INVENTARISASI TUMBUHAN YANG BERKHASIAT SEBAGAI OBAT DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

INVENTARISASI TUMBUHAN YANG BERKHASIAT SEBAGAI OBAT DI KECAMATAN NATAR

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh Ruri Daniar

ABSTRAK

Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan dan telah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu di Indonesia. Sebagian masyarakat untuk menjaga kesehatannya menggunakan tumbuhan obat sebagai obat alami. Potensi tumbuhan obat yang ada di Natar belum terdata dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai obat di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di 5 (lima) Desa yang berada di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, yaitu; Desa Pancasila, Sidosari, Brantiraya, Purwosari, dan Sukadamai. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2013. Pembuatan herbarium dan identifikasi dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 90 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat. Hasil inventarisasi tumbuhan obat di Desa Purwosari ditemukan 24 jenis, di Desa Sidosari ditemukan 38 jenis, di Desa Brantiraya ditemukan 49 jenis, di Desa Sukadamai ditemukan 20 jenis, dan di Desa Pancasila ditemukan 64 jenis. Habitus yang banyak digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Natar berupa herba dan paling sedikit berupa semak, sedangkan bagian tumbuhan yang banyak digunakan berupa daun. Responden yang banyak mengetahui tentang tumbuhan yang berkhasiat sebagai tumbuhan obat tersebut adalah responden yang berusia lebih dari 50 tahun.


(2)

(3)

INVENTARISASI TUMBUHAN YANG BERKHASIAT SEBAGAI OBAT DI KECAMATAN NATAR

KABUPATENLAMPUNG SELATAN (Skripsi)

Oleh Ruri Daniar

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kecamatan Natar ... 24


(5)

i

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... .v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Pikir ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Tumbuhan Obat ... 6

2. Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 10

3. Penelitian Tumbuhan Obat ... 14

4. Kandungan Bioaktif Tumbuhan Obat ... 15

5. Gambaran Umum ... 16

a. Sejarah Desa Sidosari ... 17

b. Sejarah Desa Pancasila ... 19

c. Sejarah Desa Sukadamai ... 20

d. Sejarah Desa Purwosari ... 21

e. Sejarah Desa Brantiraya ... 21

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu... 23

B. Alat dan Bahan ... 25

C. Prosedur Kerja ... 25


(6)

i

1.1 Pengumpulan Data Primer ... 25

1.2 Pengumpulan Data Sekunder ... 26

2. Pengoleksian Tumbuhan Obat ... 26

3. Pembuatan Herbarium ... 26

4. Analisis Data ... 27

5. Persen Habitus ... 27

6. Persen Bagian Yang Digunakan ... 28

7. Persen Responden yang Memanfaatkan Jenis Tumbuhan Obat ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 29

1. Habitus tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat ... 29

2. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat ... 29

3. Responden yang memanfaatkan tumbuhan sebagai obat ... 30

B. Pembahasan ... 31

1. Habitus tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat ... 31

2. Bagian tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai obat ... 32

3. Responden yang memanfaatkan tumbuhan sebagai obat ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Persentase habitus tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat

di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan ... 29 Tabel 2. Persentase bagian tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai

obat di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan ... 30 Tabel 3. Persentase jumlah responden yang memanfaatkan tumbuhan


(8)

(9)

(10)

MOTO















































“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia

menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi

Maha Kuasa” (QS.Ar-Ruum : 54).





“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali

kamu tidak akan sampai setinggi gunung (QS. Al-Israa : 37).


(11)

Kupersembahkan karya kecilku ini :

Kepada kedua orang tuaku tercinta untuk

kasih sayang dan pengorbanannya yang

tak mungkin terbalaskan

Adikku tersayang yang selalu memberikan

semangat dan dukungan yang terbaik

Bapak dan ibu dosen yang telah

membimbing dan membantuku selama ini

Sahabat

sahabat terbaikku yang telah

menemaniku dikala suka dan duka

Semua orang

orang yang telah

memberikan semangat dan motivasi

Almamaterku yang tercinta


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kemiling, Kelurahan Sumberejo Kecamatan Kemiling, dan Kabupaten Bandar Lampung pada tanggal 6 April 1990, sebagai anak pertama dari dua bersaudara buah pernikahan dari Bapak Mahyudin dan Ibu Sumaryanti.

Penulis mulai menempuh pendidikan pertama di Sekolah Taman Kanak-kanak di TK Budaya pada tahun 1995, dilanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri di SDN 3 Sumberejo Kemiling pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2004, setelah itu dilanjutkan kependidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 26 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2005, dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA PERSADA Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Organisasi Himpunan

Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai anggota Bidang Ekspedisi, Bidang Danus dan BEM FMIPA sebagai anggota Bidang Lingkungan Hidup pada tahun 2009, pada tahun 2009/2010 sebagai anggota Biro Bisnis Mandiri (BBM)


(13)

kemudian menjadi Sekretaris Bidang Kesekretariatan pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Gunungrejo Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan tema “Posdaya ( Peningkatan Derajat Kesehatan )” dan Kerja Praktek di Dinas Pertanian Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan

Hortikultura (BPSBTPH) Provinsi Lampung. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Biologi Umum, Pencemaran Lingkungan, dan Botani umum.


(14)

iii

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Inventarisasi Tumbuhan yang Berkhasiat Sebagai Obat di

Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orangtuaku (Bapak Mahyudin dan Ibu Sumaryanti) tercinta dan tersayang, yang tidak ada hentinya mencurahkan kasih sayang, doa, dan semangat kepada penulis.

2. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Prof. Suharso, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Yulianty, M.Si., selaku Pembimbing Satu yang telah membimbing dan meluangkan waktu untuk memberikan ide, kritik, saran, arahan dan


(15)

ii

nasihat yang telah diberikan dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Martha Lulus Lande, M.P., selaku Pembimbing Dua yang telah memberikan bimbingan, arahan serta nasihatnya selama proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak Jani Master, M.Si., selaku pembahas yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu untuk memberikan ide, kritik, saran, arahan dan nasihat yang telah diberikan dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dra. Sri murwani M. Sc., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.

8. Ibu Elly L. Rustiati, M.Sc., yang selalu memberikan masukan, dorongan, semangat, dan perhatian kepada penulis.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta segenap karyawan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung, atas ilmu, bimbingan serta bantuan kepada penulis.

10. Seluruh staff dan laboran di jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung atas bantuannya selama ini.

11. Adikku Smesda Pertiwi tercinta yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

12. Sahabatku Een Tatra Okta Asman dan Siti Adva yang selalu memberikan masukan, dorongan, semangat, dan perhatian kepada penulis.

