Selandia Baru Canada Kuba Swiss

172 Di beberapa negara seperti Inggris, Belanda, Selandia Baru dan negara lainnya juga mengatur tentang ganti kerugian terhadap korban. Di Australia, dimulai dari negara bagian New South Wales dan diikuti oleh negara bagian Queensland, South Australia dan Western Australia, lalu disusul dengan Criminal Injuries Compensation Act, korban telah mendapat restitusi dan kompensasi.

c. Selandia Baru

Selandia Baru adalah negara Anglo-Saxon pertama yang mengadakan pengaturan ganti kerugian compensation yang ditanggung pemerintah, peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1964. Ini berkat perjuangan Margaret Fry yang menganjurkan supaya kerugian korban menjadi tanggung jawab pemerintah.

d. Canada

Canada mengumumkan pengaturannya di Compensation Injuries Act pada tanggal 1 September 1967. Program pada umumnya modelnya sama dengan Selandia Baru. Diciptakan suatu dewan beranggotakan 3 orang yang mempunyai diskresi mutlak atas semua kasus-kasus, dan tanpa kemungkinan naik banding pada pengadilan-pengadilan.

e. Kuba

Di Kuba sebelum pemerintahan Castro pemerintah memberikan ganti kerugian kepada para korban, dan kemudian mencari penggantiannya dari para pelaku. 173

f. Swiss

Di Swiss para korban dapat menuntut ganti kerugian dari para pelaku. Apabila gagal, mereka dapat meminta ganti kerugian dari pemerintah, tetapi dalam praktek hal ini jarang dimanfaatkan. Perlindungan terhadap korban di negara-negara di atas sangat jelas, sehingga korban wajib mendapatkan ganti kerugian dari negara kompensasi. Di Indonesia aturan mengenai ganti rugi memang telah tertuang dalam KUHAP Pasal 98 sd 101 Tentang Penggabungan Perkara Ganti Kerugian. Namun kenyataannya ketentuan Pasal tersebut jarang diimplementasikan bahkan berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, Penggabungan Perkara Ganti Kerugian belum pernah ada di Semarang. Hal ini tentu saja sangat disayangkan mengingat ada upaya perlindungan terhadap korban, khususnya korban tindak pidana perkosaan namun belum direalisasikan. Menurut hemat penulis, ketentuan mengenai ganti rugi kepada korban seyogyanya juga dituangkan dalam KUHP, sehingga dalam kasus tindak pidana perkosaan hakim tidak hanya menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku, tetapi juga memutus ganti rugi yang didapat oleh korban. Ganti rugi yang diberikan kepada korban tidak hanya untuk mengganti kerugian yang dialaminya tetapi juga sebagai perwujudan cita hukum tertinggi di Indonesia yaitu Pancasila sila ke-5 yang berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, karena ganti kerugian selain sebagai perlindungan terhadap korban juga merupakan jawaban yang memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. 73

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN