PERAN DINAS TATA KOTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN KUMUH DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PERAN DINAS TATA KOTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN KUMUH

DI KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

FEBRIAN ERLANGGA

Pembangunan perkotaan yang tidak terencana dengan baik berdampak pada munculnya masalah yaitu munculnya perumahan dan pemukiman kumuh dan kesan bahwa pemerintah kota tidak mampu mengelola perumahan dan pemukiman yang berkualitas. Oleh karena itu pemerintah kota dituntut untuk meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh sehingga menjadi pemukiman yang layak huni. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung? (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung?

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dan empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dengan wawancara dan dokumentasi Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh dilaksanakan dengan dasar hukum Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030, sebagai berikut: a)Melakukan studi kelayakan dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung guna menentukan langkah penataan kawasan permukiman padat dan permukiman kumuh perkotaan diarahkan pada program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi dan rekonstruksi dengan fungsi utama masing-masing wilayah. b) Melakukan perencanaan kerjasama antar instansi dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh, di antaranya dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Bandar Lampung yang diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dalam Kota Bandar Lampung. c) Melaksanakan hal-hal dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh sebagai upaya terencana untuk merubah atau memperbaharui kawasan kota yang mutu lingkungannya rendah dan kumuh. (2) Faktor-faktor penghambat peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh terdiri dari: keterbatasan anggaran Dinas untuk program peremajaan pemukiman kumuh, keterbatasan SDM dan sarana prasarana Dinas dan perilaku masyarakat yang tidak mendukung peningkatan kualitas lingkungan.


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 15 Februari 1991, sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Muhammad Khairul Afdhol (alm) dan Ibu Asmawati.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-Kanak Perwanida yang diselesaikan pada tahun 1997, menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 3 Metro pada tahun 2003, lalu melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Metro yang selesai pada tahun 2006, dan pendidikan menengah di SMA Negeri 17 Surabaya selesai pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Jurusan Hukum Administrasi Negara Universitas Lampung.


(6)

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat

mengambil pengajaran" (Q.S. An-Nahl: 90)


(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini kepada: Kedua orang tuaku Tercinta

Ayahanda Muhammad Khairil Afdhol (alm) dan Ibunda Asmawati Yang telah memberikan kasih sayang tiada batas, perjuangan dan

pengorbanan serta selalu mendoakan demi keberhasilanku Papa Hakim Mahbuq

dan adikku Cucu Susilowati Hakim dan Rizki Prapta Hakim Atas doa dan dukungan yang diberikan serta selalu memberikan

motivasi demi keberhasilanku Keluarga Besarku

Atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini

Almamaterku Universitas Lampung


(8)

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatu

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam Yang Maha Kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang Maha Adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawaRahmatan Lil’Aalaamiin, serta kepada dua malaikat yang setiap saat mencatat segala tingkah laku penulis, dengan sangat jujur dan tanpa lelah,RaqibdanAtid.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Bapak Renaldi Amrullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik

3. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah banyak mengarahkan dalam perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Bukan hanya di bidang akademik, melalui kebiasaan dan pemikirannya juga telah mengajarkan nilai-nilai moral kehidupan. Terima kasih atas segala bimbingan, waktu yang diluangkan dan pelajaran hidupnya sehingga menjadi inspirasi dan pedoman bagi penulis


(9)

4. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan coretan-coretan yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis, dan petuahnya yang tidak terlupakan yaitu agar selalu memperbanyak membaca buku. Terima kasih atas ilmu dan nasehat yang diberikan selama masa kuliah, sehingga membuat penulis jatuh cinta terhadap ilmu Hukum Administrasi Negara

5. Bapak Charles Jackson , S.H., M.H. selaku Pembahas I atas kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini

6. Bapak Syamsir Syamsu , S.H., M.H. selaku pembahas II yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini, serta nasehatnya kepada penulis agar selalu bisa mengatur waktu dengan baik

7. Bapak Hero Satria Arif, S.E, M.H selaku Kabag Tata Usaha yang telah membantu, menasehati dan membimbing penulis dalam menjalani proses mencapainya kesuksessan.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak mengajari dan memberi Ilmu kepada penulis

9. Bapak Marlan, Kiay Andre, Kiay Jack dan Kiay Apri yang telah membantu saya selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung

10. Kepala Dinas Tata Kota Bandar Lampung dan Kepala Dinas Pembangunan Umum Cipta Karya Bandar Lampung serta jajarannya atas izin dan bantuan yang diberikan dalam proses pengumpulan data

11. Keluarga Besar “ Blok C 1”, Y. Suryadinata, S.T., M. Andri Mirmaska, S.H., Lanang Y. S.Sos, Sigit Prasetyo, S.H., Abdul Khony A.Md., Resty (Yuk Esty),


(10)

Prasetyo, A.Md, Anjasmoro, S.H., Hendy Jeporo, S.E., Dani Giok, Panca, Wijanaka Sastra ( Kiko), Endi Pranyoto, A.md., Warung Teteh Akang, serta adik leting Olek, Nawi, Udin, Poni, Madun dan lainnya

12. Teman-teman seperjuangan selama kuliah Dito, Chandra, Gian, Bion, Mamet, Erdit, Adi, Sandy, serta teman-teman yang lainnya

13. Teman-teman sepermainan dan seperjuangan Yoma, Anjas, Andre Komeng, Redo, Amat, Ghani, Verdian, Tahta, Oca, Dimas, Iwan, Anan, Ovan, Ebo, Ucup, Benjol, Panjool, Yudi Ogek, Imay, Chanu, Rizki RZ, Sony bibir, Jiweng, Fikki, Husen, Fio,Eci Yogi Blewer, Abrar,Bang Ahdan,Wak Rudi, Mas Ferry, Bayu, Ali, Mirza, Novan, Ryo, Panji, Patra, Ferri, Bibob, Seno, Tupang, Gondes, Awis, Bakabon, Uyab, Catrin, Zenda, dan teman yang lainnya

14. Untuk kamu disana, yang telah bersedia memberikan semangat, motivasi dan menjadi tempat curhat selama hampir empat tahun, dimulai SMA ketika kita dipertemukan

15. Rekan-Rekan KKN Desa Madaraya Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu: Rendra, Alim, Rino, Pungky, Welly, Melani, Asry, Teti, Tika, Novi, Sela, terima kasih atas doanya, pengalaman tak terlupakan selama 40 hari bersama kalian akan selalu ada,I am gonna miss you guys

16. Keluarga Besar saya Mang Arul, Mang Asan, Bi Tuti, Bi Wati,Bi Ana, Bi Nong, Bi Lia, Tante Indah, Om Marwan, Om Dwi, Om Umar, Om Imam, Wak Ashari,

Wak Asiah, Wak Awing, Wak Muni’, Bude Har, Bude Nunung, Wak Dar, Wak


(11)

keluarga yang lainnya, terimakasih atas bimbingan dan dukungan nya kepada penulis selama ini

17. Bapak Haryono dan Ibu Kartini, atas segala support dan tempat tinggal yang begitu nyaman selama hampir saya kuliah, semoga Allah menggantikan segala kebaikan dengan syurga-Nya yang maha luas. Untuk Bunda Anton, yang selalu memberi motivasi kepada penulis

Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh. Sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Amin

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(12)

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.2.1 Permasalahan ... 7

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian... 8

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian Peran ... 10

2.2 Tinjauan Tentang Perumahan ... 13

2.2.1 Pengertian Perumahan ... 13

2.2.1 Pemukiman Kumuh... 16

2.3 Tinjauan Tentang Penataan Ruang Kota... 17

2.3.1 Pengertian Tata Ruang Kota ... 17

2.3.2 Rencana Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan... 18

2.3.3 Kriteria Kawasan Perumahan/Permukiman yang Layak ... 21

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Perencanaan Kota ... 24

2.5 Dinas Daerah ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Pendekatan Masalah ... 30

3.2 Sumber Data ... 30

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 31

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 31

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ... 32

3.4 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 34

4.1 Gambaran Umum Dinas Tata Kota Bandar Lampung ... 34

4.2 Peran Dinas Tata Kota dalam Meningkatkan Kualitas Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung... 37


(13)

4.2.1 Melakukan Studi Kelayakan dalam Meningkatkan

Kualitas Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung... 37

4.2.2 Perencanaan Kerjasama Antar Instansi ... 42

4.2.3 Hal-Hal yang Dilakukan Dinas dalam Meningkatkan Kualitas Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung... 54

4.2.4 Faktor-Faktor Penghambat Peran Dinas Tata Kota dalam Meningkatkan Kualitas Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung ... 58

BAB V PENUTUP... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan pemerintah melakukan usaha-usaha pembangunan perumahan dengan melibatkan berbagai pihak baik perorangan maupun badan hukum. Usaha pemerintah tersebut tidak terlepas dari tujuan negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Permasalahan yang dihadapi dalam konteks perumahan pada banyak kota di Indonesia adalah semakin berkembangnya perumahan dan pemukiman yang kumuh. Hal ini disebabkan oleh konsep penataan kota yang umumnya berkembang secara bertahap tetapi tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu. Penataan kota tidak dipersiapkan atau direncanakan untuk menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu yang relatif pendek. Kota-kota besar di Indonesia menampilkan wajah ganda, di satu sisi terlihat perkembangan pembangunan yang serba mengesankan dalam wujud arsitektur modern di sepanjang tepi jalan utama kota, namun di sisi lain nampak menjamurnya lingkungan kumuh dengan sarana dan prasarana yang sangat tidak memadai untuk mendukung keberlangsungan kehidupan manusia yang hidup di


(15)

2

wilayah perkotaan tersebut, sehingga menunjukkan adanya krisis dalam perencanaan perkotaan. Fenomena pembangunan perkotaan yang tidak terencana dengan baik, pada perkembangan berikutnya berdampak pada munculnya masalah dalam kehidupan masyarakat perkotaan, seperti munculnya kesan bahwa kota menjadi kumuh, mudah terjangkitnya penyakit pada masyarakat di pemukiman kumuh dan munculnya anggapan bahwa pemerintah kota setempat tidak mampu mengelola peningkatan kualitas perumahan yang berkualitas.

Krisis perencanaan perkotaan di antaranya disebabkan oleh kurangnya tenaga profesional dalam bidang perencanaan kota, sehingga produk yang dihasilkan di berbagai kota kurang berkualitas atau di bawah standar penataan kota yang ideal. Selain itu, tumpang tindihnya bebagai perencanaan dan kebijakan kota oleh instansi yang berbeda, berakibat pada ketidak jelasan aparat pelaksananya kebijakan tersebut di lapangan.1

Terkait dengan permasalahan tersebut, maka Pemerintah melalui Dinas Tata Kota memiliki kewenangan strategis dalam membenahi ketimpangan dan tidak tepatnya sasaran perencanaan pembangunan kota, melalui pengaturan dan program-program kegiatan perencanaan kota yang bertujuan untuk menciptakan suasana perkotaan yang berkualitas demi kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

1

Ruddy Williams.Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta. 2001. hlm 52.


(16)

pembantuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan dan keseragaman daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya sejalan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik. Oleh karena itu pemerintah dapat mewujudkan otonomi daerah sejalan dengan upaya melestarikan dan membudayakan wilayah yang bersih dan membentuk suasana kota yang berwawasan lingkungan, dengan berbagai aspek yang menyangkut daya dukung lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Peningkatan kualitas perumahan dan pemukiman dengan meminimalisasi perumahan yang kumuh dapat diterapkan antara lain dengan mempertimbangkan keseimbangan ekologis, upaya-upaya mencegah kehancuran lingkungan, penataan kawasan pemukiman dan antisipasi pencemaran lingkungan yang membahayakan kesehatan. Pentingnya peran manusia dalam pelestarian alam, peran tata uang dalam pengelolaan lingkungan hidup, seluk beluk manajemen lahan perkotaan dan harapan tentang masa dapan kota yang selaras dengan nuansa lingkungan.

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1990 Tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh, upaya peremajaan tersebut sungguh pantas disyukuri, bagaikan tetesan embun di padang pasir yang gersang. Hal ini disebabkan karena selama ini masih pemukiman kumuh lebih dilihat sebagai penyakit perkotaan yang laten dari pada dipandang sebagai sebagai potensi yang pantas


(17)

4

diaktualisasikan. Para penghuni pemukiman kumuh sering kali tidak diakui harkat martabatnya sebagai warga kota, bahkan cenderung dilecehkan sebagai parasit ekonomi. Perbaikan pemukiman kumuh akan makin ditingkatkan oleh intansi pemerintah karena dianggap sebagai ancaman serius terhadap sistem dan mekanisme kehidupan perkotaan.

Pemerintah kota harus peka terhadap berbagai masalah sosial yang dihadapi dalam perencanaan pembangunan kota, demikian pula halnya dengan para wakil rakyat dan media masa, yang berfungsi menyuarakan aspirasi masyarakat kota. Pemahaman yang harus dibangun adalah memang terbentuk dari perangkat keras seperti bangunan, jalan, dan infrastruktur, tetapi yang menghidupkan kota itu sendiri adalah manusia dengan segenap perilakunya.

Manusia telah sedikit banyak berhasil mengatur kebiasannya sendiri dan sekarang dituntut untuk mengupayakan berlangsungnya proses pengaturan yang normal dari alam dan lingkungan agar selalu dalam keseimbangan, khususnya yang menyangkut lahan, air dan udara .lahan merupakan benda yang di cari tapi sedikit di mengerti oleh manusia. Hampir selalu lahan dilihat sebagai pemuas kebutuhan manusia akan ruang kehidupannya tidak sebagai entitas kehidupan atau sebagai sumberdaya yang terbatas.

Peran manusia dalam pelestarian alam dapat ditempuh melalui lima jalur yaitu jalur politis, organisasi, administrasi, profesi, dan jalur ilmiah. Dalam jalur politis yan berperan adalah penentu kebijakan atau pemerintah, antara lain melelui wahana seperti undang-undang dan peraturan. Segenap politis harus pula


(18)

diyakinkan tentang nilai pentingnya pelestarian alam, tidak hanya bagi generasi masa kini tetapi terlebih untuk generasi mendatang

Jalur organisasi merupakan pengaturan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta dan lembaga-lembaga nirlaba atau swadaya masyarakat yang bergulat dalam bidang lingkungan hidup, yang tidak kalah penting adalah menggalang peran serta aktif dari masyarakat luas. Mengenai administrasi dipandang perlu adanya gagasan dan sikap baru, agar pengelolaan lingkungan dapat dilakukan lebih terdaya guna dan berhasil guna, perlu diciptakan teknik-teknik baru untuk mengukur biaya dan manfaat sosial dari prospek-prospek kepentingan umum, dan penilaian kembali secara lebih akurat area-area seperti aman, lapangan dan ruang terbuka.

Jalur profesional perlu lebih banyak diterapkan dan dikembangkan praktek-praktek rekayasa yang sudah teruji seperti irigasi intensif, pencegahan erosi tanah, penanggulangan hama dengan tanaman ganda atau campuran. Peningkatan produktivitas biologis dan sebagainya. Sementara itu jalur ilmiah dalam bentuk studi dan penelitian yang meluas sekaligus mendalam tentang lingkungan hidup, baik lingkungan alam maupun lingkungan binaan manusia.

Melalui hasil penelitian akan dapat dirumuskan dasar-dasar yang diharapkan dan kemudian diterapkan dalam kehidupan. Dalam konteks peningkatan kualitas perumahan dan pemukiman, perencanaan yang matang harus benar-benar terkonsep. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel pada Dinas Tata Kota Bandar Lampung untuk dijadikan objek dalam penelitian ini. sementara itu yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi Dinas Tata Kota dalam


(19)

6

mewujudkan Kota Bandar Lampung menjadi Kota berwawasan lingkungan dengan memperhatikan berbagai aspek-aspek kepentingan masyarakat salah satunya adalah melalui penataan perumahan dan pemukiman yang baik dan ideal.

Dalam hal ini Dinas Tata Kota selaku instansi terkait yang memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah dalam hal penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan dan penataan ruang kota. Perencanaan sektoral jaringan prasarana umum atau instruktur merupakan sasaran bagi Dinas Tata Kota Bandar Lampung dalam menciptakan kawasan kota berwawasan lingkungan. Kota berwawasan lingkungan mengandung arti sebagai kota yang bersih dari polusi udara, tertib dan memiliki keindahan alam pepohonan di sekitar jalan-jalan utama di perkotaan sehingga dapat menimbulkan keindahan panorama disekitar kota. Aspek-aspek capaian kinerja Dinas Tata Kota memang belum semuanya terlaksana karena banyaknya pertimbangan pemikiran tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan serta mempertimbangkan keinginan komponen masyarakat (stokeholders) untuk mewujudkan masyarakat Kota Bandar Lampung yang sejahtera, adil, aman, dan demokratis dengan dukungan pelayanan publik yang baik, sehingga diharapkan dapat tercipta kawasan perumahan dan pemukiman yang bersih dan sehat di Kota Bandar Lampung.

Keberadaan perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung merupakan suatu permasalahan yang harus segera ditangani dan dicarikan jalan keluarnya oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui Dinas Tata Kota, sehingga kualitas perumahan tersebut menjadi lebih baik, memenuhi syarat


(20)

keindahan, kebersihan dan kesehatan serta menjadi kawasan pemukiman yang layak. Contoh kawasan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung di antaranya adalah pemukiman penduduk di bantaran Sungai Way Awi Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Tanjung Karang Pusat. Selain itu sejumlah kawasan di Kota Bandar Lampung merupakan kumuh dan kotor. Misalnya di Kawasan Kangkung, Kota Karang, dan sebagian wilayah Teluk Betung Selatan banyak permukiman yang kondisi lingkungannya buruk. Rumah penduduk di sana tidak layak huni, aliran sungai dipenuhi sampah, sanitasi dan fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) yang buruk.2

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: Peran Dinas Tata Kota dalam Meningkatkan Kualitas Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung”.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka pokok bahasan diatas yang diteliti adalah :

1. Bagaimanakah peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung?

2

http://www.bandarlampungnews.com/m/index.php?ctn=1&k=politik&i=12299. Diakses Senin 7 April 2014


(21)

8

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung?

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Hukum Administrasi Negara, dengan kajian mengenai peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung dan faktor-faktor yang menjadi penghambat kebijakan tersebut. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Dinas Tata Kota Bandar Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung

2. Untuk mengetahui faktor penghambat peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung


(22)

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperluas cakrawala pandangan peneliti dan pihak-pihak yang ingin mengetahui masalah peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung

2. Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Dinas Tata Kota Bandar Lampung dan pihak-pihak yang berwenang dalam peningkatan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung. Selain itu diharapkan bermanfaat bagi pihak lain yang membutuhkan informasi dan akan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan kerja instansi pemerintahan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.


(23)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peran

Teori peranan (role theory) mengemukakan bahwa peranan adalah sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu. Peran yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula. Tetapi apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain relatif bebas pada seseorang yang menjalankan peranan tersebut.1

Peranan adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Jika seseorang menjalankan peranan tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai keinginan dari lingkungannya.2

Peranan merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif. Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peranan memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

1

Soerjono Soekanto.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm. 221.

2


(24)

1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa peranan merupakan seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang peran. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.

