Seleksi Kekeringan In Vitro Enam Belas Nomor Tanaman Terung (Solanum melongena. L) dengan Polietilena Glikol (PEG)

SELEKSI KEKERINGAN IN VITRO ENAM BELAS NOMOR
TANAMAN TERUNG (Solanum melongena L.) DENGAN
POLIETILENA GLIKOL (PEG)

ERNA SIAGA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Kekeringan In
Vitro Enam Belas Nomor Tanaman Terung (Solanum melongena L.) dengan
Polietilena Glikol (PEG adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Erna Siaga
NIM A24100157

ABSTRAK
ERNA SIAGA. Seleksi Kekeringan In Vitro Enam Belas Nomor Tanaman Terung
(Solanum melongena L.) dengan Polietilena Glikol (PEG). Dibimbing oleh
AWANG MAHARIJAYA dan MEGAYANI SRI RAHAYU
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa konsentrasi
polietilena glikol (PEG) terhadap pertumbuhan tanaman terung in vitro,
mendapatkan konsentrasi PEG yang dapat digunakan untuk seleksi tanaman
terung secara in vitro dan nomor terung toleran terhadap cekaman kekeringan.
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini disusun dalam
rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi PEG terdiri
atas 0, 5, 10, dan 15%. Faktor kedua adalah nomor terung terdiri atas enam belas
nomor (Kania F1, 001, 007, 013, 016, 030, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072,
078, 085, dan 090). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan PEG pada

media in vitro memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata pada persentase
hidup eksplan, persentase eksplan berkalus, pertambahan tinggi tunas, dan jumlah
daun tanaman terung. Media PEG 10 dan 15% merupakan media yang dapat
digunakan untuk seleksi kekeringan tanaman terung in vitro. Nomor terung Kania
F1, 001, 007, 016, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072, 078, 085, dan 090
merupakan nomor-nomor terung yang toleran terhadap cekaman kekeringan..
Kata kunci: kekurangan air, kultur jaringan, seleksi in vitro, solanaceae, toleran
ABSTRACT
ERNA SIAGA. In Vitro Selection of Sixteen of Eggplant (Solanum melongena
L.) Accessions with Polyethylene Glycol (PEG) to drought resistance. Supervised
by AWANG MAHARIJAYA and MEGAYANI SRI RAHAYU
The objectives of this study were to study the effect of several
concentrations of polyethylene glycol (PEG) on the in vitro growth of eggplant, to
find the appropriate PEG concentration for in vitro selection to drought resistance
of eggplant and the drought tolerant eggplant accessions. The experiment was
conducted at the Laboratory of Tissue Culture, Department of Agronomy and
Horticulture, Bogor Agricultural University. The experiment was laid on a
completely randomized design with two factor. The first factor was concentration
of PEG ( 0, 5, 10, and 15% ) while the second factor was eggplant accessions
(Kania F1, 001, 007, 013, 016, 030, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072, 078, 085,

and 090 ). The results showed that the addition of PEG to in vitro media
significantly affected the survival percentage, the percentage of callus, developed
the bud and the number of leaves of eggplant. Addition of PEG 10 and 15% in
media can be used as the drought resistance selective agent of eggplant in vitro.
Kania F1, 001, 007, 016, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072, 078, 085, and 090
were eggplant accessions which might be tolerant to drought resistance.
Keywords: in vitro selection, solanaceae, tissue culture, tolerant, water deficiency

SELEKSI KEKERINGAN IN VITRO ENAM BELAS NOMOR
TANAMAN TERUNG (Solanum melongena L.) DENGAN
POLIETILENA GLIKOL (PEG)

ERNA SIAGA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah
dilaksanakan sejak Januari sampai Juli 2014 dengan judul Seleksi Kekeringan In
Vitro Enam Belas Nomor Tanaman Terung (Solanum melongena L.) dengan
Polietilena Glikol (PEG).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Awang Maharijaya, SP MSi dan Ir Megayani Sri Rahayu, MS selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan arahan
selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr Ir Diny Dinarti, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran
dan masukan untuk penulisan skripsi ini.
3. Dr Ir Sudradjat, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Departemen

Agronomi dan Hortikultura.
4. Kedua orang tua dan keluarga atas doa dan dorongan semangat yang selalu
dicurahkan.
5. Ibu Juariah sebagai staf laboratorium dan teman lab ( Kak Tika, Kak Kiki,
Kak Erick, Kak Elin, Bu Tendy, dan Bu Indri) atas bantuannya selama
penelitian di laboratorium.
6. PT Bukit Asam Tanjung Enim Tbk. selaku penyandang dana yang telah
membiayai pendidikan S1 penulis di Institut Pertanian Bogor.
7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu serta seluruh teman-teman seperjuangan AGH 47 dan BUD Lahat.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Erna Siaga

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA
Terung

2
2

Kultur Jaringan

3

Kebutuhan Air Tanaman

4

Cekaman Kekeringan

4


Seleksi Tanaman Cekaman Kekeringan dengan PEG

5

METODE PENELITIAN

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

6

Bahan penelitian

6

Peralatan Penelitian

6


Prosedur Penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

9
9

Persentase Hidup Eksplan

11

Persentase Eksplan Berkalus

14

Pertambahan Tinggi Tunas


16

Jumlah Daun

18

KESIMPULAN DAN SARAN

19

Kesimpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA


19

DAFTAR LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung dan konsentrasi PEG
terhadap persentase hidup eksplan tanaman terung
11
2 Persentase hidup 16 nomor eksplan tanaman terung pada media seleksi
kekeringan in vitro
12
3 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap persentase hidup eksplan tanaman
terung
12
4 Uji F persentase hidup eksplan nomor-nomor tanaman terung selama 3
MSP
13
5 Pengaruh konsentrasi PEG 10% dan PEG 15 % terhadap persentase
eksplan hidup pada tanaman terung
14
6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung dan konsentrasi PEG
terhadap persentase eksplan berkalus pada tanaman terung
15
7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap persentase eksplan berkalus pada
tanaman terung
15
8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung dan konsentrasi PEG
terhadap pertambahan tinggi tunas eksplan tanaman terung
16
9 Pengaruh nomor terung terhadap pertambahan tinggi tunas eksplan
tanaman terung
16
10 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertambahan tinggi tunas eksplan
tanaman terung
17
11 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung dan konsentrasi PEG
terhadap jumlah daun per botol eksplan tanaman terung
18
12 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap jumlah daun per botol eksplan
tanaman terung
18

DAFTAR GAMBAR
1 Planlet tanaman terung, (a) planlet tanaman terung dari benih, (b) planlet
tanaman terung dari subkultur

9

2 Planlet tanaman terung yang terkontaminasi , (a) planlet tanaman terung
terkontaminasi cendawan, (b) planlet tanaman terung terkontaminasi
bakteri
10
3 Media perlakuan berupa MS0 cair dengan PEG, (1) Media cair MS0, (2)
Kertas saring, (3) Busa, (4) Eksplan stek satu mata tunas
10
4 Kondisi eksplan tanaman terung nomor 013 saat 3 MSP, (a) PEG 0%, (b)
PEG 5%, (c) PEG 10%, (d) PEG 15%
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi Media Murashige and Skoog (MS) 1962

23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terung (Solanum melongena L) merupakan salah satu tanaman sayuran
asli daerah tropik yang cukup terkenal di Indonesia dan mudah ditemukan di pasar
tradisional dengan harga relatif murah. Buah terung mengandung vitamin A, B1,
B2, C, P dan fosfor serta memiliki manfaat sebagai obat tradisional seperti obat
gatal pada kulit, obat sakit gigi, wasir dan tekanan darah tinggi (Hastuti 2007).
Prospek pengembangan komoditas sayuran di Indonesia sangat baik karena
memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta potensi pasar yang terbuka lebar, baik di
dalam negeri maupun luar negeri (Zulkarnain 2010).
Terung merupakan sayuran yang memiliki potensi sangat baik untuk
dikembangkan di Indonesia saat ini. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan
kesadaran untuk hidup sehat berdampak terhadap peningkatan konsumsi sayuran
termasuk terung. Data konsumsi kalori (Kkal) per kapita per hari komoditas
sayuran pada bulan Maret 2013 sebesar 34.96 dan meningkat menjadi 36.71 pada
bulan September 2013 (SUSENAS BPS 2014). Terung merupakan satu-satunya
komoditas sayuran yang tidak diimpor oleh Indonesia bahkan justru diekspor
sebanyak 1 277 ton pada tahun 2012 (Deptan 2013).
Produksi terung nasional dari tahun 1997- 2011 yaitu sebanyak 279 516
ton tahun-1 hingga mencapai 519 646 ton tahun-1 (BPS 2013). Produksi terung
Indonesia tersebut masih tergolong rendah. Menurut data FAO (2012) produksi
terung Indonesia menempati posisi keenam di dunia dengan nilai produksi sebesar
518 827 ton, jauh lebih rendah dibandingkan China yang mencapai produksi 28
800 000 ton sehingga pengembangan tanaman terung perlu dilakukan untuk
meningkatkan produksi terung nasional. Rendahnya angka produksi dapat
disebabkan karena penurunan luas area tanam dan rendahnya produktivitas. Luas
area tanam terung Indonesia menurut FAO (2012) adalah 50 431 ha. Rata-rata
produktivitas terung dunia sebesar 15 ton ha-1. China mampu mencapai
produktivitas 35 ton ha-1 sedangkan produktivitas terung Indonesia masih lebih
rendah dari produktivitas terung dunia yaitu 10 ton ha-1 (FAO 2012).
Cekaman kekeringan merupakan salah satu permasalahan utama yang
terjadi pada lahan-lahan pertanaman saat ini. Pemanasan global mengakibatkan
perubahan iklim yang tidak menentu dan menurunnya ketersedian air tanah akibat
dari persaingan penggunaan air tanah untuk kebutuhan industri (Efendi et al.
2010). Hal tersebut menjadikan lahan pertanaman tidak selamanya ideal untuk
pertumbuhan tanaman sehingga pengembangan jenis terung yang toleran
kekeringan perlu dilakukan demi peningkatan produksi terung nasional. Program
ekstensifikasi pertanian saat ini pun hanya dapat dilakukan dengan pembukaan
areal yang umumnya marjinal, seperti pemanfaatan lahan kering dengan kendala
cekaman kekeringan.
Salah satu tahapan metode yang dapat dilakukan dalam mengembangkan
tanaman terung toleran kekeringan adalah seleksi kekeringan berbagai jenis terung
secara in vitro. Penggunaan seleksi in vitro merupakan alternatif untuk
mendapatkan tanaman toleran cekaman kekeringan. Indriani et al. (2009)
menyatakan bahwa seleksi kekeringan tanaman kedelai secara in vitro dapat
dilakukan dengan memberikan simulasi kekeringan dengan menggunakan

2
polietilena glikol (PEG). PEG merupakan senyawa yang dapat menurunkan
potensial osmotik larutan melalui aktivitas matriks sub-unit etilena oksida yang
mampu mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen.
Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam tanah diharapkan dapat
menciptakan kondisi cekaman kekeringan karena ketersediaan air bagi tanaman
menjadi berkurang sedangkan penambahan larutan PEG dalam media in vitro
diharapkan dapat mensimulasi kondisi cekaman kekeringan. Penggunaan larutan
PEG 6000 dengan konsentrasi 5–20% pada media in vitro diharapkan dapat
menciptakan potensial osmotik yang setara dengan kondisi tanah kapasitas lapang
dan titik kelembaban kritis sehingga eksplan memberikan respon yang sama
dengan tanaman yang mengalami cekaman di lapangan (Rahayu et al. 2005).

Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertumbuhan tanaman terung
in vitro
2. Mendapatkan konsentrasi PEG yang dapat digunakan untuk seleksi kekeringan
tanaman terung secara in vitro
3. Mendapatkan nomor terung toleran terhadap cekaman kekeringan

Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertumbuhan tanaman terung in
vitro
2. Terdapat konsentrasi PEG yang dapat digunakan untuk seleksi kekeringan
tanaman terung secara in vitro
3. Terdapat nomor tanaman terung yang toleran terhadap cekaman kekeringan

TINJAUAN PUSTAKA
Terung
Terung (Solanum melongena L.) dengan nama lain brinjal atau aubergin,
merupakan tanaman bernilai ekonomi penting di beberapa negara (Furini dan
Wunder 2004). Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal
dari India (Prabhu et al. 2009) dan menyebar ke Amerika, Eropa dan Asia (Sekara
et al. 2007). Tanaman terung (Solanum melongena L.) merupakan tanaman
setahun berumur pendek di daerah tropika dan dibudidayakan sebagai tanaman
setahun di wilayah iklim sedang. Tinggi tanaman antara 0.5-2.5 cm dengan tipe
pertumbuhan indeterminate. Akar tunggang kuat, daun besar tunggal berselangseling. Bunga terung termasuk bunga sempurna, biasanya tumbuh berlawanan
dengan daun, bukan pada ketiak daun (Rubatzki dan Yamaguchi 1999)

3
Suhu optimum harian untuk pertumbuhan dan produksi buah terung
berkisar 25-350C. Jika ditumbuhkan dibawah rentang suhu optimum,
pertumbuhan terung akan sangat lambat (George dan Raymond 1999). Syarat
pertumbuhan terung yaitu sebaiknya ditanam pada tanah lempung berpasir yang
kaya bahan organik, berdrainase dan beraerasi baik, dan keasaman pH 6.8-7.3.
Terung ditanam di dataran rendah sampai ketinggian kurang lebih 100 mdpl, dan
mendapat sinar matahari langsung yang cukup (LPTP 1996).
Menurut Yanto (2008), Tanaman terung dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisi
: Plantae
Sub- divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dycotyledone
Ordo
: Tubyflorae
Family
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum melongena L.
Hastuti (2007) melaporkan bahwa kriteria varietas terung ternyata tidak
hanya berupa bentuk, ukuran, dan warna kulit saja, tetapi juga disertai dengan
panjang dan diameter buah serta berat buah per gram untuk memudahkan
pengenalan varietas terung. Saat ini telah ada perusahaan yang khusus
memproduksi benih terung dengan kualitas yang baik. Biasanya macam varietas
terung tersebut dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran dan warna buah yang
bervariasi seperti pada varietas terung Mustang, Pingtung Long, Extra Long,
Black Coral, Early Bird, Black King, Vista, Dusky dan Ichiban PS (Samadi 2001).

Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman didasarkan pada konsep bahwa tanaman dapat
dipisah–pisahkan menjadi bagian–bagian (organ, jaringan atau sel) yang dapat
dimanipulasi secara in vitro sehingga masing–masing bagian tanaman dapat
tumbuh menjadi tanaman lengkap (Caponetti et al. 2000). Konsep ini
dikemukakan oleh Schleiden dan Schawn yang dinamakan konsep totipotency
cell. Totipotency adalah total genetik potensial dimana dalam tubuh multiseluler
setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigotnya yang mampu memperbanyak
diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherington 1984).
Dalam kultur jaringan dikenal tiga jenis media yang digunakan yaitu
media padat, semi padat dan cair. Pertumbuhan kultur dan laju pembentukan tunas
dipengaruhi oleh keadaan fisik dari media (Wattimena et al. 2011). Menurut
Torres (1957) media kultur jaringan mengandung beberapa komponen : hara
makro, hara mikro, vitamin, asam amino, nitrogen, gula, pelengkap organik yang
tidak diketahui, dan zat pengatur tumbuh. Media kultur jaringan berperan penting
karena tanaman yang dikulturkan hanya mendapatkan hara untuk pertumbuhannya
dari media tersebut.
Manfaat utama dari aplikasi teknik kultur jaringan tanaman adalah
perbanyakan klon atau perbanyakan massal dari tanaman yang sifat genetiknya

4
identik satu sama lain. Selain itu, teknik kultur jaringan pun bermanfaat dalam
beberapa hal khusus seperti perbanyakan klon secara cepat, keragaman genetik,
kondisi aseptik, seleksi tanaman, stok tanaman mikro, lingkungan terkendali,
pelestarian plasma nutfah, produksi tanaman sepanjang tahun, memperbanyak
tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif konvensional (Zulkarnain 2011).

Kebutuhan Air Tanaman
Iklim berperan penting dalam penentuan jenis dan kultivar tanaman yang
dapat dibudidayakan. Keberhasilan produksi tanaman mensyaratkan penggunaan
daya iklim seperti penyinaran matahari, karbon dioksida dan air secara efisien.
Keseimbangan air adalah faktor iklim utama yang mempengaruhi pertanian
seluruh daerah tropik (Goldsworthy dan Fisher 1996). Air berfungsi sebagai
pelarut hara berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis (Fitter dan Hay
1994). Kebutuhan air tanaman dipengaruhi iklim, tanah, irigasi dan teknik
budidaya. Air yang masuk kedalam tanah dapat kembali ke udara dengan
penguapan langsung dari permukaan tanah atau melalui transpirasi oleh tumbuhan
(Arsyad 1989).
Menurut Handoko (1995) keadaan air tanah terdapat dua istilah ETp
(evapotranspirasi potensial) dan ETa (evapotranspirasi aktual). ETp adalah
evapotranspirasi yang terjadi pada keadaan kapasitas lapang dan ETa terjadi pada
keadaan sebenarnya. Kapasitas lapang adalah jumlah air yang ditahan oleh tanah
setelah kelebihan air gravitasi meresap kebawah, sedangkan titik layu permanen
merupakan kandungan air tanah pada saat tanaman diatasnya mengalami layu
permanen, yaitu tidak dapat dipulihkan kembali meskipun telah diberikan air yang
cukup (Soepardi 1983).

Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan adalah keadaan lingkungan yang menyebabkan
kekurangan air bagi tanaman (Kramer 1969). Bray (1997) menyatakan respon
tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada jumlah air yang hilang,
tingkat kerusakan dan lama cekaman kekeringan dan juga sangat tergantung pada
genotipe tanaman, lama dan jenis penyebab kehilangan air, umur dan fase
perkembangan, tipe organ dan tipe seldan bagian-bagian sub seluler. Kehilangan
air pada tingkat seluler dapat menyebabkan perubahan konsentrasi senyawa
osmotik terlarut, perubahan volume sel dan bentuk membran, perubahan gradien
potensial air, kehilangan turgor, kerusakan atau kehancuran integrasi membran
dan denaturasi protein.
Cekaman kekeringan dapat menurunkan tinggi, lebar daun, jumlah daun,
jumlah cabang, diameter batang, bobot kering daun dan bobot kering akar
tanaman terung (Byari dan Al-Rabighi 1995). Penambahan PEG dalam media in
vitro nyata berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan eksplan tunas kacang tanah
yang ditanam secara in vitro dan perlakuan PEG 5% nyata menurunkan
pertambahan tinggi tunas dan jumlah daun (Rahayu et al. 2005). Aazami et al.
(2010) melaporkan bahwa empat kultivar tomat menumbuhkan kalus pada kondisi

5
tercekam kekeringan in vitro dengan penambahan PEG. Hartanti et al. (2011) juga
menyatakan adanya respons pembentukan kalus yang berbeda antara media tanpa
PEG dan media diberi PEG. Kalus yang terbentuk pada eksplan di media tanpa
PEG bertekstur kompak yang ditandai dengan bentuknya yang terorganisir dan
terlihat padat sedangkan kalus yang terbentuk pada eksplan di media yang diberi
PEG memiliki tekstur yang remah.
Banyo dan Nio (2011) melaporkan bahwa respons tanaman terhadap
kekurangan air pada umumnya ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi klorofil
daun. Respons morfologi dan struktur anatomi daun terkait dengan mekanisme
adaptasi terhadap kekeringan pada terung telah diteliti oleh Fu et al. (2013).
Kerapatan dan jumlah trikom bagian atas daun terung lebih tinggi serta meningkat
sekitar 20% pada kondisi tercekam sedangkan jumlah kloroplas per sel lebih
rendah dan bentuknya menjadi bulat dengan struktrur membran yang rusak,
jumlah granul osmiophilic meningkat dan jumlah butir pati menurun.
Langenkamper et al. (2001) juga menyatakan bahwa terjadi penumpukan fibrillin/
protein-protein CDSP34 di kromoplas pada buah dan daun tanaman Solanaceae
yang tercekam kekeringan.
Seleksi terhadap 19 nomor tanaman terung toleran kekeringan melalui
metode tanpa pemberian air selama 45 hari telah dilakukan di green house.
Metode tanpa pemberian air selama 45-72 hari dapat digunakan untuk menyeleksi
nomor tanaman terung toleran kekeringan (Sudarmonowati et al. 2012). cDNAAFLP dan Q-PCR juga dapat digunakan untuk mempelajari ekspresi gen
kecambah tanaman terung pada suhu 430C ( Li et al. 2011). Menurut Jiban (2001)
toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori,
yaitu (1) melepaskan diri dari cekaman kekeringan (drought escape), (2) bertahan
terhadap kekeringan dengan tetap menjaga potensial air yang tinggi dalam
jaringan (drought avoidance), dan (3) bertahan terhadap kekeringan dengan
potensial air jaringan yang rendah (drought tolerance).

Seleksi Tanaman Cekaman Kekeringan dengan PEG
Seleksi in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan polietilena glikol
(PEG) atau manitol sebagai agen penyeleksi untuk mengidentifikasi sel atau
jaringan tanaman kacang tanah yang tidak sensitif karena PEG atau manitol
(Sumarjan dan Hemon 2009). Kemampuan PEG untuk menurunkan potensial air
diharapkan dapat berfungsi sebagai kondisi selektif untuk menduga respon
jaringan tanaman terhadap cekaman kekeringan dan mengisolasi sel/ jaringan
varian yang mempunyai fenotipe cekaman toleran (Badami dan Amzeri 2010).
Rahayu et al. (2005) melaporkan bahwa larutan PEG dalam media in vitro
bersifat menghambat pertumbuhan tunas kacang tanah dan meningkatkan
kandungan prolin total jaringan sehingga diduga mampu mensimulasikan kondisi
cekaman kekeringan dalam media in vitro. Konsentrasi PEG 15% efektif
menghambat pertumbuhan dan perkembangan eksplan epikotil kacang tanah.
Respons tunas kacang tanah terhadap media dengan penambahan PEG 15% dapat
digunakan sebagai alternatif metode untuk menapis toleransi kacang tanah
terhadap cekaman kekeringan.

6
PEG merupakan jenis polimer linier larut air yang dibentuk dengan
penambahan reaksi ethylene oxide (EO) dengan monoethylene glycols (MEG) atau
diethylene glycol. PEG tersedia dengan berat molekul berkisar 200 sampai 8000,
rentang yang besar tersebut sangat memungkinkan dibuat dalam aplikasi yang
berbeda-beda. Adapun level PEG yaitu 200, 300, 400, 600 berbentuk cair , PEG
1000 , 1500 berbentuk cair lembut (putih) dan PEG 2000, 3000, 4000, 6000, dan
8000 berbentuk cair kasar (putih). Rentang besar berat molekul PEG tersebut
menjadikan PEG dapat digunakan dalam berbagai metode fisika, seperti pelarut,
higroskopik, tekanan uap, peleleh atau titik beku, dan variabel viskositas (ARPC
2004).
PEG juga disebut macrogols di Industri Farmasi Eropa yang dibuat dari
polymerization of ethylene oxide (EO) dengan tambahan air, monoethylene glycol
atau diethylene glycol sebagai material awal dan dikatalis oleh alkaline. Adapun
struktur kimianya yaitu HO-[CH2-CH2-O]n-H, dengan (n) sebagai nomor unit EO
(Henning 2002). Hal penting dari PEG adalah kemampuannya larut dalam air
yang membuat PEG sangat ideal digunakan dalam berbagai produk, yang
diantaranya yaitu produk obat-obatan (pembuatan tablet, kapsul dan salep),
kosmetik (cream, lotion, jelly, dan bedak bubuk), dan produk rumah tangga
(deterjen dan pembersih lantai) (ARPC 2004).

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada
bulan Januari – Juli 2014.
Bahan Penelitian
Penelitian seleksi kekeringan ini menggunakan 16 nomor tanaman terung
sebagai bahan tanaman yang akan diseleksi. Nomor-nomor tanaman terung
tersebut berasal dari petani terung daerah lahan pertanian yang cenderung kering.
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini yaitu bahan tanaman
yang berupa stek satu mata tunas dari planlet 16 nomor tanaman terung (Kania F1,
001, 007, 013, 016, 030, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072, 078, 085, dan 090 ).
Bahan media kultur Murashige dan Skoog 0 (MS0) yang digunakan meliputi agar
sebagai bahan pemadat, akuades, gula, kertas saring, dan busa. Bahan kimia yang
digunakan meliputi alkohol 96% dan bahan pemutih komersial yang mengandung
natrium hipoklorit, KOH 1 N sebagai pengatur keasaman larutan media, dan
polietilena glikol (PEG).

7
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan yaitu berupa laminar airflow cabinet, autoklaf
listrik, botor kultur, timbangan analitik, pH meter dan peralatan tanam standar
laboratorium.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian faktorial dengan dua faktor. Faktor
pertama adalah nomor tanaman terung dan faktor kedua adalah konsentrasi PEG.
Nomor tanaman terung terdiri atas 16 nomor yaitu Kania F1, 001, 007, 013, 016,
030, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072, 078, 085, dan 090 dan konsentrasi PEG
terdiri atas empat taraf yaitu 0, 5, 10, dan 15 % yang setara dengan tekanan
osmotik 0, -0.13, -0.19, dan -0.41 Mpa (Mexal et al. 1975) sehingga terdapat 64
kombinasi perlakuan. Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat
192 satuan percobaan. Penelitian menggunakan rancangan lingkungan berupa
Rancangan Acak lengkap (RAL).
Penambahan PEG dalam media menyebabkan media akan menjadi cair
(medium cair) sehingga untuk mencegah eksplan tidak tenggelam maka
digunakan busa dan kertas saring. Eksplan yang digunakan pada media perlakuan
PEG berupa stek satu mata tunas dengan ukuran 0.5 cm yang diperoleh dari
planlet tanaman terung hasil subkultur. Eksplan ditanam di atas busa yang telah
dilubangi dengan diameter 2 mm pada media perlakuan yang berupa media cair.
Model linier rancangan yang digunakan adalah:
Yijk

= µ + αi + βj + Ɣ k + (αβ)ij + εijk

Keterangan:
Yijk
= nilai pengamatan karena ada pengaruh dari nomor terung ke-i dan
konsentrasi PEG ke-j (i= 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,
j= 1, 2, 3, 4)
µ
= nilai rataan umum
αi
= nilai tambahan karena pengaruh perlakuan nomor terung ke-i
βj
= nilai tambahan karena pengaruh perlakuan konsentrasi PEG ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan nomor terung ke-i dan konsentrasi PEG
ke-j
εijk
= galat pada perlakuan nomor terung ke-i dan konsentrasi PEG ke-j
Pelaksanaan penelitian ini disusun dalam lima tahap yaitu sebagai berikut.
a. Sterilisasi alat-alat tanaman
Alat-alat yang digunakan untuk penanaman secara in vitro disterilisasi
dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 17.5 psi selama 60 menit.
Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tercapainya tekanan yang diinginkan.
Alat-alat yang perlu disterilkan adalah pinset, gunting, cawan petri, botol-botol
kultur, dan akuades. Laminar air flow cabinet disterilisasi dengan sinar UV dan

