lengket serta membentuk gel bila dicampur dengan air. Saat ini penggunaan dari ekstrak ini telah digantikan oleh gelatin yang mempunyai sifat hampir sama.
Gambar 3. Marshmallow komersial (Anonima 2008)
Menurut Nakai dan Modler (1999), marshmallow merupakan makanan ringan bertekstur seperti busa yang lembut dalam berbagai bentuk, aroma dan warna. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut karena merupakan
(29)
hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin, gum arab dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang.
Marshmallow dapat dikelompokkan sebagai deposited (endapan), extruded, grained dan nongrained. Perbedaan utama antara produk deposited dan extruded adalah densitas dan kekerasan pada produk akhir yang dihasilkan. Produk extruded dibutuhkan untuk mempertahankan bentuknya. Kedua produk ini (deposited dan extruded) biasanya mengandung gelatin 200 sampai 250 bloom.
Tekstur marshmallow akan berubah tergantung pada formulasi, densitas yang diinginkan dan metode pembuatan termasuk peralatan yang digunakan. Marshmallows dapat disusun dari tipe extruded atau deposited, busa meringues yang lembut atau nougats.
Marshmallow grained dan nongrained berbeda dalam hal perbandingan gula atau sirup jagung. Tekstur dari marshmallow grained benar-benar pendek, kering dan keras. Kelompok produk ini dapat dipisahkan berdasarkan fungsi dari densitasnya:
Tipe Densitas
Nougats 0,90 – 1,00
Fruit chews/fat chew (lumatan buah/lumatan lemak) 0,90 – 1,00 Deposited marshmallows 0,50 – 0,7
Extruded marshmallows 0,30 – 0,35
Extruded aerated candies (permen isi extruded) 0,20 – 0,30
Semua tipe dari konveksi ini, gelatin digunakan untuk memberikan fase cair dengan stabilitas yang cukup pada produk. Hal ini memungkinkan untuk mengubahnya menjadi busa dengan memasukkan gelembung udara.
Setelah pengocokan atau aerasi, keuntungan produk antara lain sifatnya dalam meningkatkan volume (menurunkan densitas), meningkatkan sifat viskositas (kekentalan), perubahan karakteristik sensori, tekstur yang halus, rasa manis dalam mulut dan sedikit lengket. Dalam sebagian besar formulasi marshmallows, gelatin digunakan untuk meningkatkan aerasi. Agen pengocok (whipping) seperti putih telur dan isolat protein kedelai kadang-kadang ditambahkan untuk menentukan aerasi dan memodifikasi tekstur marshmallow.
(30)
Sukrosa, sirup jagung, gula invert dan humektan (biasanya gliserin atau sorbitol), ditambahkan dan digunakan untuk memberikan rasa manis dan membentuk tekstur. Rata-rata kandungan kelembaban pada produk grained sebesar 5-10% dan produk nongrained sebesar 15-18% (Nakai dan Modler 1999).
Marshmallow dihasilkan dari sistem koloid. Sistem koloid terdiri dua fase, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase luar). Berdasarkan fase zat terdispersi, sistem koloid terbagi atas tiga bagian, yaitu koloid sol, emulsi dan buih. Sol adalah koloid dengan zat terdispersinya fase padat. Emulsi adalah koloid dengan zat terdispersinya fase cair. Buih adalah koloid dengan zat terdispersinya fase gas (McWilliams 1989). Marshmallow termasuk emulsi gas, dimana zat terdispersi berupa fase cair dan medium pendispersi berupa fase gas. Marshmallow akan terbentuk jika fungsi aerasi, penstabil dan pembentuk gel dalam marshmallow berjalan dengan baik. Teknik aerasi ini merupakan cara mentransformasi bentuk cair menjadi bentuk busa (foam) dan diikuti bergabungnya sejumlah udara dalam bentuk gelembung-gelembung gas. Buih (gelembung gas) yang terbentuk berasal dari hasil kocokan gelatin, sukrosa, sirup glukosa dan air yang teraduk rata sehingga hasil kocokan tersebut mengembang. Oleh karena itu, produk marshmallow akan meningkat volumenya serta memiliki kesan organoleptik yang khas, yaitu produk yang memiliki tekstur seperti busa lembut dengan rasa manis dan beraroma tertentu serta meleleh ketika di mulut (Nakai dan Modler 1999).
Dalam sebagian besar formulasi marshmallow, gelatin digunakan untuk meningkatkan aerasi dan membentuk tekstur marshmallow. Agen pengocok (whipping) seperti putih telur dan isolat protein kedelai, kadang-kadang ditambahkan untuk menentukan aerasi dan memodifikasi tekstur. Sukrosa, sirup jagung, gula invert, dan humektan (biasanya gliserin atau sorbitol), ditambahkan dan digunakan untuk memberikan rasa manis (Matz 1978).
