DARI PLURALISME HINGGA DIALOG ANTAR PERADABAN (2)

WAWASAN MUHAMMADIYAH

DARI PLURALISME
HINGGA DIALOG ANTARPERADABAN (2)

fsp

pd

2. Pemberantasan Korupsi
Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa terhadap rakyat, pengkhiatan terhadap cita-cita kemerdekaan bangsa dan kemunkaran terhadap negara. Korupsi di Indonesia terjadi bukan semata-mata karena
faktor kebutuhan untuk pemenuhan hajat hidup, tetapi
juga kerakusan yang didorong oleh nafsu memperluas
dan memperkokoh kekuasaan. Kejahatan korupsi telah
berlangsung secara sistemik dan sistematis melibatkan
jaringan di eksekutif, pengadilan, parlemen, partai politik, lembaga perbankan, termasuk lembaga pendidikan
dan keagamaan. Jika dibiarkan, korupsi tidak hanya
merusak tetapi membunuh secara sistematis seluruh
sendi kehidupan bangsa dan negara.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara sistemik dan komprehensif melalui jalur politik, hukum
dan kebudayaan. Presiden sebagai kepala negara dan

pemerintahan harus memimpin pemberantasan korupsi
dengan lebih tegas, konsisten, transparan, akuntabel,
adil, tidak diskriminatif, serta menerapkan sistem pembuktian terbalik. Muhammadiyah mendesak para pemimpin lembaga pemberantasan korupsi untuk bekerja
lebih amanah, berani dan independen melalui kerjasama
yang erat dan kuat dengan pemerintah dan kekuatan
masyarakat madani. Muhammadiyah siap bergandeng
tangan dengan semua pihak untuk membangun dan
mengembangkan budaya anti korupsi melalui jalur
pendidikan, sosial dan keagamaan.

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w

w

1. Revitalisasi Karakter Bangsa
Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk
menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta positif yang dimiliki bangsa ini yakni posisi geopolitik yang sangat strategis, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, jumlah penduduk yang besar, dan kemajemukan sosial budaya. Namun modal dasar dan potensi yang besar itu tidak dikelola dengan optimal dan
sering disia-siakan sehingga bangsa ini kehilangan banyak
momentum untuk maju dengan cepat, sekaligus menimbulkan masalah yang kompleks. Di antara masalah
yang menghambat dan menjadi faktor krusial dalam
kehidupan bangsa ini ialah lemahnya karakter bangsa.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia dijumpai kecenderungan mentalitas yang tidak sejalan dengan etos
kemajuan dan keunggulan peradaban seperti sifat malas, meremehkan mutu, suka menerabas (jalan pintas),
tidak percaya pada diri sendiri; tidak berdisiplin murni;
suka mengabaikan tanggungjawab, berjiwa feodal, suka
pada hal-hal beraroma mistik, mudah meniru gaya hidup luar dengan kurang selektif, gaya hidup mewah,
dan lain-lain. Kendati kecenderungan mentalitas tersebut tidak bersifat menyeluruh tetapi manakala dibiarkan
akan menjadi penyakit mentalitas secara kesluruhan
di tubuh bangsa ini.
Karena itu Muhammadiyah memandang dan menuntut langkah pemecahan bahwa dalam memasuki dinamika
kehidupan bangsa di tengah pergulatan dunia yang sarat
tantangan diperlukan revitalisasi karakter bangsa ke arah

pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter kuat.
Pendidikan nasional harus menempatkan pendidikan
karakter sebagai bagian penting dan strategis, bukan hanya
menekankan pada sopan santun, tetapi pendidikan

karakter dalam aspek yang luas dan progresif. Bahwa
manusia yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas
mental yang membedakan dari orang lain seperti
keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian,
ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan
sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam dirinya.

w.

B . KEBANGSAAN

litm
erg
er.
co

m)

Muktamar Satu Abad (Muktamar ke-46) tanggal 3 s.d. 8 Juli 2010 M bertepatan dengan 20 s.d.
25 Rajab 1431 H, telah memutuskan beberapa hal penting. Salah satu hal penting tersebut adalah
Keputusan tentang Isu-isu strategis keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal. Salah
satu butir dalam keputusan ini adalah tentang sikap Muhammadiyah terhadap masalah
pluralisme. Agar tidak terjadi salah paham tentang sikap Muhammadiyah ini, Suara
Muhammadiyah memuat secara lengkap keputusan Muhammadiyah sebagaimana yang ada
dalam lampiran VII Tanfidz Muktamar Muhammadiyah ke-37.

52

26 SHAFAR - 11 RABIULAWAL 1432 H

WAWASAN MUHAMMADIYAH

De
mo
(


Vi
sit

htt
p:/
/w
w

litm
erg
er.
co
m)

w.

Oleh karena itu, Muhammadiyah mendesak kepada
pemerintah bersama-sama dengan lembaga-lembaga
negara untuk menjadikan reformasi lembaga penegakan hukum sesuai dengan amanat konstitusi untuk
melahirkan lembaga penegak hukum yang mandiri,

kokoh, dan independen sebagai agenda yang mendesak
serta melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab
dan keteladanan. Muhammadiyah mengajak seluruh
elemen masyarakat untuk melakukan gerakan moral
yang lebih masif demi terlaksananya reformasi lembaga
penegakan hukum.

fsp

Birokrasi Indonesia selama ini masih
belum beranjak dari kinerja yang
tidak produktif, berbelit-belit, tidak
disiplin, tidak ramah karena lebih
menempatkan dirinya sebagai alat
kekuasaan daripada pelayan negara
dan rakyat.

5. Sistem Suksesi Kepemimpinan Nasional
Sejak reformasi politik 1998, Indonesia memasuki
era kehidupan kebangsaan yang demokratis dan terbuka. Transisi demokrasi yang aman ditandai oleh pelaksanaan mekanisme demokrasi dan politik yang baik

mengangkat posisi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke tiga di dunia.
Walaupun demikian, demokrasi yang berlangsung
lebih dari sepuluh tahun belum mampu menjadikan
Indonesia sebagai negara yang sejahtera. Situasi politik
dan budaya masyarakat semakin carut marut. Penyebabnya bukanlah penerapan sistem demokrasi, tetapi
kepemimpinan nasional yang tidak transformatif dan alih
generasi yang lambat.
Muhammadiyah memandang sistem demokrasi sejalan dengan Islam dan merupakan pilihan politik yang
tepat untuk bangsa Indonesia yang majemuk. Tetapi,
demokrasi yang tidak disertai dengan etika, supremasi
hukum dan kepemimpinan yang kuat akan menimbulkan anarkhi dan tirani kekuasaan, sehingga yang terjadi
adalah feodalisme dan oligarki politik.
Karena itu, Muhammadiyah mengajak semua komponen bangsa untuk mengutamakan etika dan moralitas
berdemokrasi, bukan ketamakan kekuasaan, siap menang tidak siap kalah. Muhammadiyah berpendapat
bahwa sudah waktunya bagi bangsa Indonesia untuk
memikirkan dan mempersiapkan sistem suksesi kepemimpinan nasional dan suksesi kepemimpinan daerah
yang demokratis, efektif dan efisien serta alih generasi
yang damai, adil dan konstitusional.

pd


3. Reformasi Lembaga Penegakan Hukum
Penegakan supremasi hukum masih terkendala oleh
perilaku korup lembaga penegakan hukum seperti
merebaknya makelar kasus, mafia peradilan, manipulasi
data, dan penegakan hukum semu yang penuh tipu muslihat. Hal ini berdampak pada munculnya skeptisme,
sinisme, delegitimasi kekuasan, hilangnya kepercayaan
kepada keadilan dan meluasnya pembangkangan sosial
terhadap negara dan berkembangnya budaya amuk.
Reformasi lembaga penegakan hukum merupakan prasyarat dalam menyelesaikan berbagai masalah bangsa
dan memberi harapan baru sebagai bangsa beradab.

4. Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja
Perlindungan dan kesejahteraan pekerja masih menjadi masalah sosial yang serius seperti rendahnya upah,
tidak adanya jaminan sosial dan kesehatan, mudahnya
PHK, lemahnya perlindungan hukum, sistem outsourcing yang merugikan pekerja, serta eksploitasi dan ketidakadilan. Jika tidak dilakukan perbaikan, kondisi demikian bisa berdampak pada berkembangnya kesenjangan
sosial yang mengancam keutuhan dan persatuan bangsa.
Muhammadiyah memandang kaum pekerja sebagai
kaum dhuafa dan subyek yang harus mendapatkan
perlindungan dan pembelaan. Untuk memperbaiki nasib

pekerja Indonesia, Muhammadiyah mengusulkan agar
segera dilakukan review Undang-undang Ketenagakerjaan yang lebih memberikan jaminan dan perlindungan HAM pekerja dengan menghapuskan sistem
outsourcing dan menggantikannya dengan sistem fullemployment yang memberi keadilan kepada pekerja.

6. Reformasi Birokrasi
Birokrasi Indonesia selama ini masih belum beranjak dari kinerja yang tidak produktif, berbelit-belit, tidak
disiplin, tidak ramah karena lebih menempatkan dirinya
sebagai alat kekuasaan daripada pelayan negara dan
rakyat. Kondisi birokrasi yang demikian berdampak
pada inefisiensi dan pemborosan anggaran negara, semakin menumpuknya permasalahan bangsa, korupsi
yang merajalela, dan merosotnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan negara.l Bersambung

SUARA MUHAMMADIYAH 03 / 96 | 1 - 15 FEBRUARI 2011

53