13. Seseorang yang selalu ada dihatiku yang selalu memberikan masukan, dorongan, semangat, dan perhatian kepada penulis.


(16)

iii

14. Oomku Bambang Ari Wibowo dan tanteku Tri Suryaningsih yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.

15. Oom-oomku dan tante-tanteku yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.

16. Sepupu-sepupuku yang tercinta Ade Erma Agustina, Teteh Siti Nur Hasanah, Adi Kurniawan, Jagad Reksatama, Zalika Diah Ayu Sasi Kirana, dan Alifah Diah Ayu Sekar Kumala yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.

17. Mamasku yang tersayang mas Giri Novendi yang telah memberikan semangat, motivasi, dukungan dan perhatian kepada penulis.

18. Juli Surohman yang telah membantuku dalam penelitian mengantarkan aku keliling-keliling desa baik terang maupun hujan, memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan perhatian kepada penulis.

19. Sahabat kecilku Yesi Ambarwati dan Heri Setiawan yang telah memberikan semangat, motivasi, dan perhatian kepada penulis.

20. Teman satu tim penelitian DeVi Meytia atas kebersamaan, saran, arahan, perhatian, dan semangat kepada penulis.

21. Sahabatku tersayang Devieka Lestari, Melinda Sari, dan Bety Sudarniati atas kebersamaan, perhatian, dan semangat kepada penulis.

22. Sahabat-sahabatku tersayang yang telah berteman dari SMP sampai sekarang Nia Haryani, Dita Anggi Pratiwi, Ari Kurniadewi, Hendri, dan Eko yang telah memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.

23. Teman-temanku tercinta angkatan 2008, Sari, Dewi, Irke, Santi, Dina, Uty, Uthe, Eka, bona, Nando Parulian, Okta, Reni, Wiwid, Zahra, Alan, Nephi,


(17)

iv

Bang Novriadi, Muchlis A., M.kiki, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan, kebersamaan, saran, kritikan, dan canda tawa kepada penulis.

24. Septi Amelia atas kebersamaan, perhatian, bantuannya, nasehatnya, dan semangat kepada penulis.

25. Adik-adik tingkat angkatan 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 di Biologi terima kasih atas segala kebersamaan dan motivasinya.

26. Pak Hambali, Mba ida, dan Pak Sutrisno, selaku staff Laboratorium Botani yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan layanan pemakaian fasilitas Laboratorium.

27. Kak Ali Suhendra, Kak Pius, dan Mas Yanto yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan smoga Allah SWT memberikan keluasan ilmu dan balasan pahala yang terbaik bagi semua pihak yang telah membantu penulis selama ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan khatulistiwa dan dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai hutan tropika terbesar di dunia. Luas hutan tropika yang masih tersisa di Indonesia mencapai 119,7 juta hektar atau lebih kurang 65% luas seluruh daratannya. Dari segi luas tersebut, hutan tropika yang terdapat di Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Zaire. Sampai saat ini, tidak terdapat catatan yang pasti mengenai jumlah tumbuhan yang telah dimanfaatkan sebagai obat yang terdapat di Indonesia. Diperkirakan dari 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia, 2.500 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat, namun baru sekitar 300 jenis yang telah digunakan untuk berbagai keperluan industri obat tradisional (Syakir, 2006).

Pemanfaatan tumbuhan obat atau bahan obat alam bukanlah merupakan hal yang baru. Pemanfaatan bahan-bahan dari alam merupakan pilihan yang diambil oleh sebagian masyarakat untuk menjaga kesehatannya, dan adanya gerakan kembali ke alam (back to nature) semakin meningkatkan pemanfaatan bahan-bahan yang berasal dari alam. Tubuh manusia lebih mudah menerima obat dari bahan yang alami dibandingkan dengan obat kimiawi. Hal ini


(19)

2

disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Lusia, 2006).

Pemanfaatan obat-obatan tradisional sejak tahun 1970 mulai digantikan oleh obat-obatan modern hasil pabrik. Sampai saat ini, untuk keperluan pengobatan atau kesehatan, masyarakat cenderung menggunakan dan bergantung pada obat-obat kimia. Jika tidak dilakukan upaya dokumentasi pengetahuan dan kearifan masyarakat tradisional tersebut, dikhawatirkan akan semakin banyak plasma nutfah Indonesia yang punah karena ketidaktahuan kita akan manfaat dan perannya terhadap kehidupan manusia. Pendekatan awal yang dapat digunakan untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan menginventarisasi semua jenis tumbuhan yang masih dan pernah dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional untuk kepentingan pengobatan (Widjayakusuma, 2000).

Tumbuhan obat di Indonesia dikenal sebagai salah satu dari 7 negara yang keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil, tentu sangat potensial dalam mengembangkan obat herbal yang berbasis pada tumbuhan obat kita sendiri. Lebih dari 1.000 jenis tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beranekaragam, memiliki khasiat yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat untuk berbagai penyakit. Beberapa upaya dilakukan untuk meramu obat tradisional sehingga dapat dikonsumsi dalam bentuk produk olahan siap pakai (Radji, 2005).

Keanekaragaman tumbuh-tumbuhan yang berasal dari kebun dan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk memerangi suatu penyakit


(20)

3

belum banyak yang terungkap secara baik. Dunia barat sedang mengalami

“revolusi hijau” yaitu kesadaran dan kepekaan mereka tentang bahan kimia

sintetis dan kembali menggunakan bahan-bahan natural di dalam makanan, obat-obatan, pertanian, kosmetik, dan lain sebagainya (Supriadi, 2001).

Masyarakat tradisional sudah sejak lama memiliki sistem pengetahuan

tersendiri tentang alam sekitar, fauna, flora, tubuh manusia, sifat, dan kelakuan manusia. Pengetahuan masyarakat tradisional tentang khasiat obat suatu tumbuhan untuk penyembuhan suatu penyakit pada umumnya didasarkan pada kepercayaan penduduk setempat atau isyarat alam. Sebagai contoh, helai daun yang berbentuk hati mempunyai petunjuk dapat menyembuhkan penyakit hati, helai daun yang berbentuk jantung mempunyai petunjuk dapat menyembuhkan penyakit jantung, dan bagian tumbuhan yang berwarna kuning seperti kunyit dapat menyembuhkan penyakit kuning (Supriadi, 2001).

