Potensi Ekowisata di Indonesia

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 38 Sementara konservasi sendiri merupakan ide yang cukup klasik untuk menanggulangi krisis ekologi yaitu dengan cara membuatkan suatu kawasan untuk melindungi kehidupan flora dan fauna agar terhindar dari penjarahan manusia seta menciptakan keseimbangan ekosistem bumi. Konservasi ini sudah diterapkan oleh seluruh negara-negara di dunia, baik melalui pembuatan cagar alam, swaka margasatwa, taman nasional ataupun taman wisata alam. Dalam sejarah ekologi Islam, penerapan konservasi sudah dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW dan telah diikuti oleh Umar Ibn al-Khatab dan Ustman Ibn ‘Affan. Istilah yng digunakan pada saat itu adalah Hima. Hima pertama kali dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW di sekitar Madinah untuk melindungi lembah, padang rumput, tumbuhan dan hewan-hewan juga untuk melokalisasi lahan yang boleh dikelola oleh penduduk sekitar kawasan. 39 Adapun penetapan kawasan konservasi juga merupakan komponen penting dalam pengelolaan ekowisata karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan. Kawasan konservasi bisa terdiri dari kawasan suaka alam KSA, kawasan pelestarian alam KPA dan Taman Buru. Kawasan Suaka Alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya. Sementara tantangan dalam pengembangan ekowisata di Indonesia ini adalah potensi alam dan 38 Ibid., 181-183. 39 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, 53-58. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kekayaan budaya Indonesia perlu dikelola secara hati-hati melalui kebijakan dan manajemen ekowisata yang benar. Hal ini dikarenakan ancaman atau kendala terhadap ekowisata teramat besar khususnya dalam konteks Indonesia. Meskipun Indonesia disebut sebagai megadiversity country kedua di dunia setelah Brazil, namun Indonesia seringkali kehilangan sebagian keanekaragaman hayati tersebut sebagai akibat pengelolaan kebijakan yang kurang tepat dan mencapai klimak dalam krisis ekonomi 1998. Kerugian tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Kehilangan dan fragmentasi habitat, hal ini dikarenakan banyak hutan-hutan yang terkonversi, seperti dalam periode 1985 hingga 1997 sebanyak 20 juta ha hutan atau rata-rata 1.5 juta ha per tahun hutan terkonversi. Jika hal ini berlanjut 10 tahun, maka kerusakan dipekirakan akan mencapai seluas wilayah Inggris Raya. 2. Degradasi habitat, hal ini ditunjukkan dengan fenomena seperti seluas 5 juta ha hutan menjadi rusak akibat kebakaran hutan pada tahun 1997-1998; sebanyak 60 persen terumbu karang terdegradasi; kemajuan industri dan ekonomi wilayah perkotaan menghasilkan pencemaran atau polusi yang signifikan terhadap lingkungan ekosistem air tawar dan pesisir. 3. Eksploitasi belebihan, hal ini diakibatkan oleh spesies-spesies tertentu yang menjadi langka di tingkat lokal sebagai akibat permintaan pasar industri makanan atau obat. 4. Kelangkaan, seperti kerusakan hutan dan habitat pada hutan dataran rendah telah menurunkan atau menganggu siklus hidup beberapa spesies yang sebelumnya telah diidentifikasi dalam jumlah terbatas atau mendekati digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ambang kelangkaan. Spesies tersebut meliputi orangutan, siamang, macan tutul, gajah dan sebagainya. 40 Dalam pendekatan lain diharuskan dengan ketentuan ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan sebagaimana halnya pada tujuan konservasi diantaranya harus menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati dan menjamin kelestarian serta pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Akan tetapi dalam perkembangannya ekowisata di Indonesia yang dimulai dan dikenal sejak awal tahun 1990-an hingga akhir tahun 1999 masih dinilai sangat lambat. Padahal jika dilihat dari potensi yang ada seharusnya jumlah produk ekowisata sudah cukup banyak. Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh belum adanya panduan yang mendorong kegiatan ekowisata menjadi kegiatan pelestarian alam dan ekonomi berkelanjutan, kemudian masih rendahnya tingkat pemahaman terhadap ekowisata, hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi atau seminar tentang ekowisata. Oleh karena itu, pentingnya kesadaran dari lembaga-lembaga untuk mensosialisasikan tentang potensi ekowisata sebagai program ekonomi berkelanjutan, mengingat potensi-potensi ekowisata banyak ditemukan di daerah pedesaan yang tentunya dapat berguna sekali untuk menyejahterakan masyarakat setempat dalam hal perekonomian serta menambah daya guna lingkungan sebagai upaya pelestarian. Dalam mengoperasikan jasa ekowisata diantaranya diperlukan adanya sumber daya manusia yang memadai. Melalui keahlian, keterampilan dan 40 Iwan Nugroho, Ek owisata, 208-210.