Kurang Menghargai Orang Hambatan dari pengirim pesan : 1. Keterbatasan Waktu

194 dialami masyarakat di pelosok-pelosok desa. Oleh karena itu, mengetahui isi hati masyarakat merupakan keniscayaan yang tak bisa ditawar. Itu bisa dapat dilakukan dengan pengoptimalan saat reses. Kalau memnag sudah ditetapkan bahwa reses hanya 6 hari, maka itu yang harus dioptimalkan fungsi dan kegiatannya. Tidak mudah memang menjadi wakil rakyat itu. Selain harus berjibaku dengan rutinitas di DPRD, seorang anggota legislatif harus mampu membagi waktunya dengan para masyarakat yang diwakilinya. Masyarakat harus disentuh hatinya dan dipeluk keinginannya untuk kemudian diejawantahkan di parlemen. Sekretariat DPRD telah mengalokasikan waktu khusus bagi para anggota legislatif guna menyabangi masyarakat, yaitu reses. Di sinilah saat reses kemudian dibutuhkan kemitraan sejati antara masyarakat dan anggota dewan. Kemitraan sejati ini merupakan sesuatu yang nicaya dalam menumbuhkan relasi yang mutualisme simbosis. Keterbukaan dan kerelaan waktu untuk terus berbagi menjadi syarat utama dalam membangun dan melestaraikan hubungan yang simbiosis mutualis itu. Inilah barangkali aplikasi nyata dari adagium berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, berat sama di pikul, dan ringan sama dijinjing.

3.2.1.2. Kurang Menghargai Orang

Kegiatan reses yang dilakukan oleh pimpinan dewan kadangkala dirasakan oleh konstituen kurang menghargai mereka atas kehadirannya di acara reses. Semisal kecenderungan Murdoko menyuruh orang untuk menggantikan dia berbicara di depan konstituen dipandang dari sisi etika adalah kurang etis. Dalam tataran 195 normatif, kedatangan konstituen dalam kegiatan reses Murdoko adalah untuk mendengarkan arahan, petunjuk, dan intstruksinya. Karena selain ia sebagai Ketua DPRD, ia juga adalah ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah. Sama halnya dengan Riza Kurniawan ketika ada dialog dengan konstituen, ia lebih fokus dengan bermain handphone dan sering ingin tergesa-gesa meninggalkan tempat acara lebih dulu adalah bentuk kurang menghargai kedatangan konstituen. Dalam berpakaian, Murdoko dan Bambang Sadono ketika mengunjungi pondok pesantren yang tidak menggunakan pakaian muslim dan peci. Seharusnya mereka dapat menempatkan dirinya sesuai dengan budaya pondok pesantren. Dengan cara berpakaian yang benar dan sesuai baju muslim dan peci adalah untuk menghargai pondok pesantren. Atau Fikri Faqih yang memaparkan materi reses yang bobotnya berat. Mungkin bagi kader PKS yang memiliki kharakteristik masyarakat perkotaan dan berpendidikan tinggi tidak masalah ketika diberikan materi reses yang menyangkut data statistik pembangunan Jawa Tengah. Tapi ketika reses yang dihadiri oleh masyarakat di luar kader PKS itu akan menjadi hambatan. Seharusnya, di era sekarang ini Anggota DPRD menyadari betapa pentingnya konstituen bagi mereka. Konstituen sekarang mulai cerdas dalam memilih dan memilah mana aspirasi politik yang baik bagi mereka dan mana yang tidak. Dengan sistem politik sekarang ini di mana pesta demokrasi di laksanakan beberapa kali membuat masyarakat semakin dewasa dalam berpolitik. Paradigma dulu yang menempatkan anggota dewan ibarat dewa yang turun dari langit yang harus dipatuhi sebagai sabda pandhita ratu haru diubah. Sekarang bukan 196 konstituen yang membutuhkan anggota dewan tapi anggota dewanlah yang butuh konstituen.

3.2.1.3. Perbedaan Budaya