Tumbuhan obat di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas hutan dan kebun yang erosi genetiknya tergolong pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Djauhariya dan Sukarman, 2002):

(1) Kerusakan habitat yang disebabkan oleh desakan kebutuhan lahan dan pemanfaatan hasil hutan untuk produksi maupun tempat tinggal. (2) Kurangnya perhatian terhadap budidaya tumbuhan obat terutama untuk

jenis-jenis yang digunakan dalam jumlah kecil.

(3) Kemampuan regenerasi tumbuhan obat yang lambat, terutama jenis tumbuhan tahunan, terlebih lagi yang diambil dari alam.


(21)

4

Menurut Brush (1994), sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan salah satu bagian dari kebudayaan suku bangsa asli dan petani pedesaan. Sebagian masyarakat mengambil tumbuhan tersebut langsung dari alam tanpa membudidayakannya terlebih dahulu. Pengambilan

sumberdaya alam tidak sebatas untuk memenuhi kebutuhan pengobatan sehari-hari tetapi sebagai mata pencasehari-harian. Selain itu, untuk menambah informasi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat agar pengetahuan mereka tidak hilang ditelan arus modernisasi. Potensi tumbuhan obat yang ada di Natar belum terdata dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai tumbuhan yang berkhasiat sebagai tumbuhan obat di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

B.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

C.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini untuk mendokumentasikan tentang jenis tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.


(22)

5

D.Kerangka Pikir

Di Indonesia, tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan, yang berupa ramuan jamu tradisional dan telah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu. Tumbuhan obat telah digunakan oleh bangsa

Indonesia dalam bentuk jamu untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Natar yang menggunakan metode wawancara. Metode wawancara merupakan tahap awal dalam upaya mencari informasi kepada masyarakat setempat yang bertujuan untuk menginventarisasi data dan informasi keberadaan tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat oleh masyarakat setempat. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi daerah asal atau lokasi penemuan, jenis tumbuhan, manfaat, khasiatnya dan deskripsi tumbuhan obat tersebut. Sebagai langkah awal yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat obat adalah dari pengetahuan

masyarakat (responden) di Kecamatan Natar. Jenis tumbuhan obat di Kecamatan Natar yang belum diketahui dan dibudidayakan oleh masyarakat diperkirakan masih banyak. Dengan demikian dilakukan penelitian

inventarisasi dan mendokumentasikan tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat oleh masyarakat.


(23)

6

II.TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak dibawah mikroskop (Hamid et al., 1991). Menurut Zuhud (2004), tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi :

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

2. Tumbuhan obat modern, yaitu; jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diduga

mengandung senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.

Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tumbuhan obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:


(24)

7

1. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu. 2. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat

(precursor).

3. Bagian tumbuhan yang diekstraksi digunakan sebagai obat (Kartikawati, 2004).

Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tumbuhan obat di Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai. Sehingga, aspek budidaya perlu dikembangkan sesuai dengan standar bahan baku obat tradisional.

Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back tonature dan krisis berkepanjangan yang

mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji praklinis dan uji klinis.

Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ; jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yang merupakan obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji


(25)

8

praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4 .2411 tanggal.17 Mei 2004). Penyebaran informasi mengenai hasil penelitian dan uji yang telah dilakukan terhadap obat bahan alam menjadi perhatian bagi semua pihak karena menyangkut faktor keamanan penggunaan obat tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan obat bahan alam adalah

keunggulan obat tradisional dan kelemahan tumbuhan obat (Suharmiati dan Handayani, 2006).

Keunggulan obat bahanalam antaralain (Suharmiati dan Handayani, 2006): 1. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar

dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan,cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tumbuhan obat untuk indikasi tertentu.

2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/ komponen bioaktif tumbuhan obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki.

3. Pada satu tumbuhan bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tumbuhan obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tumbuhan bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tumbuhan tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi.


(26)

9

4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit Diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis yang merupakan penyakit metabolik. Penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir), dan pikun (lost of memory).

Menurut Zein (2005), Kelemahan tumbuhan obat sebagai berikut: 1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan

berdasarkan daerah tempatnya tumbuh.

2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan dokter.

3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik dibandingkan obat-obatan paten.

4. Kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat. 5. Belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.

Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat, karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa

kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme (Zein, 2005).


(27)

10

Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82% dari total jenis tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada

ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh manusia (Zuhud, 2009).

Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan. Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat saat ini disebut sebagai herbal

Medicine atau fitofarmaka yang diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.761 tahun 1991 menyatakan bahwa fitofarmaka adalah sediaan obat yang dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan yang berlaku.

2. Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal sejak lama sebagai warisan budaya dan tetap diteruskan sehingga kini menjadi potensi dan modal dasar untuk mengembangkan obat-obat tradisional yang berasal dari tumbuhan. Menurut WHO, diperkirakan sekitar 4 milyar penduduk dunia (± 80%) menggunakan obatan yang berasal dari tumbuhan. Bahkan banyak obat-obatan modern yang digunakan sekarang ini berasal dan dikembangkan dari


(28)

11

tumbuhan obat. WHO mencatat terdapat 119 jenis bahan aktif obat modern berasal dari tumbuhan obat (Suganda, 2002).

Pada tahun 2008 telah menjadi 1166 industri yang terdiri dari 1037 IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) dan 129 IOT (Industri Obat Tradisional). Dengan meningkatnya jumlah industri dan produksi obat tradisional secara langsung meningkatkan penggunaan bahan baku tumbuhan obat (Balitro, 2010).

Pengetahuan tentang tumbuhan berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah. Pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia akan terus meningkat

mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.

Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia terdiri dari (Widyastuti, 2004):

a. Kulit (cortex)

Kortek adalah kulit bagian terluar dari tumbuhan tingkat tinggi yang berkayu.

b. Kayu (lignum)

Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang atau cabang. c. Daun (folium)

Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai bahan baku ramuan obat tradisional maupun minyak atsiri.


(29)

12

d. Bunga (flos)

Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tunggal atau majemuk, bagian bunga majemuk serta komponen penyusun bunga.

e. Akar (radix)

Akar tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis tumbuhan yang umumnya berbatang lunak dan memiliki

kandungan air yang tinggi. f. Umbi (bulbus)

Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis, umbi

akar, atau umbi batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tumbuhannya.

g. Rimpang (rhizom)

Rhizom atau rimpang adalah produk tumbuhan obat berupa

potongan-potongan atau irisan rimpang. h. Buah (fructus)

Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan menghasilkan simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah masih dalam keadaan segar.

i. Kulit buah (perikarpium)

Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang lunak, keras bahkan adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.


(30)

13

j. Biji (semen)

Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya

sangat keras. Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam-macam tergantung dari jenis tumbuhan.