Peran dalam suatu lembaga berkaitan dengan tugas dan fungsi, yaitu dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh seseorang atau lembaga. Tugas merupakan seperangkat bidang pekerjaan yang harus dikerjakan dan melekat pada seseorang atau lembaga sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Fungsi berasal dari kata dalam Bahasa Inggrisfunction, yang berarti sesuatu yang mengandung kegunaan atau manfaat. Fungsi suatu lembaga atau institusi formal adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang dalam kedudukannya di dalam organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bidang tugas dan wewenangnya masing-masing. Fungsi lembaga atau institusi


(25)

12

disusun sebagai pedoman atau haluan bagi organisasi tersebut dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan organisasi.3

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung diketahui bahwa Dinas Tata Kota Bandar Lampung merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah Kota Bandar Lampung yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung. Dinas Tata Kota Bandar Lampung mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam hal penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan dan penataan ruang kota.

Fungsi Dinas Tata Kota Bandar Lampung adalah:

a. Perumusan kebijakan teknis, perencanaan, pemanfaatan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian di bidang penataan ruang kota.

b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya

3


(26)

2.2 Tinjauan Tentang Perumahan

2.2.1 Pengertian Perumahan

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Rumah adalah salah satu jenis ruang tempat manusia beraktivitas, harus dipandang dari seluruh sisi faktor yang mempengaruhinya dan dari sekian banyak faktor tersebut, yang menjadi sentral adalah manusia. Dengan kata lain, konsepsi tentang rumah harus mengacu pada tujuan utama manusia yang menghuninya dengan segala nilai dan norma yang dianutnya.4

Pada masyarakat modern, perumahan menjadi masalah yang cukup serius. Pemaknaan atas rumah, simbolisasi nilai-nilai dan sebagainya seringkali sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan status sosial. Rumah pada masyarakat modern, terutama di perkotaan, menjadi sangat bervariasi, dari tingkat paling minim, yang karena keterbatasan ekonomi hanya dijadikan sebagai tempat berteduh, sampai kepada menjadikan rumah sebagai lambang prestise karena kebutuhan menjaga citra kelas sosial tertentu. 5

4

Eko Budiharjo.Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998, hlm.4.

5

Hendrawan,Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. hlm.54


(27)

14

Berbagai program pengadaan perumahan telah dilakukan Pemerintah dan swasta (real estat). Tetapi apa yang dilakukan belum mencukupi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi jumlah ternyata Pemerintah dan swasta hanya mampu menyediakan lebih kurang 10 % saja dari kebutuhan rumah, sementara sisanya dibangun sendiri oleh masyarakat. Dari segi kualitas, banyak pihak yang berpendapat bahwa program yang ada belum menyentuh secara holistik dimensi sosial masyarakat, sehingga masih perlu diupayakan perbaikan-perbaikan.6

Masalah rumah dan perumahan sering hanya didekati dengan penyelesaian teknis-ekonomi yang sepihak, tanpa melibatkan masyarakat pemakai yang berhubungan erat dengan latar belakang budaya, tradisi dan perilaku mereka. Hal ini menimbulkan kesenjangan dalam memandang rumah yang layak huni. Salah satu akibatnya adalah rumah siap huni berupa rumah susun, misalnya, ditinggalkan oleh penghuninya, atau berkembang menjadi sangat rawan akan kriminalitas, atau dipugar, yang tentunya membutuhkan biaya tambahan.

Perumahan tidak dapat dipandang secara sendiri-sendiri, karena ia terkait dan harus perduli dengan lingkungan sosialnya, maka perumahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial lingkungannya. Perencanaan perumahan harus dipandang sebagai unit yang menjadi satu kesatuan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga harus terdapat ruang-ruang sosial (ruang bersama) untuk masyarakat berinteraksi satu sama lain. Unit-unit rumah adalah pengorganisasian kebutuhan akan privasi dan kebutuhan untuk berinteraksi sosial.7

6

Ibid.hlm.15

7

Zulfie Syarief,Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.hlm. 6.


(28)

Ruang-ruang dalam komplek perumahan yang lestari adalah ruang-ruang yang mampu mengakomodasi aktivitas sosial masyarakat pada lingkungan tersebut, termasuk mengorganisasikan keberagaman sosial dalam masyarakat. Harus diberi ruang-ruang untuk aktivitas dengan latar belakang tradisi yang berlainan, dengan proporsi yang seimbang untuk setiap aktivitas yang berbeda, misalnya tradisi beragama dan adat istiadat. Dengan demikian rasa aman secara spiritual akan tercapai dengan terpeliharanya tradisi dan aktivitas sosial masyarakat setempat juga dengan adanya penerimaan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar.

Perencanaan perumahan harus menggunakan pendekatan ekologi, rumah dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem. Keseluruhan bagian rumah, mulai dari proses pembuatan, pemakaian, sampai pembongkarannya akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan alam. Menurunnya kualitas lingkungan-meningkatnya suhu global; meningkatnya pencemaran air, udara dan tanah; berkurangnya keanekaragaman hayati; berkurangnya cadangan energi dari minyak dan gas yang sebagian besar diakibatkan oleh pembangunan yang tidak terkendali, adalah masalah yang harus dipecahkan dengan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan. Berdasarkan kenyataan ini maka perumahan adalah rumah yang seluruh prosesnya-pembangunan, pemakaian dan pembongkaran-berusaha untuk tidak mengganggu keseimbangan alam, bahkan jika mungkin memperbaiki kualitas lingkungan. Bahwa usaha-usaha untuk kenyamanan dan kesehatan penghuni harus dicapai dengan pendekatan teknis yang tidak merusak alam.8

8

Zulfie Syarief,Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.hlm. 7.


(29)

16

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa perumahan adalah suatu kumpulan beberapa rumah yang dijadikan sebagai permukiman, baik yang berada di wilayah perkotaan maupun perdesaan dan dilengkapi dengan berbagai prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak bagi penghuni perumahan tersebut.

2.2.2 Pemukiman Kumuh

Menurut Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Ketersediaan layanan, bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra struktur. Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting bagi kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan sampah, saluran air, layanan darurat. Tempat tinggal yang memadai haruslah layak dihuni, artinya dapat menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat melindungi mereka dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau ancaman-ancaman bagi kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit.


(30)

2.3 Tinjauan Tentang Penataan Ruang Kota

2.3.1 Pengertian Tata Ruang Kota

Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa kota berwawasan lingkungan sesuai dengan tata ruang pada dasarnya merupakan konsep dasar pembangunan yang bertujuan menselaraskan langkah-langkah pembangunan dengan upaya-upaya pencegahan kerusakan lingkungan kota, dan menjadikan kawasan kota menjadi lebih tertib, bersih, bebas polusi serta menjadikan kota bernuansakan lingkungan yang masih alami, guna menjamin fungsi pelestarian fungsi lingkungan.

