127 Tahun Pers Islam Dari Al-‘Urwatul Wutsqa Hingga Al-Mannar
HADLARAH
127 Tahun Pers Islam
Dari Al-‘Urwatul Wutsqa
Hingga Al-Mannar
MU’ARIF
pd
fsp
litm
erg
er.
co
m)
al-‘Urwatul Wustqa terbit pada 5 Jumadil Awwal 1301 H bertepatan
dengan 12 Maret 1884 M.
Mingguan al-‘Urwatul Wustqa mengusung misi persatuan dan
menanamkan ajaran Islam demi kesejahteraan seluruh manusia.
Selain tema keagamaan, pemikiran politik al-Afghani sangat kritis
sehingga mendapat sorotan dari negara-negara Islam dan Eropa.
Puncak pemikiran politik al-Afghani adalah Pan-Islamisme, yaitu
gagasan yang menghendaki persatuan umat Islam di seluruh dunia
dalam rangka mengimbangi kemajuan negara-negara Eropa.
Majalah al-‘Urwatul Wustqa beredar menggunakan jalur
organisasi kaum terpelajar yang meliputi Mesir, Iran, Afghanistan,
Turki, dan India. Surat kabar Islam modernis pertama ini juga
dibaca oleh masyarakat di London. Di ibukota Inggris ini, al-‘Urwatul
Wustqa begitu populer sehingga sebuah penerbit lokal terinspirasi
untuk menerbitkan surat kabar sejenisnya. Al-Afghani sempat
diajak oleh sebuah penerbit di London untuk menerbitkan majalah
bulanan Dliyaul Khaifain. Karena terbit mengandalkan idealisme
dan berperan sebagai organ perjuangan politik Islam, al-‘Urwatul
Wustqa tidak mampu bertahan setelah Jamaluddin al-Afghani
meninggal dunia (5 Syawal 1314 H/9 Maret 1897 M).
Patah tumbuh hilang berganti. Pasca meninggal Jamaluddin
al-Afghani dengan al-‘Urwatul Wustqa-nya, Muhammad Abduh
datang dengan al-Mannar-nya. Sebenarnya, penggagas
penerbitan al-Mannar adalah Rasyid Ridha, murid Muhammad
Abduh. Berawal dari materi kuliah Muhammad Abduh di
Universitas al-Azhar, Rasyid Ridha yang aktif mengikuti kuliah
tersebut merasa perlu memublikasikan seluruh materi ceramah
gurunya. Pada tahun 1315 H, Rasyid Ridha sebagai pemimpin
redaksi dibantu Amir Syakib Arslan sebagai redaktur menerbitkan
nomor perdana majalah al-Mannar (Mercu Suar).
Jika majalah al-‘Urwatul Wustqa berorientasi politik, maka alMannar lebih mengedepankan ijtihad dan rasionalisasi ajaran
Islam. Rubrik-rubrik al-Mannar juga lebih lengkap, meliputi: Tafsir
Al-Qur’an, berita seputar pergerakan dalam dunia Islam, tanya
jawab agama, biografi pemimpin-pemimpin Islam, pembahasan
agama-agama lain, tasawuf, akhlak dan persoalan ekonomi, sosial,
serta politik menurut pandangan Islam. Khusus pada rubrik tafsir
Al-Qur’an memuat materi kuliah Muhammad Abduh yang
kemudian disunting oleh Rasyid Ridha menjadi 35 jilid kitab yang
dikenal dengan Tafsir Al-Mannar. Rubrik tanya jawab agama
diasuh langsung oleh Rasyid Ridha selaku pemimpin redaksi.
De
mo
(
Vi
sit
htt
p:/
/w
w
w.
S
ejarah penerbitan surat kabar Islam mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa.
Berawal dari penemuan Johann Gutenberg (1400-1468),
budaya cetak mengalami perkembangan pesat setelah ilmuwan
dari Jerman ini menemukan mesin cetak (Michael H. Hart, 1982).
Sekalipun mesin cetak manual, kertas, dan tinta sudah dikenal
oleh bangsa China dan Arab sejak abad ke 8 M, tetapi penemuan
Gutenberg ini mampu memroduksi barang cetakan dalam
kapasitas besar sehingga mengalahkan sistem cetak manual.
Penemuan Gutenberg telah mengubah peradaban Barat dan
mengawali budaya baru penerbitan surat kabar.
Muhammad Ali Pasha menjadi penguasa tunggal di Mesir
setelah berhasil mengenyahkan pasukan Perancis dari Mesir
pada 1801. Ambisinya begitu besar untuk menjadi penguasa Mesir,
menggeser kekuasaan Sultan Salim III, sehingga pada tahun
1811 dia menjadi penguasa tunggal di Negeri Piramid tersebut.
Tidak hanya dikenal sebagai panglima perang, Muhammad Ali
juga seorang terpelajar. Pada tahun 1828, penguasa Mesir ini
menerbitkan surat kabar organ pemerintahannya bernama alWaqai’ul Mishriyyah. Pada tahun pertama, surat kabar ini terbit
tidak teratur. Memasuki masa kepemimpinan Khadevi Taufiq, surat
kabar ini mengalami perubahan setelah Jamaluddin al-Afghani
dipercaya sebagai pemimpin redaksi. Namun, al-Afghani tidak
bertahan lama memimpin surat kabar organ pemerintah ini. Kritik
dan gagasan al-Afghani selalu dianggap merongrong kewibawaan
pemerintah sehingga dia diberhentikan dari jabatan pemimpin
redaksi dan diasingkan ke Heyderabad.
Dari pengasingan di India (Heyderabad), pada 23 September
1883, al-Afghani pergi ke London (Inggris). Tetapi di Inggris pun
al-Afghani tidak betah sehingga dia memutuskan pergi ke Paris
(Perancis). Di Paris, al-Afghani menemukan suasana yang
memungkinkan dirinya melanjutkan perjuangan. Rencana
perjuangan baru telah disiapkan setelah dia mengirim surat kepada
Muhammad Abduh, muridnya yang setia di Mesir, untuk segera
pergi ke Paris. Di kota Paris yang penduduknya mayoritas non
Muslim inilah, al-Afghani menerbitkan majalah al-‘Urwatul Wustqa
(Tali yang Kokoh). Pemberian nama ini terinspirasi dari surat AlBaqarah ayat 256. Al-Afghani mengajak Muhammad Abduh duduk
di jajaran redaksi. Dibantu oleh Mirza Muhammad Baqir, seorang
editor bahasa yang handal, al-Afghani menerbitkan surat kabar ini
sebagai majalah mingguan. Nomor perdana majalah mingguan
48
12 - 24 RABIULAWAL 1432 H
HADLARAH
litm
erg
er.
co
m)
juga telah menimba ilmu di al-Azhar, sehingga pemikirannya
sehaluan dengan gagasan pembaruan Islam di Mesir. Sedangkan
di tanah Jawa, pada tahun 1915, terbit majalah Suara Muhammadiyah yang digagas oleh Haji Fachrodin. Pengaruh al-Mannar memang tidak tampak dari segi nama majalah ini. Akan tetapi, desain
rubrik dan isi majalah seluruhnya terpengaruh oleh model majalah
al-Mannar. Komposisi rubrik Suara Muhammadiyah meliputi: Tafsir
Al-Qur’an, Dunia Islam, Tanya Jawab Agama, Kisah Pemimpinpemimpin Islam, Pembahasan Kristologi, Akhlak, dan Persoalan
Ekonomi, Sosial, serta Politik menurut pandangan Islam (lihat
Soewara Moehammadijah no. 1 Tahun 1922). Isi majalah juga
lebih mengedepankan pada aspek ijtihad agama dan pemberdayaan
umat, tidak merambah politik praktis. Majalah Suara
Muhammadiyah lebih identik dengan al-Mannar ketimbang al‘Urwatul Wutsqa. Suara Muhammadiyah adalah organ resmi
Persyarikatan Muhammadiyah yang secara ideologis sehaluan
dengan gerakan pembaruan Islam di Mesir.
Pasang surut penerbitan surat kabar Islam sejak terbit al-‘Urwatul Wutsqa (Prancis), al-Mannar (Mesir), al-Imam (Singapura),
al-Munir (Padang), dan Suara Muhammadiyah (Jawa) sudah memasuki 127 tahun. Semua surat kabar corong pembaruan Islam
tersebut sudah berhenti terbit kecuali majalah Suara Muhammadiyah yang hingga kini masih tetap lestari.l
pd
fsp
Peta distribusi majalah al-Mannar sangat luas, dari Eropa
sampai Asia Tenggara. Di samping tersebar lewat para jamaah
haji, jaringan distribusi majalah ini menggunakan organisasi Islam
yang sehaluan dengan gerakan pembaruan di Mesir. Di Asia
Tenggara, majalah al-Mannar tersebar di Semenanjung Malaya
dan Hindia Timur.
Pengaruh majalah al-Mannar di Semenanjung Malaya dapat
dilacak pada awal abad 20 ketika Syaikh Thaher Jalaluddin alAzhari menerbitkan majalah al-Imam di Singapura. Majalah ini
terbit pertama kali pada 1906. Pendirinya, Thaher Jalaluddin,
sepupu Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, yang pernah
menimba ilmu di al-Azhar. Dalam menulis artikel, Thaher Jalaluddin tidak menggunakan referensi kitab kuning, tetapi bersumber
buku-buku keilmuan modern. Sekalipun terbit di Singapura,
majalah al-Imam telah menginspirasi para tokoh Muslim di
Minangkabau (Deliar Noer, 1980: 41-42). Para pembaca al-Imam
sering dikonotasikan sebagai “kaum al-Mannar” yang mengindikasikan begitu kuatnya pengaruh al-Mannar terhadap majalah
ini (Burhanuddin Daya, 1995: 118).
Di kawasan Hindia Timur, pada tahun 1911, Haji Abdullah
Ahmad menerbitkan majalah al-Munir di Padang. Abdullah Ahmad
adalah koresponden majalah al-Imam. Selain pernah berguru
kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawiy, Abdullah Ahmad
DARI HAL. 23
BUKTI KETIADAAN...
Vi
sit
De
mo
(
bagai hujjah.
Rasyid Ridha dalam tafsirnya, alManar, menegaskan bahwa ayat tersebut
(106 Al-Ma’idah) tidak dinasakh oleh ayat
mana pun dan mengompromikan kedua
ayat itu lebih baik daripada menghilangkan
salah satunya, sebab sebenarnya surat AlMa’idah itu diturunkan lebih akhir daripada
surat At-Talaaq. Diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas, Aisyah, Amr ibnu Syurahbil dan
segolongan ulama bahwa surat Al-Ma’idah
itu muhkamah. ((Rasyid Ridha, al-Manar,
1373 H., hlm. 232).
htt
p:/
/w
w
w.
seribu orang kafir”.
Menurut as-Siyutiy, ayat tersebut
dinasakh oleh ayat 66 Al-Anfal [8]:
13. Ayat 65 Al-Anfal [8]:
“Jika ada dua puluh orang yang sabar
di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh, dan
jika ada seratus orang (yang sabar) di
antaramu, mereka dapat mengalahkan
“Sekarang Allah telah meringankan
kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa dirimu ada kelemahan. Maka, jika ada
di antaramu seratus orang yang sabar,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua
ratus orang. Dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ribu orang dengan
seizin Allah”.
Abu Muslim al-Asfahaniy memberikan
komentar bahwa ayat yang pertama (65
Al-Anfal), adalah muhkamah, tidak dinasakh. Mengenai perintah yang terkandung
dalam ayat pertama, yaitu dua puluh orang
harus bertahan melawan dua ratus orang
musuh, adalah apabila memenuhi syarat
kesabaran. Selanjutnya ia menegaskan
bahwa yang kedua (66 Al-Anfal), mem-
berikan pengertian; apabila syarat kesabaran dapat terpenuhi, maka hukum ayat
tersebut tetap berjalan, dan memberikan
pengertian juga bahwa syarat tersebut
sudah tidak ada lagi pada waktu itu, maka
pantaslah jika hukumnya berubah. Dengan
pertimbangan inilah dia berpendapat, tidak
terjadi nasakh sama sekali pada ayat
tersebut. (ar-Raziy, t.t. IV: 566).l
AGEN BARU MAJALAH
SUARA MUHAMMADIYAH
DI DKI. JAKARTA
FAKHRUL BAHRI
“Surya Cempaka”
Jl. Cempaka Putih Barat
2-G No. 5 C
Cempaka Putih Jakarta Pusat
Telp. (021) 71230169, 081
292 72350
SUARA MUHAMMADIYAH 04 / 96 | 16 - 28 FEBRUARI 2011
49
127 Tahun Pers Islam
Dari Al-‘Urwatul Wutsqa
Hingga Al-Mannar
MU’ARIF
pd
fsp
litm
erg
er.
co
m)
al-‘Urwatul Wustqa terbit pada 5 Jumadil Awwal 1301 H bertepatan
dengan 12 Maret 1884 M.
