Analisis Kelayakan Finansial Kelapa Sawit Rakyat(Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAPA SAWIT RAKYAT

(Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau)

SKRIPSI

MARIA NORA MONICA 090304049

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAPA SAWIT RAKYAT

(

Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau)

SKRIPSI

MARIA NORA MONICA 090304049

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh, Komisi pembimbing

Ketua

(Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc) NIP : 196210051987031005

Anggota

(Ir. Luhut Sihombing, MP) NIP : 196510081992031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

MARIA NORA MONICA (090304049/AGRIBISNIS) dengan judul penelitian

“ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc. dan Bapak Ir.Luhut Sihombing, MP.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun, dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat adalah dengan rumus TC=FC+VC, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun adalah dengan rumus I=TR-TC, dan dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakya adalah dengan analisis NPV, IRR, dan B/C. Metode penentuan sampel adalah metode accidental. Besarnya sampel penelitian adalah sebanyak 57 sampel. Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian memiliki biaya rata-rata produksi per hektar selama setahun adalah Rp9.961.585, yang terbesar adalah biaya sarana produksi sebesar Rp 5.488.163, yang kedua ialah biaya tenaga kerja sebesar Rp4.316.511, dan yang terakhir biaya penyusutan hanya sebesar Rp 156.911. Rata-rata pendapatan petani sampel per hektar dalam setahun adalah Rp 8.849.569 dan Rata-rata pendapatan per petani selama setahun adalah sebesar Rp 122.908.612. Secara finansial, usaha Perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dikatakan layak untuk diusahakan dengan nilai NPV 13.028.717, IRR sebesar 13,88%, dan B/C sebesar 2,82.


(4)

RIWAYAT HIDUP

MARIA NORA MONICA, lahir di Bagansiapi-api pada tanggal 23 Oktober

1991. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bonifasius Sihotang, Spd dan Ibu Betanita Sihombing, Spd.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar di SD Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu dan tamat tahun 2003.

2. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu dan tamat tahun 2006.

3. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas di SMAN I Plus Matauli Pandan dan tamat tahun 2009.

4. Tahun 2009 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bulan Juli 2013 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tanah Merah, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Bulan September 2013 melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK)


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAPA SAWIT RAKYAT”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinembah,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk dapat memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Luhut sihombing, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(6)

5. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini yang telah membantu penulisan dalam memperoleh data-data yang diperlukan.

6. Ayahanda Bonifasius Sihotang, S.Pd dan Ibunda Betanita Sihombing, S.Pd kakak tercinta Clara Gita Ramauli dan adik tercinta Yohannes Tulus Martinez dan seluruh keluarga besar penulis atas dukungan, doa, serta materi yang diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman di Program Studi Agribisnis Stambuk 2009 yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dalam penyusunannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 8

Landasan Teori ... 12

Kerangka Penelitian ... 18

Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

Metode Pengambilan Sampel ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 23

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional ... 26

Defenisi ... 26


(8)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

Luas dan Letak Geografis ... 28

Keadaan Penduduk ... 29

Penggunaan Lahan ... 30

Karakteristik Sampel ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Budidaya Kelapa Sawit Rakyat ... 33

Biaya Produksi Kelapa Sawit Rakyat ... 36

Penerimaan Kelapa Sawit Rakyat ... 46

Pendapatan kelapa Sawit Rakyat ... 48

Analisis Kelayakan Finansial ... 49

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 51

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Luas Areal Perkebunan seluruh Indonesia Menurut Status Pengusahan (Ha) 4 2. Luas, Produksi, dan Jumlah Petani Perkebunan Rakyat di Rokan Hilir 21 3. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah Berdasarkan Agama 29 4. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah Berdasarkan Pekerjaan 30

5. Karakteristik Petani dan Usahatani Sampel 31

6. Biaya Penyusutan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 37

7. Biaya Saprodi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 39

8. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 42

9. Biaya Produksi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 44

10. Penerimaan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 47

11. Pendapatan Rata-Rata Per Ha Per Tahun 48


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Sampel 2. Jumlah Peralatan Sampel

3. Biaya Penyusutan


(12)

ABSTRAK

MARIA NORA MONICA (090304049/AGRIBISNIS) dengan judul penelitian

“ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc. dan Bapak Ir.Luhut Sihombing, MP.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun, dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat adalah dengan rumus TC=FC+VC, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun adalah dengan rumus I=TR-TC, dan dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakya adalah dengan analisis NPV, IRR, dan B/C. Metode penentuan sampel adalah metode accidental. Besarnya sampel penelitian adalah sebanyak 57 sampel. Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian memiliki biaya rata-rata produksi per hektar selama setahun adalah Rp9.961.585, yang terbesar adalah biaya sarana produksi sebesar Rp 5.488.163, yang kedua ialah biaya tenaga kerja sebesar Rp4.316.511, dan yang terakhir biaya penyusutan hanya sebesar Rp 156.911. Rata-rata pendapatan petani sampel per hektar dalam setahun adalah Rp 8.849.569 dan Rata-rata pendapatan per petani selama setahun adalah sebesar Rp 122.908.612. Secara finansial, usaha Perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dikatakan layak untuk diusahakan dengan nilai NPV 13.028.717, IRR sebesar 13,88%, dan B/C sebesar 2,82.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 14,72 persen pada tahun 2011 atau merupakan urutan kedua setelah sektor industri pengolahan. Pada waktu krisis ekonomi, sektor pertanian yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan ternyata dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Dalam sektor pertanian, salah satu subsektor yang cukup besar potensinya adalah subsektor perkebunan. Meskipun kontribusi subsektor perkebunan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 2,07 persen pada tahun 2011 atau merupakan urutan ketiga di sektor pertanian setelah subsektor tanaman bahan makanan dan perikanan, akan tetapi subsektor ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja, dan penghasil devisa (Badan Pusat Statistik, 2011).

Pembangunan pertanian subsektor perkebunan memiliki arti penting, terutama di negara berkembang yang selalu berupaya untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Subsektor perkebuan mendorong pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam


(14)

negeri, bahan baku industri dalam negeri, serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan (Anonimous, 2008).

Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan cukup ramai permintaannya, baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Selain itu, harga jual yang tinggi juga membuat tanaman perkebunan menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang tidak sedikit. Saat ini puluhan jenis komoditas perkebunan yang cukup potensial, antara lain karet, kakao, kelapa sawit, kopi, tembakau, dan cengkeh (Anonimous, 2008).

Salah satu komoditi dari subsektor perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang menghasilkan devisa yang besar untuk negara sesudah minyak dan gas. Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar dunia (Badan Pusat Statistik, 2011).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini dikarenakan lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan di Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34,18 persen dari luas areal kelapa sawit dunia namun menempati posisi kedua dunia dalam hal


(15)

produksi. Pencapaian produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004-2008 tercatat sebesar 75,54 juta ton tandan buah segar (TBS) atau 40,26 persen dari total produksi kelapa sawit dunia (Fauzi, 2012).

Dalam dasawarsa terakhir ini, kelapa sawit mengalami tren apresiasi yang positif karena dinilai prospektif dalam mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan alam yang dimiliki, menghasilkan produk dengan daya saing yang tinggi, serta memiliki nilai ekonomi yang strategis baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor di pasar dunia. Tren ini mendorong pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga didorong oleh terus meningkatnya permintaan minyak nabati dan lemak hewani dunia sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan domestik bruto. Peningkatan konsumsi minyak nabati dan lemak hewani tersebut berdampak pada meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) yang pada akhirnya ikut mendorong pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Pahan, 2007).

Perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit dimulai pada akhir tahun 1980an, ketika perkebunan besar swasta (PBS) mulai masuk ke sektor perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit dalam jumlah besar. Sebelumnya perkebunan kelapa sawit didominasi oleh perkebunan milik negara (PBN). Sejalan dengan harga crude palm oil yang terus meningkat, maka selain perkebunan besar swasta, petani kecil pun mulai ikut menanam kelapa sawit. Semula kebun sawit milik rakyat dibangun dalam skema inti plasma dengan perkebunan besar baik swasta


(16)

maupun milik negara sebagai inti, namun kemudian perkebunan rakyat (PR) semakin berkembang di luar skema inti plasma.

Luas area perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tujuh tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan yakni berkisar 1,92 – 9,05 persen per tahunnya. Pada tahun 2006 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 6,28 juta hektar, meningkat menjadi 8,55 juta hektar pada tahun 2010. Pada tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 2,64 persen dari tahun 2010 menjadi 8,77 juta hektar dan ditahun 2012 meningkat sebesar 1,92 persen menjadi 8,94 juta hektar. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Status Pengusahaan (Ha) Tahun 2006 – 2012

No. Status

Pengusahaan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 P. Rakyat 2.536.508 2.752.173 2.881.899 3.061.412 3.387.258 3.468.552 3.536.487

2 P. Besar Negara 692.204 685.087 626.666 651.216 658.492 675.823 668.957

3 P. Besar Swasta 3.056.248 3.416.656 3.825.142 4.236.761 4.503.078 4.629.319 4.717.989 Total / Jumlah 6.284.960 6.853.916 7.333.707 7.949.389 8.548.828 8.774.694 8.943.433 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 diusahakan oleh perkebunan besar swasta yakni 52,72 persen atau 4,71 juta hektar, sementara perkebunan rakyat mengusahakan 39,54 persen atau 3,53 juta hektar dan hanya 7,70 persen atau 0,69 juta hektar yang diusahakan oleh perkebunan besar negara.

Selama periode tahun 2006 – 2012 areal perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebar di 22 provinsi yakni seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan,


(17)

Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Papua dan Papua Barat. Dari ke 22 provinsi tersebut, Provinsi Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas di Indonesia yakni 1,78 juta hektar pada tahun 2010 atau 20,82 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan pada tahun 2011 luas kelapa sawit di Provinsi Riau ialah sebesar 1,79 juta hektar (Badan Pusat Statistik, 2011).

Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan seperti Sulawesi, Jawa, Papua terus dilakukan. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia pada empat dekade terakhir ini meningkat cukup pesat, yaitu dari 133,30 ribu ha pada tahun 1970 menjadi 7,51 juta ha tahun 2009 atau meningkat rata-rata 11,12% per tahun. Jika dilihat dari status pengusahaannya maka rata-rata pertumbuhan per tahun pasca krisis ekonomi di Indonesia (antara tahun 1998 - 2009) yaitu Pekebunan Rakyat sebesar 11,83%, Perkebunan Besar Negara 1,89%, dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 8,34% (Pusdatin Pertanian, 2010).

Luas perkebunan rakyat yang terus meningkat menunjukkan minat rakyat yang terus meningkat untuk usaha ini. Namun, peningkatan ini tidak serta merta didukung dengan kestabilan harga. Atas dasar inilah diperlukan perangkat ukuran berupa kriteria investasi untuk memberikan verifikasi terkait dengan kelayakan finansial usaha perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan kelapa sawit rakyat. Untuk mencapai maksud tersebut akan dilakukan: (1) Penyusunan cash


(18)

in-tertentu; dan (2) Perhitungan besaran-besaran terkait dengan kriteria investasi finansial untuk menunjukkan nilai kelayakan usaha.

Seperti halnya berbagai macam jenis usaha, para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit rakyat tentulah menginginkan agar usaha mereka dapat menguntungkan. Kiranya dengan dengan dilakukannya analisis finansial untuk tanaman kelapa sawit rakyat, para petani rakyat dapat melihat layak atau tidak usahatani yang sedang dikelolanya serta dapat memberikan pencerahan bagi para pelaku agribisnis perkebunan kelapa sawit rakyat untuk dapat membuat perhitungan-perhitungan dalam mengelola usahanya sehingga hasil yang diperoleh bisa optimal dan tentunya bisa memberikan keuntungan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang didapat antara lain:

1) Berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat di daerah penelitian?

2) Berapa besar pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun di daerah penelitian?

3) Bagaimana tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di daerah penelitian?


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani

kelapa sawit rakyat di daerah penelitian.

2) Untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun di daerah penelitian.

3) Untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam mengembangkan usahatani kelapa sawit rakyat.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan usahatani kelapa sawit rakyat. 3) Sebagai bahan studi, referensi, dan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelapa sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman multiguna. Tanaman ini mulai banyak menggantikan posisi penanaman komoditas perkebunan lain, yaitu tanaman karet. Tanaman sawit kini tersebar di berbagai daerah di Indonesia (Suwarto, 2010).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Kelapa sawit merupakanan tanaman monokotil. Tanaman ini berakar serabut yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah, respirasi tanaman dan sebagai penyangga berdirinya tanaman. Batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. pada tanaman muda, batang tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun.

Daun kelapa sawit mirip daun kelapa, yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang daun sejajar. Daun-daun ini membentuk pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9m. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman serta masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian dengan bunga betina sehingga pembungaan secara bersamaan jarang terjadi. Buah (fructus) pada kelapa sawit


(21)

dihasilkan setelah tanaman berumur 3,5 tahun dan diperlukan waktu 5-6 bulan dari penyerbukan hingga buah matang dan siap dipanen (Fauzi, 2002).

Luasnya daerah-daerah Indonesia yang berpotensi untuk diusahakan menjadi areal perkebunan mendukung pertumbuhan bisnis tanaman kelapa sawit di Indonesia. Selain itu, faktor lain yang mendukung pertumbuhan tanaman perkebunan adalah faktor agroklimat. Dari sisi agroklimat, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada ketinggian 100-1.700 m dpl, curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun, suhu 22-32 °C dengan kelembapan 80-90 %, serta pH tanah 4,0-6,0 (Anonimous, 2008).

Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta. Perkebunan rakyat adalah perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memilki luas lahan yang terbatas, yaitu 1-10 ha. Dengan luas lahan tersebut, tentunya menghasilkan produksi TBS yang terbatas pula sehingga penjualannya sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke prosesor / industri pengolah (Fauzi, 2012).

2.1.2 Budidaya Kelapa Sawit

Dalam pelaksanaannya budidaya kelapa sawit dimulai dari pembukaan lahan. Daerah yang akan dijadikan areal perkebunan perlu “dibuka” dahulu dengan cara menebang pohon yang mengganggu serta membersihkan tunggul-tunggul, sisa-sisa tanaman rumput, dan alang-alang. Pembersihan ini dilakukan agar sisa-sisa-sisa-sisa tanaman tidak menjadi sarang hama penyakit yang dapat mengganggu nantinya (Suwarto, 2010).


(22)

Setelah atau pun beriringan dengan pembukaan lahan dilakukan upaya pengadaan bibit. Ada tiga cara pengadaan bibit kelapa sawit di Indonesia. Pertama, membeli benih dan bibit liar. Kedua, membeli biji dari produsen resmi lalu mengecambahkannya sendiri. Ketiga, membeli bibit hasil kultur jaringan.

Setelah pengadaan bibit telah dilakukan dilanjutkan dengan penanaman. Bibit dari pembibitan dipilih untuk ditanam di areal perkebunan. Penanaman ini memperhatikan jarak tanam agar tidak terjadi persaingan dalam penggunaan lahan, sinar matahari, dan makanan. Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Jarak optimum adalah 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Setelah hal itu dilakukan dapat di lakukan penanaman penbutup tanah. Untuk perkebunan rakyat biasanya tanaman ditanam dengan jarak 8 m antar pokok dengan mengarah pada sistem mata lima walaupun aktual di lapangan sistem mata lima yang dilakukan masyarakat belum sempurna (Fauzi, 2012)

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemeliharan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting yang menentukan masa produktif tanaman. Pemeliharaan bukan hanya ditujukan pada tanaman tetapi juga pada media tumbuh. Meskipun tanaman dirawat dengan baik, namun jika perawatan tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan dan yang sudah menghasilkan memiliki beberapa perbedaan. Kegiatan yang perlu dilakukan di dalam pemeliharaan untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) berbeda. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan meliputti perawatan tanaman penutup tanah, perawatan piringan,


(23)

pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul, pemupukan, penyisipan, serta kastrasi. Sedangkan pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan, meliputi: pemupukan, pemberantasaan gulma, penunasan, dan penjarangan tanaman (Suwarto, 2010).

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah akan menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit rakyat meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut berondolan, dan mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH) kemudian menjualnya kepada pedagang desa atau langsung ke pabrik kelapa sawit (Fauzi, 2002).

Saat ini, kriteria umum yang biasa dipakai untuk pemanenan adalah jumlah brondolan, yaitu setiap 1kg tandan segar terdapat dua brondolan. Berdasarkan tinggi tanaman, cara panen di Indonesia ada tiga cara. Untuk tanaman dengan tinggi 2-5 m, digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan untuk tanaman dengan tinggi 5-10 m dipanen dengan cara berdiri menggunakan alat kapak siam. Untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m, pemanenan dilakukan menggunakan alat arit bergagang panjang yang disebut egrek. Kriteria lain yang perlu diperhatikan adalah rotasi dan sistem panen. Rotasi panen dianggap baik jika buah tidak lewat panen (Suwarto, 2010).


(24)

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia pada umumnya menggunakan rotasi panen tujuh hari, artinya satu areal panen harus dimasuki oleh pemetik tiap tujuh hari (Fauzi, 2012).

2.2 Landasan Teori

Menurut Pardamean (2008), kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dengan umur ekonomis 25 tahun. Pada 3 tahun pertama tanaman belum menghasilkan. Sesudahnya, pada umur 4 tahun tanaman telah menghasilkan. Hutabarat (2011) dan Sutanto (2012), menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang cukup tangguh, tidak terlalu membutuhkan perawatan yang intensif, tahan terhadap hama dan penyakit, penggunaan teknologi produksi yang diterapkan relatif sederhana, serta tenaga kerja yang diperlukan juga tidak terlalu banyak, sehingga biaya yang diperlukan dalam pengelolaan tanaman tidak terlalu besar.

Dana untuk membuka 1 ha lahan berisi 136 bibit kelapa sawit sejak awal pembukaan hingga perawatan TBM selama tiga tahun diperlukan sekitar Rp 18.662.716,00 dan biaya perawatan tanaman menghasilkan (TM) setiap tahunnya sebesar Rp. 1.649.011,-. Biaya-biaya tersebut sudah dapat tertutupi setelah tahun ke-6 atau setelah panen (Fauzi, 2012). Prospek pasar dari produk ini cukup tinggi karena minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri baik industri pangan maupun non pangan. Walaupun prospek pasarnya cukup tinggi, harga tbs tidak tetap sepanjang tahun (berfluktuasi). Kenaikan dan penurunan harga TBS dipengaruhi oleh kenaikan dan penurunan harga CPO di pasar dunia (Ambar, 2007).


(25)

2.2.1 Biaya dan Pendapatan

Dalam analisa proyek, tujuan–tujuan analisa harus disertai dengan defenisi biaya-biaya dan manfaat–manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat didefenisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima.

Hernanto (1991) menyatakan, bahwa biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Di dalam jangka pendek, satu kali produksi kita dapat membedakan biaya tetap dan biaya berubah (variabel), termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar didalam maupun di luar usaha tani. Tetapi dalam jangka panjang, semua biaya bersifat variabel. Putong (2005) menyatakan, dalam jangka panjang semua biaya bersifat variabel, artinya perusahaan tidak lagi memiliki beban tetap yang harus dikeluarkan dalam masa produksi melainkan semua biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan proses dan operasional produksi.

Menurut Antoni (1995), biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa sawit mencakup:

1. Biaya investasi awal, seperti: pembukaan lahan, biaya bibit, serta biaya pemeliharaan sebelum tanaman menghasilkan.

2. Biaya pemeliharaan tanaman, seperti: pemberantasan gulma, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi, pemeliharaan terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana


(26)

3. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas untuk mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari lapangan (areal) ke agen pengepul atau ke pabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya pengadaan alat kerja dan biaya angkutan

Menurut Soekartawi (2002), biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relative jumlahnya dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contohnya: pajak dan penyusutan peralatan.

2. Biaya variabel

Biaya variabel ialah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya: biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, dan lain-lain.

Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan usahatani merupakan selisih penerimaan dengan total biaya usahatani, dimana penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harga jual yang diterima petani (Soekartawi, 2002)

2.2.2 Kelayakan Finansial

Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor


(27)

(gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Hasil finansial sering juga disebut “private returns”. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial ialah waktu didapatkannya returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan proyek kehabisan modal. Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan atau yang sedang dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh (Soekartawi, 1995).

Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila

kegiatan usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan dilapangan (real price). Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat melihat apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan apa adanya. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian (adjustment), bilamana proyek tersebut berjakan meyimpang dari rencana semula. Sebaliknya, bila proyek berjalan seperti tujuan semula dan tanpa halangan maka dapat dilihat seberapa besar manfaat proyek. Dalam analisis finansial, nilai suatu uang sebagai alat pembayaran adalah berbeda pada waktu yang berlainan, maka dalam penilaian suatu proyek sering dipakai cara-cara yang


(28)

diterima hari ini akan lebih tinggi nilainya daripada satu rupiah yang dibayar atau diterima di masa mendatang (Soekartawi, 1995).

Fokus dari suatu analisis adalah menentukan apakah dan sampai berapa jumlah proyek tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar jika disbanding dengan biaya dan investasi kepada pemilik (owner) proyek tersebut. Discounting rate (tingkat diskonto) merupakan suatu teknik perhitungan untuk dapat menurunkan manfaat (benefit) yang diperoleh investor dimasa sekarang ataupun nilai biaya dan investasi pada masa yang akan datang. Dalam rangka mengevaluasi proyek tersebut apakah ditolak atau disetujui. Semua pengorbanan rupiah untuk suatu proyek merupakan biaya pada saat sekarang dan diharapkan mendapatkan manfaat untuk masa yang akan datang (Musa, 2012).

Menurut Gray (1999), dalam rangka mencari suatu ukuran yang menyeluruh sebagai dassar persetujuan atau penolakan terhadap suatu proyek / usaha, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal ada 6 yaitu : (1) Net Present Value dari arus benefit dan biaya (NPV) ; (2) Internal Rate of Return (IRR) ; (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) ; (4) Gross Benefit- Cost Ratio (Gross B/C) ; (5) Profitability Ratio (PV/C) ; dan (6) Return on Investment (ROI). Setiap kriteria ini mempergunakan perhitungan nilai sekarang atas arus benefit dan biaya.

Menurut Soekartawi dalam Analisis Usaha Tani (2002), umumnya ada beberapa kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain:


(29)

1. NPV

NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV (Net Present Value) menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan cost (biaya). Apabila evaluasi suatu proyek telah dinyatakan “Go” maka nilai NPV ≥ 0. Bila NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar sosial opportunity cost of capital, dan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut “no go” atau ditolak. Artinya, ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber – sumber yang diperlukan proyek.

2. IRR

IRR ialah alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek tersebut. Pada dasarnya IRR memperlihatkan bahwa present value (PV) benefit akan sama dengan present value (PV) cost. Dengan kata lain IRR tersebut menunjukkan NPV = 0.

3. B/C ratio

B/C ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya manfaat proyek yang dilaksanakan.

Cara perhitungan IRR berbeda dengan cara perhitungan B/C ratio. Pada perhitungan B/C, maka nilai diskonto yang dipakai adalah tertentu, tetapi pada perhitungan IRR yang dicari adalah besaran nilai diskonto tersebut (Soekartawi, 1995).


(30)

2.4 Kerangka Pemikiran

Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat adalah usaha yang dikelola petani rakyat dengan mengkoordinir faktor produksi berupa alam,tenaga kerja, dan modal untuk melakukan proses produksi komoditi kelapa sawit sehingga dapat terlaksana dan menghasilkan output berupa tandan buah segar (TBS).

Pendapatan diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya produksi. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan hasil produksi (TBS) dengan harga yang berlaku, sedangkan biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa sawit mencakup biaya pemeliharaan tanaman (tenaga kerja pemeliharaan tanaman, pemberantasan gulma, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi, pemeliharaan terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana) dan biaya panen (tenaga kerja panen, biaya pengadaan alat kerja dan biaya angkutan).

Selanjutnya akan dilakukan analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dilihat dari arus kasnya. Adapun kriteria investasi yang dipakai dalam analisis ini yakni B/C ratio, NPV, dan IRR. Bila kriteria tersebut terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan / manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut tidak memberikan keuntungan / manfaat secara finansial sehingga petani pemilik dapat melakukan tindakan penyesuaian (adjustment) karena usaha yang dikerjakan meyimpang dari tujuan semula.


(31)

][[[]]

Keterangan :

: Pengaruh : Hubungan

Perkebunan Kelapa Sawit

Rakyat

Harga

Biaya Produksi

Produksi

Penerimaan

Layak Tidak Layak

Analisis Finansial:

1. B/C Ratio

2. NPV

3. IRR

Pendapatan Bersih


(32)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis bahwa usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian secara finansial layak untuk diusahakan.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu metode penentuan sampel berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu (Hartono, 2004). Penelitian dilakukan di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Provinsi Riau adalah Provinsi dengan luasan tanaman kelapa sawit terbesar di Indonesia dan juga merupakan Provinsi dengan luasan areal perkebunan kelapa sawit rakyat terbesar di Indonesia. Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu kabupaten dengan luasan areal sawit rakyat terbesar di Provinsi Riau. Berikut ini tabel luas, produksi dan jumlah petani Perkebunan Rakyat komoditi kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir.

Tabel 2. Luas, Produksi, dan Jumlah Petani Perkebunan Rakyat Komoditi Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2011

No. Kecamatan Luas Areal

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (kg/Ha)

Petani (KK)

1 Bagan Sinembah 33.963 115.967,8 3.570 8.470

2 Bangko 1.345 1.749,0 3.000 685

3 Bangko Pusako 22.536 65.619,0 3.380 6.427

4 Batu hampar 925 1.703,2 3.080 360

5 Kubu 12.958 36.997,5 3.102 3.020

6 P. L. Kapas 8.620 2.972,5 2.900 846

7 Pujud 28.881 91.535,0 3.432 7.231

8 R. Kopar 1.181 2.227,5 3.142 468

9 Rimba Melintang 8.343 24.604,8 3.200 1.995

10 Simpang Kanan 16.258 46.433,6 3.325 3.019

11 Sinaboi 591 607,4 3.099 82

12 Tanah Putih 16.224 39.000,0 3.385 5.370

13 T. P. Tanjung Melawan 4.980 16.438,0 3.333 1.365

14 Pekaitan 2.113 4.201,4 3.060 820


(34)

Kecamatan Bagan Sinembah merupakan kecamatan dengan luasan areal kebun sawit rakyat terbesar di kabupaten Rokan Hilir dengan luas 33.963 hektar dengan produktivitas rata-rata 3,57 ton / ha.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel penelitian ditentukan dengan metode accidental yaitu metode penentuan sampel berdasarkan orang yang ditemui secara kebetulan atau siapa pun yang dipandang oleh peneliti cocok sebagai sumber data (Hartono, 2004). Dalam analisis finansial yang dilakukan, diperlukan petani-petani kelapa sawit rakyat yang memenuhi umur ekonomis tanaman kelapa sawit dari 0-25 tahun.

Menurut Singarimbun dan Sofian (1995), makin seragam populasi maka makin kecil sampel yang dapat diambil. Apabila populasi itu seragam sempurna maka 1 satuan elementer dari seluruh populasi sudah dianggap cukup representatif untuk diteliti, sebaliknya apabila populasi secara sempurna tidak seragam maka pencacahan lengkap yang dapat memberikan gambaran representatif.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian melalui daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini, seperti Biro Pusat Statistik dan literatur–literatur yang berhubungan dengan penelitian.


(35)

Untuk tujuan penelitian 1, yaitu mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dianalisis menggunakan rumus:

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total Biaya (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp) VC = Biaya Variabel (Rp) (Soekartawi, 1995).

Tujuan penelitian 2, mengenai pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun dianalisis dengan memperhitumgkan pendapatan petani yang menjual produk berupa tandan buah segar (TBS). Adapun rumus yang digunakan:

I = TR – TC dimana, TR = P. Q Keterangan :

I = Pendapatan Bersih / Benefit per tahun pada tanaman menghasilkan (Rp) TR = Total Penerimaan per tahun pada tanaman menghasilkan (Rp)

P = Harga TBS (Rp)

Q = Jumlah TBS yang dipanen (Ton) (Soekartawi, 1995).

Untuk tujuan penelitian 3, yaitu menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di daerah penelitian, dianalisis dengan:

a. Net Present value (NPV)

Menurut Musa (2012), NPV merupakan salah satu kriteria perhitungan investasi untuk menghitung apakah suatu proyek layak atau tidak diusahakan. Bila NPV positif (NPV > 0), usaha tersebut layak untuk diteruskan. NPV dari suatu proyek


(36)

dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan cost (biaya).

NPV = ∑�=0�=� ��−��

(1+� )t atau NPV = ∑ �=0

�=� ( Bt- Ct) (DF)

b. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Musa (2012), IRR ialah alat ukur untuk mengetahui kemapuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek tersebut. Pada dasaranya IRR memperlihatkan bahwa Present Value (PV) benefit akan sama dengan Present Value (PV) cost. Dengan kata lain, IRR menunjukkan NPV = 0. Suatu proyek dikatakan menguntungkan apabila menghasilkan IRR yang lebih besar dari opportunity cost of capital. IRR diperoleh dengan rumus:

IRR = i’ + ���′

���′���′′ ( i’’ – i’ ) c. Benefit cost ratio (B/C)

Menurut Musa (2012), B/C ialah perbandingan antara jumlah NPV postif dengan jumlah NPV negatif. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara perhitungan B/C ratio adalah:

Net B/ C Ratio = ∑ �=0

�=� (���)(+) ∑�=0�=� (���)(−)

Menurut Soekartawi (1991), manfaat (benefit) merupakan penjumlahan dari besarnya nilai manfaat dari berbagai kegiatan dalam suatu proyek. Begitu pula dengan besarnya nilai biaya, dihitung dengan menjumlahkan biaya dari berbagai


(37)

kegiatan yang tercakup dalam suatu proyek. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Jika B/C > 1, maka usaha tersebut menguntungkan. Cara perhitungan B/C ratio adalah:

B/C ratio = ∑ ����=� (1 +�)n / ∑��=1�� (1 +�)n Keterangan :

B = manfaat C = biaya t = waktu n = waktu ke-n

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi

1. Analisis Finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik dimana kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. 2. Perusahaan perkebunan adalah suatu perusahaan berbentuk badan usaha /

badan hokum yang bergerak dalam kegiatan budidaya tanaman perkebunan di atas lahan yang dikuasai, dengan tujuan ekonomi / komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang dalam pemberian izin usaha perkebunan.

3. Perkebunan Besar Negara (PBN) adalah perusahaan perkebunan yang diusahakan oleh pemerintah (BUMN).

4. Perkebunan Besar Swasta (PBS) adalah perusahaan perkebunan yang diusahakan oleh swasta.


(38)

5. Perkebunan Rakyat (PR) adalah usaha budi daya tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan usaha / badan hukum yang dalam hal ini mengusahakan komoditi kelapa sawit. 6. Petani adalah orang yang memiliki dan mengusahakan budidaya kelapa

sawit mulai dari pembukaan lahan hingga memperoleh hasil produksi untuk dijual.

7. Produksi adalah tandan buah segar (TBS) yang dijual langsung ke pedagang pengumpul ataupun pedagang besar.

8. Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh hasil produksi.

9. Penerimaan adalah perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. 10.Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan biaya produksi.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Analisis Finansial memperhatikan segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan usaha.

2. Daerah penelitian adalah Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

3. Sampel penelitian adalah petani kelapa sawit dengan umur tanaman 0 - 25 tahun.


(39)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, tepatnya di Kecamatan Bagan Sinembah.

4.2 Luas Daerah Dan Letak Geografis

Kecamatan Bagan Sinembah memiliki luas areal 139.189 Ha. Kondisi geografis kecamatan Bagan Sinembah terdiri dari ketinggian wilayah 10 m dari permukaan laut, curah hujan berkisar 198.166 mm/bulan, 2485 mm/tahun. Topografi kecamatan ini terdiri dari 89% dataran dan 11% bergelombang. Suhu udara berkisar dari 27°C hingga 32°C.

Jarak kantor kecamatan dengan Desa/Kepenghuluan terjauh adalah ± 30 km, jarak dengan ibu kota kabupaten/kota adalah ±180 km, dan dengan ibu kota provinsi adalah ±360 km. Kecamatan ini terdiri dari 33 kelurahan/kepenghuluan.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Bagan Sinembah adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Simpang Kanan dan

Kecamatan Kubu

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pujud - Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bangko Pusako.


(40)

4.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Bagan Sinembah adalah 131.846 orang yang terbagi dalam 30.202 KK, yang terdiri dari 67.958 orang laki-laki dan 65.939 orang perempuan. Penduduk desa ini terdiri dari berbagai agama seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah berdasarkan Agama

Agama Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Islam 93.418 69,77

Katolik 19.210 14,35

Protestan 20.120 15,03

Hindu 30 0,02

Budha 1.119 0,84

Jumlah 133.897 100,00

Sumber : Kantor Camat Bagan Sinembah, 2012

Dari tabel 4 yang disajikan, penduduk Kecamatan Bagan Sinembah terdiri dari berbagai agama. Mayoritas penduduk kecamatan ini menganut agama Islam (69,77%), kemudian diikuti agama Protestan (15,03%), Katolik (14,35%), Budha (0.84%), dan Hindu (0,02%).

Selain terdiri dari berbagai agama, penduduk Kecamatan Bagan Sinembah juga terdiri dari berbagai mata pencaharian. Pada Tabel 5 disajikan berbagai jenis pekerjaan yang menjadi mata pencaharian penduduk di Kecamatan Bagan Sinembah.


(41)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaaan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Petani 21.946 62,34

Pengrajin 100 0,28

Pengusaha 1.411 4,01

Buruh Bangunan 1.623 4,61

Pengangkutan 1.291 3,67

PNS 371 1,05

ABRI 56 0,16

Pensiunan 165 0,47

Peternak 896 2,55

Lain-lain 7.346 20,87

Jumlah 35.205 100,00

Sumber : Kantor Camat Bagan Sinembah, 2012

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk di Kecamatan Bagan Sinembah adalah petani (62,34%), kemudian diikuti dengan lain-lain (20,87%), buruh bangunan (4,61%), pengusaha (4,01%), pengangkutan (3,67%), peternak (2,55%), PNS (1,05%), pensiunan (0,47%), pengrajin (0,28%), dan ABRI (0,16%).

4.4 Penggunaan Lahan

Kecamatan Bagan Sinembah memiliki lahan seluas ± 139.189 Ha. Mayoritas lahan dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat dengan total luasan 103.695 Ha, perkebunan karet 3.961 Ha, hutan 350 Ha, sawah 67,25 Ha, dan sisanya digunakan untuk keperluan umum-sosial dan sebagainya.

4.5 Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi umur petani sampel, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, luas lahan, produksi, dan


(42)

Tabel 6. Karakteristik Petani dan Usahatani Sampel

No. Uraian Rentang Rataan

A. Petani

1 Umur Petani Sampel (Tahun) 26 - 61 46,81

2 Tingkat Pendidikan (Tahun) 6 - 18 12,84

3 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 1 - 8 4,21

4 Pengalaman Bertani (Tahun) 4 - 47 14,95

B. Usahatani

1 Luas Lahan 2-100 12,66

2 Produksi 1.695.308 – 0 192.937,21

3 Produktivitas 25.967 – 0 14.633,37

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari tabel 6 yang disajikan, diketahui bahwa umur petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 26-61 tahun dengan rataan 46,81 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel masih berada di umur produktif sehingga masih mampu mengelola usahataninya dengan baik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas petani pemilik mengupahkan tenaga kerja luar keluarga untuk mengerjakan kegiatan budidaya mulai dari pembibitan hingga pemanenan. Hal ini dilakukan mengingat pekerjaan tersebut cukup berat jika dikerjakan sendirian oleh petani sampel tersebut.

Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian adalah 12,45 atau setara dengan telah melewati jenjang SMA. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan petani sampel sudah tergolong cukup baik. Jumlah tanggungan petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 1- 8 0rang dengan rataan 4,21 orang. Hal ini menunjukkan jumlah tanggungan para petani sampel tergolong tinggi.

Pengalaman bertani petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 4-47 tahun, dengan rataan 14,95 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bertani para petani sampel sudah cukup lama. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian


(43)

petani sampel memang telah mengusahakan kelapa sawit sejak lama, namun sebagian lainnya masih mulai merintis usaha tersebut.

Rata-rata luas lahan petani sampel adalah 12,66 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki lahan cukup luas untuk mengusahakan kebun kelapa sawit.

Jumlah hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) petani sampel bervariasi hal ini disebabkan oleh luas lahan yang diusahakan bervariasi dan pola pemeliharaan yang berbeda pada tiap petani sampel. Rataan produksi TBS di daerah penelitian adalah sekitar 192.795,18 kg/Tahun dengan rata-rata produktivitas 14.633,37kg/Ha/Tahun atau sekitar 1.219,6 kg/Ha/bulan. Jika dibandingkan dengan data Badan Pusat Statistik 2011 yang disajikan pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa rata – rata produktivitas kelapa sawit rakyat di Kecamatan Bagan Sinembah sebesar 3.570 kg/Ha/Bulan, maka produktivitas kelapa sawit rakyat petani sampel tergolong rendah.


(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penerapan Teknik Budidaya Kelapa Sawit Rakyat

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel di lapangan pembukaan lahan oleh petani rakyat adalah dengan cara membakar ataupun menebang pohon yang mengganggu serta membersihkan tunggul-tunggul, sisa-sisa tanaman rumput, dan alang-alang. Beiringan dengan itu dilakukan upaya pengadaan bibit. Pengadaan bibit oleh petani rakyat umumnya adalah dengan cara membeli benih dan bibit liar, walaupun ada pula yang mebeli benih dan bibit yang bersertifikat. Di dalam pembibitan benih di bibitkan selama 1 tahun sebelum di pindahkan ke lahan milik petani sampel.

Tahapan selanjutnya adalah penanaman. Awalnya dilakukan pemancangan untuk menentukan jarak tanam yang sesuai sesuai dengan lahan yang tersedia dan kemudian di buatlah lubang tanam. Untuk perkebunan rakyat biasanya tanaman ditanam dengan jarak 8 m antar pokok dengan mengarah pada sistem mata lima walaupun aktual di lapangan sistem mata lima yang dilakukan masyarakat belum sempurna.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemeliharan. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk menciptakan kondisi lingkungan tumbuh optimal bagi tercapainya pertumbuhan dan produksi optimal tanaman yang dibudidayakan. Pemeliharaan tanaman sesuai dengan standar merupakan persyaratan mutlak untuk menjamin tanaman tumbuh dengan baik dan berproduksi optimal dan pemeliharaan tanaman ini harus dilakukan sepanjang hidup tanaman


(45)

Kegiatan yang perlu dilakukan di dalam pemeliharaan untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) berbeda. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit rakyat yang belum menghasilkan (TBM) milik petani sampel umumnya tidak didampingi oleh tanaman penutup tanah. Pemeliharaan TBM meliputi penyisipan, pemupukan, pembabatan, penyemprotan, perawatan piringan, pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul, serta kastrasi.

Penyisipan dilakukan apabila ada bibit yang mati setelah ditanam di lapangan. Oleh petani rakyat, penyisipan kadang kala tidak langsung dilakukan mengingat terbatasnya bibit yang dimiliki dan modal petani yang relatif kecil, sehingga dalam satu areal lahan kelapa sawit rakyat kadang ditemukan umur tanaman yang tidak merata.

Pemupukan merupakan salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan bertujuan menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerap sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, agar efisien dan efektif di perlukan prinsip lima tepat, yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat tempat. Untuk TBM umumnya petani sampel di daerah penelitian menggunakan jenis dan dosis pupuk yang beragam. Sedangkan untuk waktu pemupukan dilakukan 2-3 kali dalam setahun.

Pembabatan untuk TBM oleh petani sampel umumnya dilakukan 2 kali dalam setahun untuk mencegah tingginya gulma seperti ilalang dan anakan kayu. Kadang petani sampel juga melakukan penyemprotan untuk mengatasi gulma tersebut.


(46)

Perawatan piringan, pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul, serta kastrasi umumnya dilakukan oleh tenga kerja luar keluarga. Perawatan piringan dilakukan sejak umur tanaman 2 tahun. Kastrasi dilakukan ketika tanaman berumur 5 tahun, TBM dikastrasi sekaligus dengan dilakukannya pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul.

Pemeliharaan yang dilakukan petani sampel untuk tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM), meliputi: pemupukan, penunasan/prunning, perawatan piringan, pembabatan dan penyemprotan. Pemupukan tanaman kelapa sawit oleh petani sampel relatif beragam baik dosis maupun jenis pupuknya. Beragamnya jenis, dosis, waktu dan cara pemberian pupuk disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena harga yang relatif lebih mahal dan pembelian pupuk oleh petani tergantung pada uang yang dimiliki saat itu.

Keseluruhan kegiatan pemeliharaan umumnya dilakukan oleh tenaga luar keluarga. Penunasan/pruning dilakukan sekali dalam setahun dengan upah yang berbeda sesuai dengan lokasi lahan dan umur tanamannya. Perawatan piringan dilakukan untuk memudahkan dilakukannnya pemupukan dan panen. Pembabataan dilakukan untuk mengatasi gulma yang ada. Pembabatan dapat dibantu dengan penyemprotan herbisida. Penyemprotan dilakukan untuk mengatasi tanaman pengganggu, dan juga hama penyakit. Dosis penyemprotan tiap petani sampel beragam tergantung dari kondisi di lapangan.

Tanaman kelapa sawit rakyat mulai berbunga dan membentuk buah setelah tanaman umur 4 tahun. Perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia pada umumnya menggunakan rotasi panen tujuh hari, namun petani rakyat umumnya


(47)

menggunakan rotasi panen 10 hari dan 14 hari. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit rakyat meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut berondolan, dan mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Proses penjualan TBS milik petani sampel ada beberapa cara, yaitu: pedagang datang membeli langsung ke lahan kelapa sawit milik petani sampel, petani sampel yang menjualnya langsung ke pedagang besar (sering disebut ‘ram’), dan ada pula yang langsung membawanya ke pabrik kelapa sawit terdekat.

5.2 Biaya Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Analisis finansial merupakan analisis kelayakan yang dilihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik, dengan memperhatikan segi cash-flow perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek (Soekartawi, 1995).

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan dilapangan (real price). Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan di dalam usaha perkebunan kelapa sawit rakyat, yang akan digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha ini dari sisi finansial dengan menggunakan data harga yang ditemukan dilapangan. Biaya produksi atau biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani selama proses produksi berlangsung, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Berikut ini akan dijelaskan tiap komponen biaya produksi perkebunan kelapa sawit rakyat.


(48)

5.2.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang relatif jumlahnya dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap yang diperhitungkan di usaha perkebunan kelapa sawit rakyat adalah biaya penyusutan. Biaya penyusutan adalah besar biaya modal yang hilang untuk suatu peralatan yang disebabkan umur pemakaian. Berikut disajikan biaya penyusutan rata-rata per tahun menurut umur tanaman.

Tabel 8. Biaya Penyusutan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Penyusutan Rata-Rata (Rp/Ha)

0 195.691

1 79.889

2 143.875

3 139.089

4 53.497

5 177.706

6 154.597

7 130.154

8 281.810

9 256.079

10 345.003

11 191.200

12 219.700

13 169.291

14 105.861

15 248.629

16 121.631

17 71.049

18 162.977

19 166.667

20 189.378

21 85.490

22 102.686

23 81.435

24 71.761

25 236.139


(49)

Pada tabel 8 yang disajikan di atas, diketahui bahwa biaya penyusutan rata-rata per umur tanaman bervariasi. Hal ini disebabkan bervariasinya jumlah peralatan milik petani sampel dan untuk satu jenis alat ada berbagai merk mulai dari dalam negeri hingga produksi luar negeri sehingga harga beli alat bervariasi.

5.2.2 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat, biaya variabel yang diperhitungkan adalah total dari biaya penggunaan sarana produksi (saprodi) dan biaya tenaga kerja. Dimana biaya saprodi merupakan akumulasi dari biaya bibit, pupuk, dan obat-obatan.

Pada umur tanaman 0-1 tahun biaya saprodi yang dikeluarkan adalah biaya bibit, pupuk, dan obat-obatan. Pada tanaman umur 2 tahun hingga 25 tahun, biaya saprodi yang dikeluarkan adalah biaya pupuk dan biaya obat-obatan. Untuk biaya tenaga kerja akan dibahas selanjutnya. Berikut disajikan biaya saprodi rata-rata per tahun menurut umur tanaman.


(50)

Tabel 9. Biaya Saprodi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Saprodi Rata-Rata (Rp/Ha)

0 862.031

1 3.093.000

2 1.247.583

3 1.955.000

4 2.309.479

5 5.468.333

6 4.251.500

7 5.446.389

8 7.633.224

9 4.449.267

10 8.154.819

11 8.404.467

12 4.766.689

13 5.130.169

14 8.768.583

15 6.729.211

16 7.473.958

17 3.862.813

18 5.187.583

19 6.308.042

20 9.573.083

21 8.874.785

22 5.077.972

23 5.929.945

24 5.485.136

25 6.249.167

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 6

Dari tabel 9 yang disajikan diatas dapat diketahui, bahwa biaya saprodi rata-rata tanaman 0 tahun lebih kecil dari pada tanaman 1 tahun, hal ini disebabkan karena sampel petani yang di peroleh pada tanaman 0 tahun mengusahakan tanamannya mulai dari kecambah, sedangkan petani sampel di umur 1 tahun membeli bibit siap tanam. Perbedaan harga kecambah dan harga bibit siap tanam yang cukup tinggi menyebabkan perbedaan rata-rata biaya produksi di umur ini cukup mencolok.

Selanjutnya, biaya saprodi mulai jauh meningkat sejak umur 5 tahun, hal ini disebabkan karena sejak umur tanaman ini tindakan pemeliharaan sejak mulai


(51)

intens dilakukan oleh petani sampel karena dirasa sudah mulai memberi pemasukan, seperti peningkatan dosis pupuk.

Pada umur 22-25 tahun, terjadi penurunan biaya saprodi yang cukup mencolok. Hal ini disebabkan pemberian perawatan sudah mulai dikurangi mengingat hasil produksi pada umur tersebut sudah mulai berkurang dan juga penggunaan obat-obatan seperti herbisida yang sudah sangat minim diaplikasikan mengingat tanaman kelapa sawit yang sudah tinggi, sehingga jarang ditemui tanaman pengganggu disekitarnya.

Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah suatu produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Biaya tenaga kerja merupakan salah satu komponen biaya penyusun biaya variabel.

Tenaga kerja yang digunakan di dalam usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian umumnya adalah tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dikarenakan kegiatan budidaya tersebut berat untuk dilakukan oleh seorang diri dan juga dikarenakan kebanyakan petani memiliki areal usaha tani yang berjauhan dari rumahnya sehingga sulit bagi petani pemilik untuk setiap harinya mengontrol kebun miliknya.

Ada dua jenis pola penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian. Yang pertama, sistem borongan dimana tenaga kerja luar keluarga itu hanya dibayar ketika ia melalukan suatu pekerjaan yang dhitung menurut sistem upahan yang berlaku di daerah tersebut. Kedua, tengaga kerja yang dibayar per bulannya dengan catatan


(52)

tersebut ditambah dengan upah panen (premi panen) yang diperolehnya per kilogram hasil panen. Dalam kenyataannya sering sekali petani pemilik mengeluhkan penggunaan tenaga kerja dengan pola kedua.

Untuk sampel tanaman 0 - 1 tahun, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah biaya pembibitan, persiapan lahan, penanaman, dan biaya perawatan dengan sistem tenaga kerja borongan yakni biaya pemupukan dan biaya penyemprotan.

Untuk sampel tanaman 2-3 tahun, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah biaya perawatan seperti pemupukan, pemiringan, penyemprotan, dan pembabatan. Untuk sampel tanaman 4 tahun biaya tenaga yang dikeluarkan mulai ditambah dengan biaya panen dan pasca panen. Biaya panen yang berlaku di daerah penelitian sekitar Rp100,- / kg dari total hasil panen. Biaya pasca panen yang dikeluarkan adalah biaya transportasi yang juga sekitar Rp 60.- sampai dengan 100,- / kg dari total hasil panen. Namun, adapula petani sampel yang tidak mengeluarkan biaya transportasi ini, karena pedagang (toke) datang membeli TBS langsung ke lokasi kebun kelapa sawit petani sampel.

Pada tanaman umur 5 tahun, biaya tenaga kerja untuk pruning/penunasan mulai ditambahkan ke dalam keseluruhan biaya tenga kerja yang akan dilakukan di setiap umur tanaman selanjutnya.

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dari tanaman umur 5-25 tahun adalah biaya pemupukan, pruning, perawatan piringan, penyemprotran, pembabatan, serta biaya panen dan pasca panen. Namun tidak semua kegiatan pemeliharaan di atas dilakukan oleh setiap petani sampel, seperti biaya pemiringan, penyemprotan, dan pembabatan, ada beberapa petani sampel yang tidak melalukan kegiatan tersebut dengan alasan


(53)

kurangnya modal yang ia miliki. Oleh sebab itu, untuk menghitung biaya tenaga kerja di dalam biaya variabel digunakanlah biaya tenaga kerja rata-rata. Berikut disajikan biaya tenaga kerja rata-rata per tahun menurut umur tanaman.

Tabel 10. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata (Rp/Ha)

0 2.861.504

1 3.406.490

2 1.463.333

3 1.548.983

4 1.737.489

5 3.303.183

6 3.499.833

7 4.539.444

8 4.490.034

9 6.251.587

10 6.652.167

11 4.704.956

12 6.050.567

13 6.585.369

14 4.753.056

15 4.850.617

16 5.525.333

17 6.249.983

18 4.617.426

19 5.423.650

20 4.327.625

21 3.766.130

22 3.797.131

23 3.960.783

24 4.305.389

25 3.518.833

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 7

Pada tanaman umur ke-0 dan 1 rata-rata biaya tenaga kerja lebih tingggi dibanding rata-rata biaya tenaga kerja tanaman umur ke-2 hingga 4 tahun,hal ini disebabkan karena pada tananaman 0 dan 1 tahun terdapat biaya pembibitan, persiapan lahan dan penanaman yang tidak ada pada tanaman 2 tahun. Pada tanaman 2, 3, dan 4 tahun biaya tenaga kerja juga masih rendah karena biaya


(54)

tenaga kerja yang dikeluarkan hanya untuk pembabatan, penyemprotan, pemiringan, dan pemupukan. Pupuk yang diaplikasikan oleh petani sampel pada umur tanaman ini masih sedikit, sehingga biaya tenaga kerja untuk kegiatan pemupukan juga masih rendah.

Sejak umur tanaman ke-5, rata-rata biaya tenaga kerja meningkat hal ini disebabkan pada umur tanaman ke-5 kastrasi dilakukan, dan sejak umur ini pruning dilakukan setiap tahunnya. Naik turunnya biaya tenaga kerja kerja tiap umur tanaman sejak tanaman umur ke-5 ini disebabkan perbedaan nilai upah tenaga kerja dan jumlah kegiatan yang dilakukan di setiap kebun kelapa sawit milik petani sampel.

5.2.3 Biaya Total

Biaya total adalah jumlah seluruh biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk menghasilkan sejumlah produk dalam suatu periode tertentu. Biaya total merupakan biaya produksi. Yang termasuk biaya produksi di dalam perkebunan kelapa sawit rakyat adalah biaya penyusutan, biaya sarana produksi (saprodi), dan biaya tenaga kerja. Berikut ini disajikan biaya produksi rata-rata perkebunan kelapa sawit rakyat per umur tanaman tiap tahunnya.


(55)

Tabel 11. Biaya Produksi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Produksi Rata-Rata (Rp/Ha)

0 3.919.226

1 6.579.379

2 2.854.792

3 3.643.072

4 4.100.465

5 8.949.222

6 7.905.931

7 10.115.987

8 12.303.473

9 10.956.932

10 15.151.990

11 13.300.623

12 11.036.956

13 11.884.829

14 13.627.500

15 11.828.457

16 13.120.922

17 10.183.844

18 9.967.986

19 11.898.358

20 14.090.086

21 12.726.405

22 8.977.789

23 9.972.163

24 9.862.286

25 10.004.139

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 8

Pada Tabel 11, terdapat perbedaan biaya produksi rata-rata yang mencolok pada umur 0 dan 1 tahun. Dimana biaya produksi rata-rata tanaman 0 tahun lebih kecil dari pada tanaman 1 tahun, hal ini disebabkan karena sampel petani yang di peroleh pada tanaman 0 tahun mengusahakan tanamannya mulai dari kecambah, sedangkan petani sampel di umur 1 tahun membeli bibit siap tanam.

Pada tanaman umur 2 tahun, biaya produksi kembali menurun dibanding tanaman 1 tahun, karena pada tanaman ini tidak lagi dikeluarkan biaya tenaga kerja seperti pembibitan, persiapan lahan dan penanaman.


(56)

Pada tanaman umur 3-4 tahun biaya mulai meningkat perlahan, dan pada umur 5 tahun biaya produksi rata-rata jauh meningkat di bandingkan tanaman umur 4 tahun. Hal ini disebabkan penggunaan dosis saprodi (khususnya pupuk) pada umur ini meningkat dan pruning sudah mulai dilakukan dengan teratur. Begitu pula halnya dengan rata-rata biaya produksi tanamana di atas umur 5 tahun hingga 21 tahun.

Pada umur 22 tahun hingga 25 tahun rata-rata biaya produksi menurun drastis dibandingkan dengan umur tanaman sebelumnya. Hal ini disebabakan para petani sampel sudah mulai mengurangi perawatan untuk umur tanaman ini karena dianggap tidak efisien lagi mengingat produktivitas tanaman sudah mulai menurun dan tanaman akan segera di replanting.

Pada tanaman kelapa sawit rakyat, tanaman baru mulai di panen pada umur 4 tahun. Menurut Fauzi (2012), Dana untuk membuka 1 ha lahan berisi 136 bibit kelapa sawit sejak awal pembukaan hingga perawatan TBM selama tiga tahun diperlukan sekitar Rp 18.662.716,00 dan biaya perawatan tanaman menghasilkan (TM) setiap tahunnya sebesar Rp. 1.649.011,-. Namun untuk perkebunan sawit rakyat di daerah penelitian, biaya bibit kelapa sawit sejak awal pembukaan hingga perawatan tanaman berumur tiga tahun diperlukan sekitar Rp 16.996.469,-. Besarnya biaya ini tidak jauh berbeda dengan biaya menurut Fauzi (2012), hal ini dapat disebabkan sebagian petani sampel menggunakan benih atau bibit sembarang sehingga harganya mempengaruhi total biaya untuk TBM. Sedangkan biaya perawatan TM di daerah penelitian jauh melebihi angka yang dituliskan oleh Yan Fauzi dalam bukunya Kelapa sawit.


(57)

Besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh jumlah input produksi dan harga input produksi tersebut. Berikut ini disajikan rata –rata biaya produksi per ha/tahun

Tabel 12. Rata-Rata Biaya Produksi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Per Ha Per Tahun

No Jenis Biaya Rp/Ha/Tahun

1 Biaya Sarana Produksi 5.488.163

2 Biaya Tenaga Kerja 4.316.511

3 Biaya penyusutan 156.911

Jumlah 9.961.585

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 8

Dari tabel 12, dapat ketahui bahwa biaya produksi paling besar adalah biaya sarana produksi sebesar Rp 5.488.163,- /Ha /tahun atau sebesar 55,1% dari jumlah biaya produksi keseluruhan. Biaya tenaga kerja sebesar Rp4.316.511,-/Ha/Tahun atau 43,33% dari biaya produksi per ha setiap tahunnya. Sedangkan biaya penyusutan hanya sebesar Rp 156.911,-/Ha/tahun atau 1,57% dari biaya produksi per Ha per tahunnya.

5.3 Penerimaan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil,perkalian seluruh hasil produksi dengan harga jual produksi. Tindakan pemeliharaan akan mempengaruhi besarnya hasil produksi. Namun, besarnya penerimaan petani sampel tidak hanya bergantung dari besarnya hasil produksi, tetapi juga harga jual yang diterima. Harga jual di tiap petani sampel tidak selalu sama, karena tujuan penjualan TBS oleh petani sampel tidak selalu sama. Selain itu, harga jual TBS juga berfluktuasi. Dari hasil wawancara dengan petani sampel, diketahui bahwa harga TBS dapat berubah setiap harinya, bahkan dalam sehari terkadang harga TBS juga dapat berubah 2 kali. Bukan hanya itu, harga TBS juga berbeda berdasarkan jenis


(58)

Berikut disajikan rata-rata penerimaan petani sampel per tahun menurut umur tanaman.

Tabel 13. Penerimaan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Penerimaan Rata-Rata (Rp/Ha)

0 -

1 -

2 -

3 -

4 1.303.125

5 5.725.363

6 13.155.667

7 17.893.167

8 23.766.746

9 25.106.250

10 27.651.111

11 28.655.833

12 28.782.167

13 28.724.262

14 28.416.667

15 28.520.366

16 28.924.500

17 26.812.133

18 24.060.958

19 24.888.227

20 24.045.950

21 23.875.015

22 22.473.667

23 22.308.038

24 21.452.000

25 20.863.250

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 9

Dari tabel 11 yang disajikan dapat diketahui, bahwa tanaman kelapa sawit rakyat mulai menghasilkan tanaman umur 4 tahun namun hasil produksinya masih sangat kecil, sehingga penerimaan yang diperoleh juga kecil. Pada tanaman umur 6 tahun, penerimaan naik dengan sangat drastis dan mencapai titik puncak pada umur 10-16 tahun dan kemudian kembali mengalami penurunan secara perlahan. Pada umur tanaman 22 tahun terjadi penurunan penerimaan yang cukup jauh di banding penerimaan pada tanaman umur 21 tahun dan penerimaan akan semakin


(1)

5 4 0 0 2 0 3 12 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0

12 4 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

13 4 0 0 1 0 1 2 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 12 0 0 4 0 5 15 1 9 0 0 0 0 0 0 0 0

Rata-rata 4,00 0,00 0,00 1,33 0,00 1,67 5,00 0,33 3,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

14 5 0 0 3 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0

15 5 0 0 1 1 1 2 1 2 0 1 0 0 1 0 1 0

16 5 0 0 1 1 1 2 0 1 0 2 0 0 2 0 2 0

Total 15 0 0 5 3 3 4 1 4 0 4 0 1 4 0 3 0

Rata-rata 5,00 0,00 0,00 1,67 1,00 1,00 1,33 0,33 1,33 0,00 1,33 0,00 0,33 1,33 0,00 1,00 0,00

17 6 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 2 0 0 0

18 6 0 0 1 1 1 1 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0

19 6 0 0 1 2 1 3 0 2 0 2 0 1 1 0 1 0

Total 18 0 0 3 4 3 4 0 4 0 5 0 2 3 0 1 0

Rata-rata 6 0 0 1 1,33 1 1,33 0 1,33 0 1,67 0 0,67 1 0 0,33 0

20 7 0 0 4 2 2 4 0 3 0 2 0 1 2 0 2 0

21 7 0 0 1 1 1 2 0 1 0 2 0 0 2 0 2 0

22 7 0 300 2 3 2 5 0 2 1 3 0 1 2 0 3 1

Total 21 0 300 7 6 5 11 0 6 1 7 0 2 6 0 7 1

Rata-rata 7 0 100 2,33 2,00 1,67 3,67 0,00 2,00 0,33 2,33 0,00 0,67 2,00 0,00 2,33 0,33

23 8 0 0 2 2 2 4 1 2 0 4 0 1 2 0 2 1

24 8 0 0 3 3 5 2 0 2 0 2 0 1 4 0 2 0

25 8 0 0 2 2 1 2 0 1 0 2 0 1 4 0 2 1

Total 24 0 0 7 7 8 8 1 5 0 8 0 3 10 0 6 2

Rata-rata 8 0 0 2,33 2,33 2,67 2,67 0,33 1,67 0,00 2,67 0,00 1,00 3,33 0,00 2,00 0,67


(2)

27 9 0 0 1 2 1 2 0 2 0 2 1 1 2 1 2 1

28 9 0 200 0 3 1 0 0 2 1 2 1 1 2 1 2 1

Total 27 0 200 2 6 3 3 1 6 1 6 3 3 6 3 4 2

Rata-rata 9 0 66,67 0,67 2,00 1,00 1,00 0,33 2,00 0,33 2,00 1,00 1,00 2,00 1,00 1,33 0,67

1 10 0 200 2 5 2 5 1 3 1 4 3 3 3 3 0 0

29 10 0 200 1 2 1 1 1 2 1 2 0 2 2 0 2 1

30 10 0 0 1 2 1 2 0 1 0 1 1 1 2 1 2 1

Total 30 0 400 4 9 4 8 2 6 2 7 4 6 7 4 4 2

Rata-rata 10 0 133,33 1,33 3,00 1,33 2,67 0,67 2,00 0,67 2,33 1,33 2,00 2,33 1,33 1,33 0,67

5 11 0 0 2 4 0 4 0 2 0 2 2 2 4 2 4 0

31 11 0 200 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0

32 11 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0

Total 33 0 200 3 6 1 5 2 3 1 3 4 3 5 4 4 0

Rata-rata 11 0,00 66,67 1,00 2,00 0,33 1,67 0,67 1,00 0,33 1,00 1,33 1,00 1,67 1,33 1,33 0,00

14 12 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0

31 12 0 0 0 2 0 0 1 1 0 0 2 1 2 2 0 0

33 12 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0

Total 36 0 0 2 4 2 1 2 3 0 2 3 3 4 3 1 0

Rata-rata 12 0,00 0,00 0,67 1,33 0,67 0,33 0,67 1,00 0,00 0,67 1,00 1,00 1,33 1,00 0,33 0,00

34 13 0 0 2 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0

35 13 0 0 2 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0

36 13 0 0 1 2 1 2 0 1 0 0 2 1 2 2 2 0

Total 39 0 0 5 4 2 4 1 3 0 2 3 2 4 3 3 0

Rata-rata 13 0,00 0,00 1,67 1,33 0,67 1,33 0,33 1,00 0,00 0,67 1,00 0,67 1,33 1,00 1,00 0,00

27 14 0 0 2 2 1 2 0 2 0 0 2 1 2 2 1 1


(3)

37 14 0 0 2 4 1 2 0 2 0 2 2 1 4 2 2 0

Total 42 0 0 4 7 2 5 0 5 0 2 5 2 7 5 3 1

Rata-rata 14 0,00 0,00 1,33 2,33 0,67 1,67 0,00 1,67 0,00 0,67 1,67 0,67 2,33 1,67 1,00 0,33

23 15 0 0 4 2 0 6 1 3 0 1 2 1 2 2 2 1

30 15 0 0 1 2 1 2 1 1 0 0 1 1 2 1 2 1

38 15 0 0 2 4 2 2 2 2 0 2 4 2 2 4 2 0

Total 45 0 0 7 8 3 10 4 6 0 3 7 4 6 7 6 2

Rata-rata 15 0,00 0,00 2,33 2,67 1,00 3,33 1,33 2,00 0,00 1,00 2,33 1,33 2,00 2,33 2,00 0,67

3 16 0 0 1 2 0 0 0 2 0 1 2 2 3 2 0 0

24 16 0 0 5 5 2 5 1 3 0 3 3 2 4 3 2 0

39 16 0 0 2 2 2 3 1 2 1 3 2 1 2 2 3 0

Total 48 0 0 8 9 4 8 2 7 1 7 7 5 9 7 5 0

Rata-rata 16 0,00 0,00 2,67 3,00 1,33 2,67 0,67 2,33 0,33 2,33 2,33 1,67 3,00 2,33 1,67 0,00

18 17 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0

19 17 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0

34 17 0 0 1 2 1 1 0 1 0 0 2 1 2 2 0 0

Total 51 0 0 2 3 2 1 0 2 0 1 4 2 3 4 0 0

Rata-rata 17 0,00 0,00 0,67 1,00 0,67 0,33 0,00 0,67 0,00 0,33 1,33 0,67 1,00 1,33 0,00 0,00

40 18 0 200 1 1 0 1 0 1 1 0 2 1 2 2 0 0

41 18 0 0 1 2 1 2 1 1 0 0 2 1 1 2 1 1

42 18 0 0 0 2 1 2 0 2 0 0 2 1 2 2 2 0

Total 54 0 200 2 5 2 5 1 4 1 0 6 3 5 6 3 1

Rata-rata 18 0,00 66,67 0,67 1,67 0,67 1,67 0,33 1,33 0,33 0,00 2,00 1,00 1,67 2,00 1,00 0,33

43 19 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0

44 19 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0


(4)

Total 57 0 0 3 3 3 3 0 3 0 0 2 1 2 2 1 0

Rata-rata 19 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00 1,00 0,00 0,00 0,67 0,33 0,67 0,67 0,33 0,00

1 20 0 0 0 2 1 2 0 1 0 0 2 1 4 2 0 0

10 20 0 0 0 1 2 0 0 3 0 0 3 0 0 3 0 1

46 20 0 0 1 3 1 1 0 1 0 0 3 1 3 3 0 0

Total 60 0 0 1 6 4 3 0 5 0 0 8 2 7 8 0 1

Rata-rata 20 0,00 0,00 0,33 2,00 1,33 1,00 0,00 1,67 0,00 0,00 2,67 0,67 2,33 2,67 0,00 0,33

8 21 0 0 2 4 2 2 0 2 0 0 4 1 4 4 2 0

34 21 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0

47 21 0 300 2 5 2 0 1 3 1 0 5 3 5 5 4 1

Total 63 0 300 5 10 5 2 1 6 1 0 10 5 10 10 6 1

Rata-rata 21 0 100 1,67 3,33 1,67 0,67 0,33 2,00 0,33 0 3,33 1,67 3,33 3,33 2 0,33

34 22 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0

48 22 0 0 1 2 1 1 0 2 0 0 1 0 2 1 1 0

49 22 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0

Total 66 0 0 2 4 2 3 0 4 0 0 3 1 4 3 1 0

Rata-rata 22 0 0 0,67 1,33 0,67 1 0 1,33 0 0 1 0,33 1,33 1 0,33 0

50 23 0 400 3 6 4 2 1 5 1 0 6 3 6 6 5 0

51 23 0 0 4 4 4 4 0 1 0 0 4 2 4 4 2 1

52 23 0 0 1 2 1 1 0 2 0 0 2 1 2 2 1 1

Total 69 0 400 8 12 9 7 1 8 1 0 12 6 12 12 8 2

Rata-rata 23 0 133,33 2,67 4 3 2,33 0,33 2,67 0,33 0 4 2 4 4 2,67 0,67

43 24 0 0 2 2 2 1 0 2 0 0 3 2 2 3 2 0

53 24 0 0 1 4 2 2 1 3 0 0 3 2 3 3 2 1

54 24 0 0 1 2 0 3 0 2 0 0 1 1 1 1 1 0


(5)

Rata-rata 24 0 0 1,33 2,67 1,33 2 0,33 2,33 0 0 2,33 1,67 2 2,33 1,67 0,33

55 25 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0

56 25 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0

57 25 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0

Total 75 0 0 0 3 1 0 0 3 0 0 3 1 3 3 0 0

Rata-rata 25 0,00 0,00 0,00 1,00 0,33 0,00 0,00 1,00 0,00 0,00 1,00 0,33 1,00 1,00 0,00 0,00

Over All 975 3 2.550 105 138 90 131 23 119 11 59 91 62 123 91 71 16


(6)

Lampiran 11. Analisis Finansial

Umur Tanaman

(Tahun)

Benefit (Rp)

Cost (Rp)

Net Benefit

(Rp)

DF

12,75%

NPV (12,75%)

DF

24,49%

NPV(24,49%)

DF 24,50

%

NPV (24,50)

0

-

3,919,226

(3,919,226)

1.00

(3,919,226)

1.000

(3,919,226)

1.000 (3,919,226)

1

-

6,579,379

(6,579,379)

0.89

(5,835,369)

0.803

(5,285,066)

0.803 (5,284,642)

2

-

2,854,792

(2,854,792)

0.79

(2,245,646)

0.645

(1,842,067)

0.645 (1,841,771)

3

-

3,643,072

(3,643,072)

0.70

(2,541,664)

0.518

(1,888,271)

0.518 (1,887,816)

4

1,303,125

4,116,090

(2,812,965)

0.62

(1,740,597)

0.416

(1,171,188)

0.416 (1,170,811)

5

5,725,363

9,088,662

(3,363,299)

0.55

(1,845,792)

0.334

(1,124,846)

0.334 (1,124,394)

6 13,155,667

7,901,486

5,254,181

0.49

2,557,441

0.269

1,411,556

0.269

1,410,876

7 17,893,167

10,115,987

7,777,180

0.43

3,357,425

0.216

1,678,344

0.216

1,677,400

8 23,766,746

12,303,473

11,463,272

0.38

4,389,107

0.173

1,987,160

0.173

1,985,884

9 25,106,250

10,956,932

14,149,318

0.34

4,804,924

0.139

1,970,268

0.139

1,968,844

10 27,651,111

15,151,990

12,499,122

0.30

3,764,558

0.112

1,398,089

0.112

1,396,966

11 28,655,833

13,300,623

15,355,211

0.27

4,101,793

0.090

1,379,675

0.090

1,378,456

12 28,782,167

11,468,422

17,313,744

0.24

4,101,969

0.072

1,249,618

0.072

1,248,414

13 28,724,262

11,884,829

16,839,433

0.21

3,538,444

0.058

976,291

0.058

975,272