Model Penggunan Lahan Dan Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Bahan Baku Biodiesel Kelapa Sawit Studi Kasus Di Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau

ii

MODEL PENGGUNAAN LAHAN DAN PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN UNTUK BAHAN BAKU BIODIESEL
KELAPA SAWIT: STUDI KASUS DI KABUPATEN ROKAN
HILIR PROPINSI RIAU

LAURINCIANA SAMBUANGA SAMPEBATU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

PERNYATAAN
MENGENAI
DISERTASI
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*


DAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Penggunan Lahan
dan Perubahan Penggunaan Lahan untuk Bahan Baku Biodiesel Kelapa Sawit:
Studi Kasus di Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Laurinciana S Sampebatu
NIM F361100201

iv

RINGKASAN
LAURINCIANA SAMBUANGA SAMPEBATU. Model Penggunan Lahan dan

Perubahan Penggunaan Lahan untuk Bahan Baku Biodiesel Kelapa Sawit: Studi
Kasus di Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau. Dibimbing oleh YANDRA
ARKEMAN, ERLIZA HAMBALI, VINCENT GASPERSZ DAN BAMBANG
HERO SAHARJO
Penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan atau yang dikenal
dengan land use and land use change (LULUC) merupakan suatu proses pilihan
pemanfaatan ruang untuk memperoleh manfaat yang optimum. Perubahan
penggunaan lahan yang baik adalah perubahan penggunaan lahan yang
berkelanjutan, yaitu perubahan penggunaan lahan yang dimaksudkan untuk
mengoptimalkan manfaat lahan di masa sekarang dengan cara-cara yang
memastikan agar manfaat yang sama juga dapat dinikmati oleh generasi yang
akan datang. Dalam rangka pengembangan produksi bioenergi dilakukan sebuah
proses perencanaan perubahaan penggunaan lahan yang memastikan dampak yang
sekecil-kecilnya terhadap lingkungan. Perluasan kebun kelapa sawit untuk
bioenergi, memiliki peluang memberi pengaruh baik atau juga buruk terhadap
peningkatan jumlah emisi CO2, tergantung pada jenis tutupan lahan yang
dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Jika lahan yang digunakan untuk kelapa
sawit berasal dari lahan dengan jumlah karbon stok yang tinggi, maka perubahan
penggunaan lahan tersebut akan menyebabkan pelepasan CO2 yang besar ke
atmosfer. Sebaliknya, jika lahan asal yang digunakan untuk kelapa sawit adalah

lahan dengan kandungan karbon yang rendah, maka perubahan menjadi kebun
kelapa sawit akan meningkatkan serapan karbon, atau sering disebut dengan
carbon positif.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi sumber emisi dari
penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan akibat pengembangan kelapa
sawit dan perhitungan perubahan penggunaan lahan akibat pengembangan kelapa
sawit, 2) Menganalisis emisi gas CO2 akibat perubahan penggunaan lahan karena
pengembangan kelapa sawit dengan menggunakan REDD Abacus SP dan 3)
Merancang model penggunaan dan perubahan penggunaan lahan berdasarkan
emisi gas CO2 untuk pengembangan bahan baku biodiesel kelapa sawit. Penelitian
ini menggunakan beberapa metode dalam pencapaian tujuan penelitian.
Identifikasi jenis penggunaan lahan dari peta penggunaan lahan tahun 2009 dan
tahun 2011 di Propinsi Riau, luas dan letak kebun kelapa sawit menggunakan
Geographycal Information System (GIS). Perubahan kandungan karbon dan emisi
CO2 menggunakan metode Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC)
dengan REDD Abacus SP. Sedangkan model penggunaan lahan dan perubahan
penggunaan lahan mengggunakan Algoritma Genetika.
Hasil identifikasi jenis penggunaan lahan diperoleh 22 jenis tutupan lahan
yang diadopsi dari Kementrian Lingkungan Hidup. Perubahan penggunaan lahan
di Propinsi Riau tahun 2009 dan tahun 2011 sebesar 23 287 ha. Sedangkan untuk

perubahan penggunaan lahan karena konversi kelapa sawit di Propinsi Riau
terdapat penambahan luas sebesar 177 138 ha. Jenis lahan awal dari kelapa sawit,
sebagian besar terdapat di daerah perkebunan (58%), dan persentase terbesar

v

kedua terdapat di daerah belukar sebesar 9.4%. Net Emisi CO2 akibat konversi
lahan menjadi kelapa sawit sebesar 7.1 juta ton CO2e/tahun.
Perancangan model Penggunan Lahan dan Perubahan penggunaan lahan
(LULUC) untuk Agroindustri Biodiesel Kelapa Sawit Berkelanjutan merupakan
model dengan minimasi emisi CO2 menggunakan algoritma genetika. Hasil
identifikasi tutupan lahan yang memiliki masing-masing nilai kandungan karbon
menjadi data masukan dalam model yang dibangun. Optimasi dengan algoritma
genetika ini, menggunakan kromosom yang berupa kromosom nilai yaitu simbol
lahan. Satu kromosom atau satu individu dibangun dari matriks yang berukuran
13 x 13 sehingga diperoleh 169 gen. Seleksi dilakukan dengan menggunakan
teknik seleksi cakram (Roulette wheel selection). Sedangkan untuk operator
genetic meliputi pindah silang (crossover) yaitu dengan pindah silang satu titik
(one-point crossover), mutasi dengan teknik random dan yang terpilih dalam
proses mutasi akan digantikan dengan jenis lahan yang boleh ditanami kelapa

sawit dan gen tidak bisa digantikan dengan daerah yang tidak bisa ditanami
kelapa sawit yaitu moratorium (M), hutan lahan kering primer (Hp), pemukiman
(Pm), Tambak (Tb), kebun kelapa sawit (Po), pelabuhan (Plb), tubuh air (A) dan
transmigrasi (Tr). Berdasarkan hasil simulasi dengan model ini diperoleh nilai
emisi CO2 minimum atau penyerapan karbon sebesar 0.06 ton CO2e/tahun. Solusi
yang dihasilkan adalah jenis lahan yang terdiri 68 gen tanah terbuka (T), 9 gen
Pertanian lahan kering (Pt), 8 gen perkebunan (Pk), 38 gen semak/belukar (B), 41
gen belukar rawa (Br), 2 pertanian lahan kering campuran (Pc) , 1 gen hutan rawa
primer (Hrp), 1 gen hutan rawa sekunder (Hrs), 1 gen hutan sekunder (Hs). Hasil
ini diperoleh dari peluang crossover (Pc) = 0.95, peluang mutasi (Pm)=0.01,
jumlah generasi =100 generasi, ukuran lahan= 169 gen dan jumlah populasi =
100.
Kata kunci: algoritma genetika, emisi CO2, penggunaan lahan, perubahan
penggunan lahan, kandungan karbon.

vi

SUMMARY
LAURINCIANA SAMBUANGA SAMPEBATU. Land Use and Land Use
Change Model for palm oil biodiesel feedstock : a case study at Rokan Hilir,

Riau. Supervised by YANDRA ARKEMAN, ERLIZA HAMBALI,
VINCENT GASPERSZ DAN BAMBANG HERO SAHARJO
Land use and land use change are a process of choosing land use to gain an
optimum benefit. A good land use change is a continuous land use to optimize the
usage of land today to ensure that our next generations will consume the same
benefit as we now. So that, in the development of bioenergy production, a land
use shifting process plan has to ensure lower effect to the environment. Palm oil
field expansion for bioenergy has influence to the number of CO2 emission to the
air depends on the area conditions shifting into palm oil. The shifted area which
deposit highly carbon will release a big number of CO2 to the atmosfhere.
Otherwise, if the area deposit lower carbon then the shifting area will increase the
number carbon absorption known as positive carbon.
The purpose of this research is 1) to identify the use and land use shifting
due to the development of palm oil, 2) to calculate the emission of CO2 as the
effect of land use change, 3) to design a sustainable model for land use and land
use change based on the CO2 emission for the development of palm oil biodiesel
industrial.
This research uses some methods to fulfill its goal. This research applies
Geographical Information System (GIS) for land use identifications from land use
map in the year 2009 and 2011, dimension and locations of palm oil plantation.

The changes of carbon stock and CO2 emission use the Intergovernmental Panel
of Climate Change (IPCC) method while for land use change applies the genetics
algorithm.
The identification of land usage shows 22 coverage area types. Land use
change in Riau in 2009 and 2011 achieve the number 23.287%. For the land uase
change due to the plam oil expansion is about 177.138 ha. Former type of the
palm tree was mostly plantation for about 58% and shrub area for about 9.4%.
The CO2 emissions because of the land use change to the palm oil plantation is
about 4.6 Mt CO2/year.
The model design of land use and land use change for sustainable palm oil
biodiesel agro industrial is a model with minimum CO2 emission applying
genetics algorithm. Land coverage identification with number of carbon deposit is
an input in the model design. Optimization with genetics algorithm use the
chromosome value which symbolize the area. A chromosome is constructed from
a matrix with the size of 13X13 which consis 169 gene. Selection evaluation using
Roulette wheel selection. For genetics operator; crossover is a random mutation
and the selected gene in the mutation replaced with allowable land type for palm
tree plantation. While the gene cannot be replace by prohibited area for palm tree
plantation is M, Hp, Pm, Tb, Po, Plb, Pm, A, Tr. Simulation results show a
minimum CO2 emission or carbon absorption about sebesar 0.07 ton CO2/year.

The solutions provide land type consists of 68 gen T, 9 gen Pt, 8 gen Pk, 38 gen
B, 41 gen Br, 2 gen Pc , 1 gen gen Hrp, 1 gen Hrs, 1 gen Hs. This result is

vii

achieve from 0.95 crossover probability (Pc), 0.01 mutation probability (Pm), 100
generations, 169 gene for land dimensions and the number of populations is 100.

Keywords : carbon stock, CO2 emission, genetics algorithm, land use, land use
change

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL PENGGUNAN LAHAN DAN PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN UNTUK BAHAN BAKU BIODIESEL
KELAPA SAWIT: STUDI KASUS DI KABUPATEN ROKAN
HILIR PROPINSI RIAU

LAURINCIANA SAMBUANGA SAMPEBATU

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji pada Ujian Tertutup: Prof (Riset).Dr. Ir. Fahmuddin Agus
Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi
Dr. Ir. Ai Dariah, MSi

Judul Disertasi : Model Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
untuk Bahan Baku Biodiesel Kelapa Sawit Berkelanjutan di
kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau
Nama
: Laurinciana Sambuanga Sampebatu
NIM
: F361100201
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng
Ketua

Prof. Dr. Erliza Hambali

Anggota

Prof. Dr. Vincent Gaspersz

Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr

Anggota

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Machfud, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

PRAKATA
Terimakasih kepada Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah model
penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan untuk agroindustri biodiesel
kelapa sawit berkelanjutan. Model ini diperlukan untuk melakukan perencanaan
penggunaan lahan untuk kebun kelapa sawit yang akan digunakan untuk
pengembangan agroindustri biodiesel kelapa sawit yang berkelanjutan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Yandra Arkeman,
M.Eng, Prof. Dr. Erliza Hambali, Prof. Dr. Vincent Gaspersz dan Prof. Dr.
Bambang Hero Saharjo, M.Agr yang telah banyak membimbing, memberikan
masukan dan saran dalam penyusunan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Romli, Dr. Ir. Hartisari, Prof. Dr. Mahfud atas
masukan-masukan dan saran saat penulis melakukan ujian prelim lisan.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Prof (Riset) Dr. Fahmuddin
Agus dan Dr Eng. Taufik Djatna, STP. M.Si. atas kesediaan menjadi penguji pada
ujian tertutup serta memberikan masukan untuk perbaikan tulisan. Juga kepada
Dr.Ir Ai Dariah, MSi dan Dr Eng. Taufik Djatna, STP. M.Si sebagai penguji pada
ujian promosi Ucapan terimakasih pula disampaikan pula kepada Arif Purnomo,
SKom, M.Kom, Gibtha Laxmi, SKom, M.Kom, Ir. Hermawan Prasetya, MT
yang menyediakan waktu dan kesempatan untuk berdikusi dalam penggunaan GIS
dan pembuatan program. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada rekanrekan TIP 2010 serta rekan-rekan CIGARIS. Tak terkecuali ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Suami Antonius Sulistyo dan anak Immaculata
Audrey Sulistyo atas doa, kesabaran dan pengorbanannya. Serta kedua orang tua
Papa Hendrik Sampebatu dan mama Tabitha Sanda, ibu mertua MT Sukimi yang
tak henti-hentinya berharap dengan berdoa. Tak lupa pula mengucapkan
terimakasih kepada kakak dan adik-adik, sangat khusus kepada Adinda Limbran
Sampebatu yang memberikan perhatian dan dukungan untuk penyelesaian studi
ini.
Semoga tulisan ini memberikan manfaat untuk keperluaan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015
Laurinciana S Sampebatu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

RINGKASAN

iv

SUMMARY

vi

DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

xviii

1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian
Pelaksanaan Penelitian

2.

TINJAUAN PUSTAKA
9
Kelapa Sawit
9
Biodiesel Kelapa Sawit
10
Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
12
Emisi CO2 pada Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan dan
Efek Rumah Kaca
17
Perencanaan Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
Menggunakan Pendekatan Genetic Algorithm
20
Penelitian Sebelumnya dan Klaim Kebaruan Penelitian
21

3.

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DARI PENGGUNAAN LAHAN
DAN PERHITUNGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
AKIBAT PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Identifikasi sumber emisi zone pemanfaatan lahan
Konversi lahan untuk kebun kelapa sawit
Simpulan
Saran

23
23
23
25
25
28
30
31

PERHITUNGAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN UNTUK KEBUN KELAPA SAWIT
Pendahuluan
Metode Penelitian

32
32
33

4.

1
1
4
5
5
5
7

Hasil dan Pembahasan
36
Perubahan karbon stok penggunaan lahan di Propinsi Riau
36
Perbandingan karbon stok penggunaan lahan dan konversi kelapa sawit di
Kabupaten Rokan Hilir
48
Simpulan
48
Saran
49
5. MODEL PENGGUNAAN LAHAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL
KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN
Pendahuluan
Metode
Pengembangan model
Pencarian solusi dengan GA
Pengukuran kemiripan solusi jenis lahan
Hasil dan Pembahasan
Probabilitas pindah silang (Ps) dan probabilitas mutasi (Pm)
Kedekatan (Similarity)
Simpulan
6.

VALIDASI DAN IMPLEMENTASI MODEL
Verifikasi
Validasi Model
Implementasi Model

50
50
52
53
55
59
59
59
66
67
68
68
69
69

PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

77
78
78
79

DAFTAR PUSTAKA

80

LAMPIRAN

88

RIWAYAT HIDUP

118

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbandingan tingkat produksi bahan baku biodiesel per hektar
(Sumathi et al. 2008)
Tabel 2 Katagori penutupan lahan dalam penafsiran citra satelis optis
resolusi sedang (SNI 2010, Ditjen Planologi Kehutanan 2012)
Tabel 3 Perubahan luasan zone pemanfaatan ruang/tutupan lahan tahun
2009-2011 di Propinsi Riau
Tabel 4 Matriks penutupan lahan dan transisi penutupan lahan pada masingmasing tipe tutupan lahan tahun 2009-2011 (ribu ha) di Propinsi
Riau
Tabel 5 Perubahan lahan menjadi kelapa sawit tahun 2009 dan Tahun 2011
di Propinsi Riau
Tabel 6 Faktor emisi (cangan karbon) di atas permukaan tanah yang
direkomendasikan untuk inventarisasi emisi dari perubahan
penggunaan lahan (Ditjenplan Kemenhut 2012, Fahmuddin 2013)
Tabel 7 Emisi, penyerapan (sekuestrasi) dan net emisi CO2 karena konversi
lahan menjadi kelapa sawit tahun 2009-2011 di Propinsi Riau
Tabel 8 Matriks sekuestrasi tahun 2009-2011 dari biomas akibat perubahan
penutupan lahan (juta ton CO2e/tahun) di Propinsi Riau
Tabel 9 Matriks total emisi tahun 2009-2011 dari biomas akibat perubahan
penutupan lahan (juta ton CO2e/tahun) di Propinsi Riau
Tabel 10 Matriks net emisi tahun 2009-2011 dari biomas akibat perubahan
penutupan lahan (juta ton CO2e/tahun) di Propinsi Riau
Tabel 11 Total nilai kandungan karbon lahan awal dan lahan konversi kebun
kelapa sawit di Propinsi Riau tahun 2009 (ribu ton)
Tabel 12 Total nilai kandungan karbon lahan awal dan lahan konversi
kebun kelapa sawit di Propinsi Riau tahun 2011 (ribu ton)
Tabel 13 Perubahan kandungan karbon tahun 2009 dan tahun 2011 di
Propinsi Riau
Tabel 14 Perbandingan total emisi, penyerapan (sekuestrasi) dan net emisi
CO2 karena konversi lahan menjadi kelapa sawit tahun 2009 dan
tahun 2011
Tabel 15 Total emisi, penyerapan (sekuestrasi) dan net emisi CO2 karena
konversi lahan menjadi kelapa sawit tahun 2009-2011
Tabel 16 Perubahan nilai kandungan karbon untuk konversi kelapa sawit di
Kabupaten Rokan Hilir tahun 2009-2011
Tabel 17 Perubahan nilai kandungan karbon dan emisi CO2 di Kabupaten
Rokan Hilir tahun 2009-2011
Tabel 18 Rerata fitness emisi CO2 min (fitness) dan kestabilan generasi
(iterasi)
Tabel 19 Kromosom terbaik pada beberapa generasi dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, populasi=15 dan generasi=50
Tabel 20 Solusi matriks lahan hasil algoritma genetika dengan ukuran
matriks lahan = 13 x 13

11
15
25

26
29

35
37
37
38
38
41
42
43

45
45
46
47
60
62
65

Tabel 21 Rerata emisi CO2 min (fitness) dan kemiripan solusi matriks lahan
hasil running program algoritma genetika
Tabel 22 Hasil perhitungan emisi CO2 tanpa menggunakan algoritma
genetika
Tabel 23 Validasi model penggunaan lahan dan perubahan penggunaan
lahan untuk bahan baku kelapa sawit
Tabel 24 Nilai emisi, jarak dan lokasi di Peta pada Pc=0.09, Pm=0.01 hasil
running program algoritma genetika

66
68
69
76

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5

Kerangka Penelitian
Tahapan penelitian
Proses Pembuatan biodiesel (Sumathi et al. 2008)
Diagram alir identifikasi penggunaan lahan
Perubahan luasan tutupan lahan tahun 2009 dan 2011 di
Propinsi Riau
Gambar 6 Luasan kelapa sawit tahun 2009 dan 2011 di Propinsi Riau
Gambar 7 Diagram alir perhitungan nilai emisi CO2
Gambar 8 Emisi CO2 dari perubahan tutupan lahan
Gambar 9
Perkembangan emisi CO2 dan target penurunan emisi 26%
pada tahun 2020
Gambar 10 Emisi CO2 dari perubahan tutupan lahan menjadi kelapa sawit
di Propinsi Riau
Gambar 11 Diagram alir pemodelan
Gambar 12 Struktur umum Algoritma Genetika (Goldberg, 1989)
Gambar 13 Populasi yang digunakan dalam algoritma genetika
Gambar 14 Contoh penyilangan satu titik
Gambar 15 Hasil running untuk populasi awal: Ps=0.95, Pm=0.01,
Ukuran lahan=9, populasi=15 dan generasi=50
Gambar 16 Hasil running untuk populasi akhir: Ps=0.95, Pm=0.01,
Ukuran lahan=9, populasi=15 dan generasi=50
Gambar 17 Contoh pindah silang pada gen k3 dan gen ke 15
Gambar 18 Kromosom anak yang dihasilkan
Gambar 19 Contoh mutasi pada gen ke-4
Gambar 20 Contoh hasil running model
Gambar 21 Hasil running program GA dengan Nilai Pc= 0.95, Pm = 0.01,
Generasi= 100, Ukuran lahan 169 dan jumlah populasi =100.
Gambar 22 Tampilan Aplikasi LULUC-SPOB
Gambar 23 Tampilan output solusi jenis lahan yang dihasilkan
Gambar 24 Contoh solusi matriks lahan yang dihasilkan
Gambar 25 Lokasi lahan berbentuk grid matriks yang bisa ditanami kelapa
sawit
Gambar 26 Peta Kabupaten Rokan Hilir A: tanpa Grid, B: dengan Grid
Gambar 27 Matriks tipe tutupan lahan, moratorium dan lahan kelapa sawit
tahun 2011 dalam bentuk matriks dan contoh matriks 13x13
Gambar 28 Letak lokasi jenis lahan pada peta penggunaan lahan yang
memiliki kemiripan dengan solusi pada baris 48-69
Gambar 29 Letak lokasi jenis lahan pada peta penggunaan lahan yang
memiliki kemiripan dengan solusi pada baris 93-105
Gambar 30 Lokasi lahan untuk perkebunan kelapa sawit

7
8
12
24
28
30
34
39
40
44
52
55
56
58
61
61
63
63
64
64
65
70
71
71
72
72
73
74
75
76

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5

Luas wilayah per kabupaten di Propinsi RIAU tahun 2009
Luas wilayah per kabupaten di Propinsi RIAU tahun 2011
Luas lahan kelapa sawit di Propinsi RIAU tahun 2009
Luas lahan kelapa sawit di Propinsi RIAU tahun 2011
Luas lahan kebun kelapa sawit dan tutupan lahan di
Kabupaten Rokan Hilir (ha)
Lampiran 6
Data hasil pengulangan pada Pm 0.2 (Ket: a=Emisi CO2
min (Fitness), b = Generasi (Iterasi), c = Jarak (kemiripan)
Lampiran 7
Data hasil pengulangan pada Pm 0.1 (Ket: a=Emisi CO2
min (Fitness), b = Generasi (Iterasi), c = Jarak (kemiripan)
Lampiran 8
Data hasil pengulangan pada Pm 0.01 (Ket: a=Emisi CO2
min (Fitness), b = Generasi (Iterasi), c = Jarak (kemiripan)
Lampiran 9
Kandungan karbon tutupan lahan dan kelapa sawit tahun
2009
Lampiran 10 Kandungan karbon tutupan lahan dan kelapa sawit tahun
2011
Lampiran 11 Perubahan kandungan karbon akibat konversi kelapa sawit
Lampiran 12 Inisialisasi Populasi
Lampiran 13 Evaluasi individu (Fungsi Finess)
Lampiran 14
Operator genetik
Lampiran 15
Hitung similarity
Lampiran 16 Prosedur mapping
Lampiran 17 Hasil running untuk generasi (iterasi) 1-2 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 18 Hasil running untuk generasi (iterasi) 3-4 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 19 Hasil running untuk generasi (iterasi) 5-6 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 20 Hasil running untuk generasi (iterasi) 7-8 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 21 Hasil running untuk generasi (iterasi) 9-10 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 22 Hasil running untuk generasi (iterasi) 11-12 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 23 Hasil running untuk generasi (iterasi) 13-14 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50

89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
101
104
105

106

107

108

109

110

111

112

Lampiran 24 Hasil running untuk generasi (iterasi) 15-16 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 25 Hasil running untuk generasi (iterasi) 17-18 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 26 Hasil running untuk generasi (iterasi) 19-20 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 27 Hasil running untuk generasi (iterasi) 21-22 dengan Ps=0.95,
Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi 15 dan jumlah
generasi =50
Lampiran 28 Hasil running untuk generasi (iterasi) 23 dan generasi ke24-50
dengan Ps=0.95, Pm=0.01, Ukuran lahan=9, jumlah populasi
15 dan jumlah generasi =50

113

114

115

116

117

1

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi merupakan salah kebutuhan yang sangat penting bagi aktivitas
manusia. Konsumsi energi di dunia terus bertambah seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk. Di perkirakan jumlah permintaan energi dunia antara tahun
2008 hingga tahun 2035 akan terus bertumbuh hingga kurang lebih 36%, dan
hingga tahun 2035, sumber energi fosil masih akan menjadi sumber energi utama
(Castiblanco et al. 2015) meskipun terdapat kekhawatiran masyarakat dunia
terhadap perubahan iklim dan keamanan energi. Saat ini, berkembang beberapa
persoalan terkait dengan penggunaan energi fosil sebagai sumber energi dunia,
yaitu semakin berkurangnya sumber bahan energi fosil, fluktuasi harga, dampak
terhadap kerusakan lingkungan dan isu perubahan iklim. Beberapa persoalan
tersebut kemudian mendorong masyarakat global untuk mencari sumber energi
alternatif dengan resiko yang lebih kecil dari penggunaan energi fosil (Acevedo et
al. 2015). Beberapa persoalan tersebut juga mendorong para peneliti untuk
menemukan sumber energi yang dapat menggantikan sumber energi berbasis
fosil. Sumber energi alternatif yang dimaksud diharapkan adalah sumber energi
yang secara teknis mudah diproduksi, secara ekonomi menguntungkan, ramah
lingkungan dan mudah didapatkan (Meher et al. 2006). Dalam kontek ini,
biodiesel adalah salah satu jenis sumber energi potensial yang memenuhi kriteriakriteria untuk dikembangkan.
Penggunaan biodiesel sebagai salah satu sumber energi alternatif terus
berkembang karena berbagai pertimbangan dan kebijakan terkait dengan
pengurangan emisi gas karbon dioksida yang menjadi penyebab terjadinya
pemanasan global dan efek gas rumah kaca (Abdullah et al. 2009). Hal lain yang
juga mendorong pertumbuhan biodiesel sebagai sumber energi alternatif yang
semakin mendesak dan penting adalah karena semakin mahalnya harga bahan
baku energi fosil terkait dengan semakin menurunnya jumlah persediaan
(Abdullah et al. 2009). Berbagai kebutuhan bahan baku biodiesel oleh karenanya
juga terus dibutuhkan dan dikembangkan, dan diantara yang ada saat ini, kelapa
sawit merupakan sumber bahan baku yang paling menarik dan potensial (Sani,
2009).
Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang menghasilkan
kelapa sawit terbesar di dunia bersama dengan Malaysia dan Papua New Geunea.
Luas lahan kelapa sawit di Indonesia bertumbuh 7% setiap tahun selama lebih dari
dua dekade, yaitu dari luasan 3,5 juta hektar di tahun 1990 menjadi kurang lebih
13.1 juta hektar di tahun 2010 (Gunarso et al. 2013). Data dari Kemenperin
(2011) menunjukkan bahwa pada tahun 2010, luas kebun kelapa sawit mencapai
8,1 juta hektar dengan pertumbuhan luas kebun rata-rata per tahun mencapai
11,8%. Pada tahun 2009, produksi kelapa sawit mencapai 20,2 juta ton dengan
rata-rata peningkatan produksi 12% per tahun. Diperkirakan pada tahun 2020,
produksi kelapa sawit akan mencapai 40 juta ton.
Untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar, dari sisi potensi sumber
daya lahan, Indonesia memiliki ketersediaan lahan sekitar 15,30 juta ha untuk
perluasan lahan perkebunan (Mulyani & Las 2008) dan sebagian di antaranya

2

berpotensi untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit melalui program
revitalisasi perkebunan. Lahan tersebut terdiri atas lahan mineral dan lahan
gambut dengan tutupan lahan mulai dari hutan primer sampai semak belukar dan
padang alang-alang. Namun, pemanfaatan hutan primer, terutama hutan gambut,
akan menyebabkan tingginya dampak negatif terhadap lingkungan.
Wilayah-wilayah di Indonesia yang diperkirakan memiliki paling banyak
potensi perluasan kebun kelapa sawit, menurut Kementrian Kehutanan Indonesia,
adalah Kalimantan (10.3 juta hektar), Sumatra (7.2 juta hektar) dan Papua (6.3
juta hektar) (USDA 2009). Indonesia adalah salah satu negara yang secara
ekonomis terbantu oleh pertumbuhan perkebunan kelapa sawit. Meski demikian,
peluang perolehan pendapatan dari sektor ini diperhadapkan pada biaya
lingkungan yang juga substansial.
Kebun kelapa sawit di Asia Tenggara khususnya, telah diidentikkan dengan
berbagai persolan besar sebagai dampak peningkatan produksi tanaman bioenergi
seperti penebangan hutan hujan tropis alami, perusakan ekologi dan konflik sosial
yang sampai saat ini menjadi perdebatan (Wicke et al. 2008). Kelapa sawit diduga
sebagai penyebab utama terjadinya deforestrasi di Indonesia (Carlson et al. 2012)
yang berkontribusi terhadap terjadinya emisi karbon sebesar kurang lebih 7-14%
dari total emisi global (Harris et al. 2013). Ekspansi kelapa sawit yang tidak
terkendali dianggap sebagai ancaman serius terhadap biodiversitas di kawasan
Asia Tenggara (Fitzherbert et al. 2008; Koh dan Wilcove 2008), sehingga saat ini
terdapat kampaye untuk melawan penanaman kelapa sawit di Asia Tenggara
(Greenpeace 2007). Oleh karena itu, estimasi yang akurat terhadap potensi emisi
yang disebabkan perubahan penggunaan lahan untuk keperluan perluasan area
perkebunan kelapa sawit adalah sesuatu yang sangat penting untuk memastikan
pola perluasan kebun kelapa sawit dengan jumlah emisi karbon sekecil-kecilnya.
Estimasi pola perluasan kelapa sawit dan perhitungan estimasi emisi karbon
memerlukan peta historis spasial lahan yang terpercaya terkait dengan perubahan dari
berbagai jenis tutupan lahan, termasuk kelapa sawit di suatu area (Hansen et al.
2009). Koh et al. (2011) menggunakan citra satelit resolusi sedang ( Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS)) untuk mengidentifikasi
terjadinya perubahan kurang lebih 800.000 ha lahan gambut yang terkonversi menjadi
kebun kelapa sawit pada tahun 2000. Penelitian Koh et al. (2011) difokuskan untuk
melihat perubahan penggunaan lahan di daerah Riau di Sumatra dan di daerah
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat dan hanya terbatas dilakukan untuk
mengetahui pola perubahan tutupan lahan serta tidak mencakup perhitungan emisi
karbon. Kemudian, Carlson et al. (2012) menggunakan citra satelit resolusi tinggi
(high resolution satelite imagery of Landsat satellite analyses) untuk menganalisa
perubahan tutupan lahan dari tahun 1990 hingga tahun 2010 dan mengestimasi
perubahan penggunaan lahan hingga tahun 2020. Dari penelitian yang dilakukan,
diketahui bahwa jumlah estimasi emisi karbon yang dihasilkan selama proses
ekspansi diestimasi memberikan kontribusi sebesar 18-22% terhadap jumlah emisi
karbon yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2020. Beberapa penelitian lain
juga mencatat terjadinya proses deforestrasi yang terjadi untuk keperluan
perluasan kebun kelapa sawit di Indonesia (Hansen et al. 2009; Miettnen et al.
2011; Ekadinata & Dewi, 2011).

3

Pengetahuan tentang pola perubahan penggunaan lahan dalam hubungannya
dengan potensi emisi karbon yang ditimbulkannya sangatlah penting bagi
pemerintah, swasta dan masyarakat dalam menentukan kebijakan dan keputusan
tindakan yang tepat terkait dengan rencana perluasan lahan kelapa sawit, terutama
terkait dengan apa yang disebut dengan pengembangan kelapa sawit yang
berkelanjutan (sustainable development).
Terkait dengan isu kebelanjutan (sustainability), peningkatan luasan
produksi kelapa sawit selama lebih dari 30 tahun belakangan ini menguatkan
alasan tentang perlunya untuk memberikan perhatian pada LUC sebagai salah
satu indikator keberlanjutan produksi kelapa sawit. Estimasi yang dilakukan oleh
Koh and Wilcove (2008) mengindikasikan bahwa semua kebun kelapa sawit di
Indonesia dan Malaysia, antara tahun 1990 dan 2005, sekurangnya 50% adalah
berasal dari konversi hutan alam tropis. Di Selangor Malaysia ditemukan bahwa
perluasan kelapa sawit adalah kontributor utama terjadinya perusakan area hutan
gambut tahun 1966-1995 (Abdullah dan Nakagoshi 2007). Negara bagian Sabah
Malaysia, penyebab terjadinya kerusakan hutan bukan lagi logging melainkan
perkebunan kelapa sawit (McMorrow dan Talip 2001). Temuan ini membantu
untuk memahami bahwa kompleksitas dan dinamika penyebab terjadinya
kerusakan hutan di masa lampau dapat diantisipasi dengan mencegah terjadinya
perubahan taga guna lahan (LUC) yang tidak benar di masa mendatang.
Beberapa pendapat menyampaikan bahwa kecenderungan ketidaberlanjutan
pengembangan kebun kelapa sawit di Indonesia terjadi oleh karena pola
perubahan penggunaan lahan (Land Use Change/LUC) yang juga tidak
berkelanjutan. Pola perubahan penggunaan lahan (LUC) termasuk untuk
keperluan kebun kelapa sawit yang dilakukan dengan perencanaan yang tidak
tepat, telah mengakibatkan berbagai dampak lingkungan dan sosial yang serius,
seperti kehilangan keanekaragaman hayati, emisi gas rumah kaca dari perubahan
biomasa (carbon stock) dan tanah, kebakaran hutan, gangguan pernafasan karena
kebakaran hutan, kesuburan tanah dan persoalan-persoalan yang terjadi karena
konflik sosial (Wakker 2004; Colchester et al. 2006; Gibbs et al. 2008; Wilcove
and Koh 2008; Wicke et al. 2008). Dari hasil berbagai penelitian ini dapat
dimaknai bahwa berbagai dampak buruk karena perluasan penggunaan lahan bagi
kelapa sawit di masa lampau dapat diantisipasi dengan mencegah terjadinya pola
perubahan taga guna lahan (LUC) yang tidak tepat di masa mendatang.
Peningkatan permintaan minyak kelapa sawit yang menjanjikan sebagai
sumber bahan makanan, bahan kimia dan industri energi mendorong para
pengusaha untuk terus melakukan ekspansi kebun kelapa sawitnya. Keadaan ini
berpotensi untuk mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan (LUC)
dengan dampak lanjutan terhadap lingkungan dan sosial. Dalam kontek
keberlanjutan, penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan adalah salah
satu dari indikator yang harus diperhatikan demi keberlanjutan bioenergi.
Indikator penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan (LULUC) adalah
salah satu indikator dari 8 indikator lingkungan dari keberlanjutan bioenergi yang
didorong oleh kesepakatan internasional GBEB (The Global Bioenergy
Patnership).
Untuk mencapai tujuan penelitian yaitu persoalan yang terkait keberlanjutan
penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan (Land use and Land Use

4

Change) secara ekologis bagi peruntukan kebun kelapa sawit diperlukan suatu
model yang digunakan untuk meminimumkan emisi CO2 dari penggunaan lahan
dan perubahan penggunaan lahan. Dalam pengembangan kelapa sawit yang
berkelanjutan untuk pengembangan
biodiesel, sangat penting untuk
memperhatikan pola penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan yang
berkelanjutan. Pola penggunaan lahan dan perubahan lahan yang berkelanjutan
yang dimaksud sekurangnya harus memperhatikan beberapa pilar keberlanjutan
yaitu keuntungan ekonomi, keadilan sosial dan kelestarian lingkungan (Cao et al.
2011). Penelitian ini memfokuskan pada pilar keberlanjutan lingkungan/ekologi,
selain karena cadangan karbon dan profitabilitas pada berbagai sistem penggunaan
lahan merupakan faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
penggunaan lahan (WAC, 2014). Kriteria keberlanjutan untuk bioenergi yaitu
sekurang-kurangnya 35% penurunan emisi GRK 2017dari penggunaan bioenergi
dan ditingkatkan menjadi 50% mulai 1 Januari serta biosolar tidak boleh
dihasilkan dari lahan gambut atau lahan rawa (European Union 2011). US-EPA
menetapkan standar minimum penurunan emisi untuk minyak sawit sebagai bahan
dasar biosolar sebesar 20% pada tahun 2022. Saat ini Indonesia dan Malaysia
menurut perhitungan awal US-EPA belum lolos kriteria karena penurunan emisi
yang dicapai Indonesia sebesar 17% dan Malaysia 11%. Sumber utama emisi
tersebut adalah dari perubahan penggunaan lahan dan dekomposisi gambut yaitu
sebesar 46 kg CO2-e/mmBTu (US-EPA 2012). Indonesia menggunakan standar
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable
Palm Oil). Dalam RSPO belum ditetapkan standar penurunan emisi namun
anggota dari RSPO harus menerangkan langkah-langkah perusahaan dalam
penurunan emisi, sedangkan dalam ISPO ditetapkan standar lingkungan untuk
perkebunan kelapa sawit sesuai dengan Permentan No. 19 tahun 2011 yaitu
pengelolaan usaha perkebunan harus mengidentifikasi sumber emisi GRK,
menyediakan rekaman alih fungsi lahan dan mendokumentasikan usaha
egurangan emisi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi sumber emisi dari penggunaan lahan dan perubahan
penggunaan lahan akibat pengembangan bahan baku kelapa sawit dan
perhitungan perubahan penggunaan lahan akibat pengembangan bahan baku
kelapa sawit
2. Menganalisis emisi gas CO2 akibat perubahan penggunaan lahan karena
pengembangan bahan baku kelapa sawit dengan menggunakan REDD
Abacus SP.
3. Merancang model penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan
berdasarkan emisi gas CO2 untuk pengembangan bahan baku biodiesel kelapa
sawit dengan algoritma genetika.

5

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, model ini dapat
dimanfaatkan untuk menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan
perencanaan tata ruang dan tata wilayah, terutama terkait dengan alokasi
lahan bagi pengembangan biodiesel kelapa sawit yang berkelanjutan.
2. Bagi masyarakat umum, hasil dari penelitian ini dapat menjadi wacana
untuk mengetahui pola pendekatan yang baik dan berkelanjutan dalam
perencanaan pengembangan biodiesel kelapa sawit.
3. Bagi akademisi dan peneliti, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan rujukan bagi pengembangan keilmuan dan penelitian
berikutnya.
4. Bagi perusahaan kelapa sawit swasta dan PTPN, model ini dapat
digunakan sebagai rujukan untuk perencanaan pengembangan lahan
pengusahaan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian ini, terdapat beberapa batasan
ruang lingkup yang menjadi asumsi dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Perubahan penggunaan lahan yang dikaji meliputi jenis-jenis lahan yang
ditetapkan pemerintah sesuai dengan ketentuan Kementrian Kehutanan
Republik Indonesia.
2. Perhitungan jumlah emisi CO2 dilakukan dengan menggunakan analisa
komparasi data spasial historis dan data-data default nilai kandungan karbon
dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya.
3. Model penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan bagi
pengembangan biodiesel kelapa sawit berkelanjutan mencakup aspek ekologi
yang difokuskan pada jumlah emisi CO2.
4. Lokasi yang dipilih sebagai studi kasus aplikasi model adalah Kabupaten
Rokan Hilir di Provinsi Riau yang merupakan salah satu daerah dengan
percepatan perluasan lahan kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Kerangka Pikir Penelitian
Salah satu isu besar yang saat ini menjadi perhatian banyak lembaga di
tingkat internasional, regional maupun nasional adalah tentang perubahan iklim.
Fenomena perubahan iklim banyak menimbulkan dampak yang tidak
menguntungkan bagi berbagai kepentingan manusia. Oleh karena itu, berbagai
pihak saat ini melakukan berbagai upaya untuk mengurangi laju perubahan iklim
yang lebih ektrim (mitigasi) dan di sisi lain juga mengupayakan penyesuaianpenyesuaian yang diperlukan untuk mengurangi resiko akibat perubahan iklim
(adaptasi). Pengurangan emisi CO2 adalah salah satu mitigasi yang saat ini
dikampanyekan oleh banyak kalangan. Seluruh Negara, terutama Negara

6

berkembang juga diserukan agar mendorong kebijakan yang sedemikian rupa
dapat mengurangi produksi emisi gas rumah kaca tersebut.
Salah satu hal yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka
mengupayakan pengurangan jumlah emisi adalah dengan membuat kebijakan
energi terbarukan sebagai pengganti kebijakan energi fosil. Salah satu sumber
energi terbarukan yang dirancang adalah biodiesel, yaitu sumber energi yang
berasal dari kelapa sawit. Pemerintah menerbitkan Perpres No. 5 Tahun 2006
tentang kebijakan penurunan emisi termasuk kebijakan terkait dengan bioenergi,
berdasarkan Pepres No. 5 Tahun 2006, Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang
penyediaan pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan
bakar lain, Permen ESDM No. 25 Tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan
menteri energi dan sumberdaya mineral No 32 tahun 2008 tentang penyediaan,
pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain,
Permen ESDM No. 20 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas peraturan menteri
energi dan sumberdaya mineral No 32 tahun 2008 tentang penyediaan, pemanfaatan
dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Terkait dengan pengusahaan kelapa sawit untuk kepentingan biodiesel,
Indonesia menghadapi sebuah persoalan baru terkait dengan konversi lahan yang
dipergunakan bagi pengusahaan kelapa sawit itu sendiri. Konversi lahan dengan
cadangan karbon yang tinggi menjadi kebun kelapa sawit justru diduga juga
sangat berpotensi menimbulkan emisi gas yang sangat. Perlu sebuah pendekatan
yang terpadu dari setiap tahapan pengusahaan kelapa sawit agar pengurangan
emisi yang diharapkan sungguh terjadi. Perencanaan penggunaan lahan dan
perubahan penggunaan lahan, merupakan salah satu hal yang sangat penting
dalam perencanaan pengusahaan kelapa sawit supaya jumlah emisi yang timbul
dari proses perubahan lahan juga dapat ditekan seminimum mungkin.
Model yang disusun dalam penelitian ini adalah model yang ditujukan
untuk membantu proses perencanaan penentuan jenis dan lokasi lahan yang paling
minimum menghasilkan emisi karbon. Proses penyusunan model ini dilakukan
dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis lahan yang selama ini
dikonversi menjadi lahan kelapa sawit. Kemudian dilakukan perhitungan
terhadap potensi emisi karbon yang ditimbulkan oleh masing-masing lahan
tersebut.
Model yang disusun di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
Algoritma Genetika dan menghasilkan output berupa peta spatial lokasi-lokasi
yang menunjuk pada jenis lahan dan luasan yang direkomendasikan untuk
dikonversi menjadi kebun kelapa sawit dengan jumlah emisi yang minimum.
Kerangka penelitian yang dijelaskan di atas, ditampilkan dalam sebuah alur yang
ditunjukkan pada Gambar 1.

7

Isu Perubahan Iklim Global
Kebijakan Pengurangan
Emisi
Peppres No. 61 Tahun
2011

Strategi Pengembangan bahan
baku biodiesel kelapa sawit

Kebijakan Biodiesel:
Peppres No. 5 Tahun 2006
Permen ESDM No. 32/2008
Permen ESDM No. 25/2013
Permen ESDM No.20/2014

Perencanaan LU/LUC bahan
baku biodiesel kelapa sawit

Identifikasi ketersediaan lahan

Perhitungan Emisi CO2

Model Perencanaan LU/LUC

Penentuan Jenis
Lahan, Lokasi yang sesuai

Gambar 1 Kerangka Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri tiga kegiatan meliputi 1) Identifikasi sumber emisi dari
penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan yang digunakan untuk
pengembangan bahan baku biodiesel kelapa sawit, 2) Analisis emisi gas CO2
akibat penggunaan dan perubahan penggunaan lahan untuk bahan baku biodiesel
kelapa sawit dan 3) perancangan model perencanaan penggunaan lahan dan
perubahan penggunaan lahan untuk bahan baku biodiesel kelapa sawit.
Pelaksanaan kegiatan penelitian tersebut disajikan pada Gambar 2.

8

Mulai

Penggunaan Lahan
Awal

Penggunaan
Lahan saat ini

Identifikasi Perubahan
Penggunaan Lahan

Identifikasi Jenis dan
Ketersediaan Lahan

Menghitung Stok
Karbon
Jenis dan
Luasan Lahan
Menghitung Emisi CO2
dari Perubahan Lahan

Identifikasi Kebutuhan
Model

Perancangan Model
Belum OK
Validasi

OK
Simulasi Model

Solusi tipe lahan
dengan Emisi CO2
minimum

Gambar 2 Tahapan penelitian

Alternatif
Penggunaan Lahan

Selesai

9

2. TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan perkebunan yang
dikenal sebagai penghasil minyak nabati. Tanaman ini berbentuk pohon yang
dapat mencapai ketinggian 24 meter. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas
yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip. Daun
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak
mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan
tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah
umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan
menjadi mirip dengan kelapa (Dirjenbun, 2013).
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon
(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat
jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan
panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit
dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang
menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai
tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak
bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan
asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok
dengan sendirinya.
Tanaman cocok di daerah dengan penyinaran matahari rata-rata 5 - 7
jam/hari, curah hujan tahunan 1.500 – 4.000 mm, temperatur optimal 24-28 0C
dan di ketinggian ideal 1 – 1500 m dpl (di atas permukaan laut). Tanaman kelapa
sawit akan tumbuh optimal di tanah yang banyak mengandung lempung, beraerasi
baik dan subur, pH tanah 4-6 dan tanah tidak terlalu berbatu. Secara umum,
daerah-daerah tropsi memiliki kondisi iklim mikro yang sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan kelapa sawit.
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada Tahun
1870 mulai ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera
Utara pada tahun 1870-an. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah
Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan
kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas
areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian
didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau
Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan
pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor
menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang.

10

Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan
pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi
merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha peningkatan pada
masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak
berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya
(lalu Malaysia). Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman
digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal
perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Biodiesel Kelapa Sawit
Biodiesel adalah campuran dari minyak Metil Ester (Fatty Acid Methyl
Ester – FAME) yang diproduksi dengan cara transesterifikasi trigliserida melalui
katalis dan alkohol (Lee et al. 2011). biodiesel memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan disel dari bahan baku fosil, diantaranya bersifat ramah
lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai (degradable), memiliki
sifat pelumasan terhadap mesin piston karena termasuk kelompok minyak yang
tidak mengering (non drying oil), mampu mengeliminasi efek rumah kaca dan
kemudahan penyediaan bahan baku. biodiesel adalah bahan bakar ramah
lingkungan karena menghasilkan gas buang yang bersifat ramah lingkungan
dibandingkan disel dari bahan baku fosil, yaitu bebas sulfur, dan angka setana
(cetane number) berkisar antara 57-62 sehingga pembakaran dapat terjadi dengan
lebih baik, terbakar sempurna (clean burning) dan tidak menghasilkan racun (non
toxic) (Hambali 2006). Senada dengan hal tersebut, Meher et al. (2006),
menyebutkan bahwa biodiesel memiliki beberapa kelebihan antara lain: (1)
mengurangi ketergantungan terhadap minyak mentah, (2) dapat diperbaruhi
(renewable), (3) pengurangan emisi gas rumah kaca, (4) pengurangan emisi jenis
gas berbahaya, (5) bisa diurai (biodegradable) dan (7) lebih aman.
Pemanfaatan ester dari minyak nabati yang kemudian disebut sebagai
“biodiesel” adalah merupakan sesuatu yang sangat menjanjikan sebagai pengganti
disel dari bahan bakar fosil (Ma & Hanna, 1999). Pertumbuhan produksi disel
dunia oleh karenanya meningkat pesat. Pada tahun 2007, produksi biodiesel
dunia kurang lebih 8.4 juta ton dan bertambah lebih dari dua kali lipat menjadi 20
juta ton di tahun 2010. Produksi biodiesel diproyeksikan terus bertambah hingga
150 juta ton pada tahun 2020 (Agra CEAS Consulting 2010). Di Eropa, jumlah
produksi biodiesel tahun 2008 bertumbuh sangat dramatis hingga mencapai 180%
dibandingkan jumlah produksi di tahun 2007 (Lozada et al. 2010). Gambaran
tersebut di atas menunjukkan bahwa telah terjadi lonjakan produksi biodiesel
yang signifikan di dunia sebagai hasil dari penerapan berbagai kebijakan
penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di berbagai negara (Abdullah et al.
2009).
Biodiesel dapat diproduksi dari berbagai macam sumber seperti minyak
kedelai (Kim et al. 2004), minyak nabati, lemak hewan atau minyak goreng bekas.
Untuk memproduksi minyak nabati, minyak matahari (Stamenkovic et al. 2007),
minyak biji karet (Ramadha et al. 2005), minyak sawit (Chongkhong et al. 2007),
minyak kopi (Olivera et al. 2008) dan beberapa jenis tanaman lainnya.

11

Diantara sumber bahan baku tersebut, kelapa sawit adalah jenis bahan baku
yang dapat memproduksi minyak dalam jumlah yang paling banyak, yaitu ratarata 4.6 ribu hingga 5.7 ribu liter minyak per hektar per tahun. Jumlah ini 10 kali
lipat dari jumlah minyak yang dapat diproduksi dengan bahan baku kedelai atau 6
kali lipat dari jumlah minyak yang dapat diproduksi oleh bunga matahari (Basiron
& Kheong 2009). Abdullah et al. (2009) mengatakan bahwa jumlah produksi
minyak dari bahan baku kelapa sawit 27 kali lipat lebih besar dari bahan baku
kedelai.
Data lengkap perbandingan produksi bahan baku minyak ditampilkan pada
Tabel 1. Kemudian, analisa siklus hidup (Life Cycle Analysis) terhadap beberapa
jenis bahan baku biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel dari bahan baku kelapa
sawit menghasilkan pengurangan emisi yang paling besar, yaitu 62%
dibandingkan minyak kedelai (40%) dan minyak bunga matahari (58%) (Sani
2009). Oleh karena berbagai kelebihan yang dimiliki inilah, kelapa sawit menjadi
sumber bahan baku yang paling banyak dikembangkan di negara-negara tropis
terutama di Indonesia dan Malaysia.
Tabel 1 Perbandingan tingkat produksi bahan baku biodiesel per hektar (Sumathi
et al. 2008)
No
1
2
3
4
5
7
8
9
10

Jenis Bahan Baku
Biji Alpukat
Biji Kapas
Kacang tanah
Babassu (sejenis kacang di Brasil)
Kelapa
Kelapa sawit
Biji bunga matahari
Castor
Biji kedelai

Produktifitas (ton/ha)
1.4
0.2
0.7
0.2
1.6
4.1
0.7
0.7
0.3

Alur proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada Gambar 3. Proses
transesterifikasi meliputi dua t

Dokumen yang terkait

Analisis Kelayakan Finansial Kelapa Sawit Rakyat(Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau)

51 393 77

Pengembangan Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Lahan Kering Masam (Studi Kasus Kebun Plasma Sel Tapung PTPN V, Kabupaten Rokan Hulu, Riau

1 14 40

Pengembangan Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Lahan Kering Masam (Studi Kasus Kebun Plasma Sel Tepung PTPN V, Kabupaten Rokan Hulu, Riau)

0 11 40

Deteksi Dan Prediksi Perubahan Tutupan Lahan Gambut Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Menggunakan Support Vector Machine Dan Model Rantai Markov.

2 12 46

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir

0 1 15

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir

1 1 2

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir

0 0 10

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir

1 2 15

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir

0 0 3

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir

1 1 51