Potensi khasiat obat dari tumbuhan tingkat tinggi yang ada di hutan dan kebun sangatlah besar. Industri obat tradisional dan fitofarmaka telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan baku obat, antara lain untuk antikuman, demam, pelancar air seni, antidiare, antimalaria, antitekanan darah tinggi dan sariawan. Indonesia memiliki sekitar 370 etnis yang hidup di dalam atau di sekitar kawasan hutan. Mereka umumnya memiliki pengetahuan tradisional dalam penggunaan tumbuhan berkhasiat obat untuk mengobati penyakit tertentu. Pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat ini merupakan dasar pengembangan obat fitofarmaka atau obat modern (Supriadi, 2001).

Sudah sejak lama berbagai penduduk asli yang hidup di daerah pedalaman, di dalam dan di sekitar hutan, memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan dari hutan secara turun temurun untuk berbagai macam penyakit. Dari berbagai

penelitian etnomedika yang dilakukan oleh peneliti Indonesia telah diketahui sebanyak 419 jenis tumbuhan yang digunakan oleh penduduk asli Kalimantan Tengah untuk mengobati berbagai penyakit. Banyak pengetahuan tradisional tentang penggunaan tumbuhan obat dari berbagai penduduk asli Kalimantan Tengah telah dikembangkan oleh pengusaha industri jamu dan farmasi (Supriadi, 2001).


(31)

14

3. Penelitian Tumbuhan Obat

Kegiatan penelitian tumbuhan obat umumnya diawali dengan kajian

etnobotani, lalu kegiatan eksplorasi, kemudian pengujian kandungan bioaktif dalam tumbuhan yang berpotensi obat. Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomi saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tumbuhan, serta menyangkut pemanfaatan tumbuhan tersebut lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam (Martin, 1998).

Etnobotani merujuk pada kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan. Kajian ini merupakan bentuk deskriptif dari pendokumentasian pengetahuan botani tradisional yang dimiliki masyarakat setempat yang meliputi kajian botani, kajian etnofarmakologi, kajian etnoantropologi, kajian etnoekonomi, kajian etnolinguistik dan kajianetnoekologi (Martin, 1998). Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan untuk mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan (Kusumo et al., 2002).

Langkah pertama praeksplorasi adalah mencari informasi ke dinas-dinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian dikembangkan pada saat eksplorasi ke


(32)

15

lokasi sasaran yang umumnya daerah asal dan penyebaran jenis tumbuhan (Krismawati et al., 2004).

4. Kandungan Bioaktif Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat merupakan sumber senyawa bioaktif yang berkhasiat

mengobati berbagai jenis penyakit. Hingga saat ini, sumber alam nabati masih tetap merupakan sumber bahan kimia baru yang tidak terbatas, baik senyawa isolat murni yang dipakai langsung (misalnya alkaloida morfin, papaverin) maupun melalui derivatisasi menjadi senyawa bioaktif turunan yang lebih baik, dalam arti lebih potensial dan lebih aman, misalnya molekul artemisinin dari Tanaman Artemisia annua L. Dideritivatisasi menjadi artemisinin eter yang lebih efektif terhadap penyakit malaria dan kurang toksik (Sinambela, 2002).

Penelitian kimiawi tumbuhan tropika Indonesia telah banyak dilaporkan oleh sejumlah peneliti baik dari dalam ataupun dari mancanegara, yang

memperlihatkan keanekaragaman molekul dari berbagai macam senyawa dengan keanekaragam manfaat, baik sebagai bahan dasar obat, kosmetika, zat warna, insektisida, dan suplemen. Tumbuhan dari suku Moraceae merupakan sumber utama senyawa flavonoida, aril-benzofuran, stilben tersubsitusi gugus isoprenil dan oksigensi (Krismawati et al., 2004). Suku Clusiaceae

(Guttiferae) dikenal sebagai sumber senyawa santon, kumarin, benzofenon dan biflavonoid yang tersubstitusi gugus isoprenil oksigenasi (Peres et al., 2000).


(33)

16

5. Gambaran Umum

Kecamatan Natar adalah salah satu bagian dari Wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Letak Kecamatan Natar menurut batas wilayah sebagai berikut (BPS, 2011) :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kotamadya Bandar Lampung.

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Negri Katon dan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

Letak geografis Kecamatan Natar menurut Desa tahun 2010 yaitu dataran. Kecamatan Natar memiliki luas wilayah 25.374 ha. Luas wilayah, yaitu; tanah sawah (irigasi seluas 815 ha dan tadah hujan seluas 3.670 ha), tanah kering (pekarangan seluas 2.972 ha dan kebun seluas 9.114 ha), dan tanah basah (rawa seluas 300 ha). Kecamatan Natar memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak + 170.992 kk. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, yaitu; laki-laki sebanyak 87.558 orang dan perempuan sebanyak 83.434 orang. Pendidikan terakhir mayoritas penduduk yaitu, SD (Sekolah Dasar/Sederajat). Menurut mata pencaharian penduduk di Desa tersebut bervariasi, yaitu; sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), pedagang keliling, petani, buruh tani, peternak, buruh migran, rumah tangga, dokter swasta, bidan swasta, asisten rumah tangga, TNI, POLRI, pensiunan TNI/POLRI/PNS, pengusaha kecil menengah, pengacara,


(34)

17

dukun, notaris, pengobatan alternatif, dosen swasta, pengusaha besar,

arsitektur, dan karyawan perusahaan. Dari beberapa mata pencaharian tersebut yang paling dominan adalah sebagai petani, yaitu sebanyak 16.500 orang (laki-laki) dan 10.801 orang (perempuan) (Kecamatan Natar, 2013).

A.Sejarah Desa Sidosari

Menurut Bapak Pariyanto bahwa pada tahun 1957 pertama bukaan Desa Sidosari yang pada saat itu diberi nama “ Kampung Ulu Kibau ” artinya adalah tempat untuk mengembala kerbau, dengan luas wilayah ± 297 ha. Wilayah Kampung Ulu Kibau termasuk dari Piliar Hajimena. Pada tahun 1965 dipecah dari Wilayah Piliar Hajimena untuk berdiri sendiri menjadi Kampung Susukan yang terdiri dari 3 Dusun, yaitu; Dusun satu yaitu Sidosari, Dusun dua yaitu Umbul Baru dan Dusun tiga yaitu Simbaringin. Kepala susukan adalah Bapak Abdul Hamid (Kepala Susukan satu) (Kelurahan Sidosari, 2013).

