BAHASA INDONESIA GEJALA BAHASA DAN KALIMAT EFEKTIF

(1)

TUGAS BAHASA INDONESIA

“GEJALA BAHASA & KALIMAT EFEKTIF”

DISUSUN OLEH :

DIAN ANGGRAINI SIHOMBING

(132600164)

C – 2013

D-III ADMINISTRASI PERPAJAKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang berjudul “Kalimat Efektif & Gejala Bahasa” dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya tugas ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Salliyanti dosen mata kuliah Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara 2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga tugas ini dapat terselesaikan

3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar tugas ini dapat di selesaikan

Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia . Tugas ini membahas tentang “KALIMAT EFEKTIF dan GEJALA BAHASA”.

Tak ada gading yang tak retak Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan tugas-tugas selanjutnya.

Medan, April 2015 Penyusun


(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar belakang...1

B. Rumusan masalah...1

BAB II PEMBAHASAN...2

GEJALA BAHASA...2

1. Gejala Analogi...2

2. Gejala Kontaminasi...4

3. Gejala Pleonasme...5

4. Gejala Hiperkorek...6

KALIMAT EFEKTIF...9

A. Pengertian kalimat efektif...9

B. Ciri-ciri kalimat efektif...10

C. Syarat kalimat efektif...15

BAB III PENUTUP...16

A. Kesimpulan...16

B. Saran...16

Daftar Pustaka...17

BAB I


(4)

A. Latar Belakang

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).

Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat efektif dan gejala bahasa dengan segala permasalahannya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari tugas ini adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan gejala bahasa? 2. Apa saja gejala bahasa dalam bahasa indonesia? 3. Apa yang dimaksud dengan kalimat efektif? 4. Apa ciri-ciri kalimat efektif?

5. Apa syarat yang mendasari kalimat efektif? 6. Bagaimana struktur kalimat efektif?


(5)

PEMBAHASAN

GEJALA BAHASA

Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Gejala bahasa dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek, dan gejala-gejala lainnya.

1. Gejala Analogi

Analogi dalam bahasa artinya suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada. Terbentuknya bentukan-bentukan baru tentu akan memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi bahasa yang tumbuh dan sedang berkembang.

Tabel 1. analogi dalam bahasa Indonesia N

o

Kata/bentukan yang sudah lama dikenal

Keterangan Kata/ bentukan baru

1.

2.

3.

Putra-putri, dewa-dewi

Hartawan, bangsawan

Budiman

Kata-kata itu berasal dari bahasa Sansekerta.

Fonem /a/: menyatakan jenis kelamin laki-laki, /i/

menyatakan perempuan. -wan menyatakan lelaki, untuk menyatakan perempuan dipakai akhiran –wati.

- Saudara-saudari, mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi, dsb. Olahragawan, negarawan, sosiawan, pragawati, negarawati, sosiawati. Seniman.

Dalam bahasa Indonesia tak ada alat (bentuk gramatika) untuk menyatakan atau membedakan jenis laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, jenis kelamin dinyatakan dengan pertolongan kata lain yaitu kalau laki-laki (pria) dan perempuan (wanita) di belakang kata-kata yang dimaksud. Contohnya, murid


(6)

laki-laki, pelayan wanita. Untuk binatang atau tumbuhan dipakai kata jantan dan betina. Contohnya, kuda jantan, bunga betina.

Pembatasan unsur a dan i yang bukan merupakan unsur asli bahasa Indonesia perlu dilakukan. Misalnya, di samping kata bapak tak perlu dibentuk kata bapik

sebab untuk ini sudah ada kata lain yaitu ibu. Jadi analogi dalam bahasa tak selalu berlaku mutlak.

Analogi dari Bahasa Indonesia Asli

Dalam bahasa Indonesia ada kata-kata: dikemukakan, diketengahkan, atau mengemukakan, mengetengahkan. Beranalogi kepada kata-kata itu dibentuklah kata-kata baru: dikesampingkan, dikebumikan, dikedepankan, mengebelakangkan; tidak tergolong ke dalam bentukan dike-kan. Dari kata semasa dibentuk kata-kata baru; sedari, selagi sewaktu, semasih. Pada masa orde baru pun lahir kata pemersatu yang kemudian muncul kata-kata baru seperti pemerlain, pemerhati.

Bentukan Analogi Hasil Suadaya Bahasa

Dari bahasa yang tersedia, orang mencoba membentuk dan melahirkan sesuatu yang baru. Misalnya dari bahasa Belanda “onrechtvaardigheid”, dibuatlah istilah ketidakadilan (onrechtvaardig: tidak adil, heid: morvem pembentuk kata benda menyatakan sifat). “heid” disejajarkan dengan imbuhan ke-an dalam bahasa Indonesia, sehingga lahirlah analogi bentukan ketidak-an seperti; ketidaktertiban, ketidakbecusan, ketidakberesan. Pembentukan kata-kata seperti ini sungguh sangat berhasil.

Analogi yang Salah

Analogi yang salah sering terjadi karena kata bervokal satu dijadikan kata yang bervokal dua yang disebut diftongisasi. Contoh: teladan dijadikan tauladan,

anggota dijadikan anggauta. Mungkin hal tersebut terjadi karena pemakai bahasa menganalogikannya dengan pemungutan kata-kata bahasa Arab seperti: taubat, taufan, taurat. Dalam bahasa Indonesia kata-kata itu menjadi tobat, tofan, torat. Karena analogi itulah bentukan-bentukan teladan dan anggota dikembalikan kepada bentuk dengan au (tauladan, anggauta). Inilah yang dinamakan dengan analogi yang salah yang menimbulkan terjadinya hiperkorek.


(7)

Drs. Pernis (Badudu, 1985:50) mengatakan bahwa “analogi ialah faktor yang terpenting dalam setiap bahasa”. Hal ini nampaknya benar adanya banyak bentukan baru yang dianalogikan dari bentukan yang sudah ada.

2. Gejala Kontaminasi

Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang rancu atau kacau susunan. Yang dirancukan adalah susunan dua unsur bahasa,baik itu imbuhan,kata,ataupun kalimat.

 Kontaminasi Kata

Kata-kata seperti berulang kali dan sering kali adalah contoh kontaminasi kata yang sebenarnya kata-kata tersebut terbentuk dari kata-kata: berulang-ulang

dan berkali-kali. Berulang-ulang

Berulang kali Berkali-kali

di belakang hari

di belakang kali lain kali

jangan biarkan

jangan boleh tidak boleh

Kontaminasi kata terjadi karena adanya dua kata yang sebenarnya dapat berdiri sendiri yang ketika diucapkan dua kata tersebut diucapkan menjadi satu.

 Kontaminasi Bentukan Kata

Adakalanya kita melihat bentukan kata dengan beberapa imbuhan (afiks) sekaligus yang memperlihatkan gejala kontaminasi. Contoh:

dipertinggi

dipertinggikan ditinggikan


(8)

menyampingkan

mengenyampingkan mengesampingkan

 Kontaminasi Kalimat

Kalimat yang rancu pada umumnya dapat kita kembalikan pada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Gejala kontaminasi ini timbul karena dua kemungkinan, yaitu:

a. Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat (menyusun kalimat atau frasa ataupun dalam penggunaan beberapa imbuhan sekaligus).

b.Kontaminasi terjadi tidak disengaja. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara kompetensi dan performansi. Orang tahu dua bentuk yang benar namun ketika ditulis atau diucapakan lahirlah sebuah bentuk penggabungan dua bentukan yang benar.

Contoh:

Kalimat rancu Kalimat asal Di sekolah murid-murid dilarang tidak

boleh merokok

- Di sekolah murid-murid dilarang

merokok

- Di sekolah muri-murid tidak boleh

merokok

Bentukan kontaminasi seperti contoh di atas dapat kita hindari apabila kita tahu benar bagaimana bentukan yang semestinya dan tahu benar mengapa bentukan-bentukan yang semacam itu salah.

3. Gejala Pleonasme

Pleonasme berasal dari bahasa latin “pleonasmus” dalam bahasa Grika “pleonazein” artinya kata yang berlebih-lebihan. Gejala pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan antara lain:

a. Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat yang

berlebih-lebihan. Jadi, dibuat dengan tidak sengaja;

b. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa

kata-kata yang digunakan mengandung pengertian yang berlebih-lebihan;

c. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk


(9)

Contoh gejala pleonasme:

a. Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya:

Mulai dari waktu itu ia jera berjudi. (mulai = dari; salah satunya saja dipakai).

b. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada kaya yang mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah.

c. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya:

Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.

(50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan = menyatakan jamak ). 4. Gejala Hiperkorek

H.D. van Pernis (dalam Badudu 1985 : 58) menyebutkan gejala hiperkorek sebagai proses bentukan betul dibalik betul. Maksudnya, yang sudah betul dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah. Gejala hiperkorek menunjukkan sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan).

1. /s/ dijadikan /sy/

Tabel. 2 Alih huruf bahasa Arab ke bahasa Indonesia N

o

Bahasa Arab Bahasa Indonesia Contoh 1 sin /s/ Islam, salam,

selamat, muslim, saat, sebab, insan.

2 Syin /sy/

-3 tsa /s/ misal, amsal, Senin, Selasa, hadis, salju. 4 Shad /s/ sehat,sahabat,

nasihat, hasil, insaf, salat, pasal, maksud.


(10)

Hiperkorek terjadi karena kata-kata yang seharusnya tidak boleh dijadikan /sy/ dijadikan /sy/, misalnya, insaf dijadikan insyaf, sah dijadikan syah.

2. /h/ dijadikan /kh/

Dalam bahasa Arab, ada dua macam bunyi laringal /h/. /h/ berdesah seperti pada kata-kata: sehat, nasihat, hasil, sahabat, dan /h/ bersuara seperti pada kata-kata: paham, hidayat, jihad, lahir. Dalam bahasa Indonesia kedua macam fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi tidak dibedakan. Ucapannya pun tidak dibedakan.

Selain daripada itu ada fonem /kh/ yang dasar ucapannya langit-langit lembut (artikulasi velar) seperti yang terdapat pada kata-kata: Khalik, makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, ikhtisar. Dalam bahasa Indonesia, fonem itu dituliskan dengan kh menurut ejaan lama ch. Fonem /kh/ pada awal suku bisa dijadikan /k/ saja seperti pada kata-kata: kabar, akhir, ketubah, kesumat.

Karena pengaruh bahasa Sunda, maka huruf kh itu biasanya dituliskan orang sebagai h saja, jadi: makhluk, husus, hayal, akhir. Memang dalam ucapannya lebih cenderung pada bunyi /h/ dari pada /k/ walaupun /kh/ mempunyai satu daerah artikulasi yaitu velar. Bentuk mahluk, husus, ahir, bukanlah bentuk baku.

Hewan dari bahasa Arab haiwani ditulis dengan kh menjadi khewan, (dalam ejaan lama chewan) padahal dalam bahasa Arab h pada kata ini sama dengan h pada sehat, nasihat, sahabat.

3. /p/ dijadikan /f/

Dalam bahasa Arab, tak terdapat fonem /p/, yang ada hanyalah /f/. Sebaliknya dalam bahasa Melayu tak terdapat fonem /f/. Itu sebabnya pada umumnya kata-kata yang berasal dari bahasa Arab dengan f dijadikan p seperti: fikir – pikir, faham – paham, hafal – hapal, fasal – pasal, disesuaikan dengan fonem atau ucapan kita. Namun yang sering salah adalah kata-kata bahasa Indonesia yang berawalan fonem /p/ dijadikan /f/ contoh: pihak – fihak inilah yang disebut kasus hiperkorek.

4. /j/ dijadikan /z/

Fonem /z/ dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa Melayu/Indonesia sering dijadikan /j/, seperti: zaman – jaman, izin – ijin, ziarah – jiarah, zambrut – jambrut. Fonem /z/ yang berasal dari bahas Belanda dijadikan /s/


(11)

dalam bahasa Indonesia, seperti: zak – saku; zaal – sal; zadel – sadel, zonder – sonder (= tanpa), zuster – suster.

Dalam bahasa Indonesia ada kita lihat yang sebaliknya dari yang disebutkan di atas ini yaitu /j/ dijadikan /z/ sehingga terjadi pula hiperkorek.

Misalnya:

ijazah, tidak boleh dijadikan izazah. 5. Gejala Hiperkorek dengan /au/ Pengganti /o,e/

Dalam bahasa Indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan kata-kata seperti: anggota dijadikan anggauta

teladan dijadikan tauladan sentosa dijadikan sentausa

Contoh-contoh tersebut terjadi karena adanya analogi yang salah, yaitu dikira berasal dari bahasa Arab seperti tuabat, taurat, aurat, taufan. Kata-kata di atas tadi tidak berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi /o/ atau /e/-nya jangan dikembalikan kepada bunyi /au/. Frekuensi penulisan anggauta memang sangat besar.

Kata-kata yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen dan kabupaten, buro, dan windon adalah bentuk-bentuk yang disandikan: saji + an – sajen, ka + bupati + an – kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon. Namun sering orang mengucapkan kata sajenan dan buronan. Sajen dan buron dianggap sebagai bentuk dasar.

Ada pula gejala monoftongisasi (dua vokal dijadikan satu vokal di dalam satu kata). Misalnya, syaitan, hairan, haiwan (dari bahasa Arab) menjadi setan, heran, hewan. Kata taubat dan taurat menjadi tobat dan torat.

6. Timbulnya Gejala Hiperkorek

Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hiperkorek adalah :

1. Orang tak tahu mana bentuk yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang

diucapkan/dituliskan oleh orang lain.

2. Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa yang

sudah dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata seperti hadir, rela, fasal, hasil, batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin.


(12)

3. Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/ bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu

sebabnya variasi antara f – p, kh – k – h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan perbedaan arti. Karena sifatnya yang tidak fonemis itulah, maka variasi bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia.

Hanya bila oleh perbedaan fonem timbul perbedaan arti, haruslah orang berhati-hati.

Contohnya: sakit polio - kertas folio seni - zeni

khas Pasundan - kas Pasundan

KALIMAT EFEKTIF

A. Pengertian Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Efektif dalam hal ini adalah ukuran kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan gagasan atau pikiran pada pendengar atau pembaca. Dengan kata lain, kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.

Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan berguna jika dipakai pada sasaran yang tepat. Pengertian efektif dalam kalimat adalah dan ketepatan penggunaan kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi kebahasaan tertentu pula. Beberapa definisi kalimat efektif menurut beberapa ahli bahasa :

1. Kalimat efektif adalah kalimat yang benar dan jelas sehingga dengan mudah dipahami orang lain secara tepat. (Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan:2001)

2. Kalimat efektif dipahami sebagai kalimat yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut mudah dipahami oleh pembaca. (Nasucha, Rohmadi, dan Wahyudi: 2009)


(13)

3. Kalimat efektif di pahami sebagai sebuah kalimat yang dapat membantu menjelaskan sesuatu persoalan secara lebih singkat jelas padat dan mudah di mengerti serta di artikan. (ARIF HP: 2013)

Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kata kunci dari definisi kalimat efektif yaitu sesuai kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami. Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.

B. Ciri-ciri Kalimat Efektif

1. Memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur S P. 2. Taat terhadap tata aturan ejaan yang berlaku.

3. Menggunakan diksi yang tepat.

4. Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan sistematis.

5. Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai. 6. Melakukan penekanan ide pokok.

7. Mengacu pada kehematan penggunaan kata. 8. Menggunakan variasi struktur kalimat. 1. Kesepadanan

Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.

Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri, seperti tercantum di bawah ini: * Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas.

Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.,

Contoh:

a. Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Salah)


(14)

* Tidak terdapat subjek yang ganda. Contoh:

a. Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen. b. Saat itu saya kurang jelas.

Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara berikut : a. Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para dosen. b. Saat itu bagi saya kurang jelas.

* Penggabungan kalimat dengan menggunakan kata sehingga,agar,atau supaya.

Contoh:

- Kami datang terlambat.

- Kami tidak dapat mengikuti acara pertama. Perbaikan :

Kami datang terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama * Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.

Contoh:

a. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. b. Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting. Perbaikannya adalah sebagai berikut:

a. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. b. Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting. 2. Keparalelan

Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina. Kalau bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba.

Contoh:

a. Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes.

b.Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.


(15)

Kalimat (a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu.

Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes.

Kalimat (b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang,pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nomial, sebagai berikut:

Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.

3. Kehematan

Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu atau berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.

Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.

Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga.

Kalimat yang benar adalah:

Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.

4. Kelogisan

Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh :

Waktu dan tempat saya persilakan.

Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;


(16)

5. Ketegasan (Penekanan)

Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.

 Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).

Contoh:

-Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.

Penekanannya ialah Presiden mengharapkan.

Jadi, penekanan kalimat dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat.  Membuat urutan kata yang bertahap

Contoh:

Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

Seharusnya:

Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

 Melakukan pengulangan kata (repetisi).

Contoh:

-Saya suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.

-Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.

 Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan

Contoh: Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.

 Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.

Contoh :

1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu. 2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.


(17)

6. Kevariasian

Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang dengan repetisi. Repetisi atau pengulangan kata sebuah kata untuk memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan kesamaan bentuk. Variasi tidak lain daripada

menganeka-ragamkan bentuk-bentuk bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang.

Macam-macam variasi : a. Variasi Sinonim Kata

Variasi berupa penjelasan-penjelasan yang berbentuk kelompok kata pada hakekatnya tidak merubah isi dari amanat yang akan disampaikan.

Contoh :

Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang baru, suatu kebenaran yang menjadi ide sentral yang menjiwai seluruh puisi.

b. Variasi panjang pendeknya kalimat

Struktur kalimat akan mencerminkan dengan jelas pikiran pengarang, serta pilihan yang tepat dari struktur panjang pendeknya sebuah kalimat dapat memberi

tekanan pada bagian-bagian yang diinginkan. c. Variasi penggunaan bentuk me- dan

di-Pemakaian bentuk grametikal yang sama dengan beberapa kalimat berturut-turut dapat menimbulkan kelesuan. Sebab itu haruslah dicari variasi pemakaian bentuk gramatikal.

d. Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat

Mencapai efektifitas kalimat dan untuk menghindari suasana mononton yang menimbulkan kebosanan, pola kalimat S – P – O dapat diubah menjadi P-S-O atau yang lainnya.