Pada prinsipnya, pembuatan marshmallow adalah menghasilkan gelembung udara secara cepat dan memerangkapnya sehingga terbentuk busa yang stabil. Ada beberapa macam gelling agent yang berbeda yang dapat digunakan untuk pembuatan marshmallow, tergantung dari tekstur akhir yang diinginkan. Kekuatan gel yang dihasilkan tergantung dari jumlah gelling agent
(31)
yang ditambahkan dan bahan lain yang digunakan. Jumlah gelatin yang dibutuhkan untuk menghasilkan gel yang diinginkan berkisar antara 5-12%, tergantung dari kekerasan produk akhir yang diinginkan (Jackson 1995). Syarat mutu untuk marshmallow sebagai salah satu produk kembang gula lunak jelly menurut SNI 01-3547-1994 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Syarat mutu kembang gula lunak jelly berdasarkan SNI 01-3547-1994 Kriteria uji Persyaratan mutu kembang gula
lunak jelly
Bentuk Normal
Rasa Normal
Bau Normal
Air (% b/b) Maks. 20
Abu (% b/b) Maks. 3
Gula reduksi (sebagai gula invert) (% b/b) Maks. 20
Sakarosa (% b/b) Min. 30
Pemanis buatan Negatif
Pewarna tambahan Negatif
Getah (gum base) (% b/b) Min. 12 Cemaran timbal (mg/kg) Maks. 1,5 Cemaran tembaga (mg/kg) Maks. 10
Cemaran seng (mg/kg) Maks. 10
Cemaran timah (mg/kg) Maks. 40 Cemaran raksa (mg/kg) Maks. 0,03 Cemaran aksen (mg/kg) Maks. 1 Angka lempeng total (koloni/g) Maks. 5 x 104 Bakteri koliform (APM/g) Maks. 20 Escherichia coli (APM/g) < 3
Salmonella Negatif/25 g
Staphylococcus aureus (koloni/g) Maks. 102 Kapang dan khamir (koloni/g) Maks. 10
Sumber : BSN (1994)
2.6 Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta untuk memantapkan bentuk dan rupa (Winarno 1997). Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan permen marshmallows adalah sirup glukosa, sukrosa, air dan flavor.
(32)
2.6.1 Sirup glukosa
Sirup glukosa dan high maltose syrup dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen, selai dan pengalengan buah-buahan (Tjokroadikoesoemo 1986). Sirup glukosa adalah nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau enzim pada waktu, suhu dan pH tertentu.
Glukosa tergolong jenis monosakarida. Monosakarida yaitu senyawa gula sederhana yang tidak mungkin diuraikan lagi menjadi molekul yang lebih kecil oleh hidrolisis.
Fase cair dari permen harus memiliki konsentrasi bahan kering sebesar (75-76%) berat, untuk mencegah kerusakan karena mikrobiologi. Kondisi tersebut tidak mungkin didapat dari melarutkan gula secara sendiri-sendiri. Larutan semacam ini hanya dapat diperoleh dengan mencampurkan gula (sukrosa) dengan gula invert, sirup glukosa dan maltosa. Bahan-bahan tersebut kecuali gula (sukrosa), karena sifatnya yang dapat mencegah kristalisasi sukrosa meskipun dalam keadaan lewat jenuh, di dalam perdagangan disebut doctoring agent (Tjokroadikoesoemo 1986).
Kunci utama dari seni pembuatan permen dan manisan gula termasuk didalamnya (selai dan jam) adalah doctoring agent yang tepat dan penentuan perbandingan bersama dengan pengaturan kondisi fisik selama pengolahan yang tepat. Tujuan utama dari usaha tersebut adalah untuk menghindari terjadinya kristalisasi sukrosa sampai tingkat yang diinginkan sesuai kualitas produk akhir yang diharapkan (Tjokroadikoesoemo 1986).
2.6.2 Sukrosa
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis. Penambahan sukrosa berguna untuk memberikan rasa manis, mengawetkan, meningkatkan konsentrasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan aktivitas air dari bahan olahan (Buckle et al. 1987).
Gula tebu atau sukrosa merupakan disakarida dari glukosa dan fruktosa. Tidak seperti pada maltosa dan laktosa, sukrosa tidak mengandung atom karbon
(33)
anomer bebas, karena saling berikatan satu dengan yang lain, karena itu sukrosa merupakan gula pereduksi (Muchtadi et al. 1993). Sukrosa meleleh pada suhu 1600C membentuk cairan yang jernih, yang pada pemanasan selanjutnya warnanya berangsur-angsur berubah menjadi coklat (Hughes dan Bennion 1970). Gula bertindak sebagai pengawet karena (Marliyati et al. 1989) :
a) mengurangi aktivitas air (aw) sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat;
b) meningkatkan tekanan osmofilik sehingga menyebabkan terjadinya plamolisis sel.
Pengaruh konsentrasi gula pada aw bukan merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nilai aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikororganisme (Buckle et al. 1987).
Produk-produk pangan berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah rusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi) atau dihambat oleh hal-hal lain.
Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang sama dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti selai (Buckle et al. 1987).
Pembuatan marshmallow menggunakan sukrosa sebagai salah satu bahan baku, karena selain dapat memberi rasa manis juga memberikan peranan dalam pembentukan gel permen. Sukrosa dapat dikombinasikan dengan monosakarida seperti glukosa atau fruktosa, untuk mencegah kristalisasi (Birch dan Parker 1979). Campuran glukosa atau fruktosa dengan sukrosa akan menghasilkan tekstur yang lebih liat tetapi sifat kekerasan permen cenderung menurun (Ward 1977).
2.6.3 Bahan Pelapis Permen
Umumnya permen gelatin dilapisi dengan tepung pati kering untuk membentuk lapisan luar yang tahan lama dan mempertahankan bentuk gel yang
(34)
baik. Pelapisan permen marshmallow dapat menggunakan tepung kanji dan tepung gula (Birch dan Parker 1979).
Marshmallow biasanya memiliki sifat kecenderungan menjadi lengket karena sifat higrokopis dari gula pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan bahan pelapis berupa tepung gula. Selain berfungsi sebagai pelapis, tepung gula tersebut juga berfungsi memberikan rasa manis (Birch dan Parker 1979).
2.6.4 Flavor
Flavor adalah semua persepsi yang diterima oleh indra manusia pada saat mengkonsumsi makanan atau minuman, yaitu bau, rasa, penampakan, perasaan dan bunyi saat makanan tersebut dikonsumsi. Flavor ditimbulkan oleh adanya senyawa citarasa (flavoring agents) yang biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam bahan pangan. Komponen flavor didefinisikan sebagai bahan yang berupa bahan kimia atau campuran, baik yang berasal dari alami maupun sintetis, yang digunakan untuk menunjang sebagian atau seluruh flavor dari makanan di dalam mulut. Protein, lemak dan karbohidrat adalah komponen struktural pada sel makhluk hidup yang merupakan sumber terbesar pembentuk flavor.
Penambahan flavor sangat penting dalam mempengaruhi tanggapan organoleptik dan penerimaan konsumen. Penambahan flavor buatan bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu pemasakan yang terlalu lama. Selain itu, penggunaannya dapat memberikan aroma yang disukai, sekaligus untuk menutup bau khas gelatin ikan akibat pemasakan (Ali 1987).
(35)
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2008, bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan, SEAFAST Center; Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan gelatin ikan adalah kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang diperoleh dari industri pengolahan ikan kakap merah di Muara baru, asam asetat 3% dan akuades. Bahan-bahan untuk pembuatan marshmallow antara lain gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.), sirup glukosa, sukrosa, flavor strawberry, air dan tepung gula. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain kalium sulfat (K2SO4), NaCl, H2SO4, asam borat 3%, indikator Metilen Blue dan Metilen Red, HCl 0,02 N, hexan, spirtus, aquades, larutan fisiologis dan kapas.
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow antara lain kompor, pengaduk, mixer, panci, sendok, wadah plastik, timbangan dan wadah pencetak. Peralatan yang digunakan unutk analisis antara lain labu Kjeldahl, alat destilasi, erlenmeyer, buret, ekstraksi soxhlet, selongsong lemak, labu lemak, kertas saring, sudip, inkubator, oven, pipet, tabung reaksi, bunsen, cawan petri, cawan porselin, desikator, pH meter, termometer, timbangan analitik, Texture Analyzer merk Steven LFRA, Brookfield Syncro-Lectric Viscometer, Piknometer dan Rheoner RE 3305.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan gelatin ikan dan karakteristik fisik gelatin. Tahap kedua pembuatan marshmallow, dilanjutkan dengan pengujian sifat fisik dan kimia produk serta organoleptik.
