Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja

BAB II PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA

2.1 Reformasi Penganggaran dan Perencanaan

Diterbitkannya peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan titik awal reformasi perencanaan dan penganggaran. Peraturan Pemerintah PP Nomor 202004 tentang Rencana Kerja Pemerintah RKP, PP Nomor 212004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian NegaraLembaga RKA-KL, Peraturan Pemerintah Nomor 392006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan Peraturan Pemerintah Nomor 402006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional yang menekankan pada perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja Performance Based Budgeting, berjangka menengah Medium Term Expenditure Framework dan sistem penganggaran terpadu Unified Budgeting melengkapi regulasi sistem perencanaan dan penganggaran yang telah ada. Perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, berjangka menengah serta penganggaran terpadu merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip pengelolaan keuangan publik Public Financial Management, yaitu; i Kerangka Kebijakan Fiskal Jangka Menengah Medium Term Fiscal Framework yang dilaksanakan secara konsisten aggregate fiscal disciplin; ii Alokasi pada prioritas untuk mencapai manfaat yang terbesar dari dana yang terbatas allocative efficiency yaitu melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Medium Term Expenditure Framework yang terdiri dari penerapan Prakiraan Maju Forward Estimate, Anggaran Berbasis Kinerja Performance Based Budgeting, dan Anggaran Terpadu Unified Budget; dan iii Efisiensi dalam pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan technical and operational efficiency. Perencanaan dan penganggaran seperti dimaksudkan di atas masih belum sepenuhnya dilaksanakan, diantaranya program dan kegiatan beserta indikator kinerjanya belum sepenuhnya dapat digunakan sebagai alat ukur efektifitas pencapaian sasaran pembangunan, efisiensi belanja, dan akuntabilitas kinerja. Agar penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJM, Anggaran Berbasis Kinerja, dan Anggaran Terpadu dapat dioptimalkan, diperlukan suatu upaya untuk menata kembali struktur program dan kegiatan Kementerian NegaraLembaga restrukturisasi program dan kegiatan. Restrukturisasi program dan kegiatan tersebut bertujuan mewujudkan perencanaan yang berorientasi kepada hasil outcome dan keluaran output sebagai dasar; i Penerapan akuntabilitas Kabinet, dan ii Penerapan akuntabilitas kinerja Kementerian NegaraLembaga. Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, penyusunan anggaran dilakukan tidak berdasarkan suatu analisis rangkaian atau tahapan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, namun menitikberatkan pada kebutuhan untuk belanjapengeluaran tanpa perlu memperhatikan efisiensi dan efektif, indikator keberhasilan hanya dengan melihat keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran, apabila terjadi surplus maka pelaksanaan anggaran dapat dikatakan berhasil, sebaliknya apabila terjadi defisit maka penganggaran dapat dikatakan gagal. Sistematika anggaran kinerja muncul yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan. Penganggaran melalui pendekatan kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuanrencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada apa yang ingin dicapai. Kalau fokus ke output, berarti pemikiran tentang tujuan kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.

