FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA PELAKSANAAN BUDAYA BEGAWI CAKAK PEPADUN PADA PERKAWINAN MASYARAKAT SUKU LAMPUNG ABUNG PEPADUN DI KELURAHAN KOTABUMI ILIR KECAMATAN KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA PELAKSANAAN BUDAYA BEGAWI CAKAK PEPADUN PADA PERKAWINAN

MASYARAKAT SUKU LAMPUNG ABUNG PEPADUN DI KELURAHAN KOTABUMI ILIR KECAMATAN

KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh Ria Septina

(S k r i p s i)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA PELAKSANAAN BUDAYA BEGAWI CAKAK PEPADUN PADA PERKAWINAN

MASYARAKAT SUKU LAMPUNG ABUNG PEPADUN DI KELURAHAN KOTABUMI ILIR KECAMATAN

KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh Ria Septina

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengkaji faktor-faktor penyebab terjadinya penurunan pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan masyarakat suku Lampung Abung di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 54 orang yaitu pelaku dan orang tua perkawinan biasa. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis tabel dalam bentuk persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1). Mayoritas (94,44%) responden menyatakan faktor mahalnya biaya menjadi penyebab, (2) Sebagian besar (75,93%) menyatakan faktor lamanya waktu pelaksanaan menjadi penyebab, (3) sebagain besar (68,52%) menyatakan faktor pergeseran tata nilai budaya menjadi penyebab, dan (4) sebagian besar (77,78%) menyatakan faktor interaksi sosial tidak menjadi penyebab mereka tidak melaksanakan Begawi Cakak Pepadun.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Pendekatan Geografi ... 15

2. Geografi Budaya ... 16

3. Kebudayaan dan Modernisasi ... 17

4. Masyarakat Lampung Pepadun ... 18

5. Begawi Cakak Pepadun pada Upacara Perkawinan ... 20

6. Faktor-Faktor Penyebab Menurunnya Intensitas Pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun ... 21

B. Kerangka Pikir ... 30

C. Hipotesis ... 33

III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 34

B. Populasi dan sampel ... 35

C. Variabel Penelitian ... 36

D. Indikator Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

1. Teknik Observasi ... 42

2. Teknik Wawancara ... 42

3. Teknik Dokumentasi ... 43


(7)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Georafis Daerah Penelitian ... 45

1. Letak Astronomis... 45

2. Letak Administratif ... 46

3. Kondisi Fisik ... 48

4. Kondisi Sosial Ekonomi ... 51

5. Luas Wilayah ... 53

B. Keadaan Penduduk ... 55

1. Jumlah dan PertumbuhanPenduduk ... 55

2. Persebaran Penduduk ... 59

3. Kepadatan Penduduk ... 60

4. Komposisi Penduduk ... 61

4. 1. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 63

4. 2. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 64

4. 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Penacaharian ... 67

C. Deskripsi dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 69

1. Identitas Responden ... 69

2. Usia Responden ... 70

3.Tingkat Pendidikan Responden ... 71

4. Jenis Pekerjaan Responden ... 72

5. Faktor Penyebab Penurunan Pelaksanaan Begawi ... 74

5. 1. Faktor Biaya ... 75

5. 2. Faktor Waktu ... 82

5. 3. Faktor Interaksi Sosial ... 98

5. 4. Pergeseran Tata Nilai Budaya ... 105

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan memiliki keragaman budaya. Ada banyak ragam kebudayaan di Indonesia, bahkan setiap pulau di Indonesia memiliki ciri khas kebudayaan sendiri, seperti kebudayaan yang ada di pulau Sumatera. Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau dari sekian banyak pulau yang ada di Indonesia.

Provinsi Lampung adalah suatu bagian ujung Pulau Sumatera, memiliki luas 35.376,50 km². Provinsi Lampung didiami oleh dua golongan masyarakat asli dan penduduk pendatang. Berdasarkan adat istiadatnya penduduk asli suku Lampung terdiri dari dua kelompok, yaitu masyarakat Lampung beradat Pepadun yang berada di daerah pedalaman dan masyarakat Lampung beradat Saibatin/Peminggir yang berada di daerah pesisir.

Masyarakat Lampung Pepadun terbagi dalam perserikatan-perserikatan adat yang diantaranya sebagai berikut:

1. Abung Siwou Migou (Abung Sembilan Marga) yang meliputi tanah wilayah

Way Abung (Lampung Utara), Way Rarem, Way Terusan, Way Pengubuwan dan Way Seputih


(9)

2. Megou Pak Tulang Bawang (Marga Empat Tulang Bawang) yang meliputi wilayah tanah Tulang Bawang Ilir yaitu Marga Tegamoan, Marga Buay Bulan, Marga Suay Unpudan Marga Aji

3. Buway Lima Way Kanan dan Sungkai (lima keturunan Way Kanan) meliputi

daerah di Way Kanan dan Way Sungkai

4. Pubiyan Telue Suku (Pubiyan Tiga Suku) meliputi daerah Way Sekampung

Tengah dan Way Sekampung Ulu.

Masyarakat suku Lampung memiliki pandangan hidup yag disebut dengan ”Piil

Pesenggiri” yang selalu menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari seperti yang diungkapkan oleh Hilman Hadikusuma (1989:15).

Piil Pesenggiri memiliki lima unsur yang terkandung di dalamnya, yaitu :

1. Pesenggiri; mengandung arti harga diri, pantang mundur tidak mau kalah

dalam bersikap tindak dan perilaku

2. Bejuluk Beadek; mengandung arti suka dengan nama baik dan gelar yang

terhormat

3. Nemui Nyimah; mengandung arti suka menerima dan memberi dalam suka dan

duka

4. Nengah Nyapur; mengandung arti suka bergaul dan bermusyawarah dalam

menyelesaikan suatu masalah

5. Sakai Sambayan; mengandung arti suka menolong dan bergotong royong

dalam hubungan kekerabatan dan ketetanggaan

Piil berasal dari bahasa Arab fiil yang berarti perilaku dan pesenggiri maksudnya keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, serta kewajiban. Namun dalam realita saat ini filsafat ini mengalami deformasi. Piil diartikan sebagai perasaan ingin besar dan dihargai (Julia Maria, 1993:20).

Sikap watak Piil Pesenggiri ini nampak sekali pada lingkungan masyarakat Lampung yang beradat Pepadun. Didasari oleh pandangan Piil Pesenggiri yang salah satu unsurnya adalah bejuluk beadek, menghendaki agar seseorang selain


(10)

mempunyai nama juga diberi gelar panggilan terhadapnya. Dikatakan oleh pengamat Belanda pada masa lalu bahwa orang Lampung gemar dengan

kemegahan (ijdelheid).

Pada masa kini hal itu masih tergambar dalam upacara-upacara adat seperti upacara Begawi Cakak Pepadun. Menurut Hilman Hadikusuma (1989:149) Begawi adalah membuat suatu pekerjaan sedangkan Begawi Cakak Pepadun adalah berpesta adat besar naik tahta kepunyimbangan dengan mendapat gelar nama yang tinggi.

Bagi masyarakat Lampung Pepadun Begawi Cakak Pepadun dilaksanakan dalam berbagai peristiwa diantaranya kelahiran anak, khitanan, perkawinan,

meninggalnya seorang punyimbang adat (ketua adat) dan Begawi yang

dilaksanakan oleh seseorang yang hanya ingin mengambil gelar Suttan tanpa ada suatu peristiwa penting yang dirayakan.

Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada upacara Begawi Cakak Pepadun dalam peristiwa perkawinan masyarakat Lampung. Orang Lampung terutama yang beradat Pepadun sejak kecil baik pria maupun wanita bukan saja diberi nama resmi sesuai akta lahir tetapi juga diberi ”Juluk” yaitu nama panggilan atau gelar kecil yang diberikan oleh kakek atau neneknya. Kemudian setelah menikah maka orang Lampung akan diberi ”adek” yaitu gelar bagi orang yang telah berkeluarga. Setiap orang Lampung yang beradat Pepadun selalu berkeinginan perkawinannya

dilaksanakan dengan upacara adat secara besar-besaran untuk mendapat “adek”


(11)

begitu mereka telah memiliki gelar dan tahta kerajaan sendiri dan sebagai pemimpin dalam rumah tangganya dan terhormat pula dalam adat. Dengan memiliki suatu gelar yang menjadi tanda tahta kekuasaan mereka yang mempunyai kelebihan, kehormatan, dan kepangkatan yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak memilikinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hilman Hadikusuma (1989:142) berikut:

Perkawinan bagi orang Lampung bukan semata-mata urusan pribadi, melainkan juga urusan keluarga, kerabat dan masyarakat adat. Perkawinan menentukan status keluarga, terlebih lagi bagi keluarga anak tertua laki-laki, dimana keluarga rumah tangganya akan menjadi pusat pemerintahan kerabat bersangkutan, sehingga perkawinannya harus dilaksanakan dengan upacara adat besar dan dilanjutkan dengan upacara adat Begawi Cakak Pepadun.

Dalam pelaksanaannya upacara Begawi Cakak Pepadun memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang cukup lama. Saat ini jika masyarakat Lampung akan mengadakan upacara Begawi Cakak Pepadun paling tidak akan menghabiskan dana sekitar Rp 300.000.000,00 Sedangkan untuk waktunya, upacara Begawi Cakak Pepadun dapat memakan waktu paling lama 7 hari.

Pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan masyarakat Lampung ini terdiri dari tujuh tahap yaitu persiapan acara yang terdiri dari persiapan acara, peghadu dau yaitu persiapan perlengkapan upacara, netar dau penyerahan seluruh barang dari mempelai pria ke memepelai wanita, ngebekas yaitu pelepasan mempelai wanita, ngekuruk yaitu penyambutan mempelai wanita, turun madi yaitu pemberian “adek” atau gelar dalam keluarga dan terakhir mepadun yaitu pemberian gelar adat bagi mempelai pria dan wanita. Seluruh


(12)

kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih sepekan dan biaya yang dikeluarkanpun tidak sedikit.

Kabupaten Lampung Utara banyak terdapat masyarakat Lampung yang beradat Pepadun, dimana masyarakat Lampung ini termasuk dalam golongan Abung Siwou Megou (Abung Sembilan Marga). Salah satu tempat yang banyak terdapat masyarakat asli suku Lampung Abung Pepadun adalah kelurahan Kotabumi Ilir. Kelurahan Kotabumi Ilir dihuni oleh penduduk Lampung Abung Pepadun dan terdapat pula penduduk pendatang yang berasal dari berbagi daerah misalnya suku Jawa, Padang, Palembang dan lain-lain. Masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir masih cukup memegang teguh adat istiadat Lampung yaitu falsafah ”Piil Pesenggiri” karena mereka adalah penduduk suku asli Lampung Abung Pepadun dan telah mendiami daerah ini secara turun temurun dari kakek-nenek mereka terdahulu.

Berdasarkan monografi di Kelurahan Kotabumi Ilir terdapat 41,35% penduduknya adalah suku asli Lampung Pepadun dan sisanya 58,65% adalah suku lain. Berikut adalah gambaran umum jumlah penduduk yang bertempat tinggal di Kelurahan Kotabumi Ilir berdasarkan etnis dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Proporsi Penduduk berdasarkan etnis di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara tahun 2012

No. Jenis Etnis KK Jumlah Persentase (%)

1. 2.

Non Lampung Etnis Lampung

743 523

3368 2374

58,65 41,35

Jumlah 1266 5742 100,00


(13)

Kondisi masyarakatnya yang majemuk ini kemudian menimbulkan interaksi sosial antara masyarakat suku Lampung dengan masyarakat pendatang yang berbeda suku dengan berbagai macam latar belakang. Interaksi adalah kontak atau hubungan antara dua wilayah atau lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu (Bintarto, 1989:61). Dalam hal ini interaksi sosial antara masyarakat suku Lampung dengan masyarakat pendatang yang berbeda suku di Kelurahan Kotabumi Ilir dapat menimbulkan perkembangan dan perubahan dalam hal pandangan masyarakatnya mengenai kebudayaan yang selama ini mereka anut yaitu mengenai pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun.

Pada zaman modern seperti sekarang di mana dunia sudah serba praktis dan ekonomis, teknologi modern yang telah masuk ke Indonesia dan menjadi kenyataan sosial. Dengan adanya penemuan baru, berubah pula pendapat dan penilaian orang terhadap segala sesuatunya. Kemudian terjadi kemungkinan bahwa nilai kehidupan yang dulu dianggap sebagai nilai yang memang mutlak harus ada kini meluntur atau dianggap sebagai nilai yang sudah sepatutnya dihilangkan. Penemuan teknik yang baru akan selalu membawa perubahan pada pola-pola hidup kemasyarakatan di samping merubah pula mental manusia dan berdampak pada bergesernya tata nilai budaya yang selama ini dianut oleh suatu masyarakat.

Budaya Lampung Begawi Cakak Pepadun yang dahulu mengandung nilai yang tinggi bagi masyarakat Lampung. Melalui Begawi Cakak Pepadun masyarakat Lampung dapat memiliki gelar adat yang tinggi yang tentunya akan dihormati dan


(14)

disegani oleh masyarakat Lampung lain. Namun kini masyarakat sudah tidak

menggagap bahwa Begawi Cakak Pepadun memiliki “prestise” yang cukup tinggi,

bagi masyarakat kini memiliki kekayaan dengan segala peralatan modernnya lebih dihormati dan lebih bernilai di mata masyarakat luas.

Saat ini masih dapat kita temui masyarakat Lampung Abung di Kelurahan Kotabumi Ilir yang memegang teguh adat istiadat Lampung. Salah satu buktinya adalah masih diadakannya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan oleh masyarakat Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir. Namun demikian intensitas pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan di daerah Kelurahan Kotabumi Ilir ini terus menurun dari tahun ke tahun. Berikut tabel yang menggambarkan jumlah perkawinan masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir tahun 2008-2012.

Tabel 2. Jumlah perkawinan masyarakat suku Lampung Abung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir tahun 2008-2012

No. Tahun ∑

Perkawinan

Persent ase (%)

∑ Pkw BG ∑ Pkw TB

jumlah % Jumlah %

1. 2008 25 30,13 10 12,05 15 18,07

2. 2009 18 21,68 7 8,44 11 13,25

3. 2010 15 18,08 5 6,02 10 12,04

4. 2011 13 15,66 4 4,82 9 10,84

5. 2012 12 14,45 3 3,61 9 10,84

Jumlah 83 100,00 29 34,94 54 65,06

Keterangan :

LK : Nama Lingkungan

∑ Perkawinan : Jumlah perkawinan masyarakat suku Lampung Pepadun ∑ Pkw BG : Jumlah Perkawinan Begawi Cakak Pepadun


(15)

∑ Pkw TB : Jumlah Perkawinan Biasa atau Tidak melaksanakan Begawi Cakak Pepadun

Dari tabel di atas, dapat kita lihat jumlah perkawinan masyarakat Lampung Abung Pepadun, baik yang melaksanakan perkawinan biasa dan perkawinan yang menggunakan upacara Begawi Cakak Pepadun. Terlihat bahwa perbandingan jumlah perkawinan ini cukup jauh yaitu perkawinan biasa yaitu 54 orang dan perkawinan menggunakan Begawi Cakak Pepadun sebanyak 29 orang.

Tabel selanjutnya menggambarkan jumlah penurunan pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan masyarakat suku Lampung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir tahun 2008-2012.

Tabel 3.Penurunan Pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Suku Lampung Pepadun Di Kelurahan Kotabumi Ilir Tahun 2008-2012

LK 2008 2009 2010 2011 2012

BG TB BG TB BG TB BG TB BG TB

I 2 5 2 3 2 3 1 3 1 2

II 2 3 1 2 2 2 1 2 - 2

III 3 2 1 3 - 1 - 1 1 2

IV 1 2 1 1 1 2 - 1 1 1

V 1 2 1 1 - 1 1 1 - 1

VI 1 1 1 1 - 1 1 1 - 1

Jumlah 10 15 7 11 5 10 4 9 3 9

Persentase (%)

40 60 38,9 61,8 33,33 66,67 30,77 69,23 25 75

Keterangan :

LK : Nama Lingkungan

BG : Perkawinan Begawi Cakak Pepadun

TB : Perkawinan Biasa atau Tidak melaksanakan Begawi Cakak Pepadun Sumber data: wawancara pra penelitian


(16)

Dari tabel 3, dapat dijelaskan pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan masyarakat Lampung yang terus menurun dalam lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2008-2012. Upacara Begawi Cakak Pepadun pada perkawinan paling banyak pelaksanaannya pada tahun 2008 yaitu sebanyak 10 atau sebesar 40% dari jumlah keseluruhan perkawinan yang diadakan di Kelurahan Kotabumi Ilir. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami penurunan. Pada tahun terakhir yaitu tahun 2012 pelaksanaan Upcara Begawi Cakak Pepadun pada perkawinan menurun jauh dari lima tahun yang lalu, yaitu hanya sebanyak 3 atau sebesar 25% dari keseluruhan pelakasanaan upacara perkawinan di Kelurahan Kotabumi Ilir.

Saat ini masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir sudah jarang yang melaksanakan upacara upacara Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan, bahkan terkadang dilaksanakan pada saat perkawinan anak laki-laki tertua saja, selanjutnya upacara Begawi Cakak Pepadun tidak lagi dilaksanakan pada peristiwa perkawinan dalam suatu keluarga.

Berikut data tabel yang menunjukkan pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun dalam suatu keluarga yang pernah melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun namun kini sudah tidak melaksanakannya lagi.


(17)

Tabel 4. Masyarakat suku Lampung yang pernah melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun dan kini sudah tidak melaksanakannya lagi

Dari data tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir terdapat masyarakat Lampung yang dahulunya melaksanakan Begawi Cakak Pepadun saat ini sudah tidak melaksanakannya lagi. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat yang telah berlegar Suttan ini tidak lagi melaksanakan Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan anak-anak mereka dan hanya melaksanakan upacara perkawinan biasa tanpa upacara Begawi Cakak Pepadun.

Dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2008-2012 intensitas pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir terus mengalami penurunan. Hal ini terlihat dalam tabel 2 dan tabel 3. Selain itu masyarakat suku Lampung yang telah melaksanakan Begawi Cakak Pepadun pada saat perkawinan keluarganya, kini sudah tidak melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun lagi seperti yang telah tercermin pada data tabel 4 dimana terdapat masyarakat suku Lampung yang pernah melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun dan kini sudah tidak melaksanakannya lagi.

No. Nama Gelar Adat Pekerjaan Pokok

1. Burdan ST. Mangku Bumi PNS

2. M. Nazar ST. Ratu Migo Petani

3. Zainuddin ST. Pedoko Rajo PNS

4. Iskandarsyah ST. Rajo Sebuay PNS

5. A. Baki ST. Sepulau Lampung Petani

6. M. Afipi ST. Minak Yang Abung PNS

7. Romadhon ST. Sangun Ratu PNS

8. Ansori Hamid ST. Rajo Lak Wiraswasta/pedagang

9. Tarmizi ST. Kepalo Rajo PNS

10. Mad Arun ST. Raja Asli PNS


(18)

Dari uraian di atas, maka judul penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab menurunnya pelaksanaan budaya Begawi Cakak Pepadun pada masyarakat suku Lampung Abung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Mahalnya biaya pada upacara Begawi Cakak Pepadun

2. Lamanya waktu pada pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun

3. Terjadinya interaksi sosial antara masyarakat Lampung dengan penduduk

pendatang yang berlainan suku

4. Terjadinya pergeseran tata nilai budaya masyarakat Lampung

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor mahalnya biaya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun

menyebabkan menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir?

2. Apakah faktor lamanya waktu pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun

yang cukup lama menyebabkan menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir?


(19)

3. Apakah faktor interaksi sosial masyarakat Lampung dengan masyarakat pendatang yang berlainan suku menyebabkan menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir?

4. Apakah pergeseran tata nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Lampung

menyebabkan menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui mahalnya biaya pelaksanaan upacara Begawi Cakak

Pepadun yang menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun

2. Untuk mengetahui lamanya waktu pelaksanaan upacara Begawi Cakak

Pepadun yang menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun.

3. Untuk mengetahui interaksi sosial masyarakat Lampung dengan masyarakat

pendatang yang menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun.

4. Untuk mengetahui pergeseran tata nilai budaya yang dianut oleh masyarakat

Lampung yang menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun.


(20)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Untuk mengaplikasikan ilmu Geografi yang diperoleh selama perkuliahan di

Universitas Lampung.

3. Dapat menjadi masukan dan informasi bagi penulis, generasi muda khususnya

anggota masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir dan masyarakat suku Lampung pada umumnya mengenai pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun yang merupakan kebudayaan asli daerah Lampung.

4. Menambah pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mempertahankan dan

mengembangkan potensi bangsa, khususnya di bidang kebudayaan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:

1. Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan Begawi Cakak

Pepadun khususnya faktor-faktor penyebab menurunnya pelaksanaan budaya Begawi Cakak Pepadun pada masyarakat suku Lampung Abung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara.


(21)

2. Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah Masyarakat etnis Lampung Abung Pepadun yang tinggal di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara.

3. Ruang lingkup tempat dan waktu dalam penelitian ini adalah Kelurahan

Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2012-2013.

4. Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Geografi Budaya.

Geografi budaya adalah cabang ilmu geografi yang berhubungan dengan budaya. Geografi budaya menelaah aneka bentuk karya manusia di permukaan bumi sebagai hasil perilakunya (cipta, rasa, karsa) atas dasar kemampuan mengadaptasi lingkungan alam dan sosial disekitarnya (kewilayahan).


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Pendekatan Geografi

Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang keadaan bumi secara fisik serta pengaruh keadaan bumi dan lingkungannya terhadap aktifitas sosial manusia maupun sebaliknya. Daldjoeni (1992:63) menyatakan bahwa:

Geografi merupakan wujud ilmu jembatan antar ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial. Geografi bertugas menjelaskan bagaimana lingkungan alam berpengaruh atas lingkungan manusia termasuk ilmu-ilmu sosial, bahwa pengetahuan lain seperti sejarah, ekonomi, sosiologi dan antropologi juga memperhatikan dan memperhitungkan lingkungan alam.

Dalam ilmu geografi juga dikenal konsep-konsep geografi. Sumadi (2003:42) menyatakan bahwa ada sepuluh konsep dasar geografi yaitu:

Konsep dasar dalam geografi ada 10 yaitu konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola/agihan, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi/interdepedensi, diferensiasi areal. Konsep dasar geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep interaksi/interpedensi. Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya objek atau tempat satu dengan yang lain. Interaksi keruangan bahkan juga terjadi antara unsur atau fenomena setempat baik antara fenomena alam dan kehidupan interaksi juga terjadi antara wilayah yang satu dengan yang lain baik dalam pertukaran barang dan jasa ataupun perpindahan penduduk.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu konsep dasar geografi yaitu konsep interaksi/interpedensi digunakan dalam penelitian ini, interaksi antar


(23)

wilayah menimbulkan adanya suatu perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk memungkinkan terjadinya suatu pembauran antara penduduk asli dan penduduk pendatang kemudian timbulah interaksi sosial sebagai wujud proses perhubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antara manusia baik secara individu atau kelompok atau antar individu dengan kelompok. Kemudian lambat laun interaksi ini menimbulkan difusi dan akulturasi budaya yang kemudian menghasilkan perkembangan dan perubahan dalam kebudayaan masyarakat setempat.

Menurut Hagget (1983) ada tiga pendekatan geografi yaitu pendekatan spasial (keruangan), pendekatan ekologi (lingkungan) dan pendekatan pendekatan regional (kompleks wilayah).

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan keruangan. Kemudian Yorsi Nuzulia

(2012) menyatakan bahwa:

Pendekatan spasial (keruangan) adalah analisis keruangan merupakan pendekatan yang khas dalam geografi karena merupakan studi tentang keragaman ruang muka bumi dengan menelaah masing-masing aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Dalam mengkaji aspek-aspek tersebut, seorang ahli geografi sangat memperhatikan faktor letak, distribusi (persebaran), interelasi serta interaksinya

2. Geografi Budaya

Geografi budaya menelaah aneka bentuk karya manusia di permukaan bumi sebagai hasil perilakunya (cipta, rasa, karsa) atas dasar kemampuan mengadaptasi lingkungan alam, manusia dan sosial disekitarnya (kewilayahan). Brian


(24)

berpendapat bahwa perbedaan antar wilayah yang satu dengan yang lainnya itu

berupa perbedaan cultural landscapenya yaitu bentang budayanya.

Geografi budaya juga mengkaji tentang berbagai faktor geografis yang ikut menentukan terbentuknya kebudayaan di suatu daerah dan keanekaragaman kebudayaan disuatu daerah (Hadi Landak, 2012).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Geografi Budaya adalah cabang ilmu Geografi yang objek kajiannya keruangan manusia yang mempelajari studi tentang budaya, norma-norma dan aspek-aspek yang dikaji adalah kependudukan, aktivitas atau perilaku manusia yang meliputi aktivitas sosial dan aktivitas budayanya.

3. Kebudayaan dan Modernisasi

Setiap manusia di muka bumi ini memiliki kebudayaan yang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Kebudayaan tersebut ada yang dipertahankan oleh manusia tetapi ada pula yang terpengaruh oleh proses modernisasi yang terjadi saat ini.

Koentjaraningrat (1988:1) menyatakan bahwa budaya adalah total pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya dan karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia melalui proses belajar. Sedangkan menurut Soejono Soekanto dalam Supartono Widyosiswoyo (1989:101) modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan.


(25)

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah hasil pikiran, kepercayaan dan karya manusia baik berupa benda ataupun tak benda yang diperoleh melalui proses belajar dan diwariskan dari generasi ke generasi, sedangkan modernisasi merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan makmur. Kemudian kebudayaan yang telah lama dianut oleh suatu masyarakat dapat berubah dan berkembang dengan adanya pengaruh modernisasi.

Masyarakat modern merupakan hasil korelasi antara tingginya nilai peradaban manusia sebagai anggota masyarakat dengan majunya tingkat rasionalitas dalam mengkaji hasil kebudayaan, oleh karena itu pada zaman modern seperti sekarang ini hal-hal yang dianggap kurang praktis, efektif dan efisien mulai ditinggalkan oleh masyarakat modern. Salah contoh hal tersebut adalah kurangnya minat masyarakat Lampung saat ini untuk melaksanakan Begawi Cakak Pepadun.

Budaya nilai orang Lampung pada masa sekarang tentunya sudah banyak mengalami perubahan dengan menyesuaikan diri menurut keadaan zaman, walaupun di sana sini masih ada yang mempertahankan sifat-sifat tradisionalnya (Hilman Hadikusuma, 1989:103).

4. Masyarakat Lampung Abung Pepadun

Masyarakat Lampung Abung Pepadun memegang filsafat hidup Piil Pesenggiri yang mengharuskan masyarakat Lampung untuk memiliki kedudukan dan gelar yang tinggi dalam adat dan lingkungan masyarakat Lampung.


(26)

Pepadun berasal dari kata pepadu-an atau pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan pejabat tinggi kerajaan atau permusyawaratan dalam melaksanakan peradilan adat yang dihadiri oleh para pemuka adat setempat, sedangkan pepadun adalah bangku tahta kepunyimbangan adat terbuat dari kayu berkaki empat dan berukir-ukir. Kata-kata Lampung Pepadun dalam teritorial adalah suatu bagian dari wilayah Lampung (Depdikbud, 1999: 27)

Masyarakat Lampung yang mendiami daerah Lampung Utara merupakan masyarakat Lampung yang menganut budaya Lampung Pepadun yaitu masyarakat Lampung Abung Siwo Mego. Secara kekerabatan masyarakat Lampung Abung terdiri dari masing-masing kelompok kerabat yang disebut buay, seperti yang diungkapkan oleh Sitorus (1996:18) berikut:

1. Buay Nunyai, lokasinya di daerah Kotabumi

2. Buay Unyi, lokasinya di daerah Gunung sugih

3. Buay Nuban, lokasinya di daerah Sukadana

4. Buay Subing, lokasinya di daerah Terbanggi besar

5. Buay Kunang, lokasinya di daerah Abung Barat

6. Buay Selagai, lokasinya di daerah Terbanggi besar

7. Buay Selaga, lokasinya di daerah Abung Barat

8. Buay Tuha, lokasinya di daerah Padang Ratu

9. Buay Nyerupa, lokasinya di daerah Gunung Sugih

Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis difokuskan kepada masyarakat adat Lampung Abung pepadun Buay Nunyai yang berada di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara. Masyarakat Lampung Abung Pepadun ini menganut adat Pepadun dan falsafah Piil Pesenggiri.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lampung Abung Pepadun mengunakan falsafah Piil Pesenggiri dan menggunakan adat Pepadun. Adat Pepadun sendiri merupakan suatu sumber peraturan tata tertib dalam kehidupan masyarakat adat Lampung Pepadun yang mengatur beberapa hal kehidupan kemasyarakatan warga adat Lampung Pepadun. Nilai-nilai adat budaya


(27)

Lampung Pepadun dapat dilihat dari adat ketatanegaraan, kekerabatan dan perkawinan, musyawarah dan mufakat serta peradilan adatnya. Semua itu tentunya didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Nilai-nilai adat tersebut memiliki segi positif dan negatifnya.

5. Begawi Cakak Pepadun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Lampung Abung Pepadun

Pernikahan merupakan penyatuan dua anak manusia dalam suatu ikatan yang syah dan resmi dimata hukum agama dan negara. Selain itu suatu pernikahan juga merupakan penyatuan dua keluarga, terlebih lagi bagi masyarakat Lampung. Seperti yang dinyatakan oleh Hilman Hadikusuma (1989:142) sebagai berikut:

Perkawinan bagi orang Lampung bukan semata-mata urusan pribadi, melainkan juga urusan keluarga, kerabat dan masyarakat adat. Perkawinan menentukan status keluarga, terlebih lagi bagi keluarga anak tertua laki-laki, dimana keluarga rumah tangganya akan menjadi pusat pemerintahan kerabat bersangkutan, sehingga perkawinannya harus dilaksanakan dengan upacara adat besar dan dilanjutkan dengan upacara adat Begawi Cakak Pepadun.

Dalam pesta perkawinan bagi masyarakat lampung yang mampu secara materi dan masih memegang adat istiadat biasanya dilakukan dengan upacara adat Begawi Cakak Pepadun. Dalam Upacara ini biasanya berlangsung cukup meriah dan akan menghabiskan dan yang besar. Seperti yang dinyatakan oleh Hilman Hadikusuma (1989:163) sebagai berikut:

Dalam kegiatan perkawinan ini akan dapat kita ketahui acara dan upacara-upacara adat, mulai dari yang sederhana sampai ke upacara adat besar (Begawi Balak). Upacara adat itu harus memenuhi berbagai syarat dan berbagai tata tertib adat dengan menyembelih kerbau, baik di tempat mempelai wanita maupun di tempat mempelai pria, membayar biaya adat dalam bentuk biaya persidangan perwatin adat dan lain-lain.


(28)

Masyarakat Lampung Pepadun memiliki rasa dan kebanggaan sendiri untuk melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan mereka, bagi mereka gelar dan kehormatan dalam adat sangat penting untuk itu mereka melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Begawi Cakak Pepadun pada upacara perkawinan adalah pesta pernikahan masyarakat Lampung Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan wanita dengan naik tahta kepunyimbangan untuk memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.

6. Faktor-faktor Penyebab Menurunnya Intensitas Pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun

a. Faktor Biaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:186) biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan, mendirikan, melakukan sesuatu. Biaya yang dimaksud disini adalah uang yang dikeluarkan untuk pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun. Pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun melibatkan banyak pihak dan undangan oleh karena itu biaya yang dikeluarkan menjadi tidak sedikit. Biaya ini sudah dihitung biaya total mulai dari awal pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun hingga akhir pelakasanaan pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun yaitu upacara pemberian gelar.

Biaya yang dikeluarkan ini antara lain untuk penyembelihan hewan kerbau, biaya adat, biaya pembangunan pepadun, penakai, jepano dan masih banyak lagi biaya


(29)

yang harus dikeluarkan oleh tuan rumah dalam pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun tersebut.

Salah satu contoh pasal dalam Kitab Kuntara Raja Niti tentang biaya Begawi Cakak Pepadun. Jika akan membuat Pepadun marga, harus menyembelih 30 ekor kerbau, jika akan membuat Pepadun tiyuh, harus menyembelih 14 ekor kerbau, jika akan membuat Pepadun suku, harus menyembelih 12 ekor kerbau. Kemudian membayar sejumlah uang adat yang harganya kembali kepada kepala adat dan penyimbang adatnya (Julia Maria, 1993:20).

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa untuk melaksanakan Begawi Cakak Pepadun diperlukan biaya yang besar dan harus menyembelih jewan kerbau. Hal ini sejalan dengan pernyataan Depdiknas Provinsi Lampung, (2001:32) bahwa: upacara pemberian gelar dalam perkawinan tersebut disebut dengan Begawi Cakak Pepadun, syarat yang harus dilakukan adalah membayar sejumlah uang yang biasa disebut dau dan menyembelih sejumlah kerbau.

Bagi masyarakat Lampung yang ingin melaksanakan Upacara Begawi Cakak Pepadun harus mengeluarkan biaya adat yang cukup tinggi. Faktor biaya ini relatif cukup besar jika harus dikeluarkan dalam keadaan ekonomi yang sulit saat ini, tetapi hal ini tidak menjadi kendala bagi mereka yag memiliki biaya dan masih memegang teguh adat istiadat kebudayaan Lampung. Namun demikian sebagian besar masyarakat Indonesia termasuk masyarakat Lampung kini berada dalam keadaan ekonomi yang cukup sulit, sehingga mereka tentunya dituntut untuk menggunakan uang untuk hal yang lebih produktif.


(30)

b. Faktor Waktu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1554) waktu adalah seluruh rangkaian proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Waktu yang dimaksud di sini adalah lamanya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap akhir pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun. Pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun menghabiskan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 7 hari.

Berikut tahapan-tahapan upacara Begawi Cakak Pepadun dalam upacara perkawinan dalam masyarakat Lampung Pepadun menurut Depdikbud (2008:14) yang memakan waktu cukup lama mulai dari tahap persiapan hingga tahap pelaksanaan.

1. Persiapan, yang terdiri dari:

a. Pemandai yaitu mengundang para penyimbang/para perwatin adat untuk

mengadakan pertemuan dan musyawarah untuk membahas pelaksanaan upacara adat begawi.

b. Mepasah yaitu para penyimbang kedua belah mengadakan pertemuan

atau musyawarah untuk mengatur persiapan-persiapan selanjutnya.

2. Peghadu dau yaitu pihak mempelai pria adalah menyiapkan semua

perlengkapan adat dan upacara yang akan diserahkan kepada mempelai wanita.

3. Netar Dau yaitu secara resmi para penyimbang dari pihak mempelai pria

menyerahkan seluruh barang-barang bawaan kepada para penyimbang mempelai wanita. Tahap ini terdiri dari:

a. Acara Ngakuk Manjaw (Hibal Serbo/Bumbang Aji), yaitu rombongan

para penyimbang menuju ke tempat mempelai wanita.

b. Pengaturan dan pemberangkatan arak-arakan dengan ditandai tembakan

dan iringan dengan tabuh-tabuhan serta pencak silat

c. Acara tanya jawab, yaitu masing-masing juru bicara penyimbang

berdialog yang dibatasi oleh Appeng (rintangan atau tali pengikat sanggar).

d. Upacara Merwatin (musyawarah adat) yaitu menyerahkan seserahan


(31)

4. Ngebekas yaitu orang tua atau ketua perwatin adat dari pihak mempelai wanita menyerahkan mempelai wanita kepada ketua perwatin adat pihak mempelai pria.

5. Ngekuruk yaitu acara simbolis masuknya seseorang untuk menjadi warga adat

dengan syarat memotong kerbau dan biaya adat.

6. Upacara Turun Mandi di Patcah Aji/penakai yaitu acara puncak dari pesta adat

perkawinan dan sekaligus pemberian gelar kedua mempelai di sebuah panggung kehormatan di patcah aji/penakai, yang terdiri dari:

a. Kedua mempelai diiringi Tumalaw Anaw (orang tua mempelai), Lebaw

Kelamo (paman mempelai), Benulung (kakak mempelai) dan penyimbang menuju tempat upacara

b. Acara Musek kedua mempelai disuapi panganan oleh Batang Pangkal,

lebaw, Kelamo, Benulung, dan Tumalaw Anaw.

c. Penyampaian pepatur atau nasehat.

7. Mepadun yaitu acara simbolis untuk membentuk kerjaan/kekuasaannya dalam

rumah tangganya sendiri.

a. Acara cangget yaitu tari adat cangget mepadun pada malam hari.

b. Upacara cakak Pepadun didahului dengan iringan calon penyimbang

menuju sesat dengan mengendarai Jepano

c. Acara Tari Igel/Ngigel Mepadun

d. Calon penyimbang didudukkan di atas Pepadun dan diumumkan bagi kedua

penngantin serta kedudukannya dalam adat.

Seluruh rangkaian upacara adat Begawi Cakak Pepadun ini cukup panjang dan memakan waktu yang cukup lama yaitu memakan waktu paling lama 7 hari. Faktor waktu ini cukup memberatkan bagi masyarakat Lampung untuk melaksanakan Upacara Begawi Cakak Pepadun. Seperti yang dinyatakan oleh Julia Maria (1993:22) sebagai berikut:

Gawei adat pada saat ini dirasakan sangat menyulitkan warga atau kerabat mereka karena untuk mengadakan pesta adat besar diperlukan tenaga, biaya, dan waktu yang sangat besar. Oleh karena itu, orang Lampung menyelesaikan masalah ini dengan menyerahkan sejumlah uang pengganti kegiatan pesta adat (dirabung dengan uang) sesuai dengan mufakat kepala adat.


(32)

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya Upacara Begawi Cakak Pepadun dapat memakan waktu yang cukup lama dengan rangkaian tata tertib yang cukup panjang dan lama ini akan menghabiskan waktu lebih dari sepekan untuk pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun tersebut.

c. Faktor Interaksi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Oleh sebab itu sudah menjadi kodrat manusia untuk saling berhubungan satu sama lain. Dalam hubungan ini tentunya terjadi suatu interaksi sosial.

Interaksi adalah kontak atau hubungan antara dua wilayah atau lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu (Bintarto, 1989:61). Sedangkan interaksi sosial adalah proses perhubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antara manusia baik secara individu atau kelompok atau antarindividu dengan kelompok (Subandiroso, 1988:45).

Interaksi sosial ini kemudian menimbulkan dampak terjadi suatu proses sosial, difusi dan akulturasi budaya. Phil Astrid S.Susanto (1988:12) menyatakan bahwa proses sosial merupakan suatu proses yang berarti bahwa ia merupakan suatu gejala perubahan, gejala penyesuaian diri, gejala pembentukan, semua gejala ini disebabkan karena individu dan kelompok menyesuaikan diri dengan keadaan.

Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu yang lain atau dari sutu kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lainnya. Proses difusi ini menyangkut proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Proses ini erat kaitannya dengan perpindahan penduduk atau migrasi (Anung, 1991:82). Integrasi dalam kebudayaan adalah proses penyesuaian antara unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat (Depdikbud:1999).


(33)

Akulturasi atau cultural contact berarti kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur suatu kebudayaan asing, sedemikian rupa hingga lambat laun unsur-unsur kebudayaan asing tersebut diterima atau diolah kedalam kebudayaan sendiri dengan tidak menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Yudhianta, 1988:13).

Provinsi Lampung yang merupakan daerah tujuan transmigrasi juga tentunya berdampak pada terjadinya pembaruan dan akulturasi budaya. Masyarakat Lampung juga banyak yang berpindah ke daerah Jawa untuk merubah nasib sehingga proses pembauran budaya dan interaksi sosial yang berdampak pada perubahan pola pikir dan kebudyaan masyarakat Lampung.

Sejak tahun 1950 terjadi pertukaran perpindahan masyarakat, dimana para pemuda Lampung pindah ke Jawa terutama Jakarta, untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan melanjutkan pendidikan, sebaliknya para pemuda dari jawa pindah ke Lampung untuk mendapatkan lahan tanah pertanian dengan membuka hutan di sana sini. Perpindahan masyarakat ini berakibat merosotnya nilai kedudukan adat (Hilman Hadikusuma, 1989:104).

Sejarah daerah Lampung sebagai daerrah transmigrasi juga menyebabkan masyarakat Lampung menjadi begitu beragam dengan berbagai latarbelakang suku, kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda. dalam segala perbedaan ini masyarakat asli dan pendatang berhubungan baik dalam segala sendi kehidupan mereka. M.Sitorus (1996:26) menyatakan bahwa:

Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat asli yaitu penduduk Lampung dengan penduduk pendatang telah berhubungan dalam segala bidang kehidupan baik dalam social, ekonomi, politik dan sebagainya. Dalam bidang ekonomi, cirri khas mata pencaharian yang berbeda kini saling memepengaruhi, begitu juga dengan masyarakatnya yang berinteraksi dalam bidang ekonomi tersebut.

Dari uraian di atas, faktor interaksi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan masyarakat yang melakukan interaksi sosial kemudian timbulah integrasi, difusi dan akulturasi kebudayaan yang kemudian menimbulkan


(34)

perkembangan dan perubahan pola pikir dan kebudayaan masyarakat, selain itu modernisasi pada masa kini juga turut mempengaruhi perkembangan dan perubahan kebudayaan masyarakat di suatu tempat.

d. Pergeseran Tata Nilai Budaya

Pada zaman modern seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia telah banyak mengalami banyak pergeseran nilai. Ada banyak hal yang menyebabkan sistem pergeseran nilai ini bergeser salah satunya adalah dampak dari teknologi modern. Seperti pernyataan menurut Moempoeni Martojo dalam Nurdin HK (1989:14) berikut ini:

Teknologi modern yang telah masuk ke Indonesia dan menjadi kenyataan sosial. Dengan adanya penemuan baru, berubah pula pendapat dan penilaian orang terhadap segala sesuatunya. Kemudian terjadi kemungkinan bahwa nilai kehidupan yang dulu dianggap sebagai nilai yang memang mutlak harus ada kini meluntur atau dianggap sebagai nilai yang sudah sepatutnya dihilangkan. Penemuan teknik yang baru akan selalu membawa perubahan pada pola-pola hidup kemasyarakatan di samping merubah pula mental manusia.

Sebagai contoh di sini dapat kita ambil adalah kebudayaan yang selama ini dianut oleh masyarakat. Seperti budaya Lampung Begawi Cakak Pepadun yang dahulu mengandung nilai yang tinggi bagi masyarakat Lampung. Melalui Begawi Cakak Pepadun masyarakat dapat memiliki gelar adat yang tinggi yang tentunya akan dihormati dan disegani oleh masyarakat Lampung lain. Namun kini masyarakat

sudah tidak menggagap bahwa Begawi Cakak Pepadun tidak memiliki “prestise”

yang cukup tinggi bagi masyarakat. Saat ini memiliki kekayaan dengan segala peralatan modernnya lebih dihormati dan lebih bernilai, misalnya seseorang saat ini lebih memilih membeli mobil mewah atau rumah besar dibanding harus


(35)

menghabiskan uang yang dimilikinya untuk melaksanakan Begawi Cakak

Pepadun yang “hanya mendapatkan gelar adat dengan daerah kekuasaan yang

fiktif belaka”.

Proses pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun memakan waktu yang cukup lama dan terasa sangat menyita waktu. Masyarakat saat ini berpendirian lebih baik mencari uang sebanyak mungkin dan memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dari pada untuk melaksanakan Begawi Cakak Pepadun yang akan menyita waktu dan dana yang besar. Pikiran manusia sekarang sudah mulai berubah dalam penghargaan dalam hal tersebut.

Pandangan orang terhadap waktu sudah agak berbeda. Waktu yang dihabiskan untuk melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun selama 7 hari 7 malam, dapat dimanfaatkan untuk kesibukan/kerja lain yang lebih mendesak dan penting. Sebab manusia sekarang mulai banyak dilimpahi pekerjaan-pekerjaan yang dulu tidak harus dihadapi. Oleh sebab itu masyarakat saat ini sudah mulai berpikir “praktis” untuk sekedar mendapat penghormatan dan penghargaan dari masyarakat luas mereka dapat memperolehnya dengan jalan memiliki harta kekayaan tanpa gelar adat semata yang didapat dari upacara Begawi Cakak Pepadun yang menghabiskan dana besar dan waktu mereka yang penting.

Banyak sebab yang dapat kita jadikan latar belakang perubahan nilai, diantaranya yang nampak begitu drastis merubah nilai piil pesenggiri berkaitan dengan kebangsawanan adat, adalah dikarenakan kehidupan ekonomi yang sulit (Hilman Hadikusuma, 1989:103).


(36)

Keadaan ekonomi yang serba sulit saat ini tentunya mempengaruhi segala sendi kehidupan manusia termasuk diantaranya kebudayaan yang selama ini mereka anut. Dahulu orang menganggap bahwa upacara Begawi Cakak Pepadun yang diadakan secara besar-besaran memiliki rasa kebanggaan tertentu yang umumnya orang menyebutnya sebagai “prestise”. Kini sudah banyak orang yang menganggap bahwa berbuat seperti itu sama saja dengan pemborosan. Sebab biaya yang harus dikeluarkan terlalu banyak disamping banyak pula tenaga yang harus dikerahkan. Oleh sebab itu tidaklah heran kalau sekarang banyak orang tidak melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun lagi. Orang sudah mulai berpikir secara ekonomis, tidak hanya sekedar mengejar “prestise”.

Penilaian orang terhadap upah dan kerjapun sudah agak berubah. Dahulu, siapapun mengakui bahawa sangat mudah untuk mengerahkan orang-orang diajak bekerja tanpa upah. Orang menganggap hidup kemasyarakatan adalah hidup sebagai anggota kelompoknya dengan didasari perasaan saling terkait dan saling memiliki.

Nilai tingkah lakupun merupakan nilai yang dikembangkan bersama selama bertahun-tahun hidup dalam kebersamaan dan wajib dijunjung tinggi. Sehingga kalau diminta untuk bekerjasama tanpa upah, kerja bakti ataupun gotong royong itu merasa wajib untuk diikuti. Bekerja tanpa upah dianggap mencerminkan nilai kerukunan yang berharga. Oleh karena itu, siapapun orangnya yang menjadi anggota kelompok dinilai wajib untuk bergotong royong dan rela memberikan bantuan kerja demi memperoleh hubungan kemasyarakatan dengan orang lain.


(37)

Dengan perkataan lain nilai-nilai kehidupan telah berkembang disebabkan karena masyarakat sendiri telah mulai berkembang. Dalam hal ini sangat dirasakan adanya peranan teknologi tinggi yang kini telah masuk dan menjadi kenyataan sosial di masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya masyarakat Lampung.

B. Kerangka Pikir

Kebudayaan dapat mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat. Konsep kebudayaan daerah menunjukkan identitas suatu kebudayaan yang lahir, berkembang dan mapan di suatu wilayah yang jelas batas-batasnya dalam konteks geografi dan didukung oleh suatu komunitas tertentu. Masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara merupakan orang-orang yang masih menjunjung tinggi adat istiadat atau kebiasaan yang turun-temurun.

Saat ini masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir pada umumnya telah mengenyam pendidikan yang cukup layak hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya minat masyarakat setempat dalam menempuh pendidikan. Kemudian dalam hal pergaulan masyarakat setempat juga terbuka untuk menerima masyarakat dari luar daerah baik masyarakat dengan suku yang sama ataupun dengan suku yang berbeda.

Selain itu juga banyak warga Kelurahan Kotabumi Ilir yang pergi bekerja dan bersekolah ke luar daerah dan bergaul dengan berbagai jenis masyarakat yang membawa kebudayaannya masing-masing. Kemudian ditambah lagi dengan pergeseran nilai yang selama ini mereka anut, masyarakat di zaman modern


(38)

seperti sekarang sudah lebih berpikir praktis dan ekonomis tidak lagi hanya sekedar mengejar “prestise”. belaka apalagi upacara Begawi Cakak Pepadun menghabiskan dana yang besar dan waktu yang lama dan hanya akan mendapatkan gelar adat dan daerah kekuasaan yang fiktif belaka.

Hal-hal di atas dapat menimbulkan kemungkinan untuk berkembangnya pola pikir masyarakat Kelurahan Kotabumi Ilir dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya tentang kebudayaan. Dengan semakin tingginya pendidikan dan semakin berkembangnya pergaulan masyarakat setempat, maka lambat laun pola pikir masyarakat mulai berkembang dan berubah termasuk persepsi mereka mengenai kebudayaan yang selama ini mereka anut.

Salah satu kebudayaan yang kini mulai berubah pada masyarakat Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir ini adalah pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun. pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun adalah suatu bentuk pelestarian adat budaya Lampung oleh Masyarakat suku Lampung asli. Namun kini pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun tersebut sudah jarang kita saksikan, terlebih lagi di daerah perkotaan. Hal ini terlihat dengan menurunnya intensitas pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir yang dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun yang memerlukan biaya yang sangat besar dan waktu yang relatif lama.

Kondisi ini dapat menyebabkan masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir ini berpikir ulang untuk melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun Ditambah lagi dengan keadaan ekonomi masyarakat Indonesia yang terbilang sulit. Selain itu faktor interaksi sosial masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir dan kondisi


(39)

masyarakatnya yang majemuk yang menimbulkan adanya suatu difusi dan akulturasi budaya sehingga lambat laun mengubah pola pikir masayarakat Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir mengenai pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun.

Pergeseran nilai yang mulai terjadi di masyarakat Lampung juga dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat Lampung yang selama ini mereka anut, masyarakat di zaman modern seperti sekarang sudah lebih berpikir praktis dan ekonomis tidak lagi hanya sekedar mengejar “prestise” belaka apalagi upacara Begawi Cakak Pepadun menghabiskan dana yang besar dan waktu yang lama dan hanya kan mendapatkan gelar adat dan daerah kekuasaan yang fiktif belaka. Hal-hal ini dapat menjadi faktor dari menurunnya intensitas pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun.

Untuk lebih jelasnya kerangka pikir dan penelitian ini dapat dilihat dalam paradigma di bawah ini:

8. Hipotesis

upacara Begawi Cakak Pepadun:

1. Faktor biaya yaitu

mahalnya biaya dalam pelaksanaan upacara Begawi CakakPepadun

2. Faktor waktu yaitu

lamanya waktu pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun

3. Faktor interaksi sosial

masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir

4. Pergeseran tata nilai

budaya yang terjadi pada masyarakat suku Lanpung

Menurunnya intensitas pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun


(40)

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti kebenarannya melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2010:67).

Hipotesis dari peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bahwa mahalnya biaya yang dihabiskan dalam pelaksanaan upacara Begawi

Cakak Pepadun menjadi penyebab menurunnya pelasanaan upacara Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir.

2. Bahwa lamanya waktu pelaksanaan adat dalam pelaksanaan upacara Begawi

Cakak Pepadun menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir.

3. Bahwa terjadinya interaksi sosial masyarakat Lampung dengan masyarakat

pendatang yang berlainan suku menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir.

4. Bahwa terjadinya pergeseran tata nilai budaya pada masyarakat suku

Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir menjadi penyebab menurunnya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir.


(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Menurut The Liang Gie dalam Nursid (1981:75) metodologi adalah cara-cara yang dipakai untuk suatu bidang ilmu sebagai studi mengenai asas-asas dasar dari penyelidikan, yang seringkali melibatkan masalah-masalah tentang logika, penggolongan dan asumsi-asumsi dasar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Winarno Surakhmad (1982:139) menyatakan bahwa:

Metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang mencukup berbagai teknik deskriptif, diantaranya penyelidikan yang menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasi penyelidikan dengan teknik survey, interviu, angket. Metode deskriptif analitis tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yaitu metode penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tetentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat dengan tujuan untuk membuat deskripsi (gambaran atau lukisan) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki dalam masyarakat yang didasarkan pada


(42)

tabel-tabel frekuensi dan persentase sebagai dasar deskripsi, analisis dan interpretasi data dalam penyempurnaan laporan penelitian.

B.Populasi dan Sampel

Menurut Sugiono (2009:89) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis dalam penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Lampung Abung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara yang melakukan perkawinan biasa tanpa melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun dalam lima tahun terakhir yang berjumlah 54 KK yang terdiri dari pelaku perkawinan biasa sebanyak 41 orang dan orang tua pelaku perkawinan biasa yang berjumlah 13 orang. Untuk lebih melengkapi data dari subjek penelitian, maka dalam penelitian ini akan ditambahkan 2 orang informan yaitu tokoh adat masyarakat Lampung Abung Pepadun.

Mengingat populasi penelitian ini termasuk tidak begitu banyak dan bersifat homogen dan populasi dalam penelitian ini kurang dari 100 orang maka peneliti mengambil seluruh populasi untuk diteliti yaitu 54 KK masyarakat suku Lampung Abung Pepadun yang tidak melaksanakan Upacara Begawi Cakak Pepadun dalam upacara perkawinan dan ditambah 2 orang informan yang merupakan tokoh adat masyarakat Lampung Abung Pepadun. Jadi penelitian ini merupakan penelitian populasi.


(43)

C.Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian atau dengan kata lain apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2010:91). Menurut Sugiyono (2009:60) variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini adalah faktor–

faktor penyebab menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara yang dijabarkan ke dalam faktor biaya, faktor waktu, faktor interaksi sosial masyarakat Lampung dengan masyarakat pendatang yang berlainan suku, serta faktor pergeseran tata nilai budaya masyarakat Lampung.

D.Indikator Penelitian

1. Faktor biaya

Faktor biaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan Begawi Cakak Pepadun. Biaya tersebut antara lain biaya adat, menyembelih beberapa ekor kerbau, menyiapkan sarana dan peralatan yang diperlukan dalam upacara dan tentunya biaya yang besar untuk pesta adat yang mengundang banyak orang. Saat ini jika masyarakat Lampung akan mengadakan upacara Begawi Cakak Pepadun akan menghabiskan dana yang sangat besar.

Secara relatif dari segi biaya tersebut dikategorikan berdasarkan persepsi subjek penelitian sebagai berikut :


(44)

a. Tidak mahal : Rp 50-100 juta

b. Cukup mahal : Rp 100-200 juta

c. Mahal : Rp 200-300 juta

d. Sangat mahal : > Rp 300 juta

Biaya yang sangat besar ini telah menjadi bahan pertimbangan yang sangat berat bagi masyarakat di Kelurahan Kotabumi Ilir untuk melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun. Terlebih lagi di era modern dan ekonomi sulit seperti sekarang, masyarakat tentu akan berpikir untuk melaksanakan suatu hal yang mereka anggap lebih penting atau lebih pokok terlebih lagi jika itu memakan biaya yang cukup besar.

2. Faktor waktu

Faktor waktu yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu lamanya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun yang dapat memakan waktu 7 hari. Upacara Begawi Cakak Pepadun memakan waktu yang cukup lama dikarenakan palaksanaan adat yang lama dan melibatkan banyak orang mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan upacara sampai pada acara pemberian atau penobatan gelar adat teringgi yaitu Suttan. Waktu pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun yang cukup lama ini yaitu paling lama 7 hari dimulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pelaksanaan.


(45)

Secara relatif dari segi waktu tersebut berdasarkan persepsi subjek penelitian dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Lama : 7 hari

b. Tidak lama : 5 hari

Seluruh rangkaian pelaksanaan ini dilaksanakan dalam waktu paling lama 7 hari jika satu rangkaian adat dilakukan dalam 1 hari dan paling sedikit 5 hari yaitu tahao persiapan dan peghadu dau disatukan dalam satu hari, kemudian tahap netar dau dan ngebekas juga dapat disatukan dalam 1 hari. Bagi masyarakat kini yang sudah terpengaruh oleh pikran yang modern dan praktis dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun ini sudah tidak sesuai lagi dengan zaman dan keadaan masa kini, dimana masyarakat lebih menginginkan sesuatu yang praktis dan efisien. Sedangkan dari faktor waktu yang relatif lama yakni paling lama 7 hari dan paling sedikit 5 hari ini akan menyita waktu untuk melaksanakan pekerjaan mereka sehari-hari terlebih lagi bagi masyarakat yang memiliki kesibukan dan rutinitas yang padat seperti para pegawai negeri atau swasta yang mempunyai pekerjaan dan tanggung jawab setiap harinya.

3. Faktor Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah proses perhubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antara manusia baik secara individu atau kelompok atau antar individu dengan kelompok. Faktor interaksi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu faktor interaksi sosial masyarakat suku Lampung dengan masyarakat pendatang yang berbeda suku. Di Kelurahan Kotabumi Ilir ini terdapat masyarakat yang cukup


(46)

beragam dimana terdapat pula masyarakat dari suku lain. Hal ini tentu menimbulkan kontak sosial baik antar individu maupun kelompok.

Secara relatif dari segi interaksi sosial tersebut berdasarkan persepsi subjek penelitian dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Tidak intens : tidak pernah berkomunikasi dengan suku non Lampung

b. Cukup intens : cukup sering/sesekali berkomunikasi dengan suku non

Lampung

c. Intens : sering berkomunikasi dengan suku non Lampung

d. Sangat intens : sangat sering berkomunikasi dengan suku non Lampung

Kontak sosial ini menimbulkan adanya interaksi dan lambat laun timbul pula terjadi difusi dan akulturasi kebudayaan sehingga menimbulkan perubahan dan perkembangan pola pikir masyarakat Lampung yang ada di Kelurahan Kotabumi Ilir mengenai budaya yang mereka anut selama ini khususnya mengenai pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun. Selain itu faktor modernisasi juga berpengaruh dalam perkembangan dan pola pikir masyarakat pada masa kini.

Modernisasi suatu masyarakat adalah suatu proses tranformasi atau suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Modernisasi ditandai dengan sejumlah gejala yang hidup dalam masyarakat antara lain adalah majunya pendidikan, teknologi yang maju, perekonomian yang maju juga ada adanya urbanisasi yang makin hebat. Dengan adanya interaksi sosial dan modernisasi masyarakat ini sedikit banyak telah mempengaruhi perkembangan dan perubahan pola pikir masyarakat mengenai pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun.


(47)

4. Pergesaran Tata Nilai Budaya

Pergeseran tata nilai budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bergesenya nilai Budaya Begawi Cakak Pepadun bagi masyarakat susku Lampung. Budaya Lampung Begawi Cakak Pepadun dahulu mengandung nilai yang tinggi bagi masyarakat Lampung. Melalui Begawi Cakak Pepadun masyarakat Lampung dapat memiliki gelar adat yang tinggi yang tentunya akan dihormati dan oleh masyarakat Lampung lain. Namun kini masyarakat sudah

tidak menggagap bahwa Begawi Cakak Pepadun memiliki “prestise” yang cukup

tinggi. Bagi masyarakat kini memiliki kekayaan dengan segala peralatan modernnya lebih dihormati dan lebih bernilai, misalnya seseorang saat ini lebih memilih membeli mobil mewah atau rumah besar dibanding harus menghabiskan uangnya untuk melaksanakan Begawi Cakak Pepadun yang hanya mendapatkan gelar adat dengan daerah kekuasaan yang fiktif belaka.

Proses pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun memakan waktu yang cukup lama dan terasa sangat menyita waktu. Masyarakat saat ini berpendirian lebih baik mencari uang sebanyak mungkin dan memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat daripada untuk melaksanakan Begawi Cakak Pepadun yang akan menyita waktu dan dana yang besar. Pikiran manusia sekarang sudah mulai berubah dalam penghargaan dalam hal tersebut. Pandangan orang terhadap waktu sudah agak berbeda. Waktu yang dihabiskan untuk melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun selama 7 hari, dapat dimanfaatkan untuk kesibukan/kerja lain yang lebih mendesak dan penting. Sebab manusia sekarang mulai banyak dilimpahi pekerjaan-pekerjaan yang dulu tidak harus dihadapi. Oleh sebab itu


(48)

masyarakat saat ini sudah mulai berpikir “praktis” untuk sekedar mendapat penghormatan dan penghargaan dari masyarakat luas mereka dapat memperolehnya dengan jalan memiliki harta kekayaan tanpa gelar adat semata yang didapat dari upacara Begawi Cakak Pepadun yang menghabiskan dana besar dan waktu mereka yang penting.

Pada zaman sekarang ini yang serba modern, upacara Begawi Cakak Pepadun sudah sangat jarang kita temui, terutama di daerah perkotaan. Sebaliknya jika kita bandingkan dengan tahun-tahun yang lalu, masih banyak kita temui masyarakat Lampung yang melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun. Dahulu perayaan pesta perkawinan masyarakat Lampung dengan menggunakan upacara Begawi Cakak Pepadun berlangsung dengan megah dan meriah. Selain itu tamu undangan yang hadir juga banyak, bahkan masyarakat luas seperti masyarakat Lampung yang berada di luar daerah tempat diadakannya upacara Begawi Cakak Pepadun turut hadir.

Masyarakat Lampung dahulu begitu antusias untuk menyaksikan upacara Begawi Cakak Pepadun dan sangat menghargai pesta perayaan perkawinan dengan upacara Begawi Cakak Pepadun. Tetapi hal itu sangat jauh berbeda dengan saat ini di mana masyarakat Lampung sudah jarang untuk melaksanakan pesta perayaan perkawinan dengan Upacara Begawi Cakak, mereka lebih memilih untuk mengadakan pesta perkawinan biasa. Selain dari segi biaya dan waktu yang mempengaruhi masyarakat Lampung untuk tidak melaksanakan pesta perayaan perkawinan dengan upacara Begawi Cakak, masyarakat Lampung sendiri sudah menganggap bahwa perayaan perkawinan dengan Upacara Begawi Cakak sudah


(49)

tidak begitu penting lagi dan menjadi keharusan seperti dahulu. Saat ini memang masih terdapat masyarakat Lampung yang masih melaksanakan pesta perayaan perkawinan dengan upacara Begawi Cakak Pepadun, namun rangkaian acaranya tidak selengkap, semegah dan semeriah seperti pesta perayaan perkawinan dengan upacara Begawi Cakak pada zaman dahulu. Antusiasme masyarakat pun sudah mulai menurun untuk menyaksikan Upacara Begawi Cakak Pepadun. Bagi mereka menyaksikan upacara Begawi Cakak Pepadun sudah tidak begitu menarik lagi karena pada zaman modern seperti sekarang sudah banyak sarana hiburan yang lebih menarik dan mudah untuk didapat.

e. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Observasi

Menurut Wirarta (2005:37) observasi adalah data yang diperoleh dengan cara mengamati. Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Selain mengamati, peneliti juga mencatat hal-hal yang berkaitan dengan penelitiannya sehingga data tersebut nantinya yang akan diolah dalam penelitian dan dituangkan dalam skripsi.

2. Wawancara Terstruktur

Menurut Nursid (1988:106) bahwa teknik wawancara merupakan teknik data pengumpulan data yang membantu melengkapi pengumpulan data yang tidak dapat diungkapkan oleh teknik observasi. Teknik wawancara terstruktur ini dilengkapi dengan kuisioner untuk memandu setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti agar memperoleh informasi atau gambaran dari responden.


(50)

3. Teknik Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2010:231). Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder mengenai kondisi umum daerah penelitian.

f. Teknik Analisis Data

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (1989:263) dalam Nasution (2004:98), analisa data adalah proses penyederhanaan ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis tabel dalam bentuk persentase dan dianalisis. Sementara untuk data yang diperoleh dari tokoh adat akan diteliti secara kualitatif.

Langkah pertama dalam menyusun distribusi persentase adalah membagi jumlah observasi dalam masing-masing kategori variabel (f) dengan jumlah frekuensi (N). Setelah pembagian dilakukan hasilnya dikalikan dengan 100 untuk

menghasilkan persentase dan dianalisis. Selanjutnya hasil penelitian

dideskripsikan secara sistematis sebagai laporan hasil penelitian dan akhirnya ditarik kesimpulan dari hasil analisis sebagai laporan akhir penelitian ini yang dirumuskan sebagai berikut :


(51)

Rumus :

100

x N

f

Keterangan :

% = Persentase

N = Jumlah Frekuensi

f = Variabel

100 = Konstanta


(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan tentang faktor-faktor menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun pada Upacara perkawinan dalam Masyarakat Adat Suku Lampung Abung Pepadun di Kelurahan Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara dapat disimpulkan bahwa:

1. Mahalnya biaya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun menjadi faktor

penyebab menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun dalam upacara perkawinan masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir. Mayoritas responden (94%) menyatakan bahwa mahalnya biaya Begawi menjadi penyebab mereka tidak melaksanakan Begawi

2. Lamanya pelaksanaan upacara Begawi Cakak Pepadun menjadi faktor penyebab

menurunnya pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun dalam upacara perkawinan masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir. Sebagian besar responden (75%) menyatakan bahwa lamanya waktu pelakasanaan Begawi menjadi penyebab mereka tidak melaksanakan Begawi.

3. Intensnya interaksi sosial antara suku Lampung dengan suku luar Lampung


(53)

Begawi Cakak Pepadun dalam upacara perkawinan masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kotabumi Ilir. Sebagian besar responden (77%) menyatakan bahwa interaksi sosial tidak menjadi penyebab mereka tidak melaksanakan upacara Begawi Cakak Pepadun.

4. Pergeseran nilai budaya turut serta menjadi faktor penyebab menurunnya

pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun. Sebagian besar responden (68%) menyatakan bahwa pergeseran tata nilai budaya menjadi penyebab mereka tidak melaksanakan Begawi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, diberikan saran sebagai berikut:

1. Perkawinan dengan cara Begawi Cakak Pepadun merupakan salah satu dari

keberanekaragaman kebudayaan yang ada di Indonesia yang perlu dipertahankan oleh pewaris kebudayaan tersebut yaitu masyarakat adat Lampung pepadun guna menunjang kekayaan kebudayaan nasional.

2. Masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya generasi muda di Kelurahan

Kotabumi Ilir Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara hendaknya dapat mempertahankan kelestarian Upacara Begawi Cakak Pepadun, karena melalui Upacara Begawi Cakak Pepadun masyarakat Lampung dapat melestarikan banyak kebudayaan khas Lampung diantaranya Bahasa Lampung, tari-tarian Lampung, pakaian adat Lampung dan nilai-nilai positif yang terkandung dalam Upacara Begawi Cakak Pepadun.


(54)

3. Upacara Begawi Cakak Pepadun yang memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit sebaiknya lebih disederhanakan dalam pelaksanaannya, karena sesungguhnya banyak masyarakat suku Lampung yang ingin tetap melaksanakan Begawi Cakak Pepadun tetapi terkendala karena faktor biaya dan waktu. Jika Begawi Cakak Pepadun dilakukan secara lebih sederhana dapat memungkin masyarakat Lampung untuk tetap melaksanakannya.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anung. 1991. Geografi dan Kependudukan. Nindita, klaten.

Bintarto. 1989. Interaksi Desa Kota. Ghalia indonesia, Jakarta.

Daldjoeni. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Alumni, Bandung.

. 1991. Perubahan Sosial dan Tanggapan Manusia. Alumni, Bandung.

Dewi Indrawati. 2004. Faktor-faktor penyebab perubahan Begawi Cakak Pepadun pada upacra perkawinana di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan

Kabupaten Lampung Utara. Skripsi. Universitas Lampung, Bandar

Lampung.

Departemen Pendidikan Provinsi Lampung. 2001. Senjata Tradisonal Lampung.

Laboratorium Bahasa lampung. Lampung.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai

Pustaka. Jakarta.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Integrasi Nasional dalam Hubungan

Antar Suku Bangsa dan Sistem Nilai Budaya Nasional. CV Maju Jaya Ujung Pandang, Ujung Pandang.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 2008. Pakaian Upacara Adat Begawi Cakak

Pepadun . UPT Museum Negeri Provinsi Lampung , Lampung.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata wilayah Lampung. 1999. Upacara Cangget

Agung Lampung Aktualisasi Nilai-nilai Budaya Daerah Lampung bagi

Generasi Muda. UPT Museum Negeri Provinsi Lampung, Lampung.

. 1999. Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun. UPT Museum

Negeri Provinsi Lampung, Lampung.

Hadi Landak. 2012. Konsep Geografi Budaya http://hadilandak.wordpress.com/


(56)

I.Made Wirarta. 2005. Pedoman penulisan Usulan Penelitian, Skripsi,dan Tesis. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Julia Maria. 1993. Kebudayaan Orang Menggala. Universitas Indonesia, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1988. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara baru, Jakarta.

Moh. Ali . 1985. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung.

Moh. Nazir. 1982. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta.

Nanang Martono. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Nasution. 2004. Metode Research. Bumi Aksara, Jakarta.

Nurdin HK. 1989. Perubahan Nilai-Nilai di Indonesia. Alumni, Bandung.

Nursid Sumaatmadja. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa

Keruangan. Alumni. Bandung

Phil Astrid Susanto. 1988. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina

Cipta, Jakarta.

Setiawan. 2002. Deskripsi Begawi Cakak Pepadun pada perkawianan adat

Lampung di Desa Gunung Terang Kabupaten Tulang Bawang. Skripsi

Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Soejono Abdurahman.. 2005. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan

Penerapan. Rineka Cipta, Jakarta.

Subandiroso. 1988. Sosiologi Antropologi Program Pengetahuan Budaya dan

Ilmu-ilmu Sosial. Intan Periwara, Jakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung.

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.

Rineka Cipta, Jakarta.

Sumadi. 2003. Filsafat Geografi. Bahan Ajar. Universitas Lampung Press, Bandar

Lampung.

Supartono Widyosiswoyo. 1989. Antropologi dan Sosiologi. Pandega Widya


(57)

Winarno Surakhmat. 1982. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yorsi Nuzulia. 2012. Pendekatan-Pendekatan Geografi

http://learnsgeography.forumotion.net/- Diakses tanggal 15 Februari 2013.

Pukul 10:27.


(58)

(59)

KUISIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA PELAKSANAAN BUDAYA BEGAWI CAKAK PEPADUN PADA MASYARAKAT SUKU

LAMPUNG ABUNG PEPADUN DI KELURAHAN KOTABUMI ILIR KECAMATAN KOTABUMI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA A. Identitas Responden

1. Nama Responden : ………...

2. Umur : ………

3. Pendidikan : ... 4. Pekerjaan : ...

B. Pelaksanaan Begawi Balak Cakak Pepadun

5. Apakah yang anda ketahui tentang budaya Begawi Cakak pepadun?

Jawab : ………

6. Apakah anda mengetahui tentang pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun

pada Upacara perkawinan?

Jawab : ………

7. Apakah anda melaksanakan upacara perkawinan biasa tanpa

melaksanakan Upacara Begawi Cakak Pepadun

a. Ya, sebutkan alasannya

b. Tidak, sebutkan alasannya

8. Apakah anda mengetahui bahwa telah terjadi penurunan tingkat

pelaksanaan Begawi Cakak Pepadun?

a. Tahu

b. Tidak tahu

9. Apakah di lingkungan anda terdapat masyarakat suku Lampung yang

telah melaksanakan Begawi Cakak Pepadun?

a. Ya

b. tidak

10.Apakah anda pernah mengikuti atau melihat pelaksanaan upacara

Begawi Cakak Pepadun?


(60)

pelakasanan upacara Begawi Cakak Pepadun?

Jawab : ………

C. Pertanyaan yang berkaitan besarnya biaya adat

12.Berapakah gaji anda per bulan?

a. < Rp.1.000.000

b. Rp.1.000.000 - Rp.3.000.000

c. Rp.4.000.00 - Rp. 6.000.000

d. > Rp.6.000.000

13.Berapa kah dana yang anda habiskan untuk melasanakan upacara

perkawinan biasa tanpa upacara Begawi Balak Cakak Pepadun?

a. < Rp.15.000.000

b. Rp. 15.000.000- Rp. 30.000.000

c. Rp. 31.000.000- Rp. 45.000.000

d. > Rp. 45.000.000

14.Sepengetahuan anda, berapakah besarnya biaya untuk melaksanakan

upacara adat Begawi Cakak Pepadun pada Upacara perkawinan ?

a. Rp. 50.000.000 - Rp.100.000.000

b. Rp. 101.000.000 - Rp.200.000.000

c. Rp. 201.000.000 - Rp.300.000.00

d. > Rp. 300.000.000

15.Berapakah denda adat yang harus dibayarkan kepada pihak perwatin

adat?

a. < Rp.1.000.000

b. Rp.1.000.000- Rp.3.000.000

c. Rp. 4.000.00- Rp. 6.000.000

d. > Rp.6.000.000

16.Berapakah besarnya biaya yang diperlukan untuk memebuat beberapa

peralatan yang digunakan dalam Begawi Cakak Pepadun yaitu Jepano, kayu ara, kuto maro dll?

a. < Rp.1.000.000

b. Rp.1.000.000- Rp.3.000.000

c. Rp. 4.000.00- Rp. 6.000.000

d. > Rp.6.000.000

17.Berapakah jumlah kerbau yang harus disembelih sebagai syarat untuk

melaksanakan Begawi Cakak Pepadun pada Upacara perkawinan?

a. 1-2 ekor kerbau

b. 3-4 ekor kerbau


(61)

Pepadun tergolong kategori mahal?

a. Tidak Mahal

b. Cukup mahal

c. Mahal

d. Sangat mahal

19.Apakah faktor biaya yang mahal dalam pelaksanaan Begwai Balak

cakak Pepadun pada Upacara perkawinan mempengaruhi anda untuk tidak melaksanakannya?

a. Ya,sebutkan alasannya

b. Tidak, sebutkan alasannya

D. Pertanyaan yang berkaitan lamanya waktu pelaksanaan

20.Menurut anda, apakah lamanya pelaksanaan upacara Begawi Cakak

Pepadun tergolong kategori lama?

e. Tidak Lama

f. Cukup Lama

g. Lama

h. Sangat Lama

21.Berapa hari waktu yang diperlukan untuk melaksanakan upacara

Begawi Cakak Pepadun dengan pesta adat yang sempurna?

a. 3 hari

b. 5 hari

c. 7 hari

22.Apa saja kegiatan yang dilaksanakan upacara pada perkawinan dalam

Begawi Cakak Pepadun?

Jawab : ……….

23.Apakah faktor waktu yang lama dalam pelaksanaan Begawi cakak

Pepadun pada Upacara perkawinan mempengaruhi anda untuk tidak melaksanakannya?

c. Ya,sebutkan alasannya

d. Tidak, sebutkan alasannya

E. Pertanyaan yang berkaitan dengan interkasi sosial

24.Apakah disekitar lingkungan tempat anda tinggal terdapat masyarakat

pendatang yang berlainan suku?

a. Ya


(62)

b. Tidak

26.Apakah terjalin komunikasi dan hubungan yang baik antara anda dan

masyarakat pendatang?

a. Ya,sebutkan alasannya

b. Tidak, sebutkan alasannya

27.Apakah masyarakat pendatang ini diterima dengan baik di lingkungan

anda?

a. Ya,sebutkan alasannya

b. Tidak, sebutkan alasannya

28.Apakah interaksi sosial anda dengan masyarakat pendatang

mempengaruhi pola pikir anda untuk tidak melaksanakan Begawi Balak cakak Pepadun pada Upacara perkawinan anda?

a. Ya,sebutkan alasannya

b. Tidak, sebutkan alasannya

29.Menurut anda, apakah interkasi social suku Lampung dan non

Lampung tergolong kategori intens?

a. Tidak intens

b. Cukup intens

c. Intens

d. Sangat intens

30.Apakah interaksi sosial mempengaruhi anda untuk tidak melaksanakan

Begawi Balak cakak Pepadun pada Upacara perkawinan?

a. Tidak berpengaruh

b. Cukup berpengaruh

c. Berpengaruh

d. Sangat berpengaruh

F. Pertanyaan yang berkaitan dengan pergeseran tata nilai budaya

31.Menurut anda, seberapa penting pelaksanaan Upacara Begawi Cakak

Pepadun pada upacara perkawinan masyarakat suku Lampung?

a. Sangat penting

b. Penting

c. Biasa saja


(63)

b. Penting

c. Biasa saja

d. Tidak penting

33.Apakah pergeseran tata nilai budaya mempengaruhi anda untuk tidak

melaksanakan Begawi?

a. Ya,sebutkan alasannya

b. Tidak, sebutkan alasannya

34.Menurut anda, diantara keempat faktor berikut, faktor manakah yang

paling berpengaruh bagi anda untuk tidak melaksanakan upacara Begawi Balak Cakak Pepadun pada upacara perkawinan?

a. Mahalnya biaya

b. Lamanya waktu pelaksanaan

c. Interaksi sosial dengan masyarakat yang mengubah pola pikir

anda

d. Sistem tata nilai budaya yang bergeser

35.Apakah saran anda terhadap pelestarian budaya Begawi cakak

Pepadun?

Jawab : ……….

a. Lestarikan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengangkonan dalam pernikahan beda suku pada masyarakat lampung pepadun (Studi di Kecamatan Padang Ratu, Kabupaten Lampung Tengah)

3 29 86

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN PELAKSANAAN NGEDIYOU PADA MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG TERBANGGI BESAR KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 10 48

TAR PADANG DALAM PERKAWINAN ADAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG KOTA AGUNG KECAMATAN SUNGKAI SELATAN KABUPATEN LAMPUNG UTARA

0 13 46

PELAKSANAAN NGANGKEN DALAM PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PEPADUN ABUNG SIWO MEGO BUAY UNYI DI DESA SUKADANA KECAMATAN SUKADANA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2009

1 12 1

Public Perception Of Marriage Begawi Cakak Pepadun In Lampung Community Sungkai (Studies in the Village of Ketapang district South Sungkai of North Lampung)

0 10 2

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN NILAI UANG JUJUR DALAM ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN

0 4 4

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BANYAKNYA JUMLAH ANAK WANITA PUS NON AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DI KELURAHAN KOTABUMI ILIR KECAMATAN KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN 2014

0 11 53

KEPEMIMPINAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN HASIL PERKAWINAN NGAKKEN

1 8 82

BAB II LANDASAN TEORI A. Asal Usul Masyarakat Adat Lampung Pepadun - BUDAYA PERKAWINAN ADAT LAMPUNG PEPADUN DALAM PERSPEKTIF DAKWAH PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM DI KECAMATAN ANAK TUHA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH - Raden Intan Repository

0 2 42

MAKNA FILOSOFIS DI DALAM PROSESI BEGAWI ADAT CAKAK PEPADUN DI KELURAHAN MENGGALA KOTA KECAMATAN MENGGALA KABUPATEN TULANG BAWANG - Raden Intan Repository

0 3 86