iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat.
Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan dan tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak dan wawancara serta dialog di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka
masyarakat, para ahli, serta para pengamat pendidikan dan masalah sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar baik pada tingkat
lokal, nasional, dan bahkan internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi
yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan sarasehan tersebut. Berbagai alternatif
penyelesaian diajukan seperti berbagai peraturan, undang-undang, meningkatkan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat, dan sebagainya.
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan tersebut adalah pendidikan.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,
pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan
karakter bangsa yang ramai diperbincangkan. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan baru terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera tetapi memiliki daya tahan dan
dampak yang kuat di masyarakat. Kurikulum adalah jantungnya pendidikan
curriculum is the heart of education
. Oleh karena itu sudah seharusnya kurikulum memberikan perhatiannya yang lebih besar terhadap
pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan, para pemerhati pendidikan dan
anggota masyarakat lainnya di berbagai media massa, seminar dan sarasehan sudah dapat dianggap menggambarkan kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan
iv karakter bangsa. Apalagi jika dikaji bahwa apa yang dikemukakan masyarakat sebagai
kebutuhan mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa di atas secara imperatif adalah kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional. Kepedulian
masyarakat mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa telah menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah
dilakukan di berbagai direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan
berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa
akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah paling tidak untuk masa 5
lima tahun mendatang. UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, menunjukkan bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Kejuruan SMK harus diselenggarakan
secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Permasalahannya adalah apakah pendidikan di SMK telah diselenggarakan dengan baik, dan mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Untuk melihat mutu penyelenggaraan pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator. Beberapa indikator mutu hasil pendidikan yang selama ini digunakan diantaranya adalah
nilai Ujian Nasional UN, persentase kelulusan, angka
drop out
DO, angka mengulang kelas, persentase lulusan yang melanjutkan jenjang pendidikan di atasnya. Indikator-
indikator tersebut cenderung bernuansa kuantitatif, mudah pengukurannya, dan bersifat universal. Di samping indikator kuantitatif, indikator mutu hasil pendidikan lainnya yang
sangat penting untuk dicapai adalah indikator kualitatif yang meliputi: beriman dan bertakwa
v kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Indikator kualitatif tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik dan berkaitan dengan pembentukan
sikap dan perilaku wirausaha siswa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, memiliki sikap dan perilaku wirausaha serta berinteraksi dengan masyarakat.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat Ali Ibrahim Akbar, 2000, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis
hard skill
saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain
soft skill
. Penelitian ini mengungkapkan kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh
hard skill
dan sisanya 80 persen oleh
soft skill
. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan
soft skill
daripada
hard skill
. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu Pendidikan Karakter dan Pendidikan Kewirausahaan
peserta didik sangat penting untuk segera ditingkatkan. Sehubungan dengan hal tersebut, peningkatan mutu pembelajaran dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar
perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Berkaitan dengan ketercapaian tujuan pendidikan nasional terutama yang mengarah
pada pembentukan karakter, pembentukan sikap dan perilaku wirausaha peserta didik, selama ini belum dapat diketahui secara pasti. Hal ini mengingat pengukurannya cenderung
bersifat kualitatif, dan belum ada standar nasional untuk menilainya. Berdasarkan realita, berita tentang perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkoba, pencurian, tindakan
asusila, dan sejenisnya hampir seringkali menghiasi media elektronik. Bahkan, tidak sedikit ok u Guru ya g terpaksa harus er uat ura g e
a tu a ak didiknya dalam ujian nasional. Fenomena terakhir ini ditengarai melibatkan lebih banyak oknum guru. Hal
tersebut disamping kurang mantapnya karakter oknum Guru, juga diduga antara lain sebagai akibat dari kurang seimbangnya perlakuan pemerintah terhadap mata pelajaran-
mata pelajaran dalam kebijakan Ujian Nasional. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila
dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum KTSP, pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai
vi serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,
pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13
Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik
mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30. Selebihnya 70, peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika
dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30 terhadap hasil pendidikan peserta didik. Selama ini, pendidikan informal terutama dalam
lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang
tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media
elektronik ditengarai berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal
ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat
dicapai. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik
peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
vii pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Disamping itu pendidikan karakter dapat juga diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-
nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
B. Rumusan Masalah Penelitian