(36)
3.3.1 Pembuatan Gelatin Ikan
Pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) menggunakan proses asam (3% CH3COOH) dengan perendaman selama 24 jam. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dibersihkan dari kotoran yang berupa sisa daging, lapisan lemak dan kulit luar, dilanjutkan dengan pengecilan ukuran dan dicuci dengan air mengalir. Pengecilan ukuran ini dilakukan untuk mempermudah pelarutan protein kolagen yang terkandung dalam kulit. Kulit ikan kemudian direndam dalam asam asetat (CH3COOH) dengan konsentrasi 3% selama 24 jam (Modifikasi Pelu et al. 1998). Pembilasan kulit dilakukan dengan air mengalir hingga pH netral (5-6) dan diikuti oleh tahap ekstraksi dengan perbandingan kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu 80 ºC selama 3 jam. Proses penyaringan dilakukan dengan kain blacu (ukuran mesh 150) dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 55 0
C selama 2 hari. Gelatin yang dihasilkan kemudian ditimbang untuk mengukur rendemen dan diuji kekuatan gel serta viskositasnya. Diagram alir pembuatan gelatin disajikan dalam Gambar 3.
(37)
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (* Modifikasi Pelu et al. 1998)
Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu 80 0C, selama 3 jam (*) Pencucian dengan air hingga mendekati pH netral (5-6) Perendaman dengan CH3COOH 3% selama 24 jam (*)
Pengecilan ukuran
Pembersihan dari daging dan kotoran
Pengeringan dengan oven, suhu 55 0C selama 2 hari (*)
Gelatin ikan Kulit ikan
Penyaringan dengan kain blacu Pencucian dengan air mengalir
(38)
3.3.2 Pembuatan Marshmallow
Penambahan gelatin dalam marshmallow berfungsi sebagai pembentuk gel. Pada penelitian ini ditambahkan gelatin dengan konsentrasi 6%, 8%, 10% yang dilanjutkan dengan uji sensori yang meliputi warna, bau, rasa, dan tekstur.
Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut air (250 gram) dan gelatin dipanaskan hingga suhu 60 0C, kemudian sukrosa (75 gram) dan sirup glukosa (150 gram) dipanaskan hingga suhu 80 0C. Kedua larutan tersebut diaduk menggunakan mixer hingga merata dan mengembang selama ± 15 menit. Pada saat proses pencampuran ditambahkan juga flavor strawberry dilanjutkan penuangan ke dalam wadah yang telah ditaburi dengan gula halus serta didiamkan semalam (12 jam). Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan proses pembuatan marshmallow disajikan pada Gambar 5. Tabel 7. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow
gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp)
Bahan Formulasi marshmallow
A B C
Gelatin 28,6 gram 38 gram 47,6 gram
Sukrosa 75 gram 75 gram 75 gram
Sirup glukosa 150 gram 150 gram 150 gram
Air 250 gram 250 gram 250 gram
Flavor 1 gram 1 gram 1 gram
Sumber : Modifikasi Winata (2008)
Keterangan : A = Penambahan gelatin ikan 6% B = Penambahan gelatin ikan 8%
(39)
Prosedur kerja pembuatan marshmallow disajikan dalam bagan alir pada Gambar 4 :
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan marshmallow (* Modifikasi Winata 2008)
Pemanasan hingga suhu 60 0C, ± 7 menit (*)
Penambahan flavor strawberry (*)
Penuangan ke wadah yang telah ditaburi dengan gula halus
Pengadukan dengan mixer ±15 menit hingga merata dan
mengembang
Didiamkan semalam (12 jam)
Marshmallow Air (250 gram) dan
gelatin (6%, 8%, 10%) (*)
Sukrosa (75 g) dan sirup glukosa (150 g) (*)
Pemanasan hingga suhu 80 0C, ± 7 menit (*)
Uji sensori : Uji skoring dan uji perbandingan pasangan Uji fisik : Kekerasan, elastisitas, densitas
(40)
3.4 Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian pada marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) meliputi uji sensori (uji scoring dan uji perbandingan pasangan), uji fisik (kekerasan, elastisitas dan densitas) dan uji kimia (kadar air, abu, protein, karbohidrat dan lemak). Marshmallow yang dihasilkan dibandingkan dengan marshmallow komersial dengan komposisi sebagai berikut : gula, sirup jagung, dextrosa, gelatin sapi, tepung jagung, pektin, asam sitrat, essense dan pewarna makanan.
3.4.1 Uji sensori (Rahayu 1997)
Uji sensori yang dilakukan pada produk marshmallow adalah uji scoring dan uji perbandingan pasangan. Uji sensori dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih di Departemen Teknologi Hasil Perairan.
3.4.1.1 Uji scoring (Rahayu 1997)
Uji scoring merupakan salah satu uji untuk mengetahui intensitas suatu karakteristik sampel dan dinyatakan dalam bentuk skala numerik (angka) atau skala verbal (kata-kata yang menerangkan intensitas dari sifat yang dinilai). Skor yang digunakan dalam uji scoring adalah dari angka 1 hingga 5. penilaian dari parameter yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur. Skala nilai uji scoring marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dapat dilihat pada Tabel 8.