Mingguan al-‘Urwatul Wustqa mengusung misi persatuan dan
menanamkan ajaran Islam demi kesejahteraan seluruh manusia.
Selain tema keagamaan, pemikiran politik al-Afghani sangat kritis
sehingga mendapat sorotan dari negara-negara Islam dan Eropa.
Puncak pemikiran politik al-Afghani adalah Pan-Islamisme, yaitu
gagasan yang menghendaki persatuan umat Islam di seluruh dunia
dalam rangka mengimbangi kemajuan negara-negara Eropa.
Majalah al-‘Urwatul Wustqa beredar menggunakan jalur
organisasi kaum terpelajar yang meliputi Mesir, Iran, Afghanistan,
Turki, dan India. Surat kabar Islam modernis pertama ini juga
dibaca oleh masyarakat di London. Di ibukota Inggris ini, al-‘Urwatul
Wustqa begitu populer sehingga sebuah penerbit lokal terinspirasi
untuk menerbitkan surat kabar sejenisnya. Al-Afghani sempat
diajak oleh sebuah penerbit di London untuk menerbitkan majalah
bulanan Dliyaul Khaifain. Karena terbit mengandalkan idealisme
dan berperan sebagai organ perjuangan politik Islam, al-‘Urwatul
Wustqa tidak mampu bertahan setelah Jamaluddin al-Afghani
meninggal dunia (5 Syawal 1314 H/9 Maret 1897 M).
Patah tumbuh hilang berganti. Pasca meninggal Jamaluddin
al-Afghani dengan al-‘Urwatul Wustqa-nya, Muhammad Abduh
datang dengan al-Mannar-nya. Sebenarnya, penggagas
penerbitan al-Mannar adalah Rasyid Ridha, murid Muhammad
Abduh. Berawal dari materi kuliah Muhammad Abduh di
Universitas al-Azhar, Rasyid Ridha yang aktif mengikuti kuliah
tersebut merasa perlu memublikasikan seluruh materi ceramah
gurunya. Pada tahun 1315 H, Rasyid Ridha sebagai pemimpin
redaksi dibantu Amir Syakib Arslan sebagai redaktur menerbitkan
nomor perdana majalah al-Mannar (Mercu Suar).
Jika majalah al-‘Urwatul Wustqa berorientasi politik, maka alMannar lebih mengedepankan ijtihad dan rasionalisasi ajaran
Islam. Rubrik-rubrik al-Mannar juga lebih lengkap, meliputi: Tafsir
Al-Qur’an, berita seputar pergerakan dalam dunia Islam, tanya
jawab agama, biografi pemimpin-pemimpin Islam, pembahasan
agama-agama lain, tasawuf, akhlak dan persoalan ekonomi, sosial,
serta politik menurut pandangan Islam. Khusus pada rubrik tafsir
Al-Qur’an memuat materi kuliah Muhammad Abduh yang
kemudian disunting oleh Rasyid Ridha menjadi 35 jilid kitab yang
dikenal dengan Tafsir Al-Mannar. Rubrik tanya jawab agama
diasuh langsung oleh Rasyid Ridha selaku pemimpin redaksi.
De
mo
(
Vi
sit
htt
p:/
/w
w
w.
S
ejarah penerbitan surat kabar Islam mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa.
Berawal dari penemuan Johann Gutenberg (1400-1468),
budaya cetak mengalami perkembangan pesat setelah ilmuwan
dari Jerman ini menemukan mesin cetak (Michael H. Hart, 1982).
Sekalipun mesin cetak manual, kertas, dan tinta sudah dikenal
oleh bangsa China dan Arab sejak abad ke 8 M, tetapi penemuan
Gutenberg ini mampu memroduksi barang cetakan dalam
kapasitas besar sehingga mengalahkan sistem cetak manual.
Penemuan Gutenberg telah mengubah peradaban Barat dan
mengawali budaya baru penerbitan surat kabar.
