182 — Sittu Duror

182 — Sittu Duror

Dan adakah kekerasan yang lebih tinggi dari peperangan. Allah Ta'a/a berfirman:

"jika ada dua golongan dari kaum mukminin berperang, maka damaikanlah di antara keduanya, apabila salah saw dari dua golongan tersebut berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah." (QS. Al Hujurat: 9)

Bahkan terkadang seorang mukmin harus bersikap lebih keras dalam mengingkari saudaranya dibanding mengingkari musuhnya. Tidakkah kamu melihat bagaimana Musa  ber- sikap lemah lembut terhadap Fir'aun akan tetapi dia bersikap keras terhadap saudaranya Harun  sehingga dia sampai berbuat terhadap Harun sebagaimana yang Allah kisahkan:

"Dan (Musa) memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) dan menariknya ke arahnya." (QS. Al A'raaf: 150)

Maka apakah ada seseorang yang menghujat Musa dalam hal wala dan bara' (loyalitas dan berlepas diri) dengan me- nuduhnya bahwa dia melepaskan lidah dan tangannya (bersikap keras) terhadap saudaranya sendiri dan berlemah lembut terhadap thaghut-thaghut?!

Bahkan Rasulullah  pun bersikap tegas kepada para sahabat beliau  sendiri khususnya terhadap sahabat yang 'alim tatkala mereka lebih sering melakukan kekeliruan dibanding sahabat yang lain.

Ambillah sebagai contoh sabda beliau kepada Mu'adz, tatkala dia memanjangkan shalatnya tatkala beliau* bertindak sebagai imam. "Apakah kamu hendak membuat fitnah, hai

Mu'adz?! (HR. Bukhari dan Muslim) 2071 Dan sebaliknya sikap lunak beliau tunjukkan terhadap seorang Arab badui yang

207. Riwayat Bukhari (6106) dan Muslim (465). SittuDuror —183 207. Riwayat Bukhari (6106) dan Muslim (465). SittuDuror —183

Dan beliau berkata kepada Usamah bin Zaid tatkala dia membunuh seorang musyrik dalam peperangan setelah orang itu mengucapkan kalimat Tauhid: "Ya Usamah! Apakah engkau membunuhnya setelah dia berkata Laailaaha illallahV. Berkata Usamah: "Beliau terus-menerus mengulang-ulang perkataan tersebut sampai aku berangan-angan kiranya aku belum masuk Islam sebelum peristiwa ini." (HR. Bukhari dan Muslim) 2091

Usamah telah mendapatkan faedah dari ketegasan beliau  tersebut. Dia menjadikan perkataan tersebut sebagai nasehat pada hari-hari bertebarnya fitnah setelah pembunuhan 'Utsman «&. Dia mengambil sifat wara' (menjaga diri) dari kekacauan tersebut khawatir mengalirkan darah kaum muslimin.

Adz Dzahabi rahimahullah berkata: "Usamah mendapat- kan manfaat dari kejadian ketika Nabi M berkata kepadanya: "Bagaimana dengan Laailaaha illallah, ya Usamah?!" Maka Beliau * pun menahan diri dan berdiam diri di rumahnya, beliau  telah melakukan yang terbaik." 210 '

Saya katakan: "Allahu Akbar! Alangkah agungnya didikan Nabi! Alangkah rendahnya pendidikan Hizbiyah (partai- partai) yang sampai sekarang mengharamkan kaidah ("Mem- bantah orang-orang yang menyimpang") sehingga anak-anak keturunan merekatidak memiliki sifat wara' terhadap darah kaum muslimin. Mereka mengalirkan darah sesama kaum

208. Al Bukhari (220). 209. Riwayat Al Bukhari (4269) dan Muslim (96). 210. AsSiyar(2/5O0-501).

184 — Sittu Duror 184 — Sittu Duror

Oleh karena itu, Ibnu Taimiyah berkata: "Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagaikan dua tangan; masing- masing saling mencuci. Kadang-kadang ada suatu kotoran tidak bisa dibersihkan kecuali dengan gosokan yang keras (sedikit kekerasan atau paksaan), namun hasilnya tetap bersih dan indah. 2111

Kalau begitu, sikap lunak yang digunakan oleh banyak jama'ah Islam terhadap individu-individu ataupun terhadap jama'ah-jama'ah dari kalangan orang-orang yang bodoh dan kurang perhitungan -yang menjadi penyebab terbukanya peluang bagi musuh untuk mengacaukan kaum muslimin- sama sekali bukan bentuk loyalitas.

Bahkan sikap ini hanya semakin menenggelamkan mereka sendiri ke dalam jurang kesesatan, karena mereka tidak menyadari besarnya bahaya dari pelanggaran yang mereka perbuat. Sedang ketegasan dan kekerasan yang terkadang diterapkan kepada kaum muslimin adalah karenaghirah (se- mangat kecemburuan) agar jangan sampai mereka melumuri diri dengan kotoran-kotoran dan agar barisan kaum muslimin semakin kokoh dengan menutup celah di antara mereka sehingga musuh pada akhirnya tidak sanggup untuk masuk. Pahamilah hal ini!

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata dalam buku yang berjudul AlAdillah Al Kaasyifah HAkhthaa'i Ba'dhi

211. Majmu' Fatawa (28/53-54). Sittu Duror —185

Al Kuttaab (berbagai dalil yang mengungkap kekeliruan beberapa penulis): "Tidak diragukan lagi bahwa syariat Islam yang sempuma ini datang dengan membawa peringatan dari sikap berlebih-lebihan dalam agama (Al Ghuluw fi Ad Diin)", dan memerintahkan agar dakwah kepada jalan kebenaran dilakukan dengan hikmah dan nasehat yang baik dan mem- bantah dengan cara yang lebih baik. Akan tetapi syariat ini tidak lantas melupakan sisi kekerasan dan ketegasan yang dipergunakan di saat kelembutan atau debat (jidaal) dengan cara yang baik tidak bermanfaat lagi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang- orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka." (QS.AtTaubah:73)

Allah Ta'ala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang mencela kalian dan hendaknya mereka menerima sikap keras dari kalian dan ketahuilah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. At Taubah: 123)

Allah berfirman:

"Dan janganlah kalian berdebat dengan Ahlul Kitab melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali orang-orang yang berbuat zalim." (QS. Al Ankabuut: 46)

Adapun apabila sikap lunak itu tidak bermanfaat lagi, dan orang yang berbuat zalim, orang-orang kafir atau fasik terus dalam perbuatannya serta tidak peduli dengan peringatan dan nasehat, maka wajib untuk bersikap dan bertindak kepadanya dengan keras dan memberlakukan segaia sesuatu yang menjadi kewajiban atas mereka seperti menegakkan hadd (hukuman yang sudah ditentukan jenis dan kadarnya) atas mereka atau ta'ziir (hukuman yang tidak ditentukan jenis dan kadarnya oleh Allah  dan Rasul-Nya ), atau ancaman