(41)
Tabel 8. Skala nilai uji scoring marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Parameter Skala nilai Keterangan Warna 5 Sangat lebih cerah
4 Lebih cerah 3 Agak lebih cerah 2 Agak kurang cerah 1 Kurang cerah
Aroma 5 Aroma strawberry mendominasi, tidak ada aroma gelatin 4 Ada aroma strawberry, sedikit ada aroma gelatin 3 Ada aroma strawberry, ada aroma gelatin
2 Ada aroma strawberry, aroma gelatin agak menyengat 1 Ada aroma strawberry, aroma gelatin terlalu mendominasi Rasa 5 Manis, asam, netral (tidak ada rasa gelatin)
4 Manis, asam, sedikit ada rasa gelatin 3 Manis, asam, ada rasa gelatin
2 Manis, asam, rasa gelatin agak menyengat 1 Manis, asam, rasa gelatin terlalu mendominasi Tekstur 5 Sangat kenyal
4 Kenyal 3 Agak kenyal 2 Kurang kenyal 1 Tidak kenyal
Sumber : Rahayu (1997)
3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan (Rahayu 1997)
Uji perbandingan pasangan dilakukan untuk mengetahui kelebihan antara suatu contoh perlakuan terbaik dengan produk komersial. Parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan adalah warna, aroma, rasa dan tekstur. Skala nilai uji perbandingan pasangan marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dapat dilihat pada Tabel 9.
(42)
Tabel 9. Skala nilai uji perbandingan pasangan marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Parameter Skala nilai Keterangan Warna + 3 Sangat lebih cerah
+ 2 Lebih cerah + 1 Agak lebih cerah
0 Tidak berbeda - 1 Agak kurang cerah - 2 Kurang cerah - 3 Sangat kurang cerah Aroma + 3 Sangat lebih enak
+ 2 Lebih enak + 1 Agak lebih enak
0 Tidak berbeda - 1 Agak kurang enak - 2 Kurang enak - 3 Sangat kurang enak Tekstur + 3 Sangat lebih kenyal
+ 2 Lebih kenyal + 1 Agak lebih kenyal
0 Tidak berbeda - 1 Agak kurang kenyal - 2 Kurang kenyal - 3 Sangat kurang kenyal Rasa + 3 Sangat lebih manis
+ 2 Lebih manis + 1 Agak lebih manis
0 Tidak berbeda - 1 Agak kurang manis - 2 Kurang manis - 3 Sangat kurang manis
3.4.2 Uji Fisik
Uji fisik adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dari sampel yang digunakan. Uji fisik terdiri dari rendemen, kekuatan gel, viskositas, kekerasan, elastisitas dan densitas.
(43)
3.4.2.1 Rendemen (AOAC 1995)
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering tepung gelatin yang dihasilkan dengan berat bahan segar yang digunakan. Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Rendemen (%) = Berat kering tepung x 100% Berat bahan segar
3.4.2.2 Kekuatan gel (British Standar 757 1975)
Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/v) disiapkan dengan aquades. Larutan diambil sebanyak 15 ml kemudian ditempatkan pada wadah dengan volume 20 ml. Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 10 0C selama 16 jam. Selanjutnya diukur dengan menggunakan alat Rheoner RE 3305. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan bloom.
3.4.2.3 Viskositas (British Standard 757 1975)
Sampel gelatin sebanyak 6,67 gr dilarutkan dalam aquades sampai mencapai volume 100 ml dalam labu takar, kemudian dipindahkan dalam gelas piala 100 ml dipanaskan hingga suhu 50-70 0C. Pada suhu tersebut dianalisis dengan alat Brookfield Synchro-Lectric Viscometer dengan kecepatan 60rpm. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoises (cPs).
3.4.2.4 Kekerasan (Faridah et al. 2006)
Prinsip pengukuran kekerasan adalah memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga kekerasan dapat diukur. Pengujian kekerasan menggunakan Texture Analyzer merk Steven LFRA. Marshmallow yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar dan diletakkan di meja sampel. Kemudian diberi penekanan atau beban dari luar dilakukan satu kali. Setelah itu didapatkan hasil pengukuran dengan membaca grafik yang dihasilkan. Nilai kekerasan dinyatakan dalam satuan gram/cm2.
(44)
3.4.2.5 Elastisitas (Faridah et al. 2006))
Prinsip pengukuran elastisitas adalah memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga elastisitas dapat diukur. Pengujian elastisitas menggunakan Texture Analyzer merk Steven LFRA. Marshmallow yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar dan diletakkan dimeja sampel. Penekanan dengan probe dilakukan dua kali. Pengukuran elastisitas yaitu tinggi puncak grafik penekanan kedua (H2) dibagi dengan grafik penekanan pertama (H1).
3.4.2.6 Densitas (Himmelblau 1996)
Prinsip pengukuran densitas adalah dengan menghitung bobot sampel yang akan ditentukan berat jenisnya dalam volume Piknometer yang terisi penuh. Biasanya volume Piknometer yang banyak digunakan 10 ml dan 25 ml. Pengujian densitas menggunakan alat Piknometer. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan dalam gelas ukur dan dicatat volumenya. Densitas didapat dengan membandingkan antara berat dan volumenya. Densitas dinyatakan dalam g/ml dengan rumus sebagai berikut :
Densitas (g/ml) = Berat contoh (g) x 100% Volume contoh (ml)
3.4.3 Uji Kimia
Analisis kimia adalah suatu analisis untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam suatu produk atau bahan makanan. Uji kimia terdiri dari uji kadar air, abu, protein dan lemak.
3.4.3.1 Kadar air (AOAC 1995)
Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 0C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 3-5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven 105 0C selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus :
(45)
Kadar Air basis basah (%) = W3 x 100% W1
Keterangan : W1 = berat contoh awal (gram)
W2 = berat contoh setelah dikeringkan (gram) W3 = kehilangan berat (W1 – W2) (gram)
3.4.3.2 Kadar abu (AOAC 1995)
Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram contoh ditimbang dan dimasukkan dalam cawan. Cawan diletakkan dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 0C, dibakar hingga diperoleh abu berwarna keabu-abuan. Kemudian, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :
% 100 (gram) contoh
Berat
(gram) abu
Berat (%)
abu
Kadar = ×
3.4.3.3 Kadar protein (AOAC 1995)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl-mikro. Contoh ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian dimasukkan tablet kjeltab dan 10 ml H2SO4. tabung yang berisi larutan tersebut diletakkan ke alat pemanas dengan suhu 410 0C dan didestruksi hingga warna larutan menjadi kuning bening. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilat, lalu didestilasi. Destilat yang berisi asam borat 3% sebanyak 5 ml ditampung dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditetesi indikator Metilen Blue dan Metilen Red dan dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus :
% N = (ml HCl – ml blanko) x normalitas HCl x 14,007 x 100 % Berat contoh (mg)
(46)
3.4.3.4 Kadar lemak (AOAC 1995)
Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dan ditimbang. Contoh sebanyak 3 gram dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam alat ekstraksi soxhlet. Hexan ditambahkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan ekstraksi selama 16 jam pada suhu sekitar 40 0C sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap, selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C. Labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus :
% 100 (gram) contoh
Berat
(gram) lemak
Berat (%)
lemak
Kadar = ×
3.4.3.5 Kadar karbohidrat (Winarno 1997)
Penentuan kadar karbohidrat metode by difference dapat dilakukan dengan rumus :
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein + % kadar lemak)
3.5 Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1989)
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, yaitu konsentrasi penambahan gelatin ikan dengan 3 perlakuan (6%, 8% dan 10%) dan dilakukan tiga kali ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ai + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
i = Perbedaan konsentrasi gelatin ikan (6%, 8% dan 10%) j = Ulangan dari setiap perlakuan (tiga kali)
µ = Nilai rata-rata pengamatan Ai = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat percobaan
(47)
Hipotesis:
H0 : Konsentrasi penambahan gelatin ikan tidak berpengaruh terhadap karakteristik marshmallow
H1 : Konsentrasi penambahan gelatin ikan berpengaruh terhadap karakteristik marshmallow
Pengaruh perlakuan terhadap parameter dapat diketahui dengan analisis ragam Oneway ANOVA. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Uji lanjut ini berfungsi untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan.
Perbedaan antara marshmallow terbaik (gelatin ikan 10%) dengan marshmallow komersial dapat diuji menggunakan uji t-test. Uji t-test digunakan apabila dua contoh dikatakan saling bebas jika pemilihan unit-unit contoh pertama tidak tergantung pada bagaimana unit-unit contoh kedua dipilih. Rumus uji t-test yaitu :
thitung = d - d0 Sd/ n Dengan d = ∑
n di
Sd = Sd/ n= ∑ ((di -d)2/ n – 1) n
Keterangan :
d = 1 – 2 = beda nilai tengah populasi d = nilai tengah dari beda dua contoh Sd = galat baku
(48)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Gelatin Ikan
Pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dilakukan menggunakan proses asam (3% CH3COOH) dengan perendaman selama 24 jam (Modifikasi Pelu et al. 1998). Gelatin ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang dihasilkan termasuk gelatin tipe A karena menggunakan larutan asam dan bahan baku berasal dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Kulit ikan yang akan digunakan dalam keadaan segar. Kesegaran bahan baku menentukan kualitas gelatin yang dihasilkan. Semakin segar bahan baku maka kualitas gelatin akan semakin tinggi (Ward dan Courts 1977). Karakteristik fisik gelatin dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik fisik gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Parameter Gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp)
Gelatin tipe A Tourtellote (1980)
Rendemen (%) 9,85 -
Viskositas (cP) 18,2 2,0 – 7,5
Kekuatan gel (bloom) 285 75 - 300
pH 5,01 3,8 – 6,0
4.1.1 Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam pembuatan gelatin. Konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu, pemanasan dan pH (Ward dan Courts 1977). Rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) diperoleh dari perbandingan berat kering tepung gelatin yang dihasilkan dengan berat bahan segar. Berdasarkan karakteristik fisik gelatin (Tabel 10), didapatkan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) sebesar 9,85%. Jumlah rendemen gelatin yang dihasilkan cukup tinggi. Semakin besar rendemen yang dihasilkan maka semakin efesien perlakuan yang diberikan.
Senyawa asam dapat melakukan pemutusan ikatan hidrogen dan struktur koil kolagen dengan lebih baik dibandingkan senyawa basa sehingga kolagen yang terdapat dalam kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) telah sepenuhnya terekstraksi.
(49)
4.1.2 Viskositas
Berdasarkan karakteristik fisik gelatin (Tabel 10), didapatkan nilai viskositas larutan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang cukup tinggi yaitu sebesar 18,2 cP dan nilai tersebut tidak berada dalam kisaran karakteristik gelatin tipe A (Tourtellote 1980). Tingginya nilai viskositas dipengaruhi oleh distribusi molekul gelatin dalam larutan serta berat molekul dari gelatin. Menurut Avena et al. (2006) semakin besar berat molekul dari gelatin maka distribusi molekul gelatin dalam larutan semakin lambat sehingga menghasilkan nilai viskositas yang tinggi.
4.1.3 Kekuatan gel
Berdasarkan karakteristik fisik gelatin (Tabel 10) didapatkan kekuatan gel gelatin hasil penelitian sebesar 285 bloom. Nilai ini berada dalam kisaran karakteristik gelatin tipe A dan memenuhi syarat untuk diaplikasikan pada produk
marshmallow. Kekuatan gel merupakan sifat fisik gelatin yang penting karena hubungannya dengan aplikasi pada produk. Kisaran nilai kekuatan gel gelatin yang lazim diaplikasikan ke dalam produk confectionery adalah 175 – 250 bloom untuk permen jelly dan 200 – 300 bloom untuk marshmallow (Edwards 1995).
Kekuatan gel berhubungan dengan sifat khas gelatin sebagai pembentuk gel. Gel terbentuk akibat ikatan hidrogen antara molekul gelatin (Nussinovitch 1997). Kekuatan gel gelatin akan mempengaruhi elastisitas suatu produk yang dihasilkan. Kekuatan gel gelatin dipengaruhi oleh panjang rantai asam amino. Semakin panjang rantai asam amino gelatin maka kekuatan gel semakin meningkat karena misel yang dibentuk gelatin kuat. Dengan demikian gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dapat diaplikasikan pada marshmallow (Stansby 1977).
4.1.4 Derajat keasaman (pH)
Nilai pH atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu parameter penting dalam standar mutu gelatin. Nilai pH gelatin berpengaruh pada aplikasi gelatin dalam suatu produk. Berdasarkan karakteristik fisik gelatin (Tabel 10),
(1)
Judul : PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)
Nama Mahasiswa : Dwi Sartika
NRP : C34104025
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Mala Nurilmala, S.Pi M.Si NIP : 131 578 851 NIP : 132 315 793
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)”. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan pada program pendidikan sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi.
2. Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS dan Bapak Uju, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji atas arahan dan saran yang sangat berharga.
3. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb sebagai Komisi Pendidikan di Departemen THP yang telah banyak membantu selama seminar dan sidang.
4. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA yang telah bersedia menjadi moderator pada saat seminar.
5. Ayah, ibu, kakak (Ika), adik (Randy dan Helmi) atas limpahan kasih sayang, dukungan moril dan finansial yang tidak terhitung jumlahnya, serta doa tulus yang diberikan kepada penulis selama ini.
6. Seluruh staf dosen, staf TU, dan pegawai di THP (Mas Mail, Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, Mba Heni dan Umi), terima kasih atas bantuannya kepada penulis.
7. Ibu Ema, Mba Icha, Mas Zaki, Mas Ipoel, Ibu Rubiah, Bapak Taufik atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian.
8. Firman Hikmawan, S.Pi atas segala waktu, kesabaran, dukungan, semangat, keceriaan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan kepada penulis.
(3)
9. Teman-teman terdekatku Rina, Rini, Dyah, Pingu terima kasih atas segala bantuan, kebersamaan, persahabatan, dukungan dan kenangan manis yang diberikan kepada penulis.
10.Teman-teman BDP 40 (Kak Ony, Kak Erik dan Kak Dawud) terima kasih atas waktunya untuk mendengarkan suka duka penulis selama ini.
11.Teman-teman THP 41 : Dede, Theta, Ari, Ulfa, Fuji, Deslina, Yugha, Ima, Anez, Gilang, Nuzul, Dias, Yanti, Estrid serta seluruh teman THP 41 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya.
12.Kakak THP 40 serta adik-adik THP 42 dan 43 yang telah banyak membantu selama ini.
13.Terakhir, kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan disini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua dukungannya.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 29 Juni 1986 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Supadi
Amijaya dan Ibu Rochmah Sany. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Abdi Negara, Bandung (1992-1998), SLTP Al-Ma’soem, Bandung (1998-2001) dan SMU Negeri 21, Bandung (2001-2004).
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti antara lain HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan) dan PAMAUNG (Paguyuban Mahasiswa Bandung). Kegiatan pelatihan yang pernah diikuti diantaranya Seminar ISO 22000 in Fisheries Industries, Pelatihan Pembuatan Produk Hasil Perikanan oleh Fish Processing Club THP IPB, Pelatihan HACCP VI oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XIX di Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu penulis juga menjadi asisten mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan (2007/2008) dan Teknologi Hasil Samping dan Limbah Industri Hasil Perairan (2007/2008).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)” di bawah bimbingan Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si.
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) ... 4
2.2 Protein Ikan ... 5
2.2.1 Protein berdasarkan sifat kelarutan ... 6
2.2.2 Protein berdasarkan susunan molekul ... 7
2.2.3 Protein berdasarkan struktur protein ... 8
2.3 Kolagen ... 9
2.4 Gelatin ... 10
2.5 Marshmallow ... 14
2.6 Bahan Tambahan ... 17
2.6.1 Sirup glukosa ... 18
2.6.2 Sukrosa ... 18
2.6.3 Bahan pelapis permen ... 19
2.6.4 Flavor ... 20
3. METODOLOGI ... 21
3.1 Waktu dan Tempat ... 21
3.2 Bahan dan Alat ... 21
3.3 Metode Penelitian ... 21
3.3.1 Pembuatan gelatin ikan ... 22
3.3.2 Pembuatan marshmallow ... 24
3.4 Prosedur Pengujian ... 26
3.4.1 Uji sensori ... 26
3.4.1.1 Uji scoring ... 26
3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan ... 27
3.4.2 Uji fisik ... 28
3.4.2.1 Rendemen ... 29
3.4.2.2 Kekuatan gel ... 29
3.4.2.3 Viskositas ... 29
(6)
3.4.2.5 Elastisitas ... 30
3.4.2.6 Densitas ... 30
3.4.3 Uji kimia ... 30
3.4.3.1 Kadar air ... 30
3.4.3.2 Kadar abu ... 31
3.4.3.3 Kadar protein ... 31
3.4.3.4 Kadar lemak ... 32
3.4.3.5 Kadar karbohidrat ... 32
3.5 Rancangan Percobaan ... 32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Pembuatan Gelatin Ikan ... 34
4.1.1 Rendemen ... 34
4.1.2 Viskositas ... 35
4.1.3 Kekuatan gel ... 35
4.1.4 Derajat keasaman (pH) ... 35
4.2 Pembuatan Marshmallow ... 36
4.2.1 Uji scoring ... 36
4.2.1.1 Warna ... 36
4.2.1.2 Aroma ... 38
4.2.1.3 Tekstur ... 39
4.2.1.4 Rasa ... 41
4.2.2 Uji fisik marshmallow ... 43
4.2.3.1 Kekerasan ... 43
4.2.3.2 Elastisitas ... 44
4.2.3.3 Densitas ... 46
4.2.3 Uji kimia marshmallow ... 47
4.2.4.1 Kadar air ... 47
4.2.4.2 Kadar abu ... 49
4.2.4.3 Kadar protein ... 50
4.2.4.4 Kadar karbohidrat ... 52
4.2.4.5 Kadar lemak ... 53
4.2.4 Uji perbandingan pasangan ... 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1 Kesimpulan ... 57
5.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58