Latar Belakang PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL BERBASIS KETENTUAN QIŞÂŞ-DIYAT DALAM HUKUM PIDANA ISLAM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

1

A. Latar Belakang

Sejak merdeka, bangsa Indonesia mempunyai keinginan untuk memiliki produk hukum pidana sendiri mengganti hukum peninggalan Belanda. Berbagai kegiatan ilmiah yang berskala lokal maupun nasional guna merumuskan pembentukan hukum nasional sering dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan tinggi. Para pakar hukum pun banyak yang telah mengusulkan tentang profil hukum pidana nasional ke depan. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya membuat hukum pidana nasional produk sendiri dengan menyusun Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana RUU KUHP yang hingga sekarang belum final dan terus dilakukan perbaikan. Pembangunan sistem hukum tidak bisa lepas dari politik hukum. Arah politik hukum di Indonesia dalam pembangunan hukum cakupannya menyederhanakan pada daftar rencana materi hukum yang akan dibuat. Rencana pembangunan materi hukum termuat di dalam Program Legislasi Nasional yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah. 2 Hukum pidana Islam sebagai bagian dari hukum Islam penting untuk diperhitungkan sebagai sumber pembangunan hukum pidana nasional. Secara faktual hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup the living law dalam masyarakat Indonesia sejak masuknya Islam ke Nusantara. Hukum pidana Islam dapat diserap sebagai sumber materiil dalam pembangunan hukum pidana nasional meskipun tidak semuanya. Untuk ketentuan tindak pidana pembunuhan dan pelukaan atau penganiayaan dapat diserap delik maupun sanksinya. Sanksi ganti kerugian diyat yang di dalamnya ada proses perdamaian lebih sesuai kesadaran hukum masyarakat Indonesia. Apalagi masyarakat Indonesia dikenal pemaaf, mengedepankan kekeluargaan dan musyarawarah dalam menyelesaikan sengketa. Banyak kasus hukum khususnya yang dalam KUHP disebut sebagai kelalaian sehingga menyebabkan nyawa orang lain hilang, dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengganti kerugian. Penyelesaian tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dengan cara perdamaian mirip dengan ketentuan qişâş -diyat dalam hukum pidana Islam. Hal ini mengindikasikan bahwa hukum pidana Islam sedikit banyak telah membentuk kesadaran hukum masyarakat. 3 Sistem pemidanaan yang berlaku di Indonesia saat ini hanya berorientasi pada pelaku, sehingga jika diterapkan untuk tindak pidana terhadap nyawa orang lain, tidak memberikan keadilan kepada korban atau keluarganya. Seiring berkembangnya wacana global tentang perlunya pendekatan restorative justice, maka pendekatan tersebut perlu diatur dalam RUU KUHP. Pendekatan restorative justice memberikan perhatian dan perlindungan terhadap korban atau keluarganya. Pelaku tindak pidana dapat bertanggung jawab atas perbuatannya dan mengganti kerugian, korban atau keluarganya memaafkan serta menerima ganti kerugian, dan hubungan ke dapan dapat dipulihkan. Hal ini juga ada kemiripan dengan ketentuan qişâş -diyat dalam hukum pidana Islam. Pidana qişâş setimpal dan diyat ganti rugi menjadi hak korban atau ahli warisnya, sehingga dapat memberikan amnesti pemaafan kepada pelaku. Apabila memaafkan, gugurlah pidana qişâş, diganti dengan diyat ganti rugi, bahkan tanpa diyat sama sekali. Ketentuan qişâş -diyat berorientasi pada perhatian dan perlindungan pada korban, dan penyelesaiannya melalui perdamaian ş ulh . 4

B. Permasalahan