Pengintegrasian Pendidikan Karakter ke D

(1)

PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER KE DA

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DI KELAS

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER KE DALAM

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR

TESIS

Danang Iksan Maulana

NIM 107855001

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

2012

PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER KE DALAM

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2010 mencanangkan pelaksanaan pendidikan karakter untuk semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Program itu dilaksanakan dengan alasan pendidikan selama ini belum berhasil mengantarkan generasi bangsa menjadi generasi yang memiliki kepribadian yang dapat membawa bangsa ini lebih bermartabat. Dunia pendidikan baru mampu melahirkan lulusan dengan kemampuan akademik yang cukup. Kemampuan akademik itu cenderung hanya bersifat kemampuan intelektualitas (kognitif), belum diimbangi dengan kepribadian yang dapat menunjukkan karakter yang kuat. Intelektualitas yang tinggi dan karakter yang kuat akan menentukan martabat seseorang. Apabila seseorang memiliki intelektualitas yang tinggi dan karakter yang kuat, maka dia akan menjadi manusia yang bermartabat. Sebaliknya apabila seseorang memiliki intelektualitas yang rendah dan karakter yang lemah, maka dianggap rendah martabatnya. Demikian juga apabila seseorang memiliki intelektualitas yang tinggi tetapi karakternya rendah juga kurang bermartabat, karena kemampuan intelektualitasnya tidak bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan orang banyak, bahkan apabila tidak hati-hati akan mencelakakan dirinya dan juga orang lain.


(3)

Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (1) pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Lebih lanjut dalam pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada prinsipnya adalah untuk membentuk karakter peserta didik dengan jalan mengembangkan segala potensinya agar dapat dipergunakan untuk menjalani kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, lingkungan, bangsa, dan negaranya. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan pengembangan-pengembangan pembelajaran yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendidikan secara komprehensif dalam rangka membentuk karakter peserta didik yang tangguh tidak dapat hanya dipahami dalam jangkauan jangka


(4)

pendek yang hasilnya dapat dilihat seketika setelah proses pendidikan berlangsung.

Menurut Samani (2011:6) pendidikan dapat dipahami dalam tiga jangkauan, yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Jangka pendek pendidikan dipahami sebagai proses pembelajaran artinya menekankan bagaimana peserta didik belajar. Jangka menengah pendidikan dipahami sebagai persiapan bekerja artinya menekankan apa yang dipelajari selama pembelajaran sehingga memiliki bekal dalam menapaki kehidupan setelah lulus. Jangka panjang pendidikan dipahami sebagai proses pembudayaan artinya pendidikan juga harus menanamkan nilai-nilai kehidupan untuk membangun karakter peserta didik. Karakter inilah yang akan mewarnai kehidupan peserta didik setelah dewasa dalam menjalani kehidupan nyata. Tiga cara pandang tersebut harus dipahami secara utuh dalam satu kesatuan secara simultan. Ketiga-tiganya semestinya dibelajarkan di sekolah secara proporsional. Tidak ada yang lebih dipentingkan diantara ketiganya.

Sudah banyak para ahli dan praktisi pendidikan yang memikirkan dan melaksanakan pendidikan jarak pendek tetapi untuk jangka menengah dan jangka panjang masih membutuhkan pemikiran untuk memperoleh model yang efektif dan efisien. Jangkauan pendidikan jangka panjang adalah mengantarkan peserta didik menjadi insane yang berkarakter sehingga dia menjadi manusia yang bermartabat. Manusia yang bermartabat adalah manusia yang paripurna (Raditya & Millah, 2009:141), yaitu manusia yang terkembangkan segala potensinya


(5)

secara layak. Indikasi terkembangnya seluruh potensi individu dalam proses pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan orang banyak, kepribadiannya menjadi lebih dewasa, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan solusi yang arif dan bijak, serta spiritualitasnya menjadi lebih meningkat dan kokoh.

Untuk membenahi pendidikan agar sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan merumuskan program pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah upaya sistematis penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter bertujuan membentuk pribadi peserta didik yang baik dengan harapan dapat menjadi warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Kriteria pribadi, warga masyarakat, dan warga negara yang baik adalah yang memiliki nilai-nilai sosial yang bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsanya serta nilai-nilai itu diterapkan dalam perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pendidikan karakter pada hakekatnya adalah pendidikan nilai, yaitu pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri dalam rangka membina karakter kepribadian generasi muda bangsa (Dinas Pendidikan Jatim, 2010:15).

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan Presiden Soekarno sudah mencanangkan nation and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter bangsa


(6)

Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Desain Induk Pendidikan Karakter Kemendiknas, 2011:251). Pada masa orde baru ada program penataran P-4, pada masa reformasi ada program pengintegrasian iman dan taqwa (imtaq) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ke dalam pembelajaran di setiap mata pelajaran. Namun hingga saat ini belum menunjukkan hasi yang optimal, dengan indikasi dari banyaknya fenomena sosial yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter. Ketidakberhasilan program terdahulu disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya (1) program itu baru sekedar wacana, belum diikuti dengan aksi nyata yang operasional dan terukur, (2) program itu cenderung bersifat indoktrinasi, (3) tidak ada model sehingga para guru dan pengelola sekolah yang kurang kreatif dan inovatif sulit untuk melaksanakannya, dan (4) program itu dalam pelaksanaannya cenderung bersifat pengajaran buku pendidikan yang mengutamakan pembiasaan dalam praktek dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu agar program pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini tidak bernasib sama dengan program sebelumnya perlu adanya model yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi guru dan pengelola sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter.

Untuk mewujudkan harapan pendidikan nasional sebenarnya dalam kurikulum sudah ada beberapa mata pelajaran yang dapat mengakomodasi untuk mengembangkan karakter peserta didik, yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama.


(7)

Menurut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, salah satu standar kompetensi lulusan (SKL) SD, SMP, dan SMA dalam substansi mata pelajaran IPS adalah menghargai keberagaman agama, budaya, suku, rasa, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar yang dimaksud dari lingkungan desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional.

IPS menurut Depdiknas (2006) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP. IPS mengkaji seperangkat peristiwa fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Pengorganisasian materi mata pelajaran IPS pada jenjang pendidikan SD/MI menganut pendekatan terpadu, artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun dengan tidak mengacu pada disiplin ilmu sosial yang terpisah, melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata (real) siswa sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berfikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilakunya (Supriyadi, 2008:160).

Dalam paradigma pendidikan sebelumnya, mata pelajaran IPS dianggap oleh sebagian besar siswa sekolah dasar sebagai mata pelajaran yang membosankan, karena dalam proses pembelajarannya kurang mengikutsertakan peran siswa, Model yang diterapkan bersifat monoton, dan guru jarang menggunakan media pembelajaran yang menarik, serta guru cenderung


(8)

memerankan dirinya sebagai pusat pembelajaran. Sebagaimana dikemukakan Al Muchtar (2004:5), bahwa “IPS merupakan bidang studi yang menjemukan dan kurang menantang minat belajar siswa, bahkan lebih dari itu IPS dipandang sebagai mata pelajaran kelas dua oleh siswa maupun oleh orang tua siswa”. Sebagian besar dari mereka tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana yang diajarkan yaitu dengan sesuatu yang abstrak dan Model ceramah. Padahal mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja.

Hal tersebut sangat jelas akibatnya jika ditinjau dari mutu lulusan SD mereka tidak mempunyai kecakapan yang memadai maupun file skill yang dibutuhkan dalam kehidupan mereka. Guru sebagai pelaku agen perubahan pendidikan harus mampu berinovasi agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di lingkungan tingkat lokal, nasional, dan global.

Terhadap kenyataan pembelajaran IPS seperti itu mengundang banyak kritik, seperti dikemukakan Stopsky dan Sharon Lee (2004:90) yang kritikannya menyebutkan bahwa IPS adalah:

1. Mata pelajaran yang abstrak, terlalu teoritis, dan tidak membumi; 2. Mata pelajaran yang membosankan;


(9)

3. Tidak ada kontribusi dalam masyarakat, karena hanya membicarakan fakta, data, konsep, generalisasi, teori, dan hukum;

4. Pembelajaran yang bersumber pada buku teks;

5. Guru tidak dapat membelajarakan keterampilan berpikir;

6. Guru IPS cenderung berasumsi bahwa tugas mereka adalah memindahkan pengetahuan dan keterampilan yang ada pada dirinya kepada siswa secara utuh (transfer knowledge to the brain of the student).

Pemerintah selalu berusaha memperbaiki mutu pendidikan. Dengan pemberlakuan kurikulum 2004, yang disempurnakan menjadi KTSP 2006. Pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada siswa (student centered), metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Materi pembelajaran tidak hanya konsep, teori, dan fakta tapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak lagi tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi terdiri dari hal-hal yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis. Agar materi pembelajaran tersusun atas hal-hal yang kompleks, guru harus menentukan suatu pendekatan, strategi, model, maupun media sesuai dengan kompetensi dasar.

Dalam pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa :

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan


(10)

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Depdiknas 2003).

Terkait dengan pasal tersebut dapat dicermati bahwa selain perkembangan potensi anak secara kognitif, dan psikomotor atau kecakapan hidup, pemerintah sangat menekankan perkembangan aspek afektif yang sangat penting sebagai bekal anak dalam menjalani kehidupan sosial di masyarakatnya kelak. Akan tetapi, fenomena hidup dalam masa ini seringkali membingungkan baik bagi orang tua maupun anak-anak. Ada banyak hal yang berubah dalam segi politik, sosial ekonomi, moral, dan spiritual. Di tengah perubahan itu tampak melemahnya penegakan disiplin dan peraturan, sehingga apa yang benar dan apa yang salah tidak menjadi jelas. Dengan kata lain, batas-batas moral semakin kabur. Penegakan disiplin, peraturan dan batas-batas moral menjadi tidak jelas dalam kehidupan seorang siswa. Selain itu meningkatkan sikap egoisme dan pelanggaran terhadap hak-hak orang dengan melakukan kekerasan terhadap orang lain semakin marak. Perselisihan paham dan sikap mau menang sendiri, berkembang menjadi pertengkaran dan perkelahian. Kesalahan kecil antara dua orang, yang tidak terselesaikan, berkembang menjadi perkelahian.

Hal lain yang sangat memprihatinkan adalah sikap siswa yang berubah, banyaknya keluhan ketika terjadi interaksi antara orang tua dan guru tentang siswa. Banyak orang tua melaporkan anaknya enggan pergi ke sekolah, anak takut


(11)

maju ke depan kelas ketika mendapat giliran atau anak tidak ada kemauan untuk belajar. Guru menyatakan bahwa banyak siswa kurang menunjukkan kesungguhan dalam belajar dan kurang berusaha, terlambat datang, sering tidak membuat tugas, menyontek, kurang ramah, angkuh, meremehkan, bersikap kurang ajar, menentang, dan berkecenderungan balas dendam, kurang tegar dan kurang tangguh dalam menghadapi tekanan.

Tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan berbagai karakter manusia Indonesia, walaupun dalam penyelenggaraannya masih jauh dari apa yang dimaksudkan dalam Undang-Undang. Secara singkat, pendidikan nasional seharusnya pendidikan karakter bukan pendidikan adakemik semata. Akan hal ini, kami menegaskan ukuran keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka ujian, seperti halnya ujian nasional adalah sebuah kemunduran, karena dengan demikian pembelajaran akan menjadi sebuah proses menguasai keterampilan dan mengakumulasi pengetahuan (Dharma, 2011:8-9).

Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Membangun karakter dari pintu pendidikan formal, namun juga melalui pendidikan informal


(12)

dan non formal. Selama ini, ada kecenderungan pendidikan formal, informal, dan non formal, berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Akibatnya, pendidikan karakter sekolah menjadi tanggung jawab secara parsial.

Implementasi pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran tidak dapat dilaksanakan apabila guru belum bisa mengintegrasikan ke dalam perangkat pembelajaran. Dalam pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam perangkat pembelajaran tidak dapat di integrasikan secara begitu saja, melainkan harus menyesuaikan terlebih dahulu nilai-nilai karakter dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam membuat perangkat pembelajaran dalam hal ini RPP guru harus memperhatikan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang tertuang dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

Berdasarkan beberapa kajian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Pengintegrasian Pendidikan Karakter Ke Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Di Kelas Tinggi Sekolah Dasar”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan fokus penelitian pada kelas tinggi khususnya kelas IV SDN 8 Karangharjo Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perangkat pembelajaran sebelum dan sesudah dikembangkan pembelajaran berbasis pendidikan karakter?


(13)

2. Bagaimanakah implementasi sebelum dan sesudah dikembangkan pembelajaran berbasis pendidikan karakter?

Untuk menjawab fokus masalah pada point 2 perlu dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Nilai-nilai karakter apa saja yang sesuai diintegrasikan ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar ?

b. Bagaimanakah pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar?

c. Bagaimanakah perilaku siswa sebelum dan sesudah dikembangkan pembelajaran berbasis pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan:

1. Mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis pendidikan karakter.

2. Mengembangkan implementasi ke pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan beberapa aspek sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi nilai-nilai karakter apa saja yang sesuai ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar

b. Mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar


(14)

c. Mendeskripsikan perilaku siswa sebelum dan sesudah dikembangkan pembelajaran berbasis pendidikan karakter?

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, pengintegrasian pendidikan karakter pada penelitian ini, belum sampai menghasilkan pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter yang benar-benar ideal. Hasil penelitian ini baru terbatas pada mata pelajaran IPS kelas tingg yang dilaksanakan di SDN 8 Karangharjo Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam rangka pengembangan lebih lanjut pembelajaran berbasis pendidikan karakter mata pelajaran IPS Kelas tinggi SD atau pun pada mata pelajaran dan kelas lainnya. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat bagi guru dan siswa. Bagi guru, pertama untuk memberi pandangan yang luas, khususnya guru kelas tinggi dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter bangsa. Manfaat bagi siswa adalah pembentukan nilai-nilai karakter.

3. Peneliti Lain Yang Sejenis

Dapat memberikan gambaran tentang pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter mata pelajaran IPS Kelas IV SD, sehingga dijadikan acuan bagi para pelaku pendidikan dimasa yang akan datang.


(15)

E. Definisi Operasional Variabel

1. Perangkat pembelajaran mencakup Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, Lembar Tes Hasil Belajar, dan Bahan Ajar Siswa.

2. Pengintegrasian adalah menggabungkan antara pendidikan karakter yang berupa nilai-nilai ke dalam suatu pembelajaran

3. Pendidikan Karakter Bangsa adalah upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Ada 18 pilar nilai pendidikan karakter oleh Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur.


(16)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Tentang Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut kearah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebijakan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan


(17)

masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa dari generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.

Akar kata “karakter” dapat diacak dari sebuah kata Bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, dan ”kharax”, yang maknanya “tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan dalam bahasa Perancis “caractere” pada abad ke -14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character”, sebelum akhirnya menjadi Bahasa Indonesia “karakter” (John, 2010:vii).

Dalam kamus Poerwardarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain Poerwardarminta (2008-45). Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma. Interkasi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan


(18)

tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan siswa dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa.

Istilah karakter merujuk pada ciri khas, perilaku khas seseorang atau dihubungkan dengan kepribadian, tetapi kedua kata ini mengandung makna yang berbeda. Kepribadian pada dasarnya merupakan sifat bawaan, sedangkan karakter terdiri atas perilaku-perilaku yang diperoleh dari hasil belajar. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internasilasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Pendidikan karakter menurut Sigmund Freud (dalam Din Wahyudi, 2006:75) character is striving with underly behavior, karakter merupakan kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu sistem daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang bisa ditampilkan secara mantap. Karakter juga merupakan internalisasi nilai-nilai yang semula bersala dari lingkungan menjadi bagian dari kepribadiannya. Selanjutnya karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, menjadi nilai intrinsik yang


(19)

melandasi sikap dan perilaku kita. Jadi karena karakter melandasi sikap dan perilaku manusia, tentu karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk, dibangun, dan ditumbuhkembangkan. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Hellen Keller (dalam John, 2010:viii) “Character cannot be develop in ease and quite only through experiences of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition, inspired, and success achieved”.

2. Fungsi Pendidikan Karakter

Fungsi pendidikan karakter bangsa adalah a) pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, ini bagi peserta didik yang memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter bangsa, b) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat, c) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dari budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa yang bermartabat.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Adapun tujuan pendidikan karakter bangsa adalah a) mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa, b) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang


(20)

religius, c) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, d) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan, e) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). 4. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.

a. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama, atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. b. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas

prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut pancasila. Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan karakter bangsa


(21)

bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sebagai warga negara.

c. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota msyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan karakter bangsa.

d. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan karakter bangsa sebagai berikut:


(22)

Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa

NO NILAI DESKRIPSI

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki

7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

8 Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

9 Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

10 Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya


(23)

11 Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa

12 Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain

13 Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain

14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya

15 Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya

16 Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

17 Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan

18 Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur 2010

Pada prinsipnya, pengembangan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan


(24)

nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.

Prinsip pengembangan yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.

Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:

a. Berkelanjutan

Mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.

b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah

Mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan


(25)

kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar 2.1. Pengembangan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur 2010

Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini:

Gambar 2.2 Pengembangan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur 2010 NILAI

MATA

PENGEMBANGAN

BUDAYA

NIL

MP MP MP MP MP MP MP


(26)

c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan

Mengandung makna bahwa materi pendidikan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa, artinya nilai-nilai itu tidak akan dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran lain. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang harus selalu diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai karakter bangsa tidak dinyatakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.

d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip “Tut Wuri Handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan


(27)

perkenalan terhadap peserta pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut:

a. Program Pengembangan Diri

Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut (1) kegiatan rutin sekolah. Merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat, (2) kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perubahan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga, (3) keteladanan


(28)

yaitu perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya, (4) pengkondisian. Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai karakter bangsa yang diinginkan.

b. Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran

Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam Silabus dan RPP.

c. Budaya Sekolah

Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual. Harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses pengambilan keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral, serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Pengembangan


(29)

nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

d. Pengembangan Proses Pembelajaran

Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada peserta didik, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat. e. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian pencapaian pendidikan karakter didasarkan pada indikator. Penilaian dilakukan secara terus menerus menggunakan model anectodal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan). Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Dari hasil pengamatan, catatan anecdotal, tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini:


(30)

Tabel 2.2 Pertimbangan Pencapaian Indikator

BT: Belum Terlihat Apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator MT: Mulai Terlihat Apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan

adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten

MB: Mulai Berkembang Apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten

Mbd: Membudaya Apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur 2010

5. Keterkaitan Nilai dan Indikator untuk Sekolah Dasar Kelas Tinggi Tabel 2.3 Keterkaitan Nilai dan Indikator untuk SD Kelas Tinggi

Nilai Indikator

Kelas 4 s.d 6

Religius:

Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

 Mengagumi sistem dan cara kerja organ-organ tubuh manusia yang sempurna dalam sinkronisasi fungsi organ.

 Bersyukur kepada Tuhan karena memiliki keluarga yang menyayanginya.

 Merasakan kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai keteraturan dalam berbahasa.


(31)

sebagai keperluan untuk hidup bersama.

 Membantu teman yang memerlukan bantuan sebagai suatu ibadah atau kebajikan

Jujur:

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan, tindakan, dan pekerjaan

 Tidak meniru pekerjaan temannya dalam mengerjakan tugas di rumah

 Mengatakan dengan sesungguhnya sesuatu yang terjadi atau yang dialaminya.

 Mau bercerita tentang kesulitan menerima pendapat temannya

 Mengemukakan pendapat tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya.

 Mengemukakan ketidaknyamanan dirinya dalam belajar di sekolah

Toleransi:

dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

 Menjaga hak teman yang berbeda agama untuk melaksanakan ajaran agamanya.

 Menghargai pendapat yang berbeda sebagai sesuatu yang alami dan insan.

 Bekerja sama dengan teman yang berbeda agama, suku, dan etnis dalam kegiatan-kegiatan kelas dan sekolah.

 Bersahabat dengan teman yang berbeda pendapat.

Disiplin:

Tindakan yang

menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

 Menyelesaikan tugas pada waktunya.

 Saling menjaga dengan teman agar semua tugas-tugas kelas terlaksana dengan baik

 Selalu mengajak teman menjaga ketertiban kelas.  Mengingatkan teman yang melanggar peraturan


(32)

dengan kata-kata sopan dan tidak menyinggung.  Berpakaian sopan dan rapi.

 Mematuhi aturan sekolah.

Kerja keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

 Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi

 Mencari informasi dari sumber-sumber di luar sekolah.

 Mengerjakan tugas-tugas dari guru pada waktunya  Fokus pada tugas-tugas yang diberikan guru di

kelas.

 Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang dibaca, diamati, dan didengar dengar untuk kegiatan kelas.

Kreatif:

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki

 Membuat berbagai kalimat baru dari sebuah kata.  Bertanya tentang sesuatu yang berkenaan dengan

pelajaran tetapi di luar cakupan materi pelajaran.  Membuat karya tulis tentang hal baru tapi terikat

dengan materi pelajaran.

 Melakukan penghijauan atau penyegaran halaman sekolah.

 Menyadari bahwa setiap perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilakukan bersama oleh berbagai suku, etnis yang ada di Indonesia.

Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan

tugas- Mencari sumber untuk menyelesaikan tugas sekolah tanpa bantuan pustakawan sekolah.

 Mengerjakan PR tanpa meniru pekerjaan temannya.


(33)

tugas.

Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

 Membiasakan diri bermusyawarah dengan teman-teman.

 Menerima kekalahan dalam pemilihan dengan ikhlas.

 Mengemukakan pendapat tentang teman yang jadi pemimpinnya.

 Memberi kesempatan kepada teman yang menjadi memimpinnya untuk bekerja.

 Melaksanakan kegiatan yang dirancang oleh teman yang menjadi pemimpinnya.

Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

 Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran  Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang

baru terjadi.

 Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru didengar.

 Bertanya tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di luar yang dibahas di kelas.

Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

 Turut serta dalam panitia peringatan hari pahlawan dan proklamasi kemerdekaan.

 Menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara di kelas.


(34)

kelompoknya  Menyukai berbagai upacara adat di nusantara.  Bekerja sama dengan teman dari suku, etnis,

budaya lain berdasarkan persamaan hak dan kewajiban.

 Menyadari bahwa setiap perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilakukan bersama oleh berbagai suku, etnis yang ada di Indonesia.

Cinta Tanah Air:

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa

 Mengagumi posisi keografis wilayah Indonesia dalam perhubungan laut dan udara dengan negara lain.

 Mengagumi kekayaan budaya dan seni di Indonesia.

 Mengagumi keragaman suku, etnis, dan bahasa sebagai keunggulan yang hadir di wilayah negara Indonesia.

 Mengagumi sumbangan produk pertanian, perikanan, flora, dan fauna Indonesia bagi dunia.  Mengagumi peran hutan Indonesia bagi dunia.  Mengagumi peran laut dan hasil laut Indonesia

bagi bangsa-bangsa di dunia.

Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan

 Rajin belajar untuk berprestasi tinggi

 Berlatih keras untuk menjadi pemenang dalam berbagai kegiatan olahraga dan kesenian di sekolah.

 Menghargai kerja keras guru, kepala sekolah, dan personalia lain.


(35)

orang lain mengembangkan berbagai potensi dirinya melalui pendidikan dan kegiatan lain.

 Menghargai hasil kerja pemimpin dalam menyejahterakan masyarakat dan bangsa.

 Menghargai temuan-temuan yang telah dihasilkan manusia dalam bidang ilmu, teknologi, sosial, budaya, dan seni.

Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

 Memberikan pendapat dalam kerja kelompok di kelas.

 Memberi dan mendengarkan pendapat dalam diskusi kelas.

 Aktif dalam kegiatan sosial dan budaya kelas.  Aktif dalam kegiatan organisasi di sekolah.

 Berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

 Mendamaikan teman yang sedang berselisih.  Menggunakan kata-kata yang menyejukkan emosi

teman yang sedang marah.

 Ikut menjaga keamanan barang-barang di kelas.  Menjaga keselamatan teman di kelas/ sekolah dari

perbuatan jahil yang merusak.

Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

 Membaca buku dan tulisan yang terkait dengan mata pelajaran.

 Mencari bahan bacaan dari perpustakaan daerah.  Membaca buku novel dan cerita pendek.


(36)

 Membaca buku atau tulisan tentang alam, sosial, budaya, seni, dan teknologi.

Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkannya.

 Mengunjungi rumah yatim dan orang jompo.  Menghormati petugas-petugas sekolah.

 Membantu teman yang sedang memerlukan bantuan.

 Menyumbang darah untuk PMI.

Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

 Membersihkan WC.

 Membersihkan tempat sampah.  Membersihkan lingkungan sekolah.

 Memperindah kelas dan sekolah dengan tanaman.  Ikut memelihara taman di halaman sekolah.

 Ikut dalam kegiatan menjaga kebersihan lingkungan.

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur 2010

B. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dijelaskan bahwa pelajaran ini memiliki ciri khas, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan karakter sosial. Hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.


(37)

Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah suatu pendekatan interdisipliner (Inter disciplinary Approach) dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan gabuangan ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi atau terpadu. Pengertian terpadu, bahwa bahan atau materi IPS diambil dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan dan tidak terpisah-pisah dalam kotak disiplin ilmu, seperti : konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.

Jadi karakteristik mata pelajaran IPS harus diimpelentasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik misalnya menjadi mudah berempati kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan, mengerti peraturan yang berlaku misalnya dilarang membuang sampah sembarangan dan mencoret-coret fasilitas sekolah, dan mampu menghargai jasa para pahlawan bangsa.

C. Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar

Kegiatan pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2006, diselenggarakan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Suharjo (2006:85), mengemukakan tujuan pembelajaran yang secara eksplisit diusahakan dicapai melalui tindakan pembelajaran tertentu dinamakan instructional effects sedangkan tujuan pembelajaran yang lebih merupakan hasil sampingan dari pembelajaran dinamakan nurturant effects. Instructional effects biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan nurturant effects tercapainya karena siswa menghadapi suatu sistem lingkungan belajar tertentu,


(38)

misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat terbuka menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin, dan sebagainya karena siswa menghayati pengalaman berupa diskusi kelompok/ kelas.

Pidarta (2007:6) mengemukakan istilah belajar-mengajar berubah karena proses mengajar pada perkembangan terakhir tidak lagi tekanannya sama antara peserta didik dan pendidik, melainkan tekanan utamanya pada peserta didik. Peserta didiklah yang aktif belajar mengembangkan diri, kepribadian, bakat, pengetahuan, dan keterampilannya untuk menjadi manusia dewasa yang dapat mandiri dan menjadi warga negara yang baik. Sementara itu pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator, yaitu merencanakan dan menyiapkan serta mengatur segala sesuatu untuk keperluan belajar peserta didik.

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menekankan makna dan mengaktifkan siswa, menyatakan pembelajaran yang efektif berarti pencapaian atau penguasaan peserta didik terhadap materi ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan dan guru tidak dapat “memindahkan” pemahamannya kepada pikiran siswa, siswa sendiri yang mengkonstruknya (Samani, 2007:165).

Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.


(39)

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi konsep dasar dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya).

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.


(40)

b. Maksud dan Tujuan IPS

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;

3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;

4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

c. Ruang Lingkup Materi IPS

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1) manusia, tempat, dan lingkungan; 2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; 3) sistem sosial dan budaya; dan


(41)

D. Definisi Perangkat Pembelajaran

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20, “perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.

1. Silabus

Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987:98). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai SK dan KD. Seperti diketahui, dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran, terlebih dahulu perlu ditentukan SK yang berisikan kebulatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan sistem evaluasi untuk mengetahui pencapaian SK. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum dan pembelajaran menjawab pertanyaan a) apa yang akan diajarkan (SK, KD, dan materi pembelajaran), b) bagaimana cara melaksanakan kegiatan pembelajaran, metode, media, c) bagaimana dapat diketahui bahwa SK dan KD telah tercapai (indikator dan penilaian).


(42)

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/ atau kelompok mata pelajaran/ tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) memiliki komponen sebagai berikut: a) tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran dikembangkan dari indikator dengan melengkapi komponennya. Seperti diketahui rumusan tujuan yang lengkap mengandung empat komponen,


(43)

yaitu A, B, C, dan D, yang merupakan singkatan dari Audience, yaitu pebelajar, Behavior, yaitu tingkah laku yang diharapkan muncul sebagai hasil belajar. Condition adalah segala sesuatu seperti media, sarana, alat yang disediakan sehingga tingkah laku yang diharapkan dapat terjadi, sementara Degree adalah kriteria ketercapaian tujuan. Tidak semua rumusan tujuan memiliki rumusan dengan empat komponen, seringkali sulit atau tidak perlu dilakukan karena rumusan sudah cukup operasional. b) materi pembelajaran, adalah uraian ringkas mengenai materi pembelajaran yang dipilih untuk mendukung pencapaian tujuan. Uraian harus dibuat sedemikian rupa sehingga tampak jelas kesesuaian antara materi yang dipilih tersebut dengan tujuan. Disamping itu uraian juga diberikan sedemikian rupa sehingga tampak sistematika dan urutan penyajian serta keluasaan dan kedalaman sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. c) metode pembelajaran menjelaskan tentang metode/ strategi pembelajaran apa yang dipilih, diikuti dengan langkah-langkah pembelajaran berupa scenario yang terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. d) sumber belajar menjelaskan mengenai daftar referensi yang diperlukan sarana dan prasarana yang digunakan sebagai sumber belajar, media, atau alat selama proses belajar mengajar sehingga memungkinkan tercapainya kompetensi. Sumber belajar dapat berupa bahan tercetak, lingkungan sekolah, kebun, termasuk juga alat-alat yang digunakan sebagai alat bantu dalam proses belajar. e) penilaian hasil


(44)

belajar, pada bagian ini ditulis mengenai strategi penilaian yang dipilih serta kapan penilaian itu dilakukan.

Dalam penelitian ini, untuk menyusun RPP mengacu pada Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, yang meliputi : a) Identitas Mata Pelajaran/ Tema, b) Standar Kompetensi, c) Kompetensi Dasar, d) Indikator Pencapaian Kompetendi, e) Tujuan Pembelajaran f) Materi Ajar, g) Alokasi Waktu, h) Metode Pembelajaran, i) Kegiatan Pembelajaran yang terdiri dari: 1) Kegiatan Pendahuluan, 2) Kegiatan Inti, dan 3) Kegiatan Penutup, j) Penilaian Hasil Belajar, k) Sumber Belajar.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar kerja siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya.

Lembar kerja siswa (LKS) adalah perangkat pembelajaran yang menjadi pendukung buku dalam pencapaian kompetensi dasar siswa. Lembar ini diperlukan guna mengarahkan proses belajar siswa, dimana pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik, maka dalam serangkaian langkah aktivitas siswa harus berkenaan dengan tugas-tugas dan pembentukan konsep mata pelajaran atau tema. Dengan adanya


(45)

lembar kerja siswa ini, maka partisipasi aktif peserta didik sangat diharapkan, sehingga dapat memberikan kesempatan lebih luas dalam proses konstruksi pengetahuan dalam dirinya (Depdiknas, 2008:13).

4. Lembar Tes Hasil Belajar

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Kompetensi Dasarnya dapat dicapai. untuk mengetahui tercapai tidaknya KD, guru perlu mengadakan tes setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Fungsi tes hasil belajar ini adalah memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi siswa yang belum berhasil.

5. Bahan Ajar Siswa

Dick, carey and Carey (2001:245) mengemukakan bahwa “the instructional materials contain the content-either written, mediated, or facilitated by an instructor-that a student will use to achieve the objectives”. Bahan ajar berisi konten-tertulis, melalui media, atau difasilitasi guru-guru yang digunakan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan. Dengan memperhatikan pengertian bahan ajar tersebut, banyak bahan ajar yang dapat digunakan


(46)

dan dikembangkan guru untuk membantu siswa menguasai kompetensi yang diharapkan. Adapun langkah-langkah dalam menulis buku sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah : a) menganalisis kurikulum, b) menentukan judul buku yang akan ditulis, c) merancang outline buku agar memenuhi aspek kecukupan, d) mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan, e) menulis buku dengan memperhatikan kebahasaan yang sesuai dengan pembacanya, f) mengedit dan merevisi hasil tulisan, g) memperbaiki tulisan, h) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan (Depdiknas, 2008:19-20).

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan, Indah Wahyuni (2011) dari Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik Berwawasan Pendidikan Karakter Bangsa Kelas III Sekolah Dasar”. Proses pengembangan dalam penelitian ini telah menghasilkan perangkat pembelajaran tematik berwawasan pendidikan karakter bangsa untuk kelas I Sekolah Dasar. Tahapan pengembangan perangkat pembelajaran ini mengacu pada teori Thiagarajan yang dikenal dengan Model 4-D, yang terdiri dari 4 tahapan yaitu: Define, Design, Develop,danDissemination. Salah satu kendala yang dihadapi oleh peneliti dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini adalah pelaksanaan pada tahap keempat yaitu Disseminate


(47)

(diseminasi). Peneliti tidak dapat melaksanakan tahapan diseminasi karena berbagai faktor, antara lain keterbatasan waktu dan biaya.

Respon siswa terhadap pembelajaran tematik berwawasan pendidikan karakter bangsa termasuk dalam kategori sangat baik. Pada kegiatan uji coba terbatas rata-rata respon siswa sebesar 3,48 sedangkan pada kegiatan uji coba luas rata-rata respon siswa sebesar 3,46.

Hasil penelitian lainnya, Machful Indra Kurniawan (2012) dari program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Integrasi pendidikan Karakter Ke Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Di Sekolah Dasar”. Teknik analisis datanya, meliputi: analisis kesesuaian nilai karakter dengan SK dan KD PKN SD, analisis perangkat pembelajaran PKN berbasis karakter SD, dan analisis hasil penerapan perangkat pembelajaran berbasis karakter PKn di SD terhadap karakter siswa, sesuai yang diharapkan.

Nilai-nilai karakter setelah dianalisis yang sesuai diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PKn di kelas IV SD, yaitu : Peduli Sosial, Bersahabat, Cerdas, Cinta Tanah Air, Demokratis, disiplin, jujur, kerja keras, kreatif, menghargai prestasi, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, tanggung jawab, dan toleransi. Kesimpulan penelitian ini terhadap 3 perilaku berkarakter (Kreatif, Cerdas, dan Bekerja Sama) adalah siswa dapat menunjukkan perilaku berkarakter dengan predikat memuaskan.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model naturalistik, Nasution (2003:5-7) mengemukakan motede penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkapkan gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden. Apa yang dilakukan oleh peneliti kualitatif banyak persamaannya dengan detektif atau jurnalis yang terjun ke lapangan untuk mempelajari manusia tertentu dengan mengumpulkan data yang banyak. (Pidarta, 2008:19) Penelitian bersifat evaluatif, yang bertujuan menilai objek-objek yang akan diteliti.

Berdasarkan permasalahan penelitian maka sesuai dengan ciri-ciri penelitaian kualitatif, yaitu:

1. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung. Situasi pendidikan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan


(49)

masyarakat, sebagaimana adanya (alami) tanpa dilakukan perubahan dan intervensi oleh peneliti, merupakan objek bagi penelitian kualitatif.

2. Penelitian kualitatif, sifatnya eksploratif (Silalahi, 2003:55). Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, cuplikan tertulis dari dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti dilokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan bilangan statistik. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, melalui analisis komparasi, sepanjang tidak menghilangkan data aslinya. Hasil analisis berupa pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian. Hakikat pemaparan pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, bagaimana suatu fenomena itu terjadi dalam konteks lingkungannya. Sehingga mampu menghasilkan judgment mengenai konsep-konsep dan makna yang terkandung dalam data hasil pengamatan dan teknik-teknik lainnya.

3. Tekanan peneliti kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengungkap suatu proses bukan hasil dari suatu kegiatan. Apa yang dia lakukan, mengapa hal itu dilakukan dan bagaimana cara melakukannya,memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak bisa dilakukan dengan ukuran frekuensi atau perhitungan enumirasi.

4. Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan, yakni fakta empiris atau induktif. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang


(50)

terjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut.

5. Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Penelitian kualitatif mengutamakan kepada bagaimana orang mengartikan hidupnya, dalam pengertian participant perspectives: Makna yang diungkap berkisar pada asumsi-asumsi apa yang dimiliki orang mengenai hidupnya. Misalnya penelitian dalam bidang pendidikan, memusatkan bagaimana pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar dilaksanakan selama ini. Pemaparan hasil penelitian ini nantinya diharapkan bisa memperbaiki pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter di masa yang akan datang.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan positivistik dengan menguji coba konsep. Sehubungan dengan itu, pada penelitian menguji coba konsep mula-mula konsep itu dipelajari kemudian diujicobakan di lapangan. Sebelum diuji coba dilakukan penilaian. Hasil penilaian ini selanjutnya dibandingkan dengan hasil penilaian yang dilakukan dengan cara yang sama setelah diuji coba selesai, Pidarta (2006:13).


(51)

C. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah penelitian menguji coba konsep yaitu pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam pembelajaran IPS di kelas tinggi sekolah dasar pada SDN 8 Karangharjo Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. Pidarta (2006:18) mengemukakan bahwa rancangan penelitian dengan menguji coba terdiri dari beberapa langkah yaitu:

1. Melakukan studi awal; semua fokus yang diteliti disurvei di lapangan.

2. Menentukan cara mengembangkan. (1) hasil studi awal ditunjukkan kepada ketua lembaga atau kepala sekolah tempat melakukan penelitian. (2) ketua lembaga diajak bekerjasama mengembangkan fokus-fokus di atas dengan menerapkan konsep-konsep atau teori-teori yang bertalian dengan fokus-fokus itu yang telah dibahas dalam bab kajian teori.

3. Pengembangan: (1) konsep-konsep yang dipakai mengembangkan diterapkan di lapangan minimal enam bulan, (2) sesudah selesai menguji coba/ mengembangkan, fokus-fokus yang dikembangkan dinilai atau diukur dengan alat ukur seperti pada studi awal.

4. Membandingkan hasil studi awal dengan hasil pengembangan, biasanya dengan matriks.


(52)

Rancangan penelitian menguji coba konsep dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Desain Penelitian Menguji Coba Konsep (Dimodifikasi dari Pidarta, 2006:18)

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan umumnya berbentuk uraian atau narasi, gambar dan kebanyakan bukan angka-angka. Kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Ketika mengumpulkan data deskriptif, peneliti pendekatan terhadap situasional sesuai dengan lokasi di tempat penelitian dengan cara sabar (with packing way). Artinya penelitian kualitatif mendekati semua masalah dengan asumsi bahwa tidak ada satu-pun hal yang sifatnya tidak penting melainkan semuanya bermakna.

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Hadi (2000:130). Fenomena tersebut perlu diketahui oleh peneliti dengan cara terlibat langsung pada situasi nyata, tidak

Studi Awal Cara Pengembangan

Pengembangan

Mengukur Hasil Pengembangan


(53)

cukup dengan meminta bantuan orang lain atau sebatas mendengar penuturan dari sumber yang secara tidak langsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Riyanto, (2003:36) bahwa peneliti memasuki kancah dengan membaurkan diri ke dalam masyarakat yang akan diteliti tinggal dan hidup dalam kancah penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, metode observasi merupakan metode yang sangat tepat guna dalam rangka memperoleh data dan informasi yang lengkap sesuai dengan fokus penelitian. Observasi adalah merekam dan mencatat peristiwa, sikap, dan tingkah laku pengelola dan partisipan masyarakat dan pengamatan tersebut digunakan untuk mendapatkan interaksi kompleks dalam tatanan sosial yang kemudian diungkap dengan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara cermat dan tepat pada yang diamati.

Jenis kegiatan observasi yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi partisipan. Observasi partisipan artinya bahwa peneliti merupakan bagian dari kelompok yang diteliti misalnya portofolio responden masing-masing.

Observasi dilaksanakan untuk menggali data tentang perangkat pembelajaran, nilai-nilai karakter, serta perilaku siswa di SDN 8 Karangharjo Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. Informan adalah kepala sekolah dan guru baik guru kelas maupun guru mata pelajaran di SDN 8 Karangharjo Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi.

2. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Dalam melaksanakan wawancara secara mendalam data dan informasi secara lebih mendalam dan mendetail dari informan tentang fokus masalah yang


(54)

diteliti, yang tidak terungkap melalui metode observasi. Hal yang perlu mendapat perhatian bagi peneliti adalah agar peneliti mengupayakan wawancara sedemikian rupa, sehingga secara perlahan-lahan peneliti memasuki serta mengalami suasana baru dalam membantu informan agar dapat menyampaikan tanggapan.

Langkah-langkah wawancara menurut Lincion dan Guba (dalam Riyanto 2007:28) bahwa ada tujuh langkah yaitu (1) menetapkan kepada siapa wawancara itu dilaksanakan (2) menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan (3) mengawali atau membuka alur wawancara (4) melangsungkan wawancara (5) mengkonfirmasikan ikhtisar/ ringkasan hasil wawancara kepada informan dan mengakhirinya (6) melukiskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan (7) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

Wawancara yang dilaksanakan secara tergesa-gesa akan mengubah suasana akrab menjadi suasana yang tegang seperti halnya wawancara terstruktur yang kaku.

Peneliti dalam melakukan wawancara melalui beberapa tahap, yaitu: (1) menentukan informan yang diwawancara dengan menggunakan purposive sampling (2) persiapan wawancara dengan menggunakan garis-garis besar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dimaksud (3) melakukan pendekatan dengan informan dengan rapport, memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan peneliti serta menyampaikan surat izin penelitian (4) mengadakan negosiasi untuk melakukan wawancara dalam rangka menjalin keakraban (5) melakukan wawancara dan mendeskripsikan hasil


(55)

wawancara (6) menghentikan wawancara, setiap kali selesai melakukan wawancara, peneliti menyalin hasil wawancara dalam bentuk transkip dan rekaman audiosebagai dokumentasi dan diolah lebih lanjut.

Wawancara mendalam dilaksanakan untuk menggali data tentang perangkat pembelajaran, nilai-nilai karakter yang sesuai ke dalam pembelajaran IPS di kelas tinggi SD, mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam RPP, dan mendeskripsikan perilaku siswa. Informan adalah kepala sekolah dan guru baik guru kelas maupun guru mata pelajaran di SDN 8 Karangharjo Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. wawancara dilaksanakan dengan berpedoman pada panduan wawancara (lampiran)

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis Riyanto (2007:91), selanjutnya bahwa (1) dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. (2) dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup (audio visual aids), sketsa dan lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Ahli lain berpendapat bahwa dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan memanfaatkan tulisan-tulisan, arsip, notulen, dan data-data tersimpan yang berkaitan dengan lembaga untuk keperluan penelusuran lebih lanjut.


(56)

Data dokumentasi ditunjukkan untuk memperlihatkan data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, program audio visual lainnya dan data yang relevan dengan penelitian.

Dalam penelitian kualitatif terdapat sumber data yang berasal dari bukan manusia (nonhuman resource), yaitu berupa dokumen cetak dan elektronik serta dokumentasi foto-foto dan sebagainya. Data yang berupa dokumentasi akan bermanfaat untuk memberikan gambaran secara lebih valid terhadap permasalahan yang diteliti dan sebagai pendukung di dalam memahami informasi-informasi secara verbal dan non verbal dalam fenomena yang berhasil direkam oleh peneliti.

E. Subyek Penelitian

Subjek atau informan penelitian ini adalah kepala sekolah SDN 8 Karangharjo, guru kelas I s.d. guru kelas VI, dengan jumlah keseluruhan 6 orang serta siswa kelas IV yang berjumlah 20 siswa.

F. Tempat Penelitian

Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada sekolah yang menerapkan pendidikan karakter bangsa, sebagian besar SD di Kecamatan Glenmore menerapkannnya jadi pertimbangan peneliti adalah pada SD Inti atau SD gugus,


(1)

hanya 7 nilai karakter yang dapat diintegrasikan. Standar Kompetensi yaitu Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/ kota dan provinsi, dengan KD yang meliputi: 2.1 mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya, wujud pengintegrasiannya yaitu guru menyisipkan nilai-nilai karakter ke dalam indikator pencapaian kompetensi pada saat ada kesempatan yang tepat, hasilnya nilai- nilai karakter kreatif, rasa ingin tahu, dan peduli lingkungan. 2.2 mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, wujud pengintegrasiannya yaitu guru menyisipkan nilai-nilai karakter ke dalam indikator pencapaian kompetensi pada saat ada kesempatan yang tepat, hasilnya nilai-nilai karakter kreatif, rasa ingin tahu, dan bersahabat/ komunikatif. 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya, wujud pengintegrasiannya yaitu guru menyisipkan nilai-nilai karakter ke dalam indikator pencapaian kompetensi pada saat ada kesempatan yang tepat, hasilnya nilai-nilai karakter disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, dan gemar membaca. dan 2.4 mengenal permasalahan sosial di daerahnya, wujud pengintegrasiannya yaitu guru menyisipkan nilai-nilai karakter ke dalam indikator pencapaian kompetensi pada saat ada kesempatan yang tepat, hasilnya nilai-nilai toleransi, bersahabat/ komunikatif, dan peduli lingkungan; dan


(2)

158

4. Mula-mula di lapangan perilaku atau karakter siswa sebelum pengembangan masih belum begitu nampak karena belum adanya alat ukur yang tepat. Sesudah dikembangkan menjadi perilaku berkarakter siswa yang muncul pada pembelajaran IPS di kelas IV rata-rata berpredikat memuaskan. Nilai yang dimaksud adalah toleransi, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat/ komunikatif, gemar membaca, dan peduli lingkungan rata-rata dengan predikat memuaskan.

B. Saran

Dengan memperhatikan hasil penelitian, kendala-kendala yang muncul selama penelitian dan harapan peneliti yang tidak tercapai, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Peneliti menyarankan peneliti lain melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui integrasi pendidikan karakter ke dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar terhadap hasil belajar siswa;

2. Peneliti menyarankan guru menggunakan pedoman yang disusun dalam penerapan pendidikan karakter ke dalam ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar;

3. Peneliti menyarankan guru memperhatikan metode pembelajaran yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai karakter ke dalam ilmu pengetahuan sosial di kelas tinggi sekolah dasar sebelum diterapkan dalam proses pembelajaran.


(3)

(4)

160

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Sa’dun. (2010). Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. 17 (1) 46-54. Al Muchtar, Suwarma, dkk. (2009). Strategi Pembelajaran IPS. Jakarta :

Universitas Terbuka.

Al-Lamri dan Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas, Dirjen Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan.

Bafadal, Ibrahim. (2003). Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dalam Rangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). UURI No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2008). Pengembangan Silabus Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Dalam KTSP. Jakarta: Direktur Tenaga Pendidikan, Dirjen PMPTK, Depdiknas.

Depdiknas. (2008a). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Dirjen Mandikdasmen, Depdiknas.

Depdiknas. (2008b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Buku. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan PT Rineka Cipta.

El Mubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai; Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Penerbit Alfabeta.


(5)

Fajar, Arnie. (2004). Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Indah. (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik Berwawasan Pendidikan Karakter Bangsa Kelas III Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs Unesa.

Irianto, Apri. (2011). Alternatif Model Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar Kelas Tinggi. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs Unesa.

Iskandar. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Gaung Persada Press.

Kesuma, Dharma, dkk. (2011). Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah).Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Kurniawan, Machful Indra. (2012). Integrasi Pendidikan Karakter Ke Dalam Pembelajran Pendidikan Kewarganegaraan Di Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs Unesa.

Masrukhi. (2010). Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembangun Karakter Melalui Pemberdayaan Kultur Sekolah. Jurnal Ilmu Pendidikan. 17 (1) 15-21.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Isi. Pidarta, Made. (2008). Supervisi Pendidikan Kontekstual. Surabaya : Unesa

University Press.

Pidarta, Made. (2008). Analisa Data Penelitian-Penelitian Kualitatif dan Artikel. Surabaya : Unesa University Press.

Pidarta, Made. (2007). Wawasan Pendidikan. Surabaya : Unesa University Press. Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sugiono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

162

Supandri. (2009). Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan SMP Terbuka Narmada 1 Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs Unesa.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Warsono. (2008). Logika Cara Berpikir Sehat. Surabaya : Unesa University Press. Warsono. (2010). Pendidikan Dalam Bidang Studi IPS Karakter Melalui Seminar

Nasional Pendidikan Karakter, Kerjasama Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia (HISPIRI) & UNESA, Surabaya, 18-19 Juni 2011.