Muhammad Ali Pasha menjadi penguasa tunggal di Mesir
setelah berhasil mengenyahkan pasukan Perancis dari Mesir
pada 1801. Ambisinya begitu besar untuk menjadi penguasa Mesir,
menggeser kekuasaan Sultan Salim III, sehingga pada tahun
1811 dia menjadi penguasa tunggal di Negeri Piramid tersebut.
Tidak hanya dikenal sebagai panglima perang, Muhammad Ali
juga seorang terpelajar. Pada tahun 1828, penguasa Mesir ini
menerbitkan surat kabar organ pemerintahannya bernama alWaqai’ul Mishriyyah. Pada tahun pertama, surat kabar ini terbit
tidak teratur. Memasuki masa kepemimpinan Khadevi Taufiq, surat
kabar ini mengalami perubahan setelah Jamaluddin al-Afghani
dipercaya sebagai pemimpin redaksi. Namun, al-Afghani tidak
bertahan lama memimpin surat kabar organ pemerintah ini. Kritik
dan gagasan al-Afghani selalu dianggap merongrong kewibawaan
pemerintah sehingga dia diberhentikan dari jabatan pemimpin
redaksi dan diasingkan ke Heyderabad.
Dari pengasingan di India (Heyderabad), pada 23 September
1883, al-Afghani pergi ke London (Inggris). Tetapi di Inggris pun
al-Afghani tidak betah sehingga dia memutuskan pergi ke Paris
(Perancis). Di Paris, al-Afghani menemukan suasana yang
memungkinkan dirinya melanjutkan perjuangan. Rencana
perjuangan baru telah disiapkan setelah dia mengirim surat kepada
Muhammad Abduh, muridnya yang setia di Mesir, untuk segera
pergi ke Paris. Di kota Paris yang penduduknya mayoritas non
Muslim inilah, al-Afghani menerbitkan majalah al-‘Urwatul Wustqa
(Tali yang Kokoh). Pemberian nama ini terinspirasi dari surat AlBaqarah ayat 256. Al-Afghani mengajak Muhammad Abduh duduk
di jajaran redaksi. Dibantu oleh Mirza Muhammad Baqir, seorang
editor bahasa yang handal, al-Afghani menerbitkan surat kabar ini
sebagai majalah mingguan. Nomor perdana majalah mingguan
48
12 - 24 RABIULAWAL 1432 H
HADLARAH
litm
erg
er.
co
m)
juga telah menimba ilmu di al-Azhar, sehingga pemikirannya
sehaluan dengan gagasan pembaruan Islam di Mesir. Sedangkan
di tanah Jawa, pada tahun 1915, terbit majalah Suara Muhammadiyah yang digagas oleh Haji Fachrodin. Pengaruh al-Mannar memang tidak tampak dari segi nama majalah ini. Akan tetapi, desain
rubrik dan isi majalah seluruhnya terpengaruh oleh model majalah
al-Mannar. Komposisi rubrik Suara Muhammadiyah meliputi: Tafsir
Al-Qur’an, Dunia Islam, Tanya Jawab Agama, Kisah Pemimpinpemimpin Islam, Pembahasan Kristologi, Akhlak, dan Persoalan
Ekonomi, Sosial, serta Politik menurut pandangan Islam (lihat
Soewara Moehammadijah no. 1 Tahun 1922). Isi majalah juga
lebih mengedepankan pada aspek ijtihad agama dan pemberdayaan
umat, tidak merambah politik praktis. Majalah Suara
Muhammadiyah lebih identik dengan al-Mannar ketimbang al‘Urwatul Wutsqa. Suara Muhammadiyah adalah organ resmi
Persyarikatan Muhammadiyah yang secara ideologis sehaluan
dengan gerakan pembaruan Islam di Mesir.
Pasang surut penerbitan surat kabar Islam sejak terbit al-‘Urwatul Wutsqa (Prancis), al-Mannar (Mesir), al-Imam (Singapura),
al-Munir (Padang), dan Suara Muhammadiyah (Jawa) sudah memasuki 127 tahun. Semua surat kabar corong pembaruan Islam
tersebut sudah berhenti terbit kecuali majalah Suara Muhammadiyah yang hingga kini masih tetap lestari.l
pd
fsp
Peta distribusi majalah al-Mannar sangat luas, dari Eropa
sampai Asia Tenggara. Di samping tersebar lewat para jamaah
haji, jaringan distribusi majalah ini menggunakan organisasi Islam
yang sehaluan dengan gerakan pembaruan di Mesir. Di Asia
Tenggara, majalah al-Mannar tersebar di Semenanjung Malaya
dan Hindia Timur.