Perkembangan kota yang sangat besar, hampir tak terkendali, telah menimbulkan berbagai dampak pada kondisi psikologis manusia maupun lingkungan. Berkembangnya kawasan-kawasan strategis di kota, menarik penduduk pedesaan untuk bekerja di kota yang mereka anggap dapat meningkatkan kualitas hidup. Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan merupakan beban bagi lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya dan estetika. Dengan memperhatikan semua kendala tersebut, maka para pengelola pembangunan baik pemerintah maupun swasta, diharapkan dapat menyusun dan melaksanakan suatu mekanisme kerja yang terpadu serta turut sertanya masyarakat dan instansi-instansi penegak hukum dihimbau agar dapat turut serta dalam mengelola pembangunan kota, khususnya yang berwawasan lingkungan. Pengelola pembangunan kota yang berwawasan lingkungan bertujuan meningkatkan kualitas manusia melalui peningkatan kualitas lingkungan baik fisik maupun sosialnya.9

9


(31)

18

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kota berwawasan lingkungan merupakan konsep pembangunan kota yang bersifat prasarana fisik,bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan alam sekitar kita dan menjadi kawasan kota berwawasan lingkungan yang bernuansakan alam, agar masyarakat merasa nyaman dan terwujud kehidupan yang sejahtera.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang tentang Kota berwawasan lingkungan harus berjalan efektif dan efesien sesuai dengan tata ruang kota dan dilaksanakan berdasarkan perencanaan-perencanaan pembangunan tata ruang kota.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa tata ruang kota merupakan suatu usaha pemegang kebijakan untuk menentukan visi ataupun arah dari kota yang menjadi tanggung jawab pemegang kekuasaan di wilayah tersebut, dalam upaya untuk mewujudkan tata ruang yang dapat mewadahi kegiatan seluruh warga secara berkesinambungan.

2.3.2 Rencana Peningkatan kualitas pemukiman kumuh

Rencana pembangunan kota merupakan tahap perencanaan yang memang sangat berarti bagi kelangsungan perkembangan kota, dengan berbagai masalah-masalah yang timbul dari konteks ruang lingkup lingkungan perkotaan adalah tugas bagi pemerintah kota untuk dapat menanggulangi hal-hal yang menyebabkan kerusakan lingkungan, tata ruang kota yang tidak tertib dan sebagainya. Sesuai dengan persetujuan DPR yang menetapkan undang-undang tentang penataan ruang pasal 3 yang berbunyi terselenggarannya pemanfaatan ruang berwawasan


(32)

lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Adalah merupakan misi dari pemerintah kota untuk mewujudkan peningkatan kualitas pemukiman kumuh.

Perencanaan lingkungan merupakan spesialisasi atau titik pusat perencanaan kota yang menempatkan prioritas utama pada berbagai masalah lingkungan, mencakup, masalah penggunaan lahan, serta kebijakan, dan rancangan penggunannya. Istilah wawasan lingkungan terutama mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan kualitas sumber daya alam karena kaitannya dengan kondisi manusia dan lingkungan buatan, sudut pandang dalam perencanaan lingkungan yang modern biasanya sangat berpariasi misalnya bergerak dari perolehan sumber daya ke proteksi lingkungan atau dari lingkungan sebagai sebagai suatu yang penuh resiko menjadi lingkungan sebagai suatu yang dapat menunjang kehidupan manusia. Lebih lanjut, perencanaan lingkungan tidak memberikan prioritas pada lingkungan alami maupun lingkungan buatan. Akan tetapi biasanya berkaitan dengan masalah-masalah yang muncul dari interaksi antar keduannya.10

Produk perencanaan tata ruang kota yang mengacu pada kedua peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut dirasa lebih luwes (fleksible), karena lebih mendasarkan pada kecenderungan yang terjadi, dan setiap 5 (lima) tahun di evaluasi dan bila terjadi penyimpangan dapat direvisi kembali. Namun dengan tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang kota ini menunjukkan pula adanya ketidak pastian dari rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan sebagai peraturan daerah tersebut.

10


(33)

20

Pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah. Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah selain kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi, juga kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota.

Pembangunan di perkotaan yang dilaksanakan selama ini tampaknya ada konsep yang cenderung dilupakan, yakni mengenai bagaimana mengidentifikasi dan mengkonseptualisasi cita-cita masyarakat berwawasan ekologi perkotaan yang di dalamnya mencakup dimensi-dimensi teknologis, politis, sosiologis, dan juga dimensi kemanusiaan. Belajar dari beragam benacana yang berulang dari tahun ketahun, seperti misalnya banjir, maka orientasi pembangunan kota sudah saatnya ditekankan pada penciptaan kota yang manusiawi dan sebuah kota yang bersahabat dengan wawasan lingkungan. Paradigma ini tampak mendesak dan menjadi sebuah keharusan karena kebanyakan kota-kota besar berkembang dengan mengabaikan kepentingan sosial-budaya masyarakat dan cenderung merusak keseimbangan ekosistem. Indikasi paling kuat akan ketidakseimbangan tata ruang adalah semakin merebaknya komersialisasi ruang yang ditandai dengan semakin membanjirnya bisnis propreti dan bisnis lokasi tanpa regulasi yang jelas11

11

Ruddy Williams.Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta. 2001. hlm 56


(34)

Perencanaan kota berwawasan lingkungan merupakan salah satu program perencanaan pemerintah kota Bandar Lampung dalam mewujudkan tata ruang kota yang bernuansakan alam yang bersih dari polusi. Untuk itu Pemerintah Kota Bandar Lampung sendiri telah menjalankan beberapa tahapan-tahapan perencanaan pembangunan tata ruang kota berwawasan lingkungan sebagaimana diketahui bahwa Rencana Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987, dibedakan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan rencana jangka panjang; Rencana Detail Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah, dan Rencana Teknis Tata Ruang Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut disajikan dalam bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti akan di bangun sesuai dengan tata ruang.

Pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada dasarnya merupakan konsep dasar pembangunan yang bertujuan menselaraskan langkah-langkah pembangunan dengan upaya-upaya pencegahan kerusakan lingkungan, guna menjamin pelestarian fungsi lingkungan. Perkembangan kota yang sangat besar, hampir tak terkendali, telah menimbulkan berbagai dampak pada kondisi psikologis manusia maupun lingkungan.

2.2.3 Kriteria Kawasan Perumahan/Permukiman yang Layak

Beberapa kriteria kawasan perumahan atau permukiman yang layak adalah: a. Ketersediaan layanan

Ketersediaan layanan, bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra struktur. Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting bagi


(35)

22

kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan sampah, saluran air, layanan darurat.

b. Keterjangkauan.