Contoh :

Menlu Muchtar mengatakan tukar fikiran itu sangat bermanfaat.

S P O


(18)

Dikatakan oleh Menlu Muchtar, tukar fikiran itu sangat bermanfaat.

P S O

C. Syarat-syarat Kalimat Efektif

Syarat-syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut:

1. Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.

2. Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.


(19)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.

 Gejala bahasa dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek, dan gejala-gejala lainnya.

 Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.

 Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).

 Ciri-ciri kalimat efektif yaitu :

Kesepadanan,Keparalelan,Kehematan,Kelogisan,Ketegasan,dan Kevariasian. B. Saran

Pada kenyataannya, pembuatan artikel ini masih bersifat sangat sederhana dan simpel. Serta dalam Penyusunan makalah inipun masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi tersebut.


(20)

Daftar Pustaka

Salliyanti dkk. 2015. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Medan : Bartong Jaya.

http://dayintapinasthika.wordpress.com/2013/01/02/contoh-kalimat-efektif-dan-kalimat-tidak-efektif/


(1)

Kalimat (a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu.

Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes.

Kalimat (b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang,pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nomial, sebagai berikut:

Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.

3. Kehematan

Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu atau berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.

Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.

Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga.

Kalimat yang benar adalah:

Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya. 4. Kelogisan

Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh :

Waktu dan tempat saya persilakan.

Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ; Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.


(2)

5. Ketegasan (Penekanan)

Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.

 Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat). Contoh:

-Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.

Penekanannya ialah Presiden mengharapkan.

Jadi, penekanan kalimat dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat.  Membuat urutan kata yang bertahap

Contoh:

Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

Seharusnya:

Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

 Melakukan pengulangan kata (repetisi). Contoh:

-Saya suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.

-Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.

 Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan Contoh: Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.

 Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.

Contoh :

1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu. 2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.


(3)

6. Kevariasian

Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang dengan repetisi. Repetisi atau pengulangan kata sebuah kata untuk memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan kesamaan bentuk. Variasi tidak lain daripada

menganeka-ragamkan bentuk-bentuk bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang.

Macam-macam variasi : a. Variasi Sinonim Kata

Variasi berupa penjelasan-penjelasan yang berbentuk kelompok kata pada hakekatnya tidak merubah isi dari amanat yang akan disampaikan.

Contoh :

Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang baru, suatu kebenaran yang menjadi ide sentral yang menjiwai seluruh puisi.

b. Variasi panjang pendeknya kalimat

Struktur kalimat akan mencerminkan dengan jelas pikiran pengarang, serta pilihan yang tepat dari struktur panjang pendeknya sebuah kalimat dapat memberi

tekanan pada bagian-bagian yang diinginkan. c. Variasi penggunaan bentuk me- dan

di-Pemakaian bentuk grametikal yang sama dengan beberapa kalimat berturut-turut dapat menimbulkan kelesuan. Sebab itu haruslah dicari variasi pemakaian bentuk gramatikal.

d. Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat

Mencapai efektifitas kalimat dan untuk menghindari suasana mononton yang menimbulkan kebosanan, pola kalimat S – P – O dapat diubah menjadi P-S-O atau yang lainnya.

Contoh :

Menlu Muchtar mengatakan tukar fikiran itu sangat bermanfaat.

S P O


(4)

Dikatakan oleh Menlu Muchtar, tukar fikiran itu sangat bermanfaat.

P S O

C. Syarat-syarat Kalimat Efektif

Syarat-syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut:

1. Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.

2. Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.


(5)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.

 Gejala bahasa dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek, dan gejala-gejala lainnya.

 Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.

 Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).

 Ciri-ciri kalimat efektif yaitu :

Kesepadanan,Keparalelan,Kehematan,Kelogisan,Ketegasan,dan Kevariasian. B. Saran

Pada kenyataannya, pembuatan artikel ini masih bersifat sangat sederhana dan simpel. Serta dalam Penyusunan makalah inipun masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi tersebut.


(6)

Daftar Pustaka

Salliyanti dkk. 2015. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Medan : Bartong Jaya.

http://dayintapinasthika.wordpress.com/2013/01/02/contoh-kalimat-efektif-dan-kalimat-tidak-efektif/