Gejala Hiperkorek Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari tugas ini adalah :

Contoh gejala pleonasme: a. Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya: Mulai dari waktu itu ia jera berjudi. mulai = dari; salah satunya saja dipakai. b. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada kaya yang mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah. c. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya: Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan. 50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan = menyatakan jamak .

4. Gejala Hiperkorek

H.D. van Pernis dalam Badudu 1985 : 58 menyebutkan gejala hiperkorek sebagai proses bentukan betul dibalik betul. Maksudnya, yang sudah betul dibetul- betulkan lagi akhirnya menjadi salah. Gejala hiperkorek menunjukkan sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan tulisan. 1. s dijadikan sy Tabel. 2 Alih huruf bahasa Arab ke bahasa Indonesia N o Bahasa Arab Bahasa Indonesia Contoh 1 sin s Islam, salam, selamat, muslim, saat, sebab, insan. 2 Syin sy - 3 tsa s misal, amsal, Senin, Selasa, hadis, salju. 4 Shad s sehat,sahabat, nasihat, hasil, insaf, salat, pasal, maksud. 9 Hiperkorek terjadi karena kata-kata yang seharusnya tidak boleh dijadikan sy dijadikan sy, misalnya, insaf dijadikan insyaf, sah dijadikan syah. 2. h dijadikan kh Dalam bahasa Arab, ada dua macam bunyi laringal h. h berdesah seperti pada kata-kata: sehat, nasihat, hasil, sahabat, dan h bersuara seperti pada kata- kata: paham, hidayat, jihad, lahir. Dalam bahasa Indonesia kedua macam fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi tidak dibedakan. Ucapannya pun tidak dibedakan. Selain daripada itu ada fonem kh yang dasar ucapannya langit-langit lembut artikulasi velar seperti yang terdapat pada kata-kata: Khalik, makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, ikhtisar. Dalam bahasa Indonesia, fonem itu dituliskan dengan kh menurut ejaan lama ch. Fonem kh pada awal suku bisa dijadikan k saja seperti pada kata-kata: kabar, akhir, ketubah, kesumat. Karena pengaruh bahasa Sunda, maka huruf kh itu biasanya dituliskan orang sebagai h saja, jadi: makhluk, husus, hayal, akhir. Memang dalam ucapannya lebih cenderung pada bunyi h dari pada k walaupun kh mempunyai satu daerah artikulasi yaitu velar. Bentuk mahluk, husus, ahir, bukanlah bentuk baku. Hewan dari bahasa Arab haiwani ditulis dengan kh menjadi khewan, dalam ejaan lama chewan padahal dalam bahasa Arab h pada kata ini sama dengan h pada sehat, nasihat, sahabat. 3. p dijadikan f Dalam bahasa Arab, tak terdapat fonem p, yang ada hanyalah f. Sebaliknya dalam bahasa Melayu tak terdapat fonem f. Itu sebabnya pada umumnya kata- kata yang berasal dari bahasa Arab dengan f dijadikan p seperti: fikir – pikir, faham – paham, hafal – hapal, fasal – pasal, disesuaikan dengan fonem atau ucapan kita. Namun yang sering salah adalah kata-kata bahasa Indonesia yang berawalan fonem p dijadikan f contoh: pihak – fihak inilah yang disebut kasus hiperkorek. 4. j dijadikan z Fonem z dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa MelayuIndonesia sering dijadikan j, seperti: zaman – jaman, izin – ijin, ziarah – jiarah, zambrut – jambrut. Fonem z yang berasal dari bahas Belanda dijadikan s 10 dalam bahasa Indonesia, seperti: zak – saku; zaal – sal; zadel – sadel, zonder – sonder = tanpa, zuster – suster. Dalam bahasa Indonesia ada kita lihat yang sebaliknya dari yang disebutkan di atas ini yaitu j dijadikan z sehingga terjadi pula hiperkorek. Misalnya: ijazah, tidak boleh dijadikan izazah. 5. Gejala Hiperkorek dengan au Pengganti o,e Dalam bahasa Indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan kata-kata seperti: anggota dijadikan anggauta teladan dijadikan tauladan sentosa dijadikan sentausa Contoh-contoh tersebut terjadi karena adanya analogi yang salah, yaitu dikira berasal dari bahasa Arab seperti tuabat, taurat, aurat, taufan. Kata-kata di atas tadi tidak berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi o atau e-nya jangan dikembalikan kepada bunyi au. Frekuensi penulisan anggauta memang sangat besar. Kata-kata yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen dan kabupaten, buro, dan windon adalah bentuk-bentuk yang disandikan: saji + an – sajen, ka + bupati + an – kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon. Namun sering orang mengucapkan kata sajenan dan buronan. Sajen dan buron dianggap sebagai bentuk dasar. Ada pula gejala monoftongisasi dua vokal dijadikan satu vokal di dalam satu kata. Misalnya, syaitan, hairan, haiwan dari bahasa Arab menjadi setan, heran, hewan. Kata taubat dan taurat menjadi tobat dan torat. 6. Timbulnya Gejala Hiperkorek Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hiperkorek adalah : 1. Orang tak tahu mana bentuk yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang diucapkandituliskan oleh orang lain. 2. Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa yang sudah dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata seperti hadir, rela, fasal, hasil, batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin. 11 3. Dari segi linguistik f, kh, sy, z bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu sebabnya variasi antara f – p, kh – k – h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan perbedaan arti. Karena sifatnya yang tidak fonemis itulah, maka variasi bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia. Hanya bila oleh perbedaan fonem timbul perbedaan arti, haruslah orang berhati- hati. Contohnya: sakit polio - kertas folio seni - zeni khas Pasundan - kas Pasundan KALIMAT EFEKTIF

A. Pengertian Kalimat Efektif