Pengaruh majalah al-Mannar di Semenanjung Malaya dapat
dilacak pada awal abad 20 ketika Syaikh Thaher Jalaluddin alAzhari menerbitkan majalah al-Imam di Singapura. Majalah ini
terbit pertama kali pada 1906. Pendirinya, Thaher Jalaluddin,
sepupu Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, yang pernah
menimba ilmu di al-Azhar. Dalam menulis artikel, Thaher Jalaluddin tidak menggunakan referensi kitab kuning, tetapi bersumber
buku-buku keilmuan modern. Sekalipun terbit di Singapura,
majalah al-Imam telah menginspirasi para tokoh Muslim di
Minangkabau (Deliar Noer, 1980: 41-42). Para pembaca al-Imam
sering dikonotasikan sebagai “kaum al-Mannar” yang mengindikasikan begitu kuatnya pengaruh al-Mannar terhadap majalah
ini (Burhanuddin Daya, 1995: 118).
Di kawasan Hindia Timur, pada tahun 1911, Haji Abdullah
Ahmad menerbitkan majalah al-Munir di Padang. Abdullah Ahmad
adalah koresponden majalah al-Imam. Selain pernah berguru
kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawiy, Abdullah Ahmad
DARI HAL. 23
BUKTI KETIADAAN...
Vi
sit
De
mo
(
bagai hujjah.
Rasyid Ridha dalam tafsirnya, alManar, menegaskan bahwa ayat tersebut
(106 Al-Ma’idah) tidak dinasakh oleh ayat
mana pun dan mengompromikan kedua
ayat itu lebih baik daripada menghilangkan
salah satunya, sebab sebenarnya surat AlMa’idah itu diturunkan lebih akhir daripada
surat At-Talaaq. Diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas, Aisyah, Amr ibnu Syurahbil dan
segolongan ulama bahwa surat Al-Ma’idah
itu muhkamah. ((Rasyid Ridha, al-Manar,
1373 H., hlm. 232).
htt
p:/
/w
w
w.
seribu orang kafir”.
Menurut as-Siyutiy, ayat tersebut
dinasakh oleh ayat 66 Al-Anfal [8]:
13. Ayat 65 Al-Anfal [8]:
“Jika ada dua puluh orang yang sabar
di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh, dan
jika ada seratus orang (yang sabar) di
antaramu, mereka dapat mengalahkan
“Sekarang Allah telah meringankan
kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa dirimu ada kelemahan. Maka, jika ada
di antaramu seratus orang yang sabar,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua
ratus orang. Dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ribu orang dengan
seizin Allah”.
Abu Muslim al-Asfahaniy memberikan
komentar bahwa ayat yang pertama (65
Al-Anfal), adalah muhkamah, tidak dinasakh. Mengenai perintah yang terkandung
dalam ayat pertama, yaitu dua puluh orang
harus bertahan melawan dua ratus orang
musuh, adalah apabila memenuhi syarat
kesabaran. Selanjutnya ia menegaskan
bahwa yang kedua (66 Al-Anfal), mem-
berikan pengertian; apabila syarat kesabaran dapat terpenuhi, maka hukum ayat
tersebut tetap berjalan, dan memberikan
pengertian juga bahwa syarat tersebut
sudah tidak ada lagi pada waktu itu, maka
pantaslah jika hukumnya berubah. Dengan
pertimbangan inilah dia berpendapat, tidak
terjadi nasakh sama sekali pada ayat
tersebut. (ar-Raziy, t.t. IV: 566).l
AGEN BARU MAJALAH
SUARA MUHAMMADIYAH
DI DKI. JAKARTA
FAKHRUL BAHRI
“Surya Cempaka”
Jl. Cempaka Putih Barat
2-G No. 5 C
Cempaka Putih Jakarta Pusat
Telp. (021) 71230169, 081
292 72350
SUARA MUHAMMADIYAH 04 / 96 | 16 - 28 FEBRUARI 2011
49