Pada tahun 1965 Kampung Ulu Kibau diganti nama menjadi Sidasari dari kata, Sida artinya Jadi dan Sari artinya Rasa, Sidasari artinya adalah Jadi Rasa. Pada tahun 1968 Sidasari dirubah nama menjadi Sidosari dari kata, Sido artinya Jadi dan Sari artinya Rasa, Sidosari artinya adalah Jadi Rasa. Pada tahun 1975 Kepala Susukan diganti/dijabat oleh Bapak Ismail sampai tahun 1982.

Pada tahun 1982 Kampung Susukan dirubah menjadi Desa dan dimekarkan menjadi 5 Dusun yaitu Dusun 1 Sidosari, Dusun 2Umbul Garut, Dusun 3


(35)

18

Simbaringin, Dusun 4 Sindang Liwa, dan Dusun 5 Umbul Kucingan, sebagai Kepala Desa adalah Bapak Sunardi (Kepala Desa ke-1) sampai tahun 1984. Pada tahun 1984 Dusun yang ada (5 Dusun) dimekarkan menjadi 6 Dusun dan ada penyempurnaan nama-nama Dusun, yaitu; Dusun 1. Sinar Banten, Dusun 2. Sidosari, Dusun 3. Sindang Liwa, Dusun 4. Bangun Rejo, Dusun 5. Simbaringin, dan Dusun 6. Kampung Baru. Kepala Desa dijabat oleh Bapak Unang Ratu dari tahun 1984 sampai tahun 1997. Pada tahun 1997 sampai tahun 2013 Kepala Desa Sidosari dijabat oleh Bapak M. Amin Ansor (Kepala Desa ke-2).

Desa Sidosari memiliki batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan desa/kelurahan Muara Putih Kecamatan Natar, sebelah selatan berbatasan dengan desa/kelurahan Hajimena Kecamatan Natar, sebelah timur

berbatasan dengan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, dan sebelah barat berbatasan dengan Natar, Kecamatan Natar. Desa Sidosari memiliki luas wilayah seluas 297 ha. Desa Sidosari memiliki luas wilayah yaitu tanah sawah (irigasi ½ teknis seluas 33 ha dan tadah hujan seluas 65,08 ha), tanah kering (pekarangan 12 ha, pemukiman 31 ha, dan ladang 130 ha), dan tanah perkebunan (rakyat 4,50 ha dan perorangan 6,75 ha). Desa Sidosari

memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak + 1.048 kk. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 2.172 orang dan perempuan sebanyak 2.009 orang.

Pendidikan terakhir mayoritas penduduk yaitu SD (Sekolah


(36)

19

bervariasi, yaitu; sebagai petani, buruh tani, buruh migran perempuan, buruh migran laki-laki, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pengrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, peternak, montir, asisten rumah tangga, TNI, POLRI, pensiunan TNI/POLRI/PNS, pengusaha kecil dan menengah, dukun kampung terlatih, jasa pengobatan alternatif, pengusaha besar, karyawan perusahaan swasta, BUMN, dan karyawan perusahaan pemerintah. Dari beberapa mata pencaharian tersebut yang paling dominan adalah sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 802 orang laki-laki dan 782 orang perempuan (Kelurahan Sidosari, 2013).

B.Sejarah Desa Pancasila

Desa Pancasila memiliki wilayah seluas 1.088 ha. Desa Pancasila memiliki 6 dusun dan 24 Rukun Tetangga (RT). Desa Pancasila memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak + 2.670 kk. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 1.359 orang dan perempuan sebanyak 1.311 orang. Desa Pancasila memiliki kepadatan penduduk sebanyak 245,43 jiwa/Km2.

Pendidikan terakhir mayoritas penduduk yaitu SD (Sekolah

Dasar/Sederajat) dan SLTP (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama) sebanyak 416 orang. Desa Pancasila memiliki sarana kesehatan berupa puskesmas

pembantu. Menurut mata pencaharian penduduk di Desa tersebut

bervariasi, yaitu; sebagai petani, buruh tani, buruh migran perempuan, buruh migran laki-laki, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pengrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, peternak, montir, asisten rumah tangga, TNI,


(37)

20

POLRI, pensiunan TNI/POLRI/PNS, pengusaha kecil dan menengah, dukun kampung terlatih, jasa pengobatan alternatif, pengusaha besar, karyawan perusahaan swasta, BUMN, dan karyawan perusahaan pemerintah (BPS, 2011).

C.Sejarah Desa Sukadamai

Desa Sukadamai memiliki wilayah seluas 1.132 ha. Desa Sukadamai memiliki 9 dusun dan 26 Rukun Tetangga (RT). Desa Sukadamai memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak + 6.397 kk. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 3.274 orang dan perempuan sebanyak 3.123 orang. Desa Sukadamai memiliki kepadatan penduduk sebanyak 565,11 jiwa/Km2.

Pendidikan terakhir mayoritas penduduk yaitu tidak tamat SD (Sekolah Dasar/Sederajat). Desa Sukadamai memiliki sarana kesehatan berupa puskesmas induk. Desa Sukadamai terdapat satu toko obat atau jamu. Menurut mata pencaharian penduduk di desa tersebut bervariasi, yaitu; sebagai petani, buruh tani, buruh migran perempuan, buruh migran laki-laki, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pengrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, peternak, montir, asisten rumah tangga, TNI, POLRI, pensiunan TNI/POLRI/PNS, pengusaha kecil dan menengah, dukun kampung terlatih, jasa pengobatan alternatif, pengusaha besar, karyawan perusahaan swasta, BUMN, dan karyawan perusahaan pemerintah (BPS, 2011).


(38)

21

D.Sejarah Desa Purwosari

Desa Purwosari memiliki wilayah seluas 1.027 ha. Desa Purwosari menurut desa memiliki 4 dusun dan 16 Rukun Tetangga (RT). Desa Pancasila memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak + 3.120 kk. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 1.619 orang dan perempuan sebesar 1.501 orang. Desa Pancasila memiliki kepadatan penduduk

sebanyak 303,80 jiwa/Km2.

Pendidikan terakhir mayoritas penduduk yaitu SD (Sekolah

Dasar/Sederajat). Desa Purwosari memiliki sarana kesehatan berupa

puskesmas pembantu. Menurut mata pencaharian penduduk di desa tersebut bervariasi, yaitu; sebagai petani, buruh tani, buruh migran perempuan, buruh migran laki-laki, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pengrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, peternak, montir, asisten rumah tangga, TNI, POLRI, pensiunan TNI/POLRI/PNS, pengusaha kecil dan menengah, dukun kampung terlatih, jasa pengobatan alternatif, pengusaha besar, karyawan perusahaan swasta, BUMN, dan karyawan perusahaan pemerintah (BPS, 2011).

E.Sejarah Desa Brantiraya

Desa Brantiraya memiliki wilayah seluas 1.050 ha. Desa Brantiraya menurut desa memiliki 10 dusun dan 34 Rukun Tetangga (RT). Desa Brantiraya memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak + 10.269 kk. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 5.238 orang dan


(39)

22

perempuan sebanyak 5.031 orang. Desa Brantiraya memiliki kepadatan penduduk sebanyak785,45 jiwa/Km2.

Pendidikan terakhir mayoritas penduduk yaitu SD (Sekolah

Dasar/Sederajat). Desa Brantiraya memiliki sarana kesehatan berupa puskesmas induk. Desa Brantiraya terdapat satu toko obat atau jamu. Menurut mata pencaharian penduduk di desa tersebut bervariasi, yaitu; sebagai petani, buruh tani, buruh migran perempuan, buruh migran laki-laki, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pengrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, peternak, montir, asisten rumah tangga, TNI, POLRI, pensiunan TNI/POLRI/PNS, pengusaha kecil dan menengah, dukun kampung terlatih, jasa pengobatan alternatif, pengusaha besar, karyawan perusahaan swasta, BUMN, dan karyawan perusahaan pemerintah (BPS, 2011).


(40)

23

III. METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di 5 (lima) desa yang berada di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, yaitu; Desa Pancasila, Desa Sidosari, Desa Brantiraya, Desa Purwosari, dan Desa Sukadamai (Gambar 1). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2013. Pembuatan herbarium dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA UNILA.

Penentuan lokasi di 5 Desa dalam penelitian ini, karena diantara ke 5 desa-desa tersebut ada 3 Desa (Pancasila, Brantiraya, dan Sidosari) yang memiliki

pengetahuan penggunaan tumbuhan obat, yaitu dengan adanya kebun Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dari PKK Kelurahan yang sering diikutsertakan dalam perlombaan Kecamatan. Pengetahuan penggunaan tumbuhan obat di Desa Purwosari dan Sukadamai masih kurang karena kurang adanya sosialisasi maupun informasi tentang tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat.


(41)

24

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kecamatan Natar (Sumber Peta : Kecamatan Natar, 2013)


(42)

25

B.Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu; kuisioner, buku catatan, pensil, pena, kamera, cutting branch atau golok, sarung tangan, gunting atau cutter, kertas koran,alkohol atau spritus untuk pengawetan, kantong plastik, lakban cokelat, spidol permanen, amplop plastik untuk menyimpan spesimen, plastik ziplock, selotip, kertas merang, dan etiket gantung (kertas dan tali).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan obat yang

diperoleh dari Desa Pancasila, Desa Sidosari, Desa Brantiraya, Desa Purwosari dan Desa Sukadamai Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

C.Prosedur Kerja

1. Teknik Pengumpulan Data 1.1 Pengumpulan Data Primer

Data etnobotani dikumpulkan dengan melakukan wawancara secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan yang ada di sekitar desa. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 45 orang/desa. Responden dibagi menjadi 3 kelompok usia yang masing-masing usia terdapat 15 orang, yaitu; usia remaja (15-25 tahun), dewasa (26-50 tahun), dan tua (lebih dari 50 tahun).


(43)

26

1.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur, yaitu meliputi kondisi umum lokasi 5 (lima) Desa yang memiliki tumbuhan obat, yaitu; Desa Pancasila, Sidosari, Brantiraya, Purwosari, dan Sukadamai.

2. Pengoleksian Tumbuhan Obat

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan informasi dari masyarakat. Pengumpulan tumbuhan obat diambil dari lima Desa di

Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Tumbuhan obat yang diambil diberi spritus secukupnya kemudian diletakkan ke dalam lipatan kertas koran lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Di lapangan dilakukan pencatatan meliputi nama kolektor, nomor urut pengambilan tumbuhan, nama tumbuhan inang, nama lokal, nama ilmiah, tanggal, dan lokasi.

3. Pembuatan Herbarium

Tahapan- tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah: a. Sampel tumbuhan yang diambil dari lapangan dipotong dengan

menggunakan gunting.

b. Sampel tumbuhan yang diambil dari lapangan terdiri atas ranting lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil.

c. Sampel tumbuhan dimasukkan ke dalam kertas koran dan diberi spritus lalu dilengkapi dengan etiket gantung. Etiket berisi keterangan tentang


(44)

27

nomor jenis, nama lokal, tanggal, lokasi pengumpulan, dan nama pengumpul/kolektor.

d. Herbarium disusun di atas sasak yang terbuat dari bambu.

e. Herbarium selanjutnya dioven dengan suhu 50-70oC selama ± 2 hari. f. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan

yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.

4. Analisis Data

Hasil identifikasi tumbuhan yang telah diperoleh kemudian disusun berdasarkan jenis dan suku untuk dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Setiap jenis tumbuhan dianalisis mengenai habitus, kegunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan.

5. Persen habitus

Habitus (perawakan) dihitung untuk melihat banyaknya habitus tertentu dari seluruh jenis tumbuhan obat yang diperoleh dari hasil penelitian dan

dinyatakan dalam persen (persentase). Hasil perhitungan akan

memperlihatkan jumlah habitus terbanyak dan jumlah habitus yang paling sedikit secara keseluruhan. Kelompok habitus yang digunakan, yaitu liana, pohon, perdu, semak, herba, bambu, dan kaktus. Analisis persen habitus dilakukan melalui perhitungan dengan rumus (Fakhrozi, 2009):

Persen habitus tertentu= spesies habitus tertentu


(45)

28

6. Persen bagian yang digunakan

Persen bagian yang digunakan dihitung untuk mengetahui persentase setiap bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan

pemanfaatan tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi daun, batang, buah, bunga, biji, akar, kulit batang, rimpang, umbi, getah, semua bagian, dan bagian lainnya. Persen bagian yang digunakan dihitung menggunakan rumus berikut (Fakhrozi, 2009):

Persen bagian tertentu yang digunakan= bagian tertentu yang digunakan

seluruh bagian yang digunakan dari seluruh jeni�� 100%

7. Persen respondenyang memanfaatkan jenis tumbuhan obat

Persen responden yang memanfaatkan jenis tumbuhan obat dihitung untuk mengetahui banyaknya jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan dengan jenis tumbuhan obat lainnya. Persen responden yang memanfaatkan jenis tumbuhan obat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rahayu dkk, 2010) :

Persen responden tertentu=

responden yang memanfaatkan tumbuhan obat tertentu seluruh responden


(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan penelitian ini, sebagai berikut;

1. Ditemukan 90 jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai obat oleh masyarakat Kecamatan Natar.

2. Berdasarkan habitusnya tumbuhan yang paling banyak digunakan berupa herba (38,72%), sedangkan yang paling sedikit digunakan berupa semak (12,66%).

3. Berdasarkan bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di Kecamatan Natar berupa daun (50,02%), sedangkan yang sedikit dimanfaatkan berupa biji (0,61%).

B. SARAN

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian di Kecamatan yang berbeda di Kabupaten Lampung Selatan.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. Kecamatan Natar Dalam Angka 2011. Lampung Selatan : Badan Pusat Statistik.

Balitro. 2010. Wanafarma Melestarikan Hutan Dengan Tanaman Obat. Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.32/6. Bogor: Balitro.

Brush, S.B. 1994. A non-market approach to proctecting biological research. In:

Greaves, T. (editor). Intelectual Property Right for Indigenous People. Oklahoma City: Society for Applied Anthropology.

Chamorro G, Salazar M, Tamariz J, Diaz F, Labarrios F., 1999. Dominant lethal study of alphaasarone in male and female mice after sub-chronic treatment.,

Phytother Res., 13(4): 308-11.

Djauhariya dan Sukarman. 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu Dan Komestika Alami. Buletin Plasma Nutfah. 8(2):12-13.

Fakhrozi, I.. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh (studi kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau). (Skripsi).Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Belum Dipublikasikan

Fang Y., Li. L., Wu Q, 2003. Effects of beta-asaron on gene expression in mouse brain, Zhong Yao Cai, 26(9):650-2.

Farida, Yenni. 2012. Tanaman Obat Nusantara. Yogyakarta : Araska. Garduno L., Salazar M., Salazar S., Morelos M.E., Labarrios F., Tamariz J.,

Chamorro G.A., 1997. Hypolipidaemic activity of alpha asarone in mice, J

Ethnopharmacol, 55(2):161-3.

Hamid, A., Hadad, E.A., dan Rostiana, O.. 1991. Upaya Pelestarian Tumbuhan Obat di BALITRO. Di dalam: Zuhud EAM, editor. Prosiding Seminar

Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dan Hutan Tropis Indonesia.

Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(48)

Hariana, Arief Drs. H.. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya. Jakarta : 86-87

Kartikawati, S.M., 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor

Krismawati, A. dan Sabran,M.. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Genetik

Tanaman Obat Spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah Vol. 12 No.1 hal.17 Th. 2004

Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman pembentukan komisi daerah plasma nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. hlm. 18.

Lopez M.L., Hernandez A., Chamorro G., Mendoza-Figueroa T., 1993. Alpha Asarone toxicity in longterm cultures of adult rat hepatocytes, Planta Med., 59(2):115-20.

Lusia, O.. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Khasiatnya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1, April 2006, 01-07.

Manikandan S., dan Devi R.S., 2005. Antioxidant property of alphaasarone against noise-stressinduced changes in different regions of rat brain.,

Pharmacol Res., 52(6):467-74.

Martin, G.J.. 1998. Etnobotani: Sebuah manual pemeliharaan Manusia dan

Tumbuhan. Edisi Bahasa Melayu Terjemahan Maryati Mohamed, Natural

History Publications (Borneo) Sdn. Bhd. Kinabalu. Sabah. Malaysia.

Peres. 2000. Tetraoxigeneted naturally occurring xanthones, Phytochemistry, 55, 683-710. hal 17.

Radji dan Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3:

Departemen Farmasi. FMIPA-UI.

Rahardjo, M., dan O., Rostiana. 2004. Standar prosedur Operasional Budidaya Kunyit dalam Standar Prosedur Operasional Jahe, Kencur, Kunyit dan

Temulawak. Badan Litbang Pertanian. Balitro-Bogor. 46 hal.

Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D.,dan Prawiroatmodjo, S.. 2010.

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Secara Tradisional Oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii. Sulewasi Tenggara. http:/biodiversitas. Mipa.


(49)

Rasidi, A.. 2005. Jambu Batu, Buah Banyak Manfaat. www.vision.net.id. Diakses 20 April 2014.

Sabri, M. 2011. Etnobotani Tumbuhan Obat Dalam Kawasan Hutan Wisata

Baning Kabupaten Sintang. Fakultas KehutananUniversitas Tanjungpura.

Pontianak. (TidakDipublikasikan).

Sastroamidjojo, S., 1997. Obat Asli Indonesia. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat. Sinambela, J.M.. 2002. Pemanfaatan plasma nutfah dalam industri jamu dan

kosmetika alami. Buletin Plasma Nutfah 8(2):78-79.

Steenis, V., Hoed, G.D., Bloeembergen, S., & Eyma, P.J., 2005. Flora. Jakarta : Pradyna Paramita.

Suganda. A.G. 2002. Standardisasi Simplisia, Ekstrak dan Produk Obat Bahan Alam. Dalam Prosiding Simposium Standardisasi Jamu dan Fitofarmaka. ITB. Bandung,

Suharmiati dan Handayani L.. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Sukandar, E. Y., 2006. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik- Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB,

http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari

2014.

Supriadi. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Hal 14.

Susiarti, S., 2005. Indigenous knowledge on the uses of medicinal plants by Dayak Benuaq society, West Kutai, East Kalimantan. Journalof Tropical

Ethnobiology II (1), 52-64.

Syakir, M.. 2006. Rencana Strategis Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat(Balitro). Bogor

Thomas, ANS. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Jakarta.

World Health Organization. 2003. Traditional medicine.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses Januari2014. Widyastuti, Y.. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersil. Edisi

Revisi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 17.

Widjayakusuma, H.M.H, 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat


(50)

Zein, U.. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. http://e-usureporsitory.com. Diakses 29 Maret 2014. Zuhud, E.A.M.. 2004. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber

keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat, pp. 1-15 dalam Zuhud E.A.M dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman

Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya

Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Lembaga Alam Tropika Indonesia.

Zuhud, E.A.M.. 2009. Pengembangan ethno-forest-pharmacy(etno-wanafarma)


(1)

28

6. Persen bagian yang digunakan

Persen bagian yang digunakan dihitung untuk mengetahui persentase setiap bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan

pemanfaatan tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi daun, batang, buah, bunga, biji, akar, kulit batang, rimpang, umbi, getah, semua bagian, dan bagian lainnya. Persen bagian yang digunakan dihitung menggunakan rumus berikut (Fakhrozi, 2009):

Persen bagian tertentu yang digunakan= bagian tertentu yang digunakan

seluruh bagian yang digunakan dari seluruh jeni�� 100%

7. Persen respondenyang memanfaatkan jenis tumbuhan obat

Persen responden yang memanfaatkan jenis tumbuhan obat dihitung untuk mengetahui banyaknya jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan dengan jenis tumbuhan obat lainnya. Persen responden yang memanfaatkan jenis tumbuhan obat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rahayu dkk, 2010) :

Persen responden tertentu=

responden yang memanfaatkan tumbuhan obat tertentu seluruh responden


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan penelitian ini, sebagai berikut;

1. Ditemukan 90 jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai obat oleh masyarakat Kecamatan Natar.

2. Berdasarkan habitusnya tumbuhan yang paling banyak digunakan berupa herba (38,72%), sedangkan yang paling sedikit digunakan berupa semak (12,66%).

3. Berdasarkan bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di Kecamatan Natar berupa daun (50,02%), sedangkan yang sedikit dimanfaatkan berupa biji (0,61%).

B. SARAN

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian di Kecamatan yang berbeda di Kabupaten Lampung Selatan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. Kecamatan Natar Dalam Angka 2011. Lampung Selatan : Badan Pusat Statistik.

Balitro. 2010. Wanafarma Melestarikan Hutan Dengan Tanaman Obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.32/6. Bogor: Balitro. Brush, S.B. 1994. A non-market approach to proctecting biological research. In:

Greaves, T. (editor). Intelectual Property Right for Indigenous People. Oklahoma City: Society for Applied Anthropology.

Chamorro G, Salazar M, Tamariz J, Diaz F, Labarrios F., 1999. Dominant lethal study of alphaasarone in male and female mice after sub-chronic treatment., Phytother Res., 13(4): 308-11.

Djauhariya dan Sukarman. 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu Dan Komestika Alami. Buletin Plasma Nutfah. 8(2):12-13.

Fakhrozi, I.. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh (studi kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau). (Skripsi).Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Belum Dipublikasikan

Fang Y., Li. L., Wu Q, 2003. Effects of beta-asaron on gene expression in mouse brain, Zhong Yao Cai, 26(9):650-2.

Farida, Yenni. 2012. Tanaman Obat Nusantara. Yogyakarta : Araska. Garduno L., Salazar M., Salazar S., Morelos M.E., Labarrios F., Tamariz J.,

Chamorro G.A., 1997. Hypolipidaemic activity of alpha asarone in mice, J Ethnopharmacol, 55(2):161-3.

Hamid, A., Hadad, E.A., dan Rostiana, O.. 1991. Upaya Pelestarian Tumbuhan Obat di BALITRO. Di dalam: Zuhud EAM, editor. Prosiding Seminar Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dan Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(4)

Hariana, Arief Drs. H.. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya. Jakarta : 86-87

Kartikawati, S.M., 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor

Krismawati, A. dan Sabran,M.. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Genetik

Tanaman Obat Spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah Vol. 12 No.1 hal.17 Th. 2004

Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman pembentukan komisi daerah plasma nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. hlm. 18.

Lopez M.L., Hernandez A., Chamorro G., Mendoza-Figueroa T., 1993. Alpha Asarone toxicity in longterm cultures of adult rat hepatocytes, Planta Med., 59(2):115-20.

Lusia, O.. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Khasiatnya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1, April 2006, 01-07.

Manikandan S., dan Devi R.S., 2005. Antioxidant property of alphaasarone against noise-stressinduced changes in different regions of rat brain., Pharmacol Res., 52(6):467-74.

Martin, G.J.. 1998. Etnobotani: Sebuah manual pemeliharaan Manusia dan Tumbuhan. Edisi Bahasa Melayu Terjemahan Maryati Mohamed, Natural History Publications (Borneo) Sdn. Bhd. Kinabalu. Sabah. Malaysia.

Peres. 2000. Tetraoxigeneted naturally occurring xanthones, Phytochemistry, 55, 683-710. hal 17.

Radji dan Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3: Departemen Farmasi. FMIPA-UI.

Rahardjo, M., dan O., Rostiana. 2004. Standar prosedur Operasional Budidaya Kunyit dalam Standar Prosedur Operasional Jahe, Kencur, Kunyit dan Temulawak. Badan Litbang Pertanian. Balitro-Bogor. 46 hal.

Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D.,dan Prawiroatmodjo, S.. 2010.

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Secara Tradisional Oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii. Sulewasi Tenggara. http:/biodiversitas. Mipa.


(5)

Rasidi, A.. 2005. Jambu Batu, Buah Banyak Manfaat. www.vision.net.id. Diakses 20 April 2014.

Sabri, M. 2011. Etnobotani Tumbuhan Obat Dalam Kawasan Hutan Wisata Baning Kabupaten Sintang. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak. (Tidak Dipublikasikan).

Sastroamidjojo, S., 1997. Obat Asli Indonesia. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat. Sinambela, J.M.. 2002. Pemanfaatan plasma nutfah dalam industri jamu dan

kosmetika alami. Buletin Plasma Nutfah 8(2):78-79.

Steenis, V., Hoed, G.D., Bloeembergen, S., & Eyma, P.J., 2005. Flora. Jakarta : Pradyna Paramita.

Suganda. A.G. 2002. Standardisasi Simplisia, Ekstrak dan Produk Obat Bahan Alam. Dalam Prosiding Simposium Standardisasi Jamu dan Fitofarmaka. ITB. Bandung,

Suharmiati dan Handayani L.. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Sukandar, E. Y., 2006. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik- Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB, http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari 2014.

Supriadi. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Hal 14.

Susiarti, S., 2005. Indigenous knowledge on the uses of medicinal plants by Dayak Benuaq society, West Kutai, East Kalimantan. Journal of Tropical Ethnobiology II (1), 52-64.

Syakir, M.. 2006. Rencana Strategis Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat(Balitro). Bogor Thomas, ANS. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Jakarta.

World Health Organization. 2003. Traditional medicine.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses Januari2014. Widyastuti, Y.. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersil. Edisi

Revisi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 17.

Widjayakusuma, H.M.H, 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Prestasi Insan Indonesia. Jakarta.


(6)

Zein, U.. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. http://e-usureporsitory.com. Diakses 29 Maret 2014. Zuhud, E.A.M.. 2004. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber

keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat, pp. 1-15 dalam Zuhud E.A.M dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Lembaga Alam Tropika Indonesia.

Zuhud, E.A.M.. 2009. Pengembangan ethno-forest-pharmacy(etno-wanafarma) di Indonesia. Agro Indonesia Vol VI, No 254.