Biaya pengeluaran seseorang atau rumah tangga yang bertempat tinggal harus pada tingkat tertentu dimana pencapaian dan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar lainnya tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus diambil oleh Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi biaya yang berhubungan dengan tempat tinggal, secara umum sepadan dengan tingkat pendapatan. Dalam kaitannya dengan prinsip keterjangkauan, penghuni harus dilindungi dengan perlengkapan yang layak ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk akal atau kenaikan uang sewa.

c. Layak huni.

Tempat tinggal yang memadai haruslah layak dihuni, artinya dapat menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat melindungi mereka dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau ancaman-ancaman bagi kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit. Keamanan fisik penghuni harus pula terjamin. Tempat tinggal sebagai faktor lingkungan yang paling sering dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyebab penyakit berdasarkan berbagai analisis epidemiologi; yaitu, tempat tinggal dan kondisi kehidupan yang tidak layak dan kurang sempurna selalu berkaitan dengan tingginya tingkat kematian dan ketidaksehatan.


(36)

d. Aksesibilitas.

Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua orang yang berhak atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung seperti halnya manula, anak-anak, penderita cacat fisik, penderita sakit stadium akhir, penderita HIV-positif, penderita sakit menahun, penderita cacat mental, korban bencana alam, penghuni kawasan rawan bencana, dan lain-lain harus diyakinkan mengenai standar prioritas untuk lingkungan tempat tinggal mereka.

e. Lokasi.

Tempat tinggal yang layak harus berada di lokasi yang terbuka terhadap akses pekerjaan, pelayanan kesehatan, sekolah, pusat kesehatan anak, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Di samping itu, rumah hendaknya tidak didirikan di lokasi-lokasi yang telah atau atau akan segera terpolusi, yang mengancam hak untuk hidup sehat para penghuninya.

f. Kelayakan budaya.

Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan yang digunakan, dan kebijakan-kebijakan yang mendukung kedua unsur tersebut harus memungkinkan pernyataan identitas budaya dan keragaman tempat tinggal. Berbagai aktivitas yang ditujukan bagi peningkatan dan modernisasi dalam lingkungan tempat tinggal harus dapat memastikan bahwa dimensi-dimensi budaya dari tempat tinggal tidak dikorbankan, dan bahwa, diantaranya, fasilitas-fasilitas berteknologi modern, juga telah dilengkapkan dengan semestinya.12

12

Zulfie Syarief,Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.hlm. 9-11.


(37)

24

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Perencanaan Kota

Menurut kebiasaan yang berlaku perencanaan itu paling baik kalau dilaksanakan selangkah demi selangkah, yang diatur menurut urutannya, yaitu perencanaan dimulai dengan pengumpulan data yang relevan kemudian dilanjutkan dengan menentukan persoalan yang mungkin dapat dilakukan, dengan mengadakan pengujian pemecahan soal-soal tahapan pelaksanaan yang diinginkan dan menjabarkan tahapan pelaksanaan itu kedalam rencana tindakan, proses ini memiliki keluesan tertentu, tetapi kurang tepat ditinjau dari segi tata kerja perencanaan. Dengan memerankan perencanaan sebagai kegiatan memecahkan masalah, diperkirakan ada kesepakatan bahwa suatu tindakan tertentu harus dilakukan dan pokok bahasannya adalah bagaimana menemukan pilihan yang tepat,.sesuai dengan kondisi lingkungan. Tujuan perencanaan pada umumnya tidak jelas sampai kemungkinan pemecahan diuji dan dibicarakan, diperlukan waktu beberapa tahap untuk merencanakan, memperjelas tujuan, dan membuat rencana baru sebelum orang merasa puas dan kemungkinan pelaksanaan kerja berpengaruh besar atas tindakan yang dapat dipertimbangkan, sebenarnya,perencanaan itu seringkali berjalan bagaikan alat untuk mencapai tujuan, begitu juga dari tujuan menjadi alat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan kota adalah: 1. Keahlian Profesional

Keahlian khusus dalam menyusun perencanaan lingkungan fisik, merancang lingkungan tidak hanya sekedar masalah apa yang lebih disukai tetapi harus diteliti dan di konsep sebaik mungkin dalam proses perencanaan


(38)

pemembangunan kota berwawasn lingkungan untuk itu diperlukan keahlian profesional dalam merencanakan pembangunan kota lingkungan dengan mengacu pada aspek-aspek yang telah ditetapkan oleh pemerintah

2. Keterlibatan Masyarakat

Kunci lain agar perencanaan bisa efektif ialah mengetahui bahwa keterlibatan masyarakat perlu untuk mencapai kesepakatan masyarakat yang diperlukan untuk pelaksanaan kerja. Perencanaan harus membantu semua pihak yang berkepentingan untuk mencapai kesepakatan tentang sifat permasalahan dan rencana yang diinginkan. Bermacam-macam teknik telah difikirkan secara baik untuk membuka proses perencanaan untuk membuat setiap rencana. Paling umum adalah mengadakan lokakarya atau dengar pendapat secara umu mengenai pokok-pokok permasalahan agar dapat mengumpulkan gagasan-gagasan dan mengundang tanggapan-tanggapan tentang perencanaan.proses yang lebih ambisius ialah yang melibatkan rakyat secara langsung dalam pembuatan rencana peningkatan kualitas pemukiman kumuh yaitu dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat kota agar beramai-ramai ikut membantu pemerintah dalam mewujudkan kota berwawasan lingkungan.

3. Mencapai Kesepakatan Tindakan Pelaksanaan

Dalam merencanakan kota berwawasan lingkungan perlu mencapai cukup kesepakatan atas keinginan melakukan perubahan dalam rangka mewjudkan suatu tindakan, sementara ada banyak contoh usaha-usaha perbaikan kota waktu lampau yang dipahami dibalik ruang tertutup dan dilaksanakan dengan sedikit keterlibatan masyarakat, karena seharusnya proses perencanaan tidak berjalan dengan baik tanpa keterlibatan dari masyarakat. Dalam hubungan ini


(39)

26

proses perencanaan kota berwawasan lingkungan harus menggunakan sumber daya perubahan secara efektif karena rencana yang tidak dilanjutkan dengan tindakan pelaksanaan berarti suatu proses yang gagal.

4. Mewujudkan Rencana Menjadi Kenyataan

Perencanaan bertujuan mengubah kenyataan suatu tempat dengan memaparkan gambaran masa depan yang diinginkan dan pada akhirnya mengusahakan supaya gambaran ini dapat diterima oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya, lalu diwujudkan dalam bentuk nyata. Dalam usaha perencanaan umum ada tiga macam tindakan pelaksanaan yang diperlukan supaya dapat melaksanakan keputusan-keputusan:

a. Tindakan Langsung, tindakan tertentu dapat dapat diambil secara langsung oleh Negara dan badan pemerintah di daerah, yang berusaha memutuskan tindakan-tindakan mana harus diambil dan berusaha agar tindakan itu apat diterima pembuat undang-undang

b. Tindakan Tak Langsung, tindakan lain menentukan campur tangan sektor swasta, dan cara-caranya harus diikuti untuk menentukan apakah tindakan-tindakan itu sesuai dengan rencana umum.

c. Tindakan kelembagaan, dalam banyak contoh akan adanya kebutuan perubahan-perubahan organisasi guna menjamin apakah inisiatif dijalankan secara benar dan terkoordinir dan bahwa keputusan-keputusan yang dating kemudian menentukan jiwa rencana aslinya. Kekuatan kelembagaan untuk menjalankan perubahan-perubahan akan mempengaruhi oleh rencana-rencana lingkungan fisik kota. Dalam hal ini dinas tata kota sebagai lembaga nstansi terkait perlu mencerminkan


(40)

gaya-gaya pelaksanaan para pelaku utama, tradisi-tradisi setempat tentang bagaimana segala sesuatu diselesaikan dan tuntutan-tuntutan tugas, terutama kepandaian dan modal manusia yang diperlukan untuk mengamati penyelenggaraan perencanaan koa berwawasan lingkungan sehinga dapat terkoordinasi dan sesuai pelaksanannya.13

2.5 Dinas Daerah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah perlu dibantu perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah. Sesuai dengan Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Susunan dan Pengendalian Organisasi Perangkat Daerah dilakukan dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

13

Thomas H. Roberts,Perencanaan Tata Guna Lahan Perkotaan, Penerbit Bentara Jakarta 2006. hlm 14-15


(41)

28

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah Dinas daerah yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas daerah dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:

(a) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;

(b) Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;

(c) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(d) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas.

(e) Kepala dinas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung, diketahui bahwa Dinas Tata Kota Bandar Lampung mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam hal penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan dan penataan ruang kota.

Fungsi Dinas Tata Kota Bandar Lampung adalah:

e. Perumusan kebijakan teknis, perencanaan, pemanfaatan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian di bidang penataan ruang kota.

f. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya.


(42)

g. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya

Berdasarkan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030 menyatakan bahwa strategi pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang memadai dan berwawasan lingkungan hidup, meliputi:

1. Mengarahkan kegiatan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman ke wilayah utara di Kecamatan Kedaton, Kecamatan Rajabasa, dan Kecamatan Tanjung Senang dan timur kota di Kecamatan Sukarame, Kecamatan Sukabumi, dan Kecamatan Tanjung Karang Timur;

2. Mewajibkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) pada setiap perumahan dan permukiman;

3. Menata dan merevitalisasi kawasan permukiman kumuh kota serta mengupayakan pengembangan rumah susun sehat; dan

4. Mengembangkan perumahan/permukiman berbasis mitigasi dan adaptasi bencana.


(43)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan hukum secara normatif dan empiris. Pendekatan secara normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari peraturan-peratuan hukum yang berlaku yang erat kaitannya dengan permasalah penelitian yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, dan sumber lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.

Pendekatan secara empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat pada kenyataan langsung atau sesungguhnya, terhadap pihak yang berkompeten di lokasi penelitian dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti

3.2 Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan, yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan, meliputi:


(44)

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah

c. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung

d. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, berupa kumpulan buku-buku hukum, literature hasil karya ilmiah sarjana-sarjana dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti hasil penelitian hukum, bulletin, majalah, artikel-artikel di internet yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan (library research), yaitu melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari berbagai buku dan literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan permasalahan dalam penelitian


(45)

32

2. Studi lapangan (field research) yang dilakukan melalui wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan data dengan cara wawancara, yaitu mengajukan daftar pertanyaan kepada informan penelitian untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun pihak-pihak yang diwawancarai adalah sebagai berikut:

a. Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota pada Dinas Tata Kota Bandar Lampung (Tony Ferdinansyah, S.T., M.T)

b. Kepala Bidang Pengawasan pada Dinas Tata Kota Bandar Lampung (Erwanudin, ST).

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan data, yaitu mentukan data yang sesuai dengan pokok bahasan, kemungkinan adanya kekurangan data serta kekeliruan data yang diperoleh. b. Klasifikasi data, yaitu menghimpun data menurut kerangka bahasan,

diklasifikasikan menurut data yang telah ditetapkan.

c. Penyusunan data, yaitu menempatkan data pada pokok bahasan masing-masing dengan sistematis.

d. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dibahas

3.4 Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan menjabarkan secara rinci


(46)

kenyataan/ keadaan atas suatu objek dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap permasalahan yang diajukan, sehingga memudahkan untuk ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian.


(47)

64

BAB V P E N U T U P

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peran Dinas Tata Kota dalam Meningkatkan Kualitas Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung adalah:

a. Melakukan studi kelayakan dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung guna menentukan langkah penataan kawasan permukiman padat dan permukiman kumuh perkotaan diarahkan pada program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi dan rekonstruksi dengan fungsi utama masing-masing wilayah.

b. Melakukan perencanaan kerjasama antar instansi dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh, di antaranya dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Bandar Lampung yang diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dalam Kota Bandar Lampung.

c. Melaksanakan hal-hal dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung sebagai sebagai upaya pembangunan yang terencana untuk merubah atau memperbaharui kawasan kota yang mutu lingkungannya rendah dan kumuh.


(48)

2. Faktor-Faktor penghambat peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung, terdiri dari:

a. Keterbatasan anggaran Dinas untuk program peremajaan pemukiman kumuh, pada tahun 2013 dianggarkan dana Program Peremajaan Pemukiman kumuh sebesar 5 miliar Rupiah tapi pada kenyataannya hanya dialokasikan dana sebesar Rp550.000.000, sehingga belum memungkinkan dilaksanakan program tersebut.

b. Keterbatasan SDM dan sarana prasarana Dinas untuk program peremajaan pemukiman kumuh

c. Perilaku masyarakat di pemukiman kumuh yang tidak mendukung peningkatan kualitas lingkungan yaitu dengan membuang sampah secara sembarangan dan tidak menjaga kualitas kesehatan lingkungan

5.2 Saran

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dinas Tata Kota Bandar Lampung disarankan untuk lebih tegas dalam mengatur pemukiman kumuh, hal ini dapat ditempuh dengan cara pengaturan perizinan secara selektif bagi masyarakat yang akan mendirikan rumah sesuai dengan tata ruang dan wilayah dalam kota Bandar Lampung.