8
blower yang dibiarkan menyala selama satu jam sebelum digunakan, serta
dilakukan penyemprotan alkohol 96% pada bagian dinding dan dasar laminar
sebelum digunakan.
b. Pembuatan media tanam in vitro
Media yang digunakan terdiri atas media padat MS0 dan media seleksi
dengan penambahan PEG 6000 sesuai pelakuan. Media tanam benih in vitro yang
digunakan berupa media padat Murashige dan Skoog 0 (MS0) yang mengandung
hara makro dan mikro. Pembuatan media dilakukan dengan pembuatan larutan
stok hara MS yang terdiri dari stok A, B, C, D, E, F, myo-inosol, dan vitamin.
Selanjutnya, larutan media tersebut dimasukkan dalam gelas ukur dan ditambah
larutan gula sebanyak 30 gl-1 lalu ditera dengan akuades hingga volume 1liter.
Proses pengaturan pH hingga mencapai derajat keasaman media sekitar
5.8 – 6.2 dilakukan melalui penambahan KOH 1 N. Larutan kemudian dituangkan
ke dalam panci untuk dimasak bersama dengan agar sebanyak 7 gl-1. Media yang
sudah jadi dituangkan ke dalam botol-botol kultur yang telah disterilisasi terlebih
dahulu sebanyak 20 ml/botol. Botol- botol kultur tersebut kemudian ditutup
plastik dan disterilisasi lagi dengan autoklaf pada suhu 121oC tekanan 17.5 psi
selama 20 menit.
Media seleksi untuk perlakuan terdiri atas komposisi hara makro dan
mikro berupa media MS0 cair dengan penambahan PEG 6000. Pembuatan media
diawali dengan mencampurkan larutan hara stok A, B, C, D, E, F, myo-inosol, dan
vitamin. Selanjutnya, larutan media tersebut dimasukkan dalam gelas ukur dan
ditambah larutan gula sebanyak 30 gl-1 dan PEG 6000 (0, 5, 10, dan 15%) lalu
ditera dengan akuades hingga volume 1 liter dan diaduk hingga larut serta
dilakukan pengaturan pH hingga berkisar 5.8 – 6.2 melalui penambahan KOH 1 N.
Media seleksi sebanyak 25 ml dituangkan dalam botol kultur (volume 150 ml)
yang telah diisi secara berturut-turut dengan kertas saring dan busa dengan ukuran
4 × 4 × 0.5 cm. Botol kultur kemudian ditutup dengan lembaran plastik tahan
panas dan disterilkan dengan pemanasan selama 20 menit pada suhu 121°C dan
tekanan udara 1.2 bar menggunakan autoklaf (Rahayu et al. 2005)
c. Sterilisasi benih terung
Benih terung disterilkan dengan direndam dalam larutan fungisida dan
bakterisida selama 60 menit kemudian dicuci dengan menggunakan larutan
deterjen dan dibilas dengan air mengalir selama 30 menit. Setelah itu, benih
terung dimasukkan ke dalam larutan pemutih komersial 30% dikocok selama 20
menit, lalu dibilas dengan air steril dan dimasukkan kembali dalam larutan
pemutih komersial 15%, lalu dibilas kembali dengan air steril. Benih steril
dikecambahkan pada media MS0, diinkubasikan dalam ruang kultur bersuhu
25°C, dan diberi penyinaran (1000 lux) selama 24 jam. Benih terung yang
berkecambah dipotong bagian epikotilnya dan disubkultur pada media MS0.
Subkultur dilakukan sebanyak 3 kali. Buku-buku pada batang utama yang terdapat
pada tanaman terung hasil subkultur dipotong dengan panjang 0.5cm dan
digunakan sebagai eksplan.

9
d. Penanaman eksplan
Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminar air flow. Eksplan yang
telah dipotong ditanam dalam media kultur sesuai dengan jenis perlakuan masingmasing. Botol-botol kultur yang berisi eksplan lalu diletakkan dalam ruang kultur
yang diberi penyinaran lampu TL 36 watt selama 24 jam per hari pada suhu 20 oC
sejak awal penanaman hingga 3 MSP.
e. Pengamatan
Pengamatan dilakukan seminggu sekali dimulai sejak 1 hingga 3 minggu
setelah perlakuan (MSP). Peubah yang diamati antara lain:
1. Persentase hidup eksplan yaitu persentase eksplan yang masih hidup selama 3
MSP
2. Persentase eksplan berkalus yaitu persentase eksplan yang menumbuhkan
kalus selama 3 MSP
3. Pertambahan tinggi tunas yaitu pertambahan tinggi tunas pada eksplan selama
3 MSP
4. Jumlah daun per botol yaitu jumlah daun pada eksplan dalam satu botol
selama 3 MSP

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penelitian diawali dengan mengecambahkan benih terung pada media
MS0 (Lampiran 1) selama dua minggu. Elimasni et al. (2006) menyatakan bahwa
media MS0 adalah media yang terbaik untuk proliferasi dan diferensiasi eksplan
tanaman terung secara in vitro. Perbanyakan planlet dilakukan dengan subkultur
epikotil tanaman terung pada media MS0 selama empat minggu.

Gambar 1 Planlet tanaman terung
a. Planlet tanaman terung dari benih
b. Planlet tanaman terung dari subkultur

10
Tanaman terung tumbuh dengan baik selama dua minggu proses
perkecambahan (Gambar 1a). Setelah dua minggu, epikotil tanaman dipotong dan
ditanam pada media subkultur MS0 (Gambar 1b). Tanaman terung subkultur
terlihat steril dan tumbuh dengan baik pada pengamatan minggu pertama dan
kedua. Eksplan epikotil mulai membentuk kalus dan akar pada minggu pertama,
lalu mulai mengalami pertambahan tinggi, jumlah tunas, dan jumlah daun pada
minggu kedua hingga minggu keempat. Beberapa tanaman terung mulai terlihat
terkontaminasi pada minggu ketiga subkultur (Gambar 2). Kontaminasi yang
terlihat disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Cendawan dan bakteri yang
tumbuh berasal dari pinggir botol dan permukaan media. Kontaminasi dapat
muncul karena kurang sterilnya proses subkultur dan kondisi lingkungan.

Gambar 2 Planlet tanaman terung yang terkontaminasi
a. Planlet tanaman terung terkontaminasi cendawan
b. Planlet tanaman terung terkontaminasi bakteri

Gambar 3 Media perlakuan berupa MS0 cair dengan penambahan PEG.
1. Media cair MS0, 2. Kertas saring, 3. Busa, 4. Eksplan stek satu
mata tunas.

11
Kondisi eksplan tanaman terung pada minggu pertama masih terlihat segar
pada setiap media perlakuan (Gambar 3). Kondisi eksplan tanaman terung mulai
terlihat mengalami perbedaan antar media perlakuan pada 2 dan 3 MSP. Pada 3
MSP, eksplan pada PEG 0% terlihat tetap segar dan tumbuh dengan baik, eksplan
pada PEG 5% sebagian besar terlihat tetap berwarna hijau tetapi pertumbuhan
tunasnya kerdil dan menghasilkan daun yang sedikit, eksplan pada PEG 10%
sebagian besar terlihat menguning kecoklatan, dan eksplan pada PEG 15%
sebagian besar terlihat berwarna coklat/mati (Gambar 4).
Efektifitas PEG untuk menduga respon tanaman terung terhadap cekaman
kekeringan in vitro diuji dengan mengevaluasi kemampuan bertahan hidup
keenam belas nomor terung terhadap cekaman kekeringan. Kondisi selektif akibat
penambahan PEG dalam media bersifat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan sel/jaringan yang peka (Badami dan Amzari 2010).

Gambar 4 Kondisi eksplan tanaman terung nomor 013 saat 3 MSP.
a. PEG 0%, b. PEG 5%, c. PEG 10%, d. PEG 15%

Persentase Hidup Eksplan
Persentase hidup eksplan tanaman terung dilihat dari warna eksplan
tanaman terung. Tanaman yang berwarna hijau merupakan tanaman yang masih
hidup sedangkan tanaman yang berwarna coklat merupakan tanaman yang sudah
mati.
Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung terhadap persentase
hidup eksplan tanaman terung
Umur
Nomor
Interaksi Nomor Terung dan
PEG
KK (%)
terung
Konsentrasi PEG
(MSP)
1
tn
tn
tn
0
2
**
**
tn
12.88
3
*
**
tn
22.89
**) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien
keragaman

Pengamatan persentase hidup eksplan tanaman dilakukan dari 1 sampai 3
MSP. Tabel 1 menunjukkan bahwa nomor terung memberikan pengaruh tidak

12
nyata pada 1 MSP, pengaruh sangat nyata pada 2 MSP dan nyata pada 3 MSP.
PEG tidak berpengaruh nyata pada 1 MSP dan berpengaruh sangat nyata pada 2
dan 3 MSP. Interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata pada 1
hingga 3 MSP. Hal ini menunjukkan bahwa nomor terung dan PEG memberikan
pengaruh terhadap persentase hidup eksplan tanaman terung.
Tabel 2 Persentase hidup 16 nomor eksplan tanaman terung pada media seleksi
kekeringan in vitro
Eksplan Hidup (%)
Nomor Terung
2 MSP
3 MSP
a
Kania F1
100.00
93.18 a
ab
001
97.50
84.09 abc
007
97.50 ab
93.18 a
bcd
013
85.00
72.73 bc
016
95.00 abc
90.91 ab
d
030
75.00
68.75 c
034
82.50 cd
79.17 abc
abc
035
90.63
84.09 abc
abc
055
93.75
79.55 abc
057
100.00 a
85.00 abc
abc
069
93.75
87.50 ab
071
100.00 a
97.50 a
a
072
100.00
92.50 a
078
91.67 abc
90.00 ab
ab
085
97.22
89.58 ab
090
88.89 abc
85.42 abc
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman terung nomor 013 dan 030
merupakan nomor terung yang toleran terhadap cekaman kekeringan pada uji
lanjut DMRT. Persentase hidup eksplan tanaman terung nomor 013 dan 030
berbeda nyata dengan nilai persentase hidup eksplan tertinggi yaitu 97.50 % pada
nomor 071. Tanaman terung Kania F1, 001, 007, 016, 034, 035, 055, 057, 069,
071, 072, 078, 085, dan 090 merupakan nomor-nomor terung toleran terhadap
cekaman kekeringan karena tidak berbeda nyata dengan nilai persentase hidup
eksplan tertinggi.
Tabel 3 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap persentase hidup eksplan tanaman
terung
Eksplan Hidup (%)
PEG (%)
2 MSP
3 MSP
a
a
0
97.22 (100.00 – 91.67)
94.79 (100.00 – 83.00)
a
5
96.97 (100.00 – 83.33)
91.94 a (100.00 – 75.00)
10
94.82 a (100.00 – 67.00)
89.58 a (100.00 – 50.00)
b
15
84.89 (100.00 – 66.67)
68.75 b (100.00 – 41.67)
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%. Angka dalam kurung adalah selang nilai persentase hidup yang didapat dalam
pengamatan

13
Berdasarkan uji DMRT (Tabel 3) menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi PEG yang diberikan pada media maka persentase hidup eksplan akan
semakin rendah. Berdasarkan uji DMRT (Tabel 3), persentase hidup eksplan
tanaman terung pada media PEG 0, 5 dan 10 % tidak berbeda nyata tetapi berbeda
nyata dibandingkan dengan media PEG 15%. Hal ini menunjukkan bahwa eksplan
tanaman terung masih mampu bertahan pada media PEG 5 dan 10% dengan nilai
rata-rata persentase hidup di atas 90%. Berdasarkan selang persentase hidup
diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka
kemampuan membedakan nomor terung yang toleran dan tidak toleran semakin
besar. Perlakuan pemberian PEG pada media mempengaruhi keberlangsungan
hidup dan pertumbuhan eksplan tanaman terung yang ditanam.
Tanaman terung dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kekeringan
dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya. Meskipun terung diketahui lebih
toleran terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya,
tanaman terung memiliki tingkatan toleransi kekeringan yang beragam. Pada
beberapa tingkatan cekaman kekeringan, proses fotosintesis dipertahankan lebih
baik oleh tanaman terung daripada tanaman sayuran lainnya (Sudarmonowati et
al. 2012). Kandungan air daun relatif (RWC) tanaman terung lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata tanaman C3 yang didata oleh Ludlow (1976)
sehingga hal ini mengindikasikan bahwa tanaman terung dapat beradaptasi dengan
baik pada kondisi cekaman kekeringan.
Tabel 4 Uji F persentase hidup eksplan nomor-nomor tanaman terung pada 3 MSP
MSP
1
2
3

0%
tn
tn
tn

Respon nomor terung terhadap PEG
5%
10%
tn
tn
tn
tn
tn
*

15%
tn
*
tn

**) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata

Hasil uji f Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase hidup eksplan tanaman
terung mulai berbeda nyata pada media PEG 10% umur 3 MSP dan PEG 15%
umur 2 MSP. Hal ini menunjukkan bahwa media PEG 10 dan 15% merupakan
media yang dapat digunakan untuk seleksi kekeringan tanaman terung secara in
vitro.
Pada media PEG 10% umur 3 MSP, tanaman terung nomor 030 terseleksi
sebagai nomor terung yang toleran terhadap cekaman kekeringan pada uji lanjut
DMRT (Tabel 5). Persentase hidup eksplan tanaman terung nomor 030 berbeda
nyata dengan nilai persentase hidup eksplan 100%. Tanaman terung Kania F1,
001, 007, 013, 016, 034, 035, 055, 057, 069, 071, 072, 078, 085, dan 090
merupakan nomor-nomor terung yang toleran terhadap cekaman kekeringan
karena tidak berbeda nyata dengan nilai persentase hidup eksplan 100%.
Pada media PEG 15% umur 2 MSP, tanaman terung nomor 013, 030, dan
034 terseleksi sebagai nomor terung yang tidak toleran terhadap cekaman
cekaman kekeringan pada uji DMRT (Tabel 5). Persentase hidup eksplan tanaman
terung nomor 013, 030 dan 034 berbeda nyata dengan nilai persentase hidup
eksplan 100%. Tanaman terung Kania F1, 001, 007, 016, 035, 055, 057, 069, 071,

14
072, 078, 085, dan 090 merupakan nomor-nomor terung yang toleran terhadap
cekaman kekeringan karena tidak berbeda nyata dengan nilai persentase hidup
eksplan 100%.
Media PEG 15% memiliki kemampuan menyeleksi nomor terung yang
tidak toleran cekaman kekeringan cukup banyak dan membutuhkan waktu hingga
2 MSP sedangkan media PEG 10% memiliki kemampuan menyeleksi nomor
terung yang tidak toleran cekaman kekeringan hanya sedikit dan membutuhkan
waktu hingga 3 MSP. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi kekeringan tanaman
terung in vitro dapat dilakukan melalui penambahan PEG 10% pada media dengan
biaya yang dikeluarkan lebih murah tetapi waktu seleksi lebih lama atau melalui
penambahan PEG 15% pada media dengan biaya yang dikeluarkan lebih mahal
tetapi waktu seleksi lebih cepat.
Tabel 5 Persentase hidup enam belas nomor eksplan tanaman terung pada media
PEG 10 % (3 MSP) dan PEG 15% (2 MSP)
Nomor Terung
Kania F1
001
007
013
016
030
034
035
055
057
069
071
072
078
085
090

PEG 10%
(3 MSP)
100.00 a
83.33 a
100.00 a
75.00 ab
100.00 a
50.00 b
75.00 ab
91.67 a
91.67 a
83.33 a
83.33 a
100.00 a
100.00 a
100.00 a
100.00 a
100.00 a

PEG 15%
( 2 MSP)
100.00 a
91.67 ab
91.67 ab
66.67 b
83.33 ab
66.67 b
66.66 b
83.33 ab
83.33 ab
100.00 a
83.33 ab
100.00 a
100.00 a
83.33 ab
91.67 ab
75.00 ab

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%

Persentase Eksplan Berkalus
Eksplan berkalus adalah eksplan yang membentuk kalus pada bagian
jaringan eksplan yang ditanam. Kalus merupakan kumpulan sel yang belum
terdiferensiasi yang biasanya berupa sel-sel parenkim (Hartmann et al.1990).
Kalus pada media PEG 0, 5, 10 dan 15% terbentuk pada bagian eksplan yang
mengalami luka akibat pemotongan. Eksplan berkalus diamati untuk melihat
kemampuan berkalus dan perkembangan kalus eksplan pada media PEG.

15
Tabel 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung dan konsentrasi PEG
terhadap persentase eksplan berkalus pada tanaman terung
Umur
(MSP)
1
2
3

Nomor
Terung
tn
tn
tn

PEG
**
**
**

Interaksi Nomor Terung dan
Konsentrasi PEG
tn
tn
tn

KK (%)
14.85
17.83
17.19

**) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien
keragaman; data di transformasi (x+0,5) ½ sebelum diolah menggunakan SAS

Rekapitulasi analisis sidik ragam Tabel 6 menunjukkan bahwa nomor
terung dan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh terhadap persentase
eksplan berkalus tanaman terung mulai dari 1 hingga 3 MSP sedangkan PEG
berpengaruh nyata terhadap persentase hidup tanaman terung mulai 1 hingga 3
MSP. Hal ini menunjukkan bahwa PEG memberikan pengaruh terhadap
persentase eksplan berkalus pada tanaman terung.
Tabel 7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap persentase eksplan
tanaman terung
Eksplan berkalus (%)
PEG (%)
1 MSP
2 MSP
0
21.35 a
34.89 a
5
14.06 ab
34.89 a
10
10.94 b
25.00 a
c
15
0.00
2.08 b

berkalus pada

3 MSP
52.08 a
47.92 a
27.08 b
2.60 c

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%

Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG yang
diberikan pada media maka persentase eksplan berkalus akan semakin rendah.
Persentase eksplan berkalus pada media PEG 0% umur 3 MSP paling tinggi
dibandingkan pada media PEG 5, 10, dan 15%. Persentase eksplan berkalus
semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur eksplan. Berdasarkan uji
DMRT, persentase eksplan berkalus pada media PEG 0 dan 5% tidak berbeda
nyata. Persentase eksplan berkalus PEG 0 dan 5% terlihat berbeda nyata
dibandingkan dengan persentase eksplan berkalus pada media PEG 10 dan 15%.
Hal ini menunjukkan bahwa eksplan tanaman terung memiliki kemampuan
menghasilkan kalus yang sama pada PEG 0 dan 5%.
Kalus yang terbentuk pada media PEG 0 dan 5% terlihat berwarna putih
kehijauan sedangkan kalus pada media PEG 10 dan 15% terlihat berwarna coklat.
Kalus pada eksplan di PEG 5% umur 2 MSP, terlihat ada yang terdiferensiasi
menjadi daun. Hartanti et al. (2011) menyatakan bahwa eksplan tanaman
tembakau membentuk kalus pada media tanpa PEG berwarna putih kehijauan
dengan tekstur kompak. Warna putih pada kalus menandakan keberadaan
leukoplas yaitu butir-butir plastida yang tidak berwarna dan mengandung pati.
Warna putih berubah menjadi putih kehijauan atau hijau dimana perubahan warna
tersebut terjadi akibat sel mulai membentuk klorofil. Robbiani (2010)

16
menjelaskan bahwa kalus yang berwarna coklat merupakan respon oksidasi
senyawa fenolik akibat pelukaan suatu jaringan eksplan.

Pertambahan Tinggi Tunas
Tunas yang diamati pada eksplan yaitu tunas aksilar yang berasal dari stek
mata tunas eksplan. Pertambahan tinggi tunas diukur dari dalam botol tanpa
mengeluarkan eksplan. Mata tunas eksplan pada media PEG 0 dan 5% terlihat
tumbuh menjadi tunas dan membentuk daun sedangkan mata tunas eksplan pada
media PEG 10 dan 15% terlihat ada beberapa yang tumbuh namun banyak yang
tidak tumbuh terutama eksplan pada media PEG 15%.
Tabel 8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh nomor terung dan konsentrasi PEG
terhadap pertambahan tinggi tunas eksplan tanaman terung
Umur
Nomor
Interaksi Nomor Terung
PEG
KK (%)
Terung
dan Konsentrasi PEG
(MSP)
1
*
**
tn
5.73
2
tn
**
tn
10.23
3
tn
**
tn
15.88
**) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien
keragaman; data ditransformasi (x+1) ½ sebelum diolah menggunakan SAS

Tabel 9 Pengaruh nomor terung terhadap pertambahan tinggi tunas pada tanaman
terung
Pertambahan Tinggi Tunas (cm)
Nomor Terung
1 MSP
Kania F1
0.13 ab
001
0.06 b
007
0.15 ab
013
0.06 b
016
0.09 b
030
0.04 b
034
0.09 b
035
0.06 b
055
0.16 ab
057
0.14 ab
069
0.05 b
071
0.27 a
072
0.13 ab
078
0.08 b
085
0.15 ab
090
0.14 ab
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%

Pembentukan tunas didefinisikan sebagai pembentukan daun dimana
proliferasinya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

17
Menurut George (2008), pembentukan tunas pada kultur in vitro lebih sering
diinduksi pertama kali dibandingkan pembentukan akar supaya mekanisme
fotosintesis kultur berlangsung lebih optimal.
Tabel 8 menunjukkan bahwa nomor terung memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap pertambahan tinggi tunas tanaman terung hanya pada 1 MSP dan
tidak berbeda nyata pada 2 dan 3 MSP sedangkan PEG berpengaruh sangat nyata
terhadap pertambahan tinggi tunas tanaman terung mulai 1 hingga 3 MSP.
Interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata pada 1 hingga 3 MSP.
Pada 1 MSP, pertambahan tinggi tunas keenam belas nomor terung tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa PEG
memberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi tunas tanaman terung.
Tabel 10 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertambahan tinggi tunas eksplan
tanaman terung
Pertambahan Tinggi Tunas per Eksplan (cm)
PEG (%)
1 MSP
2 MSP
3 MSP
a
a
0
0.25
0.43
0.36 a
b
b
5
0.14
0.23
0.14 b
10
0.06 c
0.04 c
0.02 c
c
c
15
0.01
0.00
0.00 c
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%

Semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan pada media maka
pertambahan tinggi tunas eksplan semakin rendah. Pertambahan tinggi tunas
tanaman terung pada media PEG 0% paling tinggi dibandingkan pada media PEG
5, 10 dan 15% (Tabel 10). Berdasarkan uji DMRT, eksplan tanaman terung pada
PEG 10 dan 15% memiliki pertambahan tinggi tunas yang tidak berbeda nyata
tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan pertambahan tinggi tunas eksplan
tanaman terung pada PEG 0 dan 5%. Eksplan pada media PEG 15% memiliki
pertambahan tinggi tunas terendah dengan nilai 0.00 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa PEG 15% pada media tidak dapat ditoleransi oleh eksplan untuk
mendukung pertumbuhan tunas. Eksplan pada media PEG 15% tidak mengalami
pertambahan tinggi mulai 2 dan 3 MSP.
Penambahan PEG dalam media in vitro nyata berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan eksplan tunas kacang tanah. Perlakuan PEG nyata
menurunkan pertambahan tinggi tunas dan jumlah daun (Rahayu et al. 2005).
Menurut Kong et al. (1998) PEG dalam media dapat menurunkan proliferasi dan
pertumbuhan jaringan eksplan dan regenerasi tunas. Potensial osmotik media
tumbuh merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap poliferasi tunas.
PEG 15% yang ditambahkan ke dalam media mengakibatkan potensial air media
lebih rendah dibandingkan potensial air sel sehingga senyawa makronutrien yang
terkandung di dalam media tidak dapat berpindah ke dalam sel secara osmosis
yang mengakibatkan tunas tidak tumbuh dan berkembang.

18
Jumlah Daun
Jumlah daun yang diamati adalah jumlah daun pada eksplan yang telah
membuka sempurna per botol. Perhitungan jumlah daun dimulai dari daun baru
yang muncul. Daun tanaman terung sudah mulai tumbuh pada 1 MSP pada media
PEG 0 dan 5% sedangkan daun pada media PEG 10 dan 15% hampir tidak ada
karena tidak tumbuhnya mata tunas.
Tabel 11 Rekapitulasi analisis ragam nomor terung dan konsentasi PEG terhadap
jumlah daun per botol eksplan tanaman terung
Umur
Nomor
Interaksi Nomor Terung
PEG
KK (%)
Terung
dan Konsentrasi PEG
(MSP)
1
tn
**
tn
10.96
2
tn
**
tn
16.85
3
tn
**
tn
18.92
**) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien
keragaman; data ditransformasi (x+3) ½ sebelum diolah menggunakan SAS

Tabel 11 menunjukkan bahwa nomor terung memberikan pengaruh tidak
nyata terhadap jumlah daun pada 1 hingga 3 MSP sedangkan PEG berpengaruh
sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tunas tanaman terung mulai 1 hingga 3
MSP. Interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata pada 1 hingga 3
MSP. Hal ini menunjukkan bahwa PEG memberikan pengaruh terhadap jumlah
daun tanaman terung.
Tabel 12 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap jumlah daun per botol eksplan
tanaman terung
Jumlah daun per botol
PEG (%)
1 MSP
2 MSP
3 MSP
0
0.98 a
2.85 a
3.60 a
5
0.42 b
1.67 b
2.06 b
c
c
10
0.08
0.31
0.48 c
c
c
15
0.00
0.00
0.00 c
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%

Daun pada tanaman terbentuk dari tunas yang merupakan calon vegetatif
tanaman yang berupa kuncup (Hartanti 2011). Tabel 12 menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi PEG pada media maka jumlah daun eksplan yang
tumbuh semakin rendah. Jumlah daun pada media PEG 0% paling tinggi
dibandingkan pada media PEG 5, 10 dan 15%. Berdasarkan uji DMRT, jumlah
daun per botol pada media PEG 10 dan 15% tidak berbeda nyata tetapi berbeda
nyata dibandingkan dengan jumlah daun per botol pada media PEG 0 dan 5%.
Eksplan tanaman terung mampu membentuk daun hanya pada pada media
PEG 0, 5, dan 10%. Eksplan pada media PEG 15% tidak menghasilkan daun pada
1 hingga 3 MSP. Hal ini terjadi karena tidak tumbuhnya tunas pada eksplan. Hal
ini menunjukkan bahwa PEG 15% pada media tidak dapat ditoleransi oleh eksplan
untuk membentuk daun. Byari dan Al-Rabighi (1995) menyatakan