2.2 Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja

Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari suatu Kegiatan atau hasil dari suatu Program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Dalam menyusun Anggaran Berbasis Kinerja, perlu memperhatikan perencanaan strategik Renstra yang telah terlebih dahulu disusun KementerianLembaga. Renstra harus disusun secara obyektif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pada suatu KementerianLembaga serta merupakan turunan dari RPJMN dan RKP. Apabila struktur organisasi, kebijakan perencanaan, Akuntabilitas kinerja, dan alokasi dana jika disandingkan dalam satu diagram maka, menghasilkan suatu gambaran susunan atau arsitektur yang mempunyai hubunganketerkaitan satu sama lainnya. Ruang lingkup Penganggaran Berbasis Kinerja terdiri dari tahapan sebagai berikut : 1. Menentukan Visi dan misi yang mencerminkan strategi organisasi, tujuan, sasaran, dan target. 1 Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan komponen-komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik. 2. Menentukan Indikator Kinerja Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat berfungsi. Indikator kinerja meliputi : a. Masukan Input adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses untuk menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. Indikator masukan meliputi dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi lainnya yang diperlukan. b. Keluaran Output adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu dengan menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur. c. Hasil Outcome adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang telah ditetapkan. d. Manfaat Benefit adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan hal- hal yang diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal. e. Dampak Impact pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang terjadi, dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian. 3. Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program Kegiatan ini meliputi penyusunan peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya mengambil keputusan atas programkegiatan yang dianggap menjadi prioritas. Dilakukannya pemilihan dan prioritas programkegiatan mengingat sumber daya yang terbatas. 4. Analisis Standar Biaya ASB ASB merupakan standar biaya suatu programkegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Dilakukannya ASB dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran tersebut tidak efisien. Dalam menyusun ABK perlu memperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, perolehan data dalam membuat keputusan anggaran, yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Diagram di bawah ini, secara utuh menggambarkan mengenai keterkaitan organisasi, kebijakan perencanaan, Akuntabilitas kinerja, dan alokasi dana. Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan bagian dari akuntabilitas kinerja pemerintahan. Gambar 2. Arsitektur Organisasi, Program, Kinerja dan Alokasi Pagu Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja, secara umum maupun khusus pada tingkat nasional dan tingkat KL. Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja tersebut menggambarkan kinerja KL sebagai penjabaran RKP dan dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungannya. Secara bersama kinerja KL mendukung pencapaian dampak nasional national outcome berupa perubahan kondisi kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik sesuai prioritas. Kerangka PBK pada tingkat nasional menggambarkan jenjang RKP secara rinci beserta kinerjanya dalam rangka pencapaian outcome nasional, sedangkan kerangka PBK pada tingkat KL menggambarkan kinerja KL dijabarkan oleh unit-unit kerja di lingkungannya yang secara bersama mencapai sasaran strategis KL outcome KL. Kerangka PBK secara umum dan hubungan masing-masing tingkatan kinerja dalam rangka pencapaian outcome nasional, sebagai berikut: a. RKP yang berisikan program dan kegiatan Pemerintah menghasilkan kinerja berupa nasional outcome; 2 b. RKP dilaksanakan oleh KL beserta unit-unit kerja di lingkungannya menghasilkan kinerja berupa outcome pada tingkat KL. Secara bersama outcome KL tersebut mendukung pencapaian outcome nasional. Gambar 3. Kerangka PBK Diagram di bawah ini menggambarkan kerangka PBK tingkat Nasional dan hubungan masing-masing tingkatan kinerja secara rinci dalam rangka pencapaian outcome nasional, sebagai berikut: a. RKP terbagi dalam prioritas-priotas yang menghasilkan kinerja berupa outcome sesuai prioritas prioritas RKP sesuai dengan platform Presiden; b. Prioritas tersebut terbagi dalam fokus prioritas yang menghasilkan outcome beberapa KL yang bersinergi; c. Fokus prioritas dimaksud dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas yang menjadi tanggung jawab KL unit kerjanya sesuai dengan tugas-fungsinya. Kegiatan prioritas menghasilkan output untuk mendukung pencapaian outcome KL. Gambar 4. Kerangka PBK Level Nasional Diagram menggambarkan kerangka PBK tingkat KL dan hubungan masing-masing tingkatan kinerja secara rinci dalam rangka pencapaian outcome KL, sebagai berikut: a. KL melaksanakan rencana strategis Renstra dan rencana kerja Renja dan menghasilkan outcome KL beserta indikator kinerja utama; b. Renstra dijabarkan dalam program yang menjadi tanggung jawab Unit Eselon I KL dan menghasilkan outcome program; c. Selanjutnya program dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab Unit Eselon II-nya dan menghasilkan output kegiatan beserta indikator kinerja. 3 Gambar 5. Kerangka PBK Level KL Jika mekanisme penganggaran dihubungkan dengan kerangka PBK tersebut diatas maka, keterkaitannya dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Pada tingkat nasional, pengalokasian anggaran didasarkan pada target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas pembangunan serta pemenuhan kewajiban sesuai amanat konstitusi; 2. Target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas; 3. Pada tingkat KL, pengalokasian anggaran mengacu pada Program dan Kegiatan masing-masing unit sesuai dengan tugas dan fungsinya termasuk kebutuhan anggaran untuk memenuhi angka dasar baseline serta alokasi untuk kegiatan prioritas yang bersifat penugasan; 4. Penghitungan kebutuhan anggaran untk masing-masing kegiatan mengacu pada standar biaya dan target kinerja yang akan dihasilkan; 5. Rincian penggunaan dana menurut jenis belanja, dituangkan dalam dokumen anggaran hanya pada level jenis belanja tidak dirinci sampai dengan kode akun. Berdasarkan kerangka PBK dan mekanisme penggaran tersebut di atas dapat dikemukakan 2 dua sudut pandang PBK dalam melihat proses perencanaan dan penganggaran. Pertama, sudut pandang perencanaan melihat bahwa PBK bersifat top-down, artinya perencanaan dirancang oleh pengambil kebijakan tertinggi di pemerintahan untuk dilaksanakan sampai dengan unit kerja terkecil satuan kerja. Mengenai carametode melaksanakan kegiatan menjadi kewenangan unit kerja. Kedua, sudut pandang penganggaran melihat bahwa PBK bersifat bottom-up, artinya anggaran dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan yang menghasilkan keluaran. Dan secara bersama keluaran-keluaran kegiatan tersebut mendukung pencapaian sasaran program sesuai rencana. Pada akhirnya sasaran program tersebut diharapkan menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya kepada rakyat. Dengan demikian maka, informasi mengenai kinerja pada berbagai tingkatan programkegiatan menduduki peran penting dalam penilaian berupa: i ukuran keberhasilan pencapaian Outcome program; ii ukuran keberhasilan keluaran kegiatan yang mendukung program dari sisi efektivitas, dan iii tingkat efisiensi pengalokasian anggarannya. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja meliputi: 1. Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja output and outcome oriented Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien. Dalam hal ini, programkegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluran yang telah ditetapkan dalam rencana. 2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas let the manager manages Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seorang manager unit kerja bertanggung jawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan outcome. 1. Money Follow Function, Function Followed by Structure Money follow function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit- unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi tugas-fungsi. Penerapan prinsip yang terakhir ini prinsip ketiga berkaitan erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian anggaran. Hal ini berdasar argumentasi sebagai berikut: 4  Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapat dihindari overlapping tugasfungsikegiatan.  Pencapaian output dan outcomes dapat dilakukan secara optimal, karena kegiatan yang diusulkan masing-masing unit kerja benar-benar merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsinya. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas maka tujuan penerapan PBK diharapkan: 1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai directly linkages between performance and budget; 2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan operational efficiency; 3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran more flexibility and accountability. Penyusunan anggaran berbasis kinerja memerlukan tiga komponen untuk masing-masing program dan kegiatan sebagaimana uraian Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian NegaraLembaga berupa: 1. Indikator Kinerja Indikator Kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan. Dalam buku panduan ini Indikator Kinerja yang digunakan terdiri dari Key Performance Indicator KPI diterjemahkan sebagai Indikator Kinerja Utama Program IKU Program untuk menilai kinerja program, Indikator Kinerja Kegiatan IK Kegiatan untuk menilai kinerja kegiatan, dan Indikator Keluaran untuk menilai kinerja subkegiatan tingkatan di bawah kegiatan. 4. Standar Biaya Standar biaya yang digunakan merupakan standar biaya masukan pada awal tahap perencanaan anggaran berbasis kinerja, dan nantinya menjadi standar biaya keluaran. Pengertian tersebut diterjemahkan berupa Standar Biaya Umum SBU dan Standar Biaya Khusus SBK. SBU digunakan lintas kementerian negaralembaga danatau lintas wilayah, sedangkan SBK digunakan oleh Kementerian NegaraLembaga tertentu danatau di wilayah tertentu. Dalam konteks penerapan PBK di Indonesia, standar biaya mempunyai peran unik. Standar biaya tidak dikenal oleh negara-negara yang telah terlebih dahulu menerapkan PBK. PBK menggunakan standar biaya sebagai alat untuk menilai efisiensi pada masa transisi dari sistem penganggaran yang bercorak “input base” ke penganggaran yang bercorak “output base”. KL diharuskan untuk merumuskan keluaran kegiatan beserta alokasi anggarannya. Alokasi anggaran tersebut dalam proses penyusunan anggaran mendasarkan pada prakiraan cara pelaksanaanya asumsi. Pada saat pelaksanaan kegiatan, cara pelaksanaannya dapat saja berbeda sesuai dengan kondisi yang ada, sepanjang keluaran kegiatan tetap dapat dicapai. Sudut pandang pemikiran tersebut sejalan dengan prinsip let the manager manage. Butir-butir pemikiran mengenai pengembangan standar biaya dalam rangka mendukung penerapan PBK dapat dikemukakan sebagai berikut:  Standar biaya merupakan alat bantu untuk penyusunan anggaran;  Standar biaya merupakan kebutuhan anggaran yang paling efisien untuk menghasilkan keluaran. Perubahan jumlahangka standar biaya dimungkinkan karena adanya perubahan parameter yang dijadikan acuan. Parameter tersebut dapat berupa angka inflasi, keadaan kondisi darurat force majeur, atau hal lain yang ditetapkan sebagai parameter;  Standar biaya dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan oleh KL Standar Pelayanan Minimal. 5. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektivitas dari suatu programkegiatan. Cara pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil terhadap target dari sisi efektivitas dan realisasi terhadap rencana pemanfaatan sumber daya dilihat dari sisi efisiensi. Hasil evaluasi kinerja merupakan umpan balik feed back bagi suatu organisasi untuk memperbaiki kinerjanya. Klasifikasi ekonomi dalam penganggaran berbasis kinerja mempunyai peran yang berbeda dengan peran yang dijalankan pada sistem penganggaran lama dual budgeting dan sektoral. Klasifikasi ekonomi pada sistem penganggaran lama mampu menggambarkan secara jelas tujuan dan peruntukan alokasi anggaran berdasarkan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin berisikan jenis belanja pegawai dan belanja barang yang menggambarkan pembiayaan untuk operasional birokrasi. Sedangkan anggaran pembangunan berisikan jenis belanja modal yang menggambarkan pembiayaan dalam rangka investasi, baik fisik contohnya, pembangunan infrastruktur maupun non fisik contohnya, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam hal ini jumlah alokasi anggaran pembangunan pada APBN dapat menggambarkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan peran klasifikasi ekonomi pada penerapan PBK lebih pada upaya untuk memotret pelaksanaan kegiatan berdasarkan pengelompokan akuntansi sesuai Goverment Financial Statistic GFS. Pengelompokan jenis belanja tersebut sesuai dengan tujuan dan peruntukannya. Contohnya: Belanja pegawai merupakan belanja untuk kompensasi pegawai; belanja barang merupakan belanja yang habis pakai; sedangkan belanja modal merupakan belanja yang manambah aset. Namun demikian sistem penganggaran baru dengan pendekatan PBK juga mampu menggambarkan angka pertumbuhan ekonomi dengan cara berbeda. Pertumbuhan ekonomi secara nasional dapat dianalisa bukan dengan melihat klasifikasi ekonomi dalam APBN tetapi dengan melihat jenis-jenis kegiatan yang ada. Masing-masing kegiatan pada sistem penganggaran baru dikelompokkan berdasarkan kriteria “tujuan”. Jika keluaran suatu kegiatan bertujuan menunjang pencapaian prioritas nasional apapun jenis belanjanya maka, biaya kegiatan tersebut dapat dikelompokkan sebagai pengeluaran investasi menurut sistem penganggaran lama. 5 Sebaliknya jika keluaran suatu kegiatan bertujuan untuk dikonsumsi dalam rangka berjalannya birokrasi pemerintahan maka, biaya kegiatan tersebut dikelompokkan belanja operasional menurut sistem penganggaran yang lama. Sistem penganggaran baru dengan pendekatan PBK lebih mengedepankan informasi kinerja yang akan dicapai oleh programkegiatan dengan alokasi anggaran yang tersedia. Tidak ada lagi relevansinya antara pencapaian kinerja programkegiatan dengan jenis belanjanya. Perolehan data kuantitatif bertujuan untuk : o memperoleh informasi dan pemahaman berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. o menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Berdasarkan data kuantitatif tersebut dilakukan pemilihan dan prioritas program yang melibatkan tiap level dari manajemen pemerintahan.

2.3 Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja