ANALISIS ARAH KEBIJAKAN FISKAL (FISCAL STANCE) MENGGUNAKAN FISCAL IMPULSE DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE 2000-2012

ANALISIS ARAH KEBIJAKAN FISKAL (FISCAL STANCE)
MENGGUNAKAN FISCAL IMPULSE DAN HUBUNGANNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
PERIODE 2000-2012

Oleh
DENNY INDRAWAN

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

i


ABSTRAK
ANALISIS ARAH KEBIJAKAN FISKAL (FISCAL STANCE)
MENGGUNAKAN FISCAL IMPULSE DAN HUBUNGANNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
PERIODE 2000-2012

Oleh :
DENNY INDRAWAN

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan
dengan pendapatan dan pengeluaran negara yang di Indonesia lebih dikenal
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuan kebijakan fiskal yaitu
untuk mengarahkan kondisi perekonomian untukenjadi lebih baik.
Penelitian ditujukan untuk menganalisa bagaimana arah kebijakan fiskal di
Indonesia apakah bersifat ekspansif atau kontraktif dengan menggunakan fiscal
impulse pada periode 2000-2012. Setelah menganalisis arah kebijakan fiskal,
selanjutnya melihat bagaimana hubungan (positif atau negatif) terhadap
pertumbuhan ekonomi dan hubungan kausalitasnya terhadap pertumbuhan
ekonomi dengan menggunakan uji kausalitas Granger. Hal itu dilakukan untuk

melihat apakah keduanya memiliki hubungan dua arah, satu arah atau mungkin
keduanya tidak memiliki hubungan.
Hasil analisis menunjukkan kebijakan fiskal ekspansif terjadi pada tahun 2000,
2007, 2008 dan 2012 dan kebijakan fiskal kontraktif terjadi pada tahun 2001,
2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2009, 2010 dan 2012. Terdapat hubungan positif
antara kebijakan fiskal dengan pertumbuhan ekonomi yaitu terjadi pada tahun
2000, 2001, 2006, 2007, 2009, 2011dan 2012 dan hubungan negatif terjadi pada
tahun 2002, 2003,2004, 2005, 2008 dan 2010. Dari hasil menggunakan uji
kausalitas ganger terdapat hubungan dua arah, yaitu perumbuhan ekonomi dan
kebijakan fiskal saling mempengaruhi yaitu terjadi pada lag 1.

Kata kunci : KebiajaknFiskal, ekspansif, Kontraktif, Pertumbuhan ekonomi
Fiscal Impulse, Kausalitas Granger

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................

i


DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….....

iv

DAFTAR TABEL…………………………………………………………..

v

I.

PE
NDAHULUAN
A.

La
tar Belakang……………………………………………………..

B.

1

Ru

musan Masalah………………….……………………………...
C.

12
Tu

juan Penelitian………………….….…………………………...
D.

12
Ke

rangka Pemikiran……………………………………………….
II.

12
TI


NJAUAN PUSTAKA
A.

Ti
njauan Teoritis…………………………………………………..

14

ii

1.

Ke
bijakan Fiskal…………………………………………….....

14
Fi

2.
scal Impulse…..…..................................................................

3.

22
Pe

ndapatan Negara..................................................………......
4.

25
Be

lanja Negara..................................……………...……….....
5.

26
Pr

oduk Domestik Bruto.........……………………….....……..
6.


28
Pe

rtumbuhan Ekonomi ...............………………………….....
7.

29
Hu

bungan Kebijakan Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi....
B.

30
Ti

njauan Empirik…………………………………………………
III.

35
M


ETODE PENELITIAN
A.

Je
nis dan Sumber Data…………………………………………….

B.

40
Ba

tasan Variabel…………………………………………………..

41

1.

Be
lanja Negara…………………………………………….......


2.

41
Pe

ndapatan Negara…..….........................................................
3.

41
P

DB Nominal...................................................……….............

41.

iii

4.


Pe
rtumbuhan Ekonomi..................................………………...

5.

41
P

DB Potensial.........………………………..………................
C.

42
M

etode Pengolahan Data…………………………………………..
D.

42
Pr


osedur Analisis Data…………………………………………......

43

1.

Fi
scal Impulse..............................................................................

2.

43
Uj

i Stasionaritas………………………………………………...
3.

45
Pe

nentuan Lag Optimum............................................................
4.

46
Uj

i Kausalitas Granger………………………………………....
IV.

46
H

ASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Ha
sil Penelitian..…………………………………………………...

49

1.

Fi
scal Impulse ………………………………………...............

2.

49
Uj

i Stasionaritas………………………………………………...
3.

50
Pe

nentuan Lag Optimum............................................................

51

iv

4.

Uj
i Kausalitas Granger………………………………………....

B.

52
Pe

mbahasan………………………………………….......................

53

1.

Ar
ah Kebijakan Fiskal dan Hubungannya (positif atau negatif) Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ………………………...…....

2.

53
Hu

bungan Kausalitas Kebijakan Fiskal dan Pertumbuhan
Ekonomi.......................................................................................
V.

75
SI

MPULAN DAN SARAN
A.

Si
mpulan..........................................................................................

B.

78
Sa

ran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

79

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan
dengan pendapatan dan pengeluaran negara yang di Indonesia lebih dikenal
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuan kebijakan fiskal yaitu
untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran konsumsi
pemerintah, jumlah transfer pemerintah dan jumlah pajak yang diterima
pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional.(Nizar,
2009)
Dari sudut ekonomi makro kebijakan fiskal dapat dilihat dari dua sisi, kebijakan
yang bersifat kontraktif (ketat) dan kebijakan yang bersifat ekspansif (longgar).
Umumnya kebijakan kontraktif dijalankan ketika perekonomian sedang
mengalami pemanasan dengan tujuan meredam perekonomian biasanya dilakukan
untuk menekan laju inflasi. Kebijakan fiskal kontraktifl juga bisa dilakukan
dalam upaya konsolidasi fiskal guna mewujudkan ketahanan fiskal yang
berkelanjutan atau dengan kata lain menciptkan kesinambungan fiskal.
Kesinambungan fiskal berkaitan dengan keseimbangan primer dan kondisi utang
suatu negara. Posisi fiskal akan aman apabila PDB tumbuh lebih tinggi dari

2

pertumbuhan stok utang dan bersifat continue . Buiter dan Graf (2002)
mendefinisikan kesinambungan fiskal suatu negara sebagai ketiadaan resiko gagal
bayar. Sementara Ntamatungiro (2004) menekankan kebijakan fiskal dapat
disebut berkesinambung apabila kebijakan fiskal dimaksud dapat memelihara
rasio utang terhadap PDB minimal konstan, atau secara bertahap menurun. Jika
pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ataupun lebih besar
bukanlah merupakan ancaman bagi kesinambungan fiskal.
Secara operasional, menurut Nizar konsolidasi fiskal (penyehatan APBN)
diupayakan melalui pengendalian defisit anggaran dengan langkah-langkah
sebagai berikut. Pertama, peningkatan pendapatan negara yang dititikberatkan
pada peningkatan penerimaan perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara
bukan pajak (PNBP). Kedua, pengendalian dan penajaman prioritas alokasi
belanja negara dengan tetap menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan alokasi
belanja minimum. Ketiga, pengelolaan utang negara yang sehat dalam rangka
menutupi kesenjangan pembiayaan anggaran yang dihadapi pemerintah.
Keempat, perbaikan struktur penerimaan dan alokasi belanja negara, dengan
memperbesar peranan sektor pajak nonmigas dan pengalihan subsidi secara
bertahap kepada bahan-bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat yang kurang
mampu agar lebih tepat sasaran. Kelima, pengelolaan keuangan negara yang lebih
efektif, efisien dan berkesinambungan, yang dilakukan antara lain melalui
perbaikan manajemen pengeluaran negara.
Sedangkan kebijakan ekspansif dilakukan ketika perekonomian mengalami
kelesuan, dengan tujuan sebagai stimulus perekonomian. Pemberian stimulus

3

fiskal terutama diupayakan melalui optimalisasi belanja negara untuk sarana dan
prasarana pembangunan, alokasi belanja negara untuk kegiatan-kegiatan dan
sektor-sektor yang mampu menggerakkan perekonomian, serta pemberian insentif
fiskal/perpajakan.(Nizar,2009)
Dalam pendekatan Keynes, kebijakan fiskal yang ekspansif dapat menggerakan
perekonomian karena peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan
pajak mempunyai efek multiplier (pengganda) dengan cara menstimulasi
tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Apabila pemerintah
melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus perekonomian, pemotongan pajak
akan meningkatkan pendapatan yang siap dikonsumsi atau disposable income dan
pada akhirnya mempengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk
meningkatkan konsumsinya dengan meningkatnya hasrat untuk mengonsumsi
lebih atau prospensity to income, menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan
pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya berpengaruh terhadap PDB rill
atau pertumbuhan ekonomi.(Surjaningsih, 2012)

Dalam menentukan arah kebijakan fiskal sebenarnya dapat dilihat dari belanja dan
pendapatan negara. Idealnya, jika belanja negara lebih besar dari pendapatan
negara maka kebijakan yang dilakukan lebih bersifat ekspansif karena mengalami
defisit anggaran, sedangkan jika pendapatan negara lebih besar dari belanja
negara, hal tersebut menandakan sedang mengalami surplus anggaran dan
kebijakan yang dilakukan lebih bersifat kontraktif.
Pada Tabel 1 dijelaskan bahwa dari tahun 2000 sampai 2012 perubahan saldo
anggaran pendapatan dan belanja pemerintah. Namun, dengan hanya melihat

4

perubahan saldo anggaran belum dapat mencerminkan arah kebijakan fiskal.
Perubahan saldo anggaran tersebut dapat terjadi karena perubahan kondisi
perekonomian atau karena adanya perubahan kebijakan pemerintah baik disisi
penerimaan maupun pengeluaran. Jika perubahan tersebut hanya disebabkan oleh
perubahan kondisi perekonomian pada umumnya berarti pemerintah mengambil
kebijakan fiskal yang netral, sedangkan jika perubahan tersebut disebabkan oleh
adanya perubahan kebijakan berarti pemerintah telah mengambil suatu arah
kebijakan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi permintaan agregat.
(Decymus dan Diana, 2003)
Tabel 1. Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2000-2012 (dalam
milyaran rupiah).

Pendapatan

Belanja

Pendapatan

Belanja

2000

152896,5

197030,3

205334,5

221466,7

Realisasi
Defisit/
Surplus
-16132,2

2001

263226,6

315756,1

301077,7

341562,7

-40485,0

2002

301874,2

344008,7

298527,5

322179,9

-23652,4

2003

336155,5

370591,8

341396,1

376505,3

-35109,2

2004

349933,7

374351,3

407860,0

437747,6

-29887,6

2005

540126,1

5675069,8

495224,8

511762,4

-16537,6

2006

659115,2

699099,1

637966,7

667129,0

-29162,3

2007

723057,9

763570,8

708494,4

757244,8

-48750,4

2008

781354,1

854660,0

978615,6

985111,1

-6495,5

2009

985725,3

1037067,4

866799,0

950182,2

-83383,2

2010

949656,1

1040473,8

1013992,2

1049787,3

-35795,1

2011

1104902,0

1229558,4

1210600,0

1294999,0

-84399,0

2012

1358200,0

1548300,0

1335700,0

1481700,0

-146000,0

APBN
Tahun

Realisasi

Sumber : Pusat Statistik dan Penelitian, Badan Analisis Fiskal, 2000-2012

Hal yang sama pula ditunjukkan pada Gambar 1 bahwa grafik belanja dan
pendapatan menggunakan data tahunan pada umumnya selalu mengalami

5

kenaikan, walau disebagian tahun pendapatan dan belanja mengalami penurunan
dan selalu jumlah belanja lebih besar dari pada pendapatan.
Gambar 1 menunjukan bahwa belanja negara selalu lebih besar dari pendapatan
negara, hal itu berarti saldo anggaran negara selalu mengalami defisit dan
kebijakannya selalu ekspansif. Namum, dengan hanya melihat defsit/surplus
anggaran saja belum dapat mencerminkan arah kebijakan fiskal perlu
dihubungkan dengan tingkat PDB, yaitu PDB nominal dan PDB potensial untuk
melihat perkembangan perekonomian yang terjadi.
Gambar 1. Realisasi Pendapatan dan Belanja di Indonesia Periode 20002012
3000000
2500000
2000000
1500000

Belanja

1000000

Pendapatan

500000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

0

Sumber : Pusat Statistik dan Penelitian, Badan Analisis Fiskal, 2000-2012

Menurut Diana Permatasari dan Deycmus (2003) penggunaan kebijakan fiskal
dalam menentukan tingkat belanja dan pendapatan negara dengan melihat kondisi
PDB dinilai lebih baik dibanding dengan melihat kebijakan hanya dengan melihat
surplus dan defisit anggaran saja. Pentingnya mengetahui arah kebijakan fiskal
yang diambil oleh pemerintah antara lain adalah sebagai pembentuk ekspektasi
masyarakat atas apa yang akan kebijakan fiskal lakukan untuk mengatasi
perubahan ekonomi yang terjadi.

6

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana arah (stance) kebijakan
fiskal yang diambil oleh otoritas fiskal, apakah bersifat ekspansif, kontraktif atau
netral dengan menggunakan fiscal impulse. Fiscal impulse (FI) adalah sebuah alat
perhitungan sederhana yang menggabungkan defisit/surplus kebijakan fiskal
dengan kondisi output nominal dan potensial dalam perekonomian untuk
mengukur arah (stance) kebijakan fiskal pemerintah.
Fiscal Impulse dikembangkan oleh German Council of Economic Expert (GCEE)
dan digambarkan secara detail oleh Dernberg (1975). Kebijakan fiskal terutama
dijalankan dengan dua jenis instrumen kebijakan, belanja dan pendapatan dengan
menghubungkannya terhadap kondisi perekonomian yang dilihat dari tingkat
PDB, yaitu PDB nominal dan PBD potensial.
Indikator fiscal impulse pada dasarnya menggambarkan perkembangan besaran
fiskal (surplus/defisit anggaran) yang telah dikonfrontasikan dengan
perkembangan PDB agar kesimpulan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan
arah kebijakan fiskal dalam suatu periode tertentu, apakah bersifat kontraktif,
ekspansif atau netral terhadap perekonomian. Secara matematis model hubungan
antara pengeluaran dan pendapatan terhadap pengeluaran dijelaskan dengan
model dibawah ini (Heller,1986):

Y = α0 + g0g + tot + et
Dimana,
Y
g
t
et
go, to

=
=
=
=
>

Output
Belanja
Pendapatan
Faktor lain
0

7

Ukuran koefisien go dan to mencerminkan rasio belanja dan pendapatan terhadap
output (PDB). Secara matematis, indikator fiscal impulse tersebut dijabarkan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

FI = - ΔB – g0 ΔYP + t0 ΔY
Dimana,
FI

= Fiscal Impulse

T

= Penerimaan

G

= Belanja

ΔB

= Perubahan defisit/surplus (Bt – Bt-1) dimana B = T-G

g0

= G0/Y0, rasio belanja pada tahun dasar

t0

= T0/Y0, rasio penerimaan pada tahun dasar

Δ YP = Perubahan PDB harga berlaku potensial (YPt – YPt-1)
Δ Y = Perubahan PDB harga berlaku (Yt – Yt-1)
Komponen pertama dalam persamaan tersebut (ΔB) dapat diartikan sebagai
realisasi selisih defisit/surplus anggaran yang terjadi pada perode berjalan atau
disebut juga actual budget. Sedangkan komponen kedua dan ketiga (– g0 ΔYP +
t0 ΔY) dapat diartikan sebagai selisih antara potensi defisit/surplus anggaran yang
dapat digarap oleh pemerintah sesuai perkembangan ekonomi atau disebut juga
cyclically-neutral budget. Yang dimaksud pendapatan adalah pendapatan yang
mengkontraksi perekonomian domestik, sedangkan belanja adalah belanja yang
menginjeksi perekonomian domestik.( Decymus dan Diana, 2003)
Persamaan di atas menjelaskan bahwa fiscal impulse dihitung dari perbandingan
antara perubahan persamaan pertama (ΔB) dari periode tahun dasarnya dengan

8

perubahan komponen kedua dan ketiga pada kedua periode tersebut. Tahun dasar
adalah suatu tahun dimana PDB aktual secara kasar diasumsikan sama dengan
PDB potensial. Persamaan kedua dan ketiga (– g0 ΔYP + t0 ΔY) diturunkan dari
persamaan pertama (ΔB) pada tahun dasar dengan mengasumsikan bahwa
pendapatan negara bersifat unitary elastic terhadap PDB nominal dan belanja
negara bersifat unitary elastic terhadap PDB potensial.(Decymus dan Diana,
2003)
Jadi, persamaan tersebut pada intinya menjelaskan bahwa FI dihitung dari
perbandingan antara perubahan realisasi surplus/defisit actual budget dengan
perubahan surplus/defisit cyclically-neutral budget. Surplus/defisit actual budget
adalah selisih antara pendapatan dan belanja negara pada periode berjalan,
sedangkan surplus/defisit cyclically-neutral budget dapat diartikan sebagai selisih
antara potensi pendapatan dan belanja negara yang dapat digarap oleh pemerintah
sesuai perkembangan ekonomi. Surplus/defisit actual budget biasanya
disebabkan oleh perubahan kondisi perekonomian dan kebijakan fiskal,
sedangkan surplus/defisit cyclically-neutral budget biasanya hanya disebabkan
oleh perubahan kondisi perekonomian.(Decymus dan Diana, 2003)
Dengan konsep di atas, jika tidak terjadi perubahan kebijakan fiskal, perubahan
surplus/defisit actual budget akan sama dengan perubahan surplus/defisit
cyclically-neutral budget, sehingga secara matematis angka FI akan nol. Artinya,
arah kebijakan fiskal bersifat netral atau perubahan surplus/defisit actual
mengikuti perkembangan ekonomi. Sementara itu, jika perubahan surplus actual
budget lebih besar dari perubahan surplus cyclically-neutral budget atau
perubahan defisit actual budget lebih kecil dari perubahan defisit cyclically-

9

neutral budget, maka angka FI akan negatif. Artinya, pemerintah melakukan
kontraksi fiskal dalam jumlah yang lebih besar dari kemampuan perekonomian
atau pemerintah melakukan ekspansi fiskal dalam jumlah yang lebih kecil dari
kebutuhan perekonomian. Hal yang sama berlaku sebaliknya, jika perubahan
surplus actual budget lebih kecil daripada perubahan surplus cyclically-neutral
budget atau perubahan defisit actual budget ebih besar dari perubahan defisit
cyclically-neutral budget, maka angka FI akan positif. Artinya, pemerintah
melakukan kontraksi fiskal dalam jumlah yang lebih kecil dari kemampuan
perekonomian atau pemerintah melakukan ekspansi fiskal dalam jumlah yang
lebih besar dari kebutuhan perekonomian.(Nizar, 2009)
Menurut Decymus dan Diana (2003) perhitungan arah kebijakan fiskal dengan
menggunakan fiscal impulse dinilai lebih realible dibanding dengan hanya melihat
kondisi budget (surplus/defisit), sebab fiscal impluse lebih dapat mencerminkan
arah kebijakan fiskal yang diambil pemerintah apakah kebijakan yang diambil
bersifat kontraktif , ekspansif atau netral sesuai dengan perkembangan ekonomi
Setelah menganalisis arah kebijakan tersebut dengan menggunakan fiscal impulse,
selanjutnya bagaimana hubungannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara
umum setiap kebijakan fiskal ekspansif akan menyebabkan peningkatan PDB.
Pengeluaran pemerintah yang bertambahakan meningkatkan permintaan agregat
dan meningkatkan PDB. Dari sisi pajak, pemotongan pajak akan meningkatkan
pendapatan siap konsumsi masyarakat. Semakin bertambahnya pendapatan siap
konsumsi masyarakat, akan mendorong meningkatnya permintaan agregat dan
akan membuat PDB bertambah atau meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dan

10

begitu sebaliknya setiap kebijakan fiskal kontraktif dengan cara menaikan pajak
akan membuat penghasilan masyarakat berkurang yang menyebabkan permintaan
agregat menurun dan secara otomatis membuat PBD berkurang atau menurunnya
pertumbuhan ekonomi. Pada gambar 2 dapat dilihat perkembanagan pertumbuhan
ekonomi, besarnya pertumbuhan ekonomi biasanya dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi dan pengaruh kebijakan fiskal yang dilakukakan
pemerintah. Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barangbarang dan jasa-jasa.
Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000- 2012

Pertumbuhan ekonomi
7,00%
6,00%
5,00%
4,00%
3,00%
2,00%

Pertumbuhan
ekonomi

1,00%
0,00%

Sumber : Statistik ekonomi dan Keuanagan – Bank Indonesia (2012)
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam
melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu
negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian
akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan

11

faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada
gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi
yang dimiliki oIeh masyarakat (Basri, 2002), dengan adanya pertumbuhan
ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi juga akan meningkat.
Selain kebijakan fiskal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu apabila
kebijakan fiskal yang ekspansif akan mendorong pertumbuhan dan kebijakan
kontraktif akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, ternyata pertumbuhan
ekonomi juga dapat mempengaruhi arah kebijakan fiskal yang diambil
pemerintah. Sebab dalam menetapkan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara
(APBN) pasti pemerintah sangat memperhatikan keadaan makro ekonomi yang
terjadi, salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi. Secara umum apabila
pertumbuhan ekonomi sedang turun kebijakan fiskal yang cenderung diambil
pemerintah lebih bersifat ekspansif, sedangkan apabila pertumbuhan ekonomi
sedang meningkat kecenderungan kebijakan yang diambil pemerintah lebih
bersifat kontraktif. Namun hal tersebut belum dapat dipastikan pengaruhnya,
apakah pertumbuhan ekonomi dapat mempengarui kebijakan fiskal, atau hanya
ada hubungan satu arah yaitu kebijakan fiskal yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi saja.
Bagaimana hubungan kebijakan fiskal yang diambil pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi suatu yang menarik bagi penulis.
Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul “ Analisis Arah Kebijakan
Fiskal ( fiscal stance) Menggunakan Fiscal Impulse dan Hubungannya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000 – 2012”.

12

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan dibab sebelumnya
maka, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.

Bagaimana kondisi arah (Stance) kebijakan fiskal di Indonesia periode 2000–
2012 dengan menggunakan Fiscal impulse?

2.

Bagaimana hubungan (positif atau negatif) kebijakan fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012?

3.

Bagaimana hubungan kausalitas kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia periode 2000 – 2012?

C. Tujuan Penelitian

1.

Untuk mengetahui bagaimana kondisi arah (Stance) kebijakan fiskal di
Indonesia Periode 2000– 2012 dengan menggunakan fiscal impulse.

2.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan (positif atau negatif) kebijakan
fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012.

3.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan kausalitas kebijakan fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000 – 2012 .

D.

Kerangka Pemikiran

Dalam menentukan kebijakan fiskal dengan menggunakan fiscal impulse variabel
yang digunakan ialah belanja dan pendapatan negara yang dihubungkan dengan
PDB nominal dan output potensial. Setelah fiscal impulse didapat, bagaimana
hubungannya terhadap pertumbuhan ekonomi (berpengaruh positif atau negatif)

13

dan selanjutnya mengetahui hubungan kausalitasnya antara kebijakan fiskal
dengan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan kausalitas granger.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Pendapatan

PDB Nominal
Fiscal Impulse
PDB Potensial
Arah Kebijakan
fiskal

Belanja

Ekspansif

Netral

Pertumbuhan
Ekonomi

Kontraktif

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan
dengan pendapatan dan pengeluaran negara, yang di Indonesia lebih dikenal
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Afdi Nizar, 2009). Tujuan
kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran konsumsi
pemerintah, jumlah transfer pemerintah, dan jumlah pajak yang diterima
pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional dan
tingkat kesempatan kerja.
Melalui kebijakan fiskal pemerintah dapat mengatur pengeluaran dan
penerimaannya. Apabila keadaan ekonomi sedang resesi atau lesu pemerintah
memberikan kebijakan yang ekspansif dengan membuat pengeluaran lebih besar
dari pemasukan sebagai stimulus perekonomian. Jika perekonomian mulai
memanas (Overheating) atau pada kondisi ekspansi kebijakan yang dilakukan
ialah kebijakan yang bersifat kontraktif dengan cara membuat pemasukan lebih
besar dari pada pengeluaran lebih untuk menurunkan tekanan permintaan.

15

Sebelum tahun 1930-an, pengeluaran pemerintah hanya dianggap sebagai alat
untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah dan dinilai berdasarkan atas
manfaat langsung yang dapat ditimbulkannya tanpa melihat pengaruhnya terhadap
pendapatan nasioanal. Sebaliknya, pajak juga dianggap hanya sebagai sumber
pembiayaan pengeluaran negara dan belum diketahui pengaruhnya terhadap
pendapatan nasional. Akibatnya dalam masa dimana penerimaan pemerintah
menurun, maka pengeluaran pemerintah harus dikurangi pula. Maka pendapatan
nasioanal semakin rendah dan perekonomian semakin lesu (Keynes,1936).
Dalam masa depresi itulah teori kebijakan fiskal pertama kali muncul karena tidak
mempunyai kebijakan moneter dalam menanggulangi depresi. Karena itu
pemerintah harus berani menciptakan proyek-proyek yang menciptakan
pengeluaran pemerintah. Tahun 1936 Keynes menerbitkan bukunya “The
General Theory of Employment Interest And Money” (Teori Umum Tentang
Kesempatan Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan
fiskal.
-

Teori Keynesian
Kebijakan fiskal sering dikaitkan dengan Keynesianisme, yang namanya
berasal dari ekonom Inggris John Maynard Keynes. Dengan karya
besarnya, “Teori Umum Hubungan Kerja, Bunga dan Utang” dipengaruhi
teori-teori baru tentang bagaimana perekonomian bekerja dan masih
dipelajari sampai hari ini. Keynes mengembangkan sebagian besar teoriteorinya selama depresi besar dan teori Keynesian telah digunakan dan
disalahgunakan dari waktu ke waktu, karena teori ini memang populer dan
secara khusus diterapkan untuk mengurangi kemerosotan ekonomi.

16

Singkatnya, teori-teori ekonomi Keynesian didasarkan pada keyakinan
bahwa tindakan proaktif dari pemerintah adalah satu-satunya cara untuk
mengarahkan perekonomian. Ini berati bahwa pemerintah harus
menggunakan kekuatan guna meningkatkan permintaan agregat dengan
meningkatkan belanja dan menciptkan kondisi uang mudah didapatkan,
dimana akan merangsang perekonomian dengan menciptakan lapangan
kerja dan kemakmuran pada akhirnya meningkat. Gerakan teori
Keynesian menunjukan bahwa kebijakan moneter sendiri memiliki
keterbatasan dalam menyelesaikan krisisi keuanga, sehingga menciptakan
perdebatan Keynesian versus monetari.
Sementara kebijakan fiskal telah berhasil digunakan selama dan setelah
depresi besar, teori Keynesian mulai dipertanyakan pada tahun 1980
setelah popularitas jangka panjang. Monetaris, seperti Milton Friedman
dan pihak lain mengklaim bahwa tindakan pemerintah yang sedang
berlangsung tidak membanti negara itu menghindari siklus tak berujung
ekspansi produk domestik bruto (PDB) dibawah rata-rata, resesi dan
berkutatnya tingkat suku bunga.
Keynes juga berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya
terhadap output dari pada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas
pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat
bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak.

17

Gambar 4. Kurva IS-LM
r
LM
r1
r0
IS1
IS
Y0

Y1

Y

Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva IS kekanan
sehingga output meningkat. Sedangkan ekspansi moneter dengan
penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS yang tetap tidak akan
berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan
fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.
Konsep - Konsep Dasar Kebijakan Fiskal:
a.

Kebijakan Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak
pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga
kerja penuh, stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.

b.

Kebijakan Fiskal Ekspansif: peningkatan belanja pemerintah dan / atau
penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat
dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan
produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.

18

Gambar 5. Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansif.

AS

Spending

P
AD2

Increase aggregate

AD1

GDP1

GDP2

GDP real

(Sumber:htp://id.wikipedia.org)
c.

Kebijakan Fiskal Kontraktif: pengurangan belanja pemerintah dan/atau
peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat
dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol
inflasi.

Gambar 6. Kurva Kebijakan Fiskal Kontraktif.

Decrease in
Spending

AS

P1

AD1

P2

Decrease aggregate

AD2

GDP2GDP1

(Sumber:htp://id.wikipedia.org)

GDP Real

19

d.

Efek Pengganda: dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen,
perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain.
Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadi
pendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek
pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika belanja mengalami
penurunan.

e.

Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara langsung
memengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran
agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif
bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal,
karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang
kemudian dapat dibelanjakan.

Fungsi Dan Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal yang dilakukan sebagai instrumen utama dalam perekonomian
selain kebijakan moneter untuk mencapai tujuan yang lebih bersifat ekonomi.
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kebijakan fiskal tersebut diantaranya
adalah :
a. Meningkatkan kesempatan kerja
Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah tesedianya kesempatan kerja
yangluas dan berkurangnyanya jumlah pengangguran. Hal ini sesuai dengan
Pasal 27 Ayat 2 yang secara tegas menyatakan bahwa semua warga negara berhak
atas pekerjaan dankehidupan yang layak. Untuk mencapai hal tersebut dapat

20

dilakukan melalui kebijakan fiskal, diantaranya melalui pengeluaran pemerintah
yang diarahkan kepada penyediaan overhead sosial dan ekonomi. Pengeluaran
tersebut dapat dijadikan sebagai stimulus untuk menciptakan lebih banyak
pekerjaan dan menaikkan efisiensi produktif perekonomian dalam jangka panjang.
b. Meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Salah satu permasalahan dalam perekonomian nasional adalah ketimpangan
pendapatandan kesenjangan antar wilayah. Oleh karena itu, untuk meminimalisir
ketimpangan tersebut, kebijakan fiskal dapat digunakan melalui pengalokasian
prioritas-prioritas pengeluaran pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Hal ini penting dilakukan karena adanya ketimpangan pendapatan
yang lebar dapat menciptakan social unrest sehingga dapat mengganggu stabilitas
politik dan ekonomi.
c. Meningkatkan laju investasi
Peningkatan laju investasi dapat dilakukan oleh sektor privat maupun pemerintah.
Pemerintah dapat mendorong tingkat investasi melalui pengeluaran pada pos-pos
anggaran yang berkesesuaian dengan kebutuhan masyarakat. Peningkatan
investasi sektor pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi ketika investasi disektor swasta mengalami kelesuan.
d. Meningkatkan stabilitas ekonomi
Salah satu prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi adalah kondisi ekonomi yang
stabil. Adanya guncangan baik bersifat eksternal seperti kondisi perekonomian
global yang tidak stabil, maupun kondisi internal seperti tekanan inflasi harus
dapat diantisipasi oleh pemerintah. Salah satu bentuk antisipasi tersebut adalah
desain kebijakan fiskal yang harus dapat meningkatkan usaha mempertahankan

21

stabilitas ekonomi menghadapi terhadap siklus ekonomi jangka pendek. Selain
itu, kebijakan fiskal harus diupayakan untuk memantapkan kesinambungan fiskal
melalui peningkatan kemandirian fiskal (penurunan defisit anggaran) dengan cara
peningkatan pendapatan negara dan peningkatan efektivitas dan efisiensi
pengeluaran negara.
Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, terdapat tiga aktivitas utama dari otoritas
fiskal yang mencerminkan fungsi-fungsi spesifik dari kebijakan fiskal. Ketiga
fungsi spesifik dari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Ketiga cabang ekonomi dari pemerintah (Musgrave, 1959) adalah
sebagai berikut:
a.

Stabilisasi

Tanggung jawabnya adalah menjamin perekonomian tetap pada kesempatan kerja
penuh (full employment) dengan harga yang stabil. Sering sebuah negara
mengalami jumlah pengangguran yang besar, kenaikan harga yang relatif tinggi,
pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, defisit neraca pembayaran dan
sebagainya. Kesemua kejadian-kejadian ini akan berdampak negatif bagi
kestabilan ekonomi negara yang bersangkutan. Ketidakstabilan ekonomi akan
berpengaruh negatif bagi kesejahteraan masyarakat. Fungsi stabilisasi berfungsi
untuk memperkecil ketidakstabilan ekonomi (makro) tersebut dengan kata lain
bertujuaan untuk menciptakan kestabilan ekonomi.
b. Alokasi
Pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian dalam mengalokasikan
sumber daya ekonominya. Intervensi pemerintah ini dapatdilakukan dengan
secara langsung membeli barang-barang seperti pertahanan dan pendidikan, dan

22

secara tidak langsung melalui berbagai pajak dan subsidi subsidi, yang
mendorong berbagai aktivitas atau menghambat aktivitas-aktivitas lainnya.
c. Distribusi
Berkaitan dengan bagaimana barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat
didistribusikan diantara anggota-anggotanya, berkaitan dengan isu-isuseperti
pemerataan, dan trade-offs antara pemerataan dan efisiensi. Namun demikian,
fungsi kebijakan fiskal lebih jelas ketika meminimalisir volatilitasatau fluktuasi
siklus bisnis, dimana fungsi “stabilisasi” sangat dibutuhkan perekonomian.
Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal adalah memelihara tingkat
pendapatan nasional aktual mendekati potensialnya. Dengan tujuan seperti itu,
maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai sebagai manipulasi dari
permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai fullemployment dan
stabilitas harga (price stability).
2.

Fiscal Impluse

Fiscal Impulse (FI) adalah sebuah alat perhitungan sederhana yang
menggabungkan defisit/surplus kebijakan fiskal dengan kondisi output nominal
dan output potensial dalam perekonomian. Kebijakan fiskal terutama dijalankan
dengan dua jenis instrumen kebijakan, belanja dan pendapatan dengan
menghubungkannya terhadap kondisi perekonomian yang dilihat dari tingkat
output.
Indikator fiscal impulse pada dasarnya menggambarkan perkembangan besaran
fiskal (surplus/defisit anggaran) yang telah dikonfrontasikan dengan
perkembangan PDB agar kesimpulan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan

23

stance kebijakan fiskal dalam suatu periode tertentu, apakah bersifat kontraktif
atau ekspansif terhadap perekonomian. Secara matematis model hubungan antara
pengeluaran dan pendapatan terhadap pengeluaran dijelaskan dengan model
dibawah ini :
Y = α0 + g0g + tot + et
Dimana,
Y
g
t
et
go, to

=
=
=
=
>

Output
Belanja
Pendapatan
Faktor lain
0

Ukuran koefisien go dan to mencerminkan rasio belanja dan pendapatan terhadap
output (PDB). Secara matematis, indikator fiscal impulse tersebut dijabarkan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Diana dan Deymus,2003)
FI = - ΔB – g0 ΔYP + t0 ΔY
Dimana,
FI

= Fiscal Impulse

T

= Penerimaan

G

= Belanja

ΔB

= Perubahan defisit/surplus (Bt – Bt-1) dimana B = T-G

g0

= G0/Y0, rasio belanja pada tahun dasar

t0

= T0/Y0, rasio penerimaan pada tahun dasar

Δ YP = Perubahan PDB harga berlaku potensial (YPt – YPt-1)
ΔY

= Perubahan PDB harga berlaku (Yt – Yt-1)

Komponen pertama dalam persamaan tersebut (ΔB) menunjukkan perubahan
actual budget, sedangkan komponen kedua dan ketiga (– g0ΔYP + t0ΔY)
menunjukkan perubahan cyclically neutral budget. Secara sederhana, actual

24

budget dapat diartikan sebagai selisih antara pendapatan dan belanja yang
ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan cyclically-neutral budget dapat diartikan
sebagai selisih antara potensi pendapatan dan belanja yang dapat digarap oleh
pemerintah sesuai perkembangan ekonomi (automatic stabilizer). Yang dimaksud
pendapatan adalah pendapatan yang mengkontraksi perekonomian domestik,
sedangkan belanja adalah belanja yang menginjeksi perekonomian domestik.
Persamaan di atas menjelaskan bahwa fiscal impulse dihitung dari perbedaan
antara perubahan actual budget dari periode tahun dasarnya dengan perubahan
cyclically-neutral budget pada kedua periode tersebut. Tahun dasar adalah suatu
tahun dimana PDB nominal secara kasar diasumsikan sama dengan PDB
potensial. Cyclically-neutral budget diturunkan dari actual budget pada tahun
dasar dengan mengasumsikan bahwa pendapatan negara bersifat unitary elastic
terhadap PDB nominal dan belanja negara bersifat unitary elastic terhadap PDB
potensial. Dengan demikian, belanja negara akan bersifat cyclically-neutral jika
ia meningkat secara proporsional dengan peningkatan PDB potensial; hal yang
sama berlaku untuk perubahan pendapatan negara terhadap perubahan PDB
nominal (Diana dan Decymus, 2003).
Tahun dasar menggunakan metode rolling base year yaitu angka suatu triwulan
dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, sedangkan
perhitungan tahunan didapat dengan membandingkan angka suatu tahun dengan
tahun sebelumnya. Teknik ini berguna untuk menetralkan faktor musiman dan
siklikal baik anggaran maupun PDB. Dengan menggunakan metode tahun dasar
maka analisis FI ditujukan untuk melihat stance kebijakan fiskal pada suatu

25

triwulan dibanding triwulan yang sama pada tahun sebelumnya atau suatu tahun
dibanding tahun sebelumnya.
3.

Pendapatan Negara

Menurut Mangkoesoebroto (2000) pada umumnya penerimaan pemerintah dapat
dibedakan antara penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Definisi pajak
adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogratif pemerintah, pungutan
tersebut didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan
kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat
ditunjukkan penggunaannya. Dalam penerapan anggaran surplus, pemerintah
dapat meningkatkan pajak, khususnya pajak penghasilan atau pajak tidak
dinaikkan tetapi pengeluaran pemerintah dikurangi. Begitu juga dalam penerapan
anggaran defisit, pemerintah dapat menurunkan tingkat pajak sehingga konsumsi
masyarakat dapat menigkat dan gairah usaha juga meningkat.
Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam
pembiayaan negara akan terus ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi
dan kebijakan penyempurnaan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan
sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien sejalan dengan perkembangan
globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Dengan
demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan,
kesederhanaan dan keadilan dapat tercapai sehingga tidak hanya berdampak
terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan
kondisi ekonomi makro.

26

Langkah-langkah reformasi perpajakan selama ini dilakukan telah berhasil
mendorong peningkatan penerimaan perpajakan secara cukup signifikan
meskipun masih banyak menghadapi kendala terutama berkaitan dengan kapasitas
administrasi pemungutan pajak. Langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut
antara lain meliputi langkah-langkah pembaharuan kebijakan (tax policy reform)
dan langkah-langkah pembaharuan adminstrasi kebijakan (tax administrative
reform). Langkah-langkah pembaharuan kebijakan perpajakan ini dilaksanakan
antara lain melalui perubahan UU KUP, UU PPh, perubahan UU PPN dan
PPnBM, perubahan UU PBB, perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan
dan UU Cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang perpajakan ini
lebih dititikberatkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang
perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi serta mengoptimalkan
penerimaan perpajakan.
Supramono dan Damayanti (2005) menguraikan fungsi-fungsi pajak sebagai
berikut:
1.

Fungsi penerimaan (budgetair) yaitu fungsi sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

2.

Fungsi mengatur (regulator) yaitu fungsi untuk mengatur atau mengeluarkan
kebijakan-kebijakan pemerintah dari sudut sosial dan ekonomi.

4.

Belanja Negara

Belanja atau pengeluaran negara merupakan salah satu komponen kebijakan fiskal
yang bertujuan untuk laju investasi, meningkatkan kesempatan kerja, memelihara

27

kestabilan ekonomi dan menciptakan distribusi pendapatan yang merata melalui
belanja negara baik itu belanja rutin maupun belanja pembangunan menurut Basri
dan Subri (2003), belanja pemerintah itu sangat bervariasi, namun secara garis
besarnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Pertama, belanja yang merupakan
investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan
datang. Kedua, belanja yang langsung memberikan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat. Ketiga, belanja yang merupakan penghematan terhadap
masa yang akan datang. Belanja untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih
luas dan menyebarkan daya beli yang luas.
Sementara oleh Suparmoko (1996) membedakan belanja negara dalam beberapa
macam yakni :
1.

Belanja yang self liquiditing sebagian untuk seluruhnya, artinya pengeluaran
pemerintah akan mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang
menerima jasa-jasa/barang-barang yang bersangkutan.

2.

Belanja yang produktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan yang
ekonomis bagi masyarakat dimana dengan naiknya tingkat penghasilan dari
sasaran pajak maka pada akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah.

3.

Belanja yang tidak self liquiditing maupun tidak produktif, yaitu belanja
yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan.

4.

Belanja yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan,
misalnya untuk pembiayaan pertahanan atau perang meskipun pada saat
belanja, pada satu sisi terjadi pemborosan namun pada sisi lain yang
menerima mengalami kenaikan pendapatan.

28

5.

Belanja yang merupakan penghematan dimasa yang akan datang misalnya
pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak dijalankan
sekarang, kebutuhan pemeliharaan bagi mereka dimasa yang akan datang
pada saat usia lanjut akan jauh lebih besar.

5.

Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB merupakan nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang di produksi di
dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB
berbeda dengan Produk nasioanal Bruto (PNB) karena PNB memasukan
pendapatan faktor produksi dari luar negri yang bekerja di negara tersebut.
Menurut McEachern (2000), PDB artinya mengukur nilai pasar dari barang dan
jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara
selama jangka waktu teretentu, biasanya satu tahun. PDB juga dapat digunakan
untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk
membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. PDB hanya mencakup
barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang
terakhir.
a.

PDB Nominal
Yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun
dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.

b. PDB Rill
Yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun
dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya
digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun

29

lain angka-angka PDB merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan
harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka
besarnya PDB akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut
menunjukkan jumlah produksi (PDB riil). Mungkin kenaikan PDB hanya
disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau
merosot.
c.

PDB Potensial
yaitu tingkat yang dapat dihasilkan apabila perekonomian berada pada
tingkat full employment. PDB potensial merepresentasikan PDB maksimum
yang dapat dihasilkan dalam suatu perekonomian tanpa menyebabkan
peningkatan inflasi (De Masi, 1997). PDB potensial digunakan sebagai
ukuran produksi atau kapasitas suatu perekonomian pada sisi penawaran yang
dinilai berdasarkan stok modal, penggunaan tenaga kerja, dan teknologi yang
tersedia.

6.

Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan
kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting
dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu
negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian
akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasamya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan
faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada

30

gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi
yang dimiliki oleh masyarakat (Basri, 2002), dengan adanya pertumbuhan
ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi juga akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari perubahan
PDB rill.
Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam
pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP
dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek
tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan.
Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif
jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut
output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat.(Boediono, 1992)
Sejak lama ahli-ahli ekonomi telah menganalisis faktor-faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kepada pertumbuhan
ekonomi yang berlaku diberbagai negara dapat disimpulkan bahwa faktor utama
yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan suatu negara adalah:
kekayaan sumber daya alam dan tanahnya, jumlah dan mutu tenaga kerja, barangbarang modal yang tersedia, tingkat teknologi yang digunakan dan sistem sosial
dan sikap masyarakat.

7.

Hubungan Kebijakan dengan Pertumbuhan Ekonomi

Ada beberapa pandangan yang menerangkan mengenai hubungan diantara
kebijakan pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, pandangan teori tersebut
antara lain:

31

1. Pandangan Adolp Wagner
Menurut hasil pengamatan empiris Adolp Wagner terhadap negara-negara Eropa,
Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas
pemerintahan dalam perekonomian cenderung semakin meningkat (law of ever
increasing state activity). Wagner mengukurnya dari perbandingan pengeluaran
pemerintah terhadap pendapatan nasional.
Menurut Wagner, ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah
selalu meningkat, yaitu tuntutan peningkatan pelindungan keamanan dan
pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi
pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan birokrasi
yang mengiringi perkembangan pemerintah. Secara grafik rasio pengeluaran
pemerintah terhadap pendapatan nasional (GpC/YpC) ditunjukkan oleh kurva
ekspansial sebagaimana terlihat pada gambar berikut :
Gambar 7.

Rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional,
berdasarkan hukum Wagner

GpC/Ypc

t
Menurut hukum Wagner, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan
antara industri-industri, industri-masyarakat, dan sebagainya akan semakin rumit
dan kompleks sehingga potensi terjadi kegagalan pasar dan eksternalitas negatif

32

semakin besar. Sejalan dengan itu sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 6
secara relatif peranan pemerintah akan semakin meningkat.
Hukum Wagner tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut :
GpC : pengeluaran pemerintah per kapita
YpC : pendapatan nasional per kapita
t

: indeks waktu

2. Pandangan W.W. Rostow dan Musgrave
W.W. Rostow dan Musgrave menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan
tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi,
rasio investasi pemerintah terhadap total invetasi, atau dengan perkataan lain rasio
pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional adalah relatif besar. Hal ini
disebabkan karena pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan prasarana.
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap
diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi agar tetap dapat lepas landas.
Bersama dengan itu porsi pihak swasta juga menjadi meningkat. Peranan
pemerintah masih tetap besar disebabkan oleh pada tahap ini banyak tejadi
kegagalan pasar yang di timbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri.
Banyak terjadi kasus ekternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan yang
menuntut pemerintah untuk turun tangan mengatasinya.
Dalam suatu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi total
terhadap pendapatan nasional semakin besar, tapi rasio investasi pemerintah
terhadap pendapatan nasional akan mengecil. Sementara itu Rostow berpendapat
bahwa pada ta