2. Dinas Tata Kota Bandar Lampung disarankan untuk lebih aktif melakukan sosialiasi kepada masyarakat yang yang tinggal di pemukiman kumuh agar menjaga kualitas lingkungan, dengan cara tidak membuang sampah di sungai atau secara sembarangan dan secara rutin bergotong-royong dalam rangka menjaga kualitas lingkungan agar menjadi lebih baik.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Ferdinand. 2008.Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta. Budiharjo, Eko.Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1998.

Hendrawan,Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Himawan, Muammar.Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta.2004. Mustopawijaya, 2004.Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Publik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Putra, Fadillah,Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2001.

Raharjo, Budi. 2004.Kota Berwawasan Lingkungan, Pranada Media. Jakarta Roberts, Thomas H.Perencanaan Tata Guna Lahan Perkotaan, Penerbit Bentara

Jakarta. 2006.

Soekanto, Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. Syarief, Zulfie.Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman

bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000. Wahab, Arifin. 2001.Administrasi dalam Pembangunan Nasional. Gunung

Agung. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Wibawa, Fred. 2002.Kebijaksanaan Negara. Penerbit. Yayasan Obor. Jakarta. Winarno, Budi. 2008.Teori dan Proses Kebijakan Publik.PT Buku Kita. Jakarta. Williams, Ruddy. 2001.Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan


(50)

2008 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Ferdinand. 2008.Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta. Budiharjo, Eko.Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1998.

Hendrawan,Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Himawan, Muammar.Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta.2004. Mustopawijaya, 2004.Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Publik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Putra, Fadillah,Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2001.

Raharjo, Budi. 2004.Kota Berwawasan Lingkungan, Pranada Media. Jakarta Roberts, Thomas H.Perencanaan Tata Guna Lahan Perkotaan, Penerbit Bentara

Jakarta. 2006.

Soekanto, Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. Syarief, Zulfie.Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman

bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000. Wahab, Arifin. 2001.Administrasi dalam Pembangunan Nasional. Gunung

Agung. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Wibawa, Fred. 2002.Kebijaksanaan Negara. Penerbit. Yayasan Obor. Jakarta. Winarno, Budi. 2008.Teori dan Proses Kebijakan Publik.PT Buku Kita. Jakarta. Williams, Ruddy. 2001.Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan


(52)

2008 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung


(1)

64

BAB V P E N U T U P

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peran Dinas Tata Kota dalam Meningkatkan Kualitas Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Bandar Lampung adalah:

a. Melakukan studi kelayakan dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung guna menentukan langkah penataan kawasan permukiman padat dan permukiman kumuh perkotaan diarahkan pada program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi dan rekonstruksi dengan fungsi utama masing-masing wilayah.

b. Melakukan perencanaan kerjasama antar instansi dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh, di antaranya dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Bandar Lampung yang diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dalam Kota Bandar Lampung.

c. Melaksanakan hal-hal dalam meningkatkan kualitas pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung sebagai sebagai upaya pembangunan yang terencana untuk merubah atau memperbaharui kawasan kota yang mutu lingkungannya rendah dan kumuh.


(2)

65

2. Faktor-Faktor penghambat peran Dinas Tata Kota dalam meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Bandar Lampung, terdiri dari:

a. Keterbatasan anggaran Dinas untuk program peremajaan pemukiman kumuh, pada tahun 2013 dianggarkan dana Program Peremajaan Pemukiman kumuh sebesar 5 miliar Rupiah tapi pada kenyataannya hanya dialokasikan dana sebesar Rp550.000.000, sehingga belum memungkinkan dilaksanakan program tersebut.

b. Keterbatasan SDM dan sarana prasarana Dinas untuk program peremajaan pemukiman kumuh

c. Perilaku masyarakat di pemukiman kumuh yang tidak mendukung peningkatan kualitas lingkungan yaitu dengan membuang sampah secara sembarangan dan tidak menjaga kualitas kesehatan lingkungan

5.2 Saran

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dinas Tata Kota Bandar Lampung disarankan untuk lebih tegas dalam mengatur pemukiman kumuh, hal ini dapat ditempuh dengan cara pengaturan perizinan secara selektif bagi masyarakat yang akan mendirikan rumah sesuai dengan tata ruang dan wilayah dalam kota Bandar Lampung.

2. Dinas Tata Kota Bandar Lampung disarankan untuk lebih aktif melakukan sosialiasi kepada masyarakat yang yang tinggal di pemukiman kumuh agar menjaga kualitas lingkungan, dengan cara tidak membuang sampah di sungai atau secara sembarangan dan secara rutin bergotong-royong dalam rangka menjaga kualitas lingkungan agar menjadi lebih baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Ferdinand. 2008.Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta. Budiharjo, Eko.Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1998.

Hendrawan,Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Himawan, Muammar.Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta.2004. Mustopawijaya, 2004.Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Publik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Putra, Fadillah,Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2001.

Raharjo, Budi. 2004.Kota Berwawasan Lingkungan, Pranada Media. Jakarta Roberts, Thomas H.Perencanaan Tata Guna Lahan Perkotaan, Penerbit Bentara

Jakarta. 2006.

Soekanto, Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. Syarief, Zulfie.Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman

bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000. Wahab, Arifin. 2001.Administrasi dalam Pembangunan Nasional. Gunung

Agung. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Wibawa, Fred. 2002.Kebijaksanaan Negara. Penerbit. Yayasan Obor. Jakarta. Winarno, Budi. 2008.Teori dan Proses Kebijakan Publik.PT Buku Kita. Jakarta. Williams, Ruddy. 2001.Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan


(4)

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Ferdinand. 2008.Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta. Budiharjo, Eko.Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1998.

Hendrawan,Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Himawan, Muammar.Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta.2004. Mustopawijaya, 2004.Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Publik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Putra, Fadillah,Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2001.

Raharjo, Budi. 2004.Kota Berwawasan Lingkungan, Pranada Media. Jakarta Roberts, Thomas H.Perencanaan Tata Guna Lahan Perkotaan, Penerbit Bentara

Jakarta. 2006.

Soekanto, Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. Syarief, Zulfie.Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman

bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000. Wahab, Arifin. 2001.Administrasi dalam Pembangunan Nasional. Gunung

Agung. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Wibawa, Fred. 2002.Kebijaksanaan Negara. Penerbit. Yayasan Obor. Jakarta. Winarno, Budi. 2008.Teori dan Proses Kebijakan Publik.PT Buku Kita. Jakarta. Williams, Ruddy. 2001.Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan


(6)

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung