Potensi Desa Hargotirto (Kabupaten Kulon Progo) dalam Penularan Penyakit Malaria dan Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengendalian Vektor Malaria

I

POTENSI DESA HARGOTIRTO
(KABUPATEN KULON PROGO) DALAM PENULARAS
PENYAKIT MALARIA DAN SIKAP ,MASYARAKAT TERH.4DAP
PROGRAlM PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA

OLEH :

SUKMONO

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SUKMONO. Potensi Desa Hargotirto (Kabupaten Kulon Progo) Dalam Penularan
Penyalat Malaria dan Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengendalian Vektor Malaria
(di bawah bimbingan SINGGIH H. SIGIT sebagai ketua, F.X. KOESHARTO dan
UPIK KESUMAWATI HAD1 sebagai anggota).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Desa Hargotirto dalam

penularan penyalat malaria, kaitannya dengan masalah yang rnenGgkut situasi
epidemiologi penyakit malaria, komunitas nyamuk Anopheles dan vektor yang diduga
dalam epidemiologi malaria, antara lain mengenai komunitas nyamuk yang kontak
dengan manusia, terutama kepadatan populasi, kelirnpahan nisbi, kekerapan, dominasi
dan unsur nyamuk menggigit yang manusia sertra sikap masyarakatnya yang mencakup
tingkat pengetahurn, pendidikan, status ekonomi, persepsi dan partisipasinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah yang tertangkap 4.464 ekor nyamuk
(4 genera dan 9 spesies). Analisis kepadatan nyamuk menyatakan bahwa nyamuk An.
maculatus dan An. balabacensis mempunyai kepadatan populasi tertinggi, yaitu 7,21
nyamuklorangljam dm 6,86 nyamuklorangljam. Kelimpahan nisbi dan dominasi spesies
tertinggi untuk di dalam rumah adalah An. balabacensis (56,2 % dan 0,52884).
Sedangkan kelirnpahan nisbi dan dominasi spesies tertinggi untuk diluar nunah adalah
An. maculatus (61,4% dan 0,50593). Sedangkan rata-rata unur nymuk adalah An.
balabacensis bekmur 13 hari, An. *&us be-ur
1 1 hari, dan ~ n .maculatus
berumur
10 hari.
Aktivitas menggigit An. maculatus tertinggi pada bulan Juni dan Agustus,
aktivitas menggigit An. balabacensis tertinggi pada bulan Juli dan Agustus. Masyarakat
yang rendah tingkat pendidikan, status ekonomi dan pengetahuannya maka persepsinya

tentang program pengendalian vektor malana serta partisipasinya dalam pencegahan
penyakit malaria juga relatif rendah.
Dalam had penelitian ini disarankan perlunya pemberdayaan masyarakat dan
penyuluhan kaitannya dengan pengendalian vektor antara lain mengurangi konA& dengan
vektor, pengelolaan lingkungan, pemberantasan secara biologi clan pemberantasan seem
kimiawi nyamuk dewasa maupu. larva secara Reesaa (rational, effective, efficient,
sustainable, acceptable dan affordable). Disamping melakukan pencarim dan pengobatan
penderita baik secara aktif maupun secara pasif.

S U M T PERNYATAAN

Dengzn ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

A

POTENST DESA HARGOTIRTO (KABUPATEN KULON PROGO)
DALAM P E W J A R A N PENYA-KIT MALARIA DAN SIKAP
MASY ARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENDALIAN VEKTOR
MALARIA.
Adalah benar merupakan hasil kar-ja saya sendri d m belum pernah &publ~kasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digurlakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

SUKMONO
NRP : 99401

POTENSI DESA HARGOTIRTO (KABUPATEN KULON PROGO) DALAM
PENULARAN PENYAKIT MALARIA DAN SIKAP MASYARAKAT
TERHADAP PROGRAM PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA

SUKMONO

Tesis sebagai sahh satu syamt untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi Kesehatan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR

2002

Judul Tesis

: POTENSI DESA HARGOTIRTO (KABUPATEN KULON

Nana
Nomor Pokok
Program Studi

PROGO) DALAM PENULARAN PENYAKIT MALARIA
DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM
PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA
: Sukmono
: 99401
: Entomologi Kesehatan

Menyetujui,

(Prof. Dr. Sing& H. Sigit, MSc)

Ketua

-

6

(Dr. F.X. Koesharto, MSc)
Anggota

(Dr. Upik Kesuniawati Hadi, MS)
AW2gota
Mengetahui,

2. Ketua Program Studi
Entomologi Kesehatan

b

r


I

/;

. F.X. Koesharto, MSc)

la Manuwoto, MSc)

Tanggal Lulus : 2 1 Febmari 2002

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1954 di Purworejo, Jawa Tengah.
Putra keempat dari ibu Rngt. Sumisni dengan bapak R. Soepangkat. Telah menikah
sejak tahun 1976 dan dikaruniai lima orang anak (dua putera dan 3 puteri).
Pada tahun 1973, lulus dari SMA Negeri (jurusan Ilmu Pasti dan Alam) di Purworejo,
Jawa Tengah.
Penulis diangkat pegawai negeri di Sub. Dit. Malaria (Dep. Kes. RI) tanggal
30 Desember 1975, sebagai Mikroskopis Malaria. Penulis mengikuti Penataran Test


Resistensi Plasmaiium falciparum terhadap chloroqune di Jepara, Jawa Tengah
tahun 1981, Penataran Entomologi tahun 1984 di BLKM, Lemah Abang Bekasi dan
Penelitian Penanggulangan Penyakit Malaria Terpadu dengan Universitas Indonesia,
Malaria Control Freeport, Namru II Jakarta, dari tahun 1992 sampai dengan 1995
di daerah Hiperendemi Mimika Timur - Irian.
Pada tanggal 28 Februari 1997 Penulis lulus sarjana Biologi Universitas
Nasional Jakarta, 1991-1998. Menjadi Peserta Training Of Trainer (TOT) Nasional
Bidang Entomologi dan Parasitologi Malaria Dit. Jen. PPM & PLP p e p . Kes. RI),
dan tahun 1999 melanjutkan studi di Program Pascasarjana IPB di Bogor.

PRAKATA

Puji syukur karni panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, berkat
rahmat taufiq dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Penyakit malaria di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena bejangkit secara endemis dengan penyebaran yang sangat luas
terutama di daerah pedesaan. Dalam rangka penanggulangan penyakit malaria
informasi mengenai species nyamuk yang berperan sebagai velctor sangat diperlukan
guna melengkapi data epidemiologinya. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui species
nyamuk Anopheles serta mengetahui penyebaran dan jumlah penderita malaria secara

epidemiologis berdasarkan waksu, tempat, dan penderita serta faktor yang
mempengaruhinya,

sikap masyarakat

yang

mencakup tingkat

pendidikan,

pengetahuan dan status ekonomi baik persepsi dan partisipasinya kaitamya dengan
penyakit malaria.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. Singgih H.

Sigit

MSc., sebagai Ketua Kornisi Pernbimbing,


Dr. F.X. Koesharto, MSc., Dr. Upik Kesumawati MSc., sebagai Anggota Komisi
Pembimbing, atas segala bimbingan, saran serta masukan-masukan yang telah
diberikan sejak persiapan pelaksanaan penelitian ini sampai pada penulisan tesis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dit. Jen. PPM & PL,
Departemen Kesehatan melalui proyek ICDC (Intensified of Comunicable Disease
Control Project) yang telah memberikan beasiswa, kepada Sub. Dit. Binatang Penular

Penyakit dan Kepala Direktorat P2B2 yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan kejenjang Strata 2, seluruh Dosen dan Staf
Program Pascasarjana Entomologi Kesehatan IPB, kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Kulon Progo, Kepala Puskesmas Kokap I1 dan kepada Bapak Tukiran
sekeluarga yang telah membantu penelitian di Desa Hargotirto. Terima kasih juga
kepada istri tercints dan an&-anak tersayang, atas segala do;a dan dorongannya.
Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini, kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, namun
demikian semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor,


Mei 2002

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................

IX

DAFTAR GAMBAR .....................................................................

XI

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. XI1I
PENDAHULUAN ........................................................................

1


TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
1
Penyakit Malaria ....................................................................
Perkembangan Resistensi Parasit Malaria di Indonesia .........................
2
3
Pengembangan Vaksin Malaria .....................................................
4
Upaya-upaya Penanggulangan ....................................................
At1. maculalzrs dan Atr balabacerrsis Dikonfirmasi sebagai Vektor
5
Penyakit Malaria di Desa Hargotirto .............................................
5.1 Tempat Perindukan .........................................................
5.2 Perilaku Menggigit ..........................................................
5.3 Perilaku Beristirahat ........................................................
6
Pengendalian Vektor Malaria .......................................................
7
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat ...................................
8
Pengetahuan Masyarakat ................... :................................... ;...
9
Persepsi Masyarakat ................................................................
10 Partisipasi Masyarakat ..............................................................
MATERI DAN METODE ................................................................. 35
1
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 38
Metode Penzlitian ................................................................... 38
2
2.1 Pcnanglcapan Nyamuk ...................................................... 38
2.1.1 Kepadatan Populasi Nyamuk ......................................... 38
2.1.2 Penangkapan Nyamuk yang Hinggap di Dinding pada Malam
Hari ...................................................................... 39
2.1.3 Penangkapan Nyamuk di sekitar Kandang pada Malam Hari ... 41
2.1.4 Indetifikasi Nyamuk ................................................... 43
2.1.5 Pembedahan Nyamuk ................................................. 44
2.1.6 Perhitungan Besarnya Populasi Nyamuk ........................... 45
2.1.7 Parameter yang Diukur .............................................. 46
2.2 Wawancara ..................................................................... 47
2.2.1 Populasi, Penarikan Sampel dan Ukuran Sampel ................... 49
2.2.2 Variabel Penelitian .................................................... 49
2.2.3 Definisi Operasioanal, Penilaian dan Hipotesa ..................... 50
2.2.4 Analisis Data .......................................................... 55

HAS& DAN PEMBAHASAN .......................................................... 57
1 Hasil Pengumpulan Nyamuk ......................................................... 57
1.1 Jenis .
jenis Nyamuk yang Ditentukan ....................................... 57
1.2 Analisis Kepadatan Menggigit Nyamuk Ai~ophelesspy ................... 59
1.3 Analisis Komunitas Nyamuk yang Tertangkap .............................. 65
1.4 Perkiraan Umur Nyamuk ........................................................ 69
1.5 Kerentanan Nyamuk Terhadap P.falciparz~nrh i 1 P.vivax ................ 72
1.6 Jumlah Kasus dan Jenis Parasit Malaria di Desa Hargotiroto ............. 72
1.7 Pengaruh Curah Hujan, Hari Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban
Nisbi Terhadap Populasi Nyamuk Aitz~pheles................................ 72
2 Situasi Epidemiologik Penyakit Malaria di Daerah Penelitian ................... 77
3 Nilai dan Korelasi Antara Tingkat Pendidikan dengan Persepsi dan
Partisipasi Responden ................................................................
82
3.1 Komposisi Responden dalam Persepsinya Terhadap Tingkat
Pendidikan........................................................................ 83
3.2 Komposisi Responden dalam Partisipasinya Terhadap Tingkat
Pendidikan .....................................................................
86
4 Nilai dan Korelasi Antara Status Ekonomi dengan Persepsi dan Partisipasi
Responden .............................................................................. 89
4.1 Komposisi Responden dalam Persepsinya Terhadap Status Ekonorni ... 90
4.2 Komposisis Responden dalam Partisipasinya Terhadap Status
Ekonomi .......................................................................... 92
5 Nilai dan Korelasi Antara Pengetahuan dengan Persepsi dan Partisipasinya
Responden .............................................................................. 94
5.1 Komposisi Responden &lam Persepsinya Terhadap Tingkat
Pengetahuan ...................................................................... 95
5.2 Komposisi Responden &lam Partisipasinya Terhadap Tingkat
Pengetahuan ...................................................................... 97
6 Tanggapan Responden Tentang Program Pengendalian Vektor Malaria ...... 99
6.1 Keragaman Tingkat Pendidikan Responden yang Tidak Setuju
Terhaclap Cara Penyemprotan Rurnah ....................................... 102
6.2 Keragaman Status Ekonomi Responden yang Tidak Setuju Terhadap
Cara Penyemprotan Rumah .................................................... 103
6.3 Keragaman Tingkat Pengetahuan Responden yang Tidak Setuju
Terhadap Cara Penyemprotan Rumah ....................................... 105
7 Perilaku Responden yang Mendukung Penularan ...................................106
8 Pembahasan Umum .................................................................... 107

SARAN .......................................................................................

115

DAFTAR ACUAN ........................................................................

117

DAFTAR TABEL
Nomor
1
2

3
4

Halaman

Jenis-jenis nyamuk yang ditemukan pada masing-masing daerah
..
penelitian......................................................................

57

Jenis dan padat populasi Anopheles betina yang tertangkap di desa
Hargotirto.. ..................................;................................

60

Kepadatan An. maculatus yang tertangkap menggigit orang di dalam
dan di luar rurnah pada malam hari di desa Hargotirto.. .............

61

Kepadatan An. balabacensis yang tertangkap menggigit orang di dalam
dan di luar rumah pada malam hari di desa Hargotirto.. ..............

63

5

Kelimpahan nisbi, fiekuensi dan nominasi spesies nyamuk Anopheles
betina yang tertangkap pada malam hari di Desa Hargotirto.. ........... 67

6

Angka parous rate nyamuk Anopheles betina per spesies
di Desa Hargotirto.. ..........................................................

69

7

Peluang hidup nyamuk Anopheles betina per hari per spesies.. .............

70

8

Perkiraan umur nyamuk Anopheles betina per species di Desa
Hargotirto.. ....................................................................

71

9

Hasil pembedahan nyamuk Anopheles secara alami ..........................

72

10

Jumlah kasus dan jenis parasit Malaria di Desa Hargotirto Kec. Kokap
Kab. Kulon Progo (Maret - Agustus 200 1). .............................

73

11

Curah hujan, hari hujan, rata-rata suhu udara dan kelembaban nisbi
di Desa Hargotirto.. .......................................................... 75

12

Sebaran umur, kelamin, jenis Plasmedium penderita malaria
serta hasil penyelidikan epidemiologi di dusun Menguri.. .............

78

Sebaran umur, kelamin, jenis Plasmedium penderita malaria
serta hasil penyelidikan epidemiologi di dusun Sebatang.. ........:.....

79

Sebaran umur, kelamin, jenis Plasmedium penderita malaria
serta hasil penyelidikan epidemiologi di dusun Nganti.. .................

80

13
14

15

Sebaran urnur. kelamin. jenis Plasmedium penderita malaria
serta hasil penyelidikan epidemiologi di dusun Sekendal............

81

16

Komposisi responden dan persepsinya berdasarkan tingkat pendidikan....

84

17

Komposisi responden dan partisipasinya berdasarkan tingkat
.
pend~dikannya.................................................................. 87
*

18

Komposisi responden dan persepsinya berdasarkan status ekonomi......... 90

19

Komposisi responden dan partisipasinya berdasarkan status ekonomi....... 92

20

Komposisi responden dan persepsinya berdasarkan terhadap tingkat
pengetahuan.................................................................... 95

21

Komposisi responden dan partisipasinya berdasarkan terhadap
pengetahuan..................................................................... 97

22

Tanggapan responden mengenai cara penyemprotan rumah .................... 99

23

Keluhan responden terhadap cara penyemprotan rumah ........................ 101

24

Keragarnan terhadap pendidikan responden yang tidak setuju terhadap
cara penyemprotan rumah .................................................... 102

25

Keragaman status ekonomi responden yang tidak setuju terhadap cara
penyemprotan nunah ..........................................................

26

104

Keragaman terhadap pengetahuan responden yang tidak setuju terhadap
cara penyemprotan rumah .................................................... 105

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1

Lokasi penelitian desa Hargotirto

.....................................................................

36

2

Penyebaran vektor malaria di wilayah Puskesmas perbatasan antara
Kabupaten Purworejo clan Kabupaten Kulonprogo ..........................................

37

3

Gambar human bait (manusia sebagai umpan nyamuk) ...................................

40

4

Gatnbar penangkapan nyamuk Anopheles di dinding ........................................

40

5a Gambar penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi ................................
5b Gambar penangkapan nyamuk Anopheles di kandang kambing ........................

42
42

6

Peneliti sedang mengidentifikasi dan ~nembedahnyamuk Anopheles ...............

43

7

Peneliti sedang wawancara dengan responden ..................................................

48

8

Tipe rumah sederhana responden ........................................................................

52

9

Tipe rumah anyaman barnbu responden .............................................................

53

10 Kepadatan An . maculatus yang tertangkap mengigit orang didalam
dan diluar rumah .................................................................................................

63

11 Kepadatan An . balabacensis yang tertangkap mengigit orang didalam
dan diluar rumah ................................................................................................

64

12 Tipe tempat perindukan An . maculatus...............................................................

75

13a Tipe tempat perindukan An . balabacensis pada rendaman bambu
penduduk ........................................................................................................
13b Tipe tempat perindukan An . balabacensis pada mata air penduduk ..................

76
76

14 Histogram rata .
rata persepsi responden berdasarkan tingkat
pendidikan ..........................................................................................................

85

15 Histogram rata .
rata partisipasi responden berdasarkan tingkat
pendidikan .....................................................................................................

88

16 Histogram rata .
rata persepsi responden dan berdasarkan status
ekonomi ..............................................................................................................

92

17 Histogram rata-rata partisipasi responden dan berdasarkan status
ekonomi .............................................................................................................

93

18 Histogram rata-rata persepsi responden dan berdasarkan
tingkat pengetahuan ...........................................................................................

96

19 Histogram rata-rata partisipasi responden dan berdasarkan
tingkat pengetahuan ........................................................................................

98

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1

Nilai dan peringkat tingkat pendidikan dengan persepsi responden ......

131

2

Nilai dan peringkat tingkat pendidikan dengan partisipasi responden .....

138

3

Nilai dan peringkat status ekonomi dengan persepsi responden ............

145

4

Nilai dan peringkat status ekonomi dengan partisipasi responden .........

152

5

Nilai dan peringkat pengetahuan dengan persepsi responden ...............

159

6

Nilai dan peringkat pengetahuan dengan partisipasi responden ............

166

7

Kuesioner ............................................................................

173

8

Komposisi responden berdasarkan persepsinya tentang program
pengendalian vektor malaria ......................................................

9

Komposisi responden berdasarkan partisipasinya dalam pencegahan
penyakit malaria ......................................................................

10

186

Komposisi responden berdasarkan pengetahuannya tentang penyakit
malaria .......................................................................................................

11

185

187

Penentuan Sampel Populasi ....................................................... 188

PENDAHULUAN

Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,
yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi, balita dan ibu hamil serta dapat
menurunkan produktivitas kerja.
WHO (1995) menyatakan bahwa malaria merupakan masalah global dengan
300-500 juta kasus dan satu sampai dua juta kematian per tahun. Di Indonesia
diperkirakan enam juta penderita per tahun dengan kematian 700 orang, dan 70 juta
penduduk tinggal di daerah endemis malaria yang mempunyai resiko tertular. Di
Pulau Jawa-Bali, malaria ditemukan di 310 desa, 75 kecamatan dan 39 kabupaten. Di
luar Jawa-Bali ditemukan 155 kabupaten yang merupakan daerah endemis malaria
(DEPKES 1999a). Dalam lima tahun terakhir kasus malaria meningkat clan sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Di Jawa-Bali kejadian malaria yang diukur
dengan angka positif parasit pertahun (annual parasite incidence)/(API) tahun 1995
sebesar 0,07%0 meningkat menjadi 0,38%0 pada tahun 1999, sedangkan di luar
Jawa-Bali angka klinis malaria per tahun (annual malaria incidence)/(AMI) sebesar
19,38%0 tahun 1995 meningkat menjadi 24,9%0 tahun 1999. Di sarnping itu dalam
dua tahun terakhir (1998- 1999) terjadi peningkatan fiekuensi KLB, pada 12
Kabupaten dengan kematian 34 orang. Bila dibandingkan dengan daerah lain, maka
Kabupaten Kulonprogo menempati urutan teratas, dengan jumlah kasus malaria sebesar
96.323 kasus yang terdapat pada 14 desa (Abednego et al. 1998). Keadaan geografis
Indonesia secara alami meinbentuk keragaman tipe ekologi d m kehidupan termasuk
adanya variasi jenis dan potensi nyamuk vektor dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

f

Kabupaten Kulonprogo salah satu Daerah Tingkat I1 endemis malaria di
daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten
Kulonprogo, Kecamatan Kokap merupakan daerah rawan malaria. Selama tiga tahun
berturut-turut junlah kasusnya cenderung meningkat dan telah menyebar keseluruh
desa. Tahun 1997 jumlah kasus sebanyak 4.529 kasus dengan API sebesar 37,54%0,
tahun 1998 sebanyak 2.670 kasus dengan API sebesar 36,30%0, pada tahun 1999
sebanyak 4.529 kasus dengan API sebesar 151,l 9%0 terakhir sampai dengan bulan
Juli 2000 jumlah kasus mencapai 4.087 orang. Pada bulan September 1999 di
Kecamatan Kokap telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)malaria dengan jumlah
kasus sebanyak 3.167 orang dengan angka serangan (attack rate, AR) sebesar
20,56% (Puskesmas Kokap 112000).
Di desa Hargotirto pada tahun 1997 sebanyak 603 kasus dengan API sebesar
90,6%, tahun 1998 sebanyak 1538 kasus dengan API sebesar 299,84%0. Tahun 1999
sebanyak 3895 kasus dengan API sebesar 386%0. Proporsi parasit malaria dari tahun
1996 sampai dengan tahun 2000 adalah untuk Plasmodium ,faIciparum 20,12%
Plasmodium vivax 79,72% dan infekri campuran 0,14%. Kejadian Luar Biasa malaria
terjadi tahun 1999. case fatality rate (CFR) = 0,28%, tahun 2000, CFR = 0,02% dan
tahun 200 1, CFR = 0,02% (Puskesmas Kokap I1 2000).
Meskipun berbagai metode pengendalian telah dilaksanakan, antara lain
dengan pemberantasan vektor, penemuan dan pengobatan penderita, namun hasil
yang dicapai sampai saat ini belum memadai. Angka parasit belum dapat diturunkan
menjadi kurang dari 1°/m seperti yang ditargetkan oleh Departemen Kesehatan RI
(1 99 1) untuk daerah Pulau Jawa-Bali.

Masih tingginya API di desa Hargotirto disebabkan oleh berbagai faktor yaitu
banyaknya tempat perindukan Anopheles, pengendalian vektor malaria yang kurang
optimal, serta sikap perilaku masyarakat yang menunjang terjadinya penularan
malaria, disamping penggunaan obat anti malaria yang tidak sesuai dengan dosis
yang telah diberikan.
Berdasarkan berbagai latar belakang tersebut di atas, penulis berkeinginan
untuk n~elakukanpenelitian tentang potensi Desa Hargotirto (Kabupaten Kulon
Progo) dalam penularan penyakit malaria dan sikap masyarakat terhadap program
pengendalian vektor malaria. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis
nyamuk Anopheles yang diduga sebagai vekor malaria, mengetahui padat populasi
dan mengetahui penyebaran dan jurnlah penderita malaria secara epidemiologis
berdasarkan waktu, tempat, serta faktor yang mempengaruhinya, serta sikap
masyarakat. Sikap dan perilaku masyarakat tersebut mencakup tingkat pengetahuan,
pendidikan, ekonomi, serta persepsi dan partisipasi masyarakat dalam kaitannya
dengan penyakit malaria. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam
penentuan strategi pengendalian vektor malaria.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1

Penyakit Malaria

Penyakit malaria adalah suatu penyakit dengan gejala yang khas dan mudah
dikenal yaitu demam yang naik turun secara teratur disertai menggigil. Disamping itu
terdapat kelainan pada limpa, yang disebut splenomegali atau pembesaran limpa dan
penyebabnya adalah parasit yang termasuk dalam genus Plasnzodium. Pada infeksi
Plasmodium falciparum dapat terjadi berbagai kelainan seperti malaria otak, anemia

berat, edema paru dan lain-lain. Keadaan tersebut sering kali berakibat fatal pada
penderita yang tidak kebal atau non-imun.
Menurut Wernsdorfer dan Mc. Gregor (1988) malaria ditemukan di daerahdaerah, mulai dari 64" Lintang Utara (Archangel di Uni Sovyet) sampai 32" Lintang
Selatan (Cordoba di Argentina) di daerah 400 meter di bawah permukaan laut dan
2600 meter di atas permukaan laut di Cochabarnba (Bolivia). Penyakit malaria
meliputi wilayah geografis yang luas mulai dari Afiika Tropis, Asia Tengah, Asia
Selatan, Asia Tenggara, sampai ke daerah Pasifik dan Meksiko.
Penyakit malaria juga merupakan salah satu penyakit pada manusia yang
bersumber dari nyamuk yang merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan di
daerah tropis (WHO 1993). Selain ancaman kematian dan kesakitan, malaria juga
mengakibatkan penurunan kualitas hidup banyak keluarga m i s k i di desa-desa,
daerah pegunungan, tepi hutan dan daerah endemik lainnya, membahayakan
kelangsungan hidup anak-anak, menurunkan produktivitas dan menurunkan

kemampuan serta menghainbat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan banyak
negara tropis (WHO 1993; 1998).
Di seluruh dunia jumlah kasus malaria disebabkan oleh Plasmodiwlz
falciparun~yang merupakan jenis parasit yang paling berbahaya ini, mulai meningkat.

Jenis Plasnzodiunz falciparunz yang resisten terhadap obat-obat malaria menyebar
cepat. Beberapa laporan terakhir menunjukan bahwa penderita malaria yang terkena
infeksi Plastnoditm? vivax juga mulai resistell terhadap obat-obat malaria. Lagi pula
nyamuk penular malaria juga mulai resisten terhadap insektisida dan dapat
illenyesuaikan diri untuk menghindari pern~ukaan-pernlukaanyang disemprot dengan
insektisida (WHO 1993).
Menurut WHO (1993) dari tahun 1990 sampai akhir tahun 2000 jumlah
kematian kasus malaria meningkat dari 1-1,5 juta jiwa per tahun, jika lingkungan
semakin menlburuk seperti sekarang ini, di perkirakan jumlah kematian penduduk dunia akan bertambah dari tahun 1991-2001 menjadi dua kali lipat, dari
1-2 juta jiwa per tahun.
Resistensi Plasnzodium falciparunz terhadap obat malaria golongan 4-amino
kuinolin (klorokuin dan amodakuin) pertama kali ditemukan pada tahun 1960 - 1961
di Kolombia dan Brasil (Wernsdorfer dan Mc. Gregor 1988). 'Telah dilaporkan juga
resistensi Plasmodiunz falciparum di Indonesia yaitu di Kalimantan Timur, Papua,
Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan Jawa Barat (Gandahusada et al. 1998).
Berbagai jenis nyamuk Anopheles vektor malaria dilaporkan telah resisten
terhadap insektisida. Sejak than 1955 An. sacharovi di Libanon, Iran, dan Turki,
juga An. sundaicus di Jawa dan Myanmar dilaporkan telah resisten terhadap DDT,

sedangkan An. sacharovi di Yunani juga resisten terhadap DDT maupun dieldrin
(WHO 1963).
Di berbagai daerah malaria di dunia dari 32 species Anopheles yang resisten
terhadap dieldrin, 10 diantaranya resisten juga terhadap DDT (WHO 1970). Pada
akhir tahun 1985 terdapat 50 spesies Anopheles yang resisten terhadap satu atau lebih
insektisida, 1 1 diantaranya vektor malaria yang penting. Sejumlah vektor dilaporkan
resisten terhadap insektisida golongan organoklorin dan organofosfat dan yang lain
resisten terhadap karbamat dan piretroid (WHO 1989).
Selan~aini pengendalian vektor nyamuk dewasa paling banyak dengan
menggunakan penyemprotan rumah, oleh karena itu bagi spesies yang bersifat
eksofilik tidak dapat dikendalikan karena tidak dapat dicapai.
Beberapa vektor malaria yang penting dan bersifat eksofilik adalah An.
nuneztovari (Venezuela),
Tenggara), dan

An. balabacensis (di daerah hutan berbukit di Asia

An. arabiensis di daerah bagian utara padang rumput Afiika

(Wemsdorfer dan Mc. Gregor 1988).
Menurut Bruce-Chwatt (1980) kejadian-kejadian epidemiologis penyakit
malaria antara lain : (a) Adanya parasit malaria penyebab penyakit : Plasmodium
vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovule; (b)
Inang : manusia sebagai inang antara dan nyamuk anopheles sebagai vektor, yang
semuanya itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan juga faktor-faktor sosio
ekonomi dan perilaku dari penduduk yang tinggal di daerah endemik malaria. Karena
demikian kompleks permasalahan dan keaneka ragamannya dari berbagai tempat di
dunia, tidak ada formula umum yang efektif dan efisien untuk pengendalian malaria

yang dapat diterapkan dengan hasil yang memuaskan secara global (WHO 1993).
Menurut Service (1976) nyamuk Anopheles berjumlah lebih dari 400 spesies, dan
hanya sekitar 70 spesies yang diketahui sebagai vektor utama malaria di dunia. Tidak
semua spesies nyamuk Anopheles berperan sebagai vector malaria. Perbedaan dalam
ha1 komponen-komponen dari

kompetensi

vektorial

antar

mereka

yang

membedaka~mya,ada kemungkinan perbedaan itu terjadi intraspesies. Spesiesnya
yang sama dari dua wilayah atau lebih yang berbeda, mungkin berbeda dalam ha1
kompetensi vektorialnya. Identifikasi taksono~nikdengan teknik-teknik yang canggih
akan mengungkap adanya spesies kembar (sibling species). Semakin banyak bukti
bahwa suatu spesies nyamuk Anopheles terdiri dari sejumlah spesies kembar
(Dhannawan 1993), yang meskipun indeks keserupaan (similarity index) morfologis
antar mereka tinggi, tetapi antar mereka terdapat perbedaan genetik dan fisiologis
yang nyata, misalnya dalam ha1 reseptivitasnya terhadap patogen dan responnya
terhadap insektisida.
Menurut Munstermann (1955) kompetensi vektorial ini ditentukan oleh
banyak faktor, yaitu : (1) Reseptivitas atau kerentanan nyamuk terhadap parasit
malaria, yang dipengaruhi oleh faktor genetic, (2) Rentang umur (loagevity) nyamuk
menentukan kelangsungan daur seksual dan sporogik parasit malaria dalam nyamuk
yang diinfeksinya, (3) Sifat antropofilik, ha1 kesukaan nyamuk menggigit dan
mengisap darah manusia, dipengaruhi oleh sifat perilaku nyamuk, dan (4) Kepadatan
nyamuk relatif terhadap manusia yang menentukan jumlah atau fiekuensi kontak
antara nyamuk parasit malaria manusia; ini dipengaruhi faktor ekologis yang
menentukan jumlah, lokasi dan tipe tempat perindukan vektor.

Malaria impor juga merupakan masalah yang mulai timbul di seluruh dunia.
Sebagian dari ha1 ini disebabkan karena meningkatnya lalu lintas internasional dan
sebagian lagi karena timbulnya kembali penyakit malaria di daerah yang sudah
diberantas secara keseluruhan maupun baru sebagian. Walaupun kampanye
pembasmian malaria berhasil, sebagian besar negara di seluruh dunia masih
merupakan sumber dan reservoar infeksi malaria.
Menurut Schulzz (1989) penyakit malaria pada pelancong internasional
meningkat selama dua dasawarsa terakhir. Di Amerika Serikat jurnlah penderita
malaria bertambah dari 89 orang pada tahun 1966 menjadi 446 orang pada tahun
1980, di Kanada dari 7 kasus malaria impor pada tahun 1987 meningkat sampai 302
kasus pada tahun 1986, di Inggris dari jumlah kurang dari 100 orang pertahun pada
tahun 1960 sampai 1698 orang pada tahun 1985. seluruh Eropa mengimpor 138 kasus
pada tahun 1971 dan junllah ini meningkat sampai 404 1 kasus dalam tahun 1979. Di
Afiika Timur (terutama Kenya) merupakan surnber infeksi malaria tropika untuk
penduduk Amerika dan penduduk Swiss yang mengunjungi negara tersebut.
WHO, Bank Dunia, UNICEF, dan UNmP pada tahun 1998 telah
memprakasai untuk membantu negara-negara anggota untuk meningkatkan upaya
pemberantasan malaria dengan Roll Back Malaria (RBM). Tujuan dari Roll Back

Malaria adalah meningkatkan peran serta lintas sektor, lembaga swadaya masyarakat
termasuk dunia usaha/ swasta dan seluruh komponen masyarakat dalam upaya
pemberantasan malaria. Operasionalisasi Roll Back Malaria dikenal dengan "Gerakan
Berantas Kembali Malaria atau Gebrak Malaria" yang dicanangkan Menteri
Kesehatan tanggal 8 April 2000 di Kupang, Nusa Tenggara Emur dan telah dipilih

tiga Kabupaten sebagai daerah percontohan yakni Kabupaten Kepulauan Riau,
Cilacap dan Lombok. Ketiga Kabupaten ini dalam melakukan upaya pemberantasan
malaria dengan melakukan kerjasama dengan sektor-sektor terkait seperti perikanan,
pengembangan wilayah dan pemukiman, tenaga kerja, pariwisata, pertambangan,
kehutanan dan komponen masyarakat termasuk dunia usaha/ swasta (DEPKES 200 1).

2

Perkembangan resistensi parasit malaria di Indonesia.

Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria adalah kemampuan sejenis
parasit untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan
gejala penyakit meskipun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis
standar maupun dosis yang lebih tinggi, yang masih dapat ditoleransi oleh pemakai
obat. Sebagai contoh, di Indonesia P. falciparum dan P. vivax yang resisten terhadap
klorokuin dosis standar.

Penelitian pertama tentang P. falciparum yang resisten terhadap 4aminokuinolin berasal dari Venezuela 1959, Columbia 1960, keduanya di Amerika

Selatan. Penelitian ini mula-mula diragukan kebenarannya tetapi kemudian peristiwa
serupa terjadi pula di negara-negara lain termasuk negara di Asia Tenggara. Di
Indonesia untuk pertama kalinya di Iaporkan pada tahun 1973 di Yogyakarta pada
seorang penderita impor yang datang dari Kalimantan Timur (DEPKES 199 1e).
Penelitian kasus P. falciparurn resisten in vivo ;tau in vitro terhadap
klorukuin sudah ditemukan di 27 propinsi Indonesia; penderita yang ditemukan di

DKI Jakarta dan Bali merupakan kasus import, dengan derajat resistensi yang
beragam antara RI - R 111. Meluas dan bertambah beratnya derajat resistensi terhadap

obat ini, mungkin disebabkan oleh pemakaian yang tidak terkontrol dan penggunaan
yang tidak tepat karena obat tersebut dijual bebas (DEPKES 1991; Tjitra et al. 1991).
Kasus P. vivax resisten in vivo terhadap klorokuin juga telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti berdasarkan kosentrasi klorokuin dalam darah serum yang diukur
dengan cara High Pe~formance Liquid Chromatography (HPLC) yang sudah
melebihi 15 mg/ml (DEPKES 1991e).
Penelitian kasus P. falciparum resisten in vivo terhadap sulfadoksinpirimetamin sudah ditemukan di sembilan propinsi Indonesia (Papua, Lampung,

Jateng, Surnut, NAD, Riau, Sulsel, DKI, dan Kaltim), penderita yang ditemukan di
DKI Jakarta merupakan kasus import. Dengan derajat resisten R I - R 11.
Meluasnya kasus resisten terhadap obat ini mungkin disebabkan pemakaian
yang tidak terkontrol karena obat tersebut di jual bebas, mudah pemberiannya,
rasanya tidak pahit; pemakaian antibiotika golongan sulfa yang juga meluas.

(DEPKES 1991e, Tjitra et al. 1991).
Penelitian kasus P. falciparum resisten in vitro terhadap kina sudah
ditemukan di lima propinsi Indonesia (Jabar, Jateng, NTT, Papua dan Kaltim). Kasus

P. vivax resisten in vivo terhadap kina pada penderita pasca t r a n s h i juga telah
ditemukan di sebuah rumah sakit di DKI Jakarta. Resistensi terhadap kina dampaknya
belurn meluas dan berat. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya laporan atau
penelitian terhadap obat ini, penggunaannya selektif, kurang disukai karena
memerlukan waktu yang agak lama (tujuh hari) dan efek samping yang ditimbulkan
(DEPKES 1991e, Tjitra et.al. 1991).

Walaupun meflokuin belum pemah dipakai, pada penelitian sensitivitas

P. falciparum in vivo atau in vitro, ditemukan kasus resisten di tiga propinsi
yaitu Jawa Tengah, Irja dan Kaltim dengan derajat resisten R I1

-

R 111. Efek

samping yang ditemukan hanya mual yang bersifat ringan dan sembuh tanpa
pengobatan (Hoffinan 1986, Tjitra et al. 1992).

3

Pengembangan vaksin malaria
Resistensi parasit terhadap obat antimalaria dan resistensi nyamuk Anopheles

terhadap insektisida, infra struktur yang tidak memadai, laju pertumbuhan penduduk
dan perpindahan penduduk non-imun ke daerah malaria, semuanya menyebabkan
masalah malaria di dunia bertambah berat. Diperlukan suatu alat atau metode baru
yang dapat mengendalikan, baik transmisi (infeksi) malaria maupun penyakit (gejala
klinis) itu sendiri, yaitu vaksin malaria. Pada akhirnya diharapkan vaksin tersebut
dapat digunakan bersama-sama dengan obat anti malaria atau dengan suatu rnetocle
pengendalian vektor malaria untuk memberantas penyakit malaria.
Data-data yang menunjang kemungkinan pengembangan vaksin malaria
antara lain :
1

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa imunoglobulin yang berasal dari
orang dewasa yang kebal (Afiika) dan ditransfusikan secara pasif kepada anakanak (Muangthai) yang tidak kebal, dapat mengurangi jumlah parasit dalam
darah sampai 90 %.

Kabilan et al. (1988) secara in vivo dan in vitro

memperlihatkan bahwa IgG orang imun bila ditambahkan dengan monosit
orang sellat dapat mengeliminasi parasit stadium aseksual dalam darah.

Antibodi dikatakan dapat menghambat invasi merozoit ke sel darah merah
dengan mengikat antigen yang terdapat pada permukaan parasit sehingga terjadi
reaksi aglutinasi. Dengan bantuan sel monosit, parasit yang ada dalam eritrosit
kemudian dihancurkan. Data ini menunjukkan bahwa antibodi, dalam ha1 ini
IgG terhadap antigen pada permukaan eritrosit yang rmengandung stadium
aseksual dapat mengeliininasi parasit.
2

Kepadatan parasit dan manifestasi klinis berbanding terbalik dengan umur.
Penyakit malaria berat atau malaria dengan kompilasi biasanya ditemukan pada
bayi dan anak dibawah umur lima tahun. Bila seseorang dapat melampaui umur
kritis tersebut, maka dikemudian hari kecil kemungkinan kematiannya akan
disebabkan malaria. Observasi ini memberikan indikasi bahwa infeksi berulang

akan menginduksi respons imun yang mengurangi jurnlah parasit serta
morbiditas dan mortalitas penyakit. Bila kita dapat menemukan antigen serta
mekanisme imunitas yang berhubungan dengan keadaan ini, maka kita dapat
mengeinbangkan vaksin yang mengurangi morbiditas dan xnortalitas penyakit.
Diantara komponen-komponen calon vaksin, terdapat 2 antigen Plasmodiun

falciparum yang sekarang banyak diteliti, yaitu protein circumsporozoite (CS)
yang berasal dari stadium sporozoit dan protein Pfl55lring-infected erythrocyte

surface antigen (RESA) yang berasal dari stadium trofozoil: muda bentuk cincin.
Kedua antigen ini berisi rangkaian asam amino yang berulang dan mengandung
epitop sel B maupun sel T (Kabilan et al. 1988, Hoffman 1986).

a Stadium sporozoit

Sebagai stadium yang mula-mula masuk ke tubuh manusia, stadium
ini penting untuk pengembangan vaksin. Penelitian mengenai stadium
sporozoit mula-mula dilakukan oleh Nussenzweig dan Zavala. pada
tahun 1997, yang berhasil menimbulkan kekebalan mencit terhadap
P.berghei dengan melakukan imunisasi sporozoit yang diradiasi dengan
sinar X. Kemudian penelitian dilakukan dengan menggunakan berbagai
macam hospes, yaitu mencit, kera dan manusia, dengan hasil yang lebih
kurang sarna (Zavala et al. 1985). Dengan menggunakan mikroskop
elektron, serum mencit atau kera yang kebal akan menyebabkan perubahan
morfologi sporozoit. Pada permukaan sporozoit terbentuk lapisan luar yang
lnengelilingi seluruh permukaan sporozoit dan lapisan ini disebut dengan
cir-cumsporozoiteprotein (CSP).
Schofield et al. (1987), melakukan penelitian pada mencit yang
disuntikkan IgG danlatau limfosit T yang berasal dari mencit yang kebal,
kemudian di challenge dengan sporozoit P.berghei temyata bila hanya
diberikan salah satu komponen IgG atau limfosit T saja hanya diperoleh
partial protection, sedangkan bila diberikan keduanya proteksi akan
meningkat sampai 60%. Disimpulkan bahwa kedua mekanisme kekebalan
itu diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimum.
Penelitian seroepidemilogis di berbagai daerah endemis malaria,
memperlihatkan bahwa respons imun yaitu antibodi terhadap peptida
tersebut bersifat age dependent; jadi pada anak, proporsi pengandung

antibodi jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan kelompok orang
dewasa (Quakyi et al. 1989). Walaupun demikian umur bukan satu-satunya
faktor yang menentukan respons imun, karena ternyata baik pada kelompok
anak maupun dewasa, selalu ditemukan sebagian yang tidak memberikan
respons imun. Hal ini menunjukkan peran faktor genetik yang menentukan
apakah seseorang akan memberikan reaksi positif yang tinggi atau tidak
(Rosenberg and Wirtz 1990).
b Stadium Aseksual

Stadium ini merupakan stadium parasit malaria yang berada dalam
sel darah merah sehingga berperan dalam morbidi.tas dan mortalitas
penyakit. Sejak ditemukan teknik biakan in vitro oleh Trager and Jensen
pada tahun 1976, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempelajari
antigen stadium aseksual. Bermacam-macam antigen telah dilaporkan
misalnya MSA-1 (195 Kd), MSA-2 (45 Kd), RESA (155 Kd), antigen
rhoptry dan beberapa antigen skizon (10 1-140 Kd). Hal ini menunjukkan
kompleksnya interaksi antara hospes dengan parasit dalam menentukan
morbiditas dan mortalitas penyakit (Miller et al. 1994).

RESA adalah Ring-infected erytltrocyte surface antigen merupakan
antigen pada permukaan eritrosit yang terinfeksi P. .falciparum stadium
tropozoit muda ( bentuk cincin ). Antigen ini mula-mula dilaporkan oleh
Perlmann et al. pada tahun 1984, yang melakukan biakan in vitro P.
falciparum strain F32 dari Tanzania. Dengan teknik imunofluoresensi, bila
sel darah merah yang terinfeksi parasit direaksikan dengan serum penderita,

maka eritrosit yang mengandung stadium trofozoit terlihat berfluoresensi,
sedangkan eritrosit yang berisi stadium skizon tidak berfluoresensi. Dengan
western blot, temyata antigen tersebut mempunyai berat molekul 155 kilo
dalton (Kd), selain itu juga terlihat pita-pita tipis pada 135 Kd, 120 Kd serta
70-80 Kd (Perlmann et al. 1984). Dengan mikroskop elektron (Brown et al.
1985), terlihat RESA pada membran skeleton eritrosit yang terinfeksi
stadium tropozoit bentuk cincin P.falciparum.
Untuk menentukan perannya dalam imunitas, dilakukan penelitian
secara in vitro, di mana antibodi terhadap Pfl55/RESA ternyata mampu
menghambat invasi merozoit ke eritrosit (Wahlin et al. 1984). Penelitian
secara in vivo yang dilakukan oleh Berzins et al. (1986), membuktikan
antibodi terhadap Pfl55 secara pasif dapat dipindahkan ke monyet yang
non-imun, sehingga monyet itu menjadi imun. Selanjutnya Collins
et al. (1991), dengan menggunakan monyet Aoutus nancymai yang
diimunisasi dengan ketiga peptida tersebut di atas dan diinfeksi dengan

P. falciparum strain Ugande Palo Alto, memperlihatkan imuni't parsial.
c Respons kekebalan terhadap malaria

Antibodi merupakan komponen respons imun yang penting pada
malaria. Infeksi malaria menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis
antibodi hospes, terutama IgM dan IgG. Walaupun demikian hanya
k 6%-11% yang bersifat spesifik malaria. Sebagian besar antibodi yang

terbentuk tidak bereaksi dengan parasit malaria dan kemungkinan

merupakan hasil aktivitas poliklonal terhadap mitogen yang berasal dari
parasit itu sendiri (Kaplan et al. 1994). Selain itu diketahui pula bahwa
antigen Pfalciparum tidak mengaktifkan sel limfosit B secara langsung,
tetapi melalui sel limfosit T yang menghasilkan faktor-faktor tertentu
sehingga sel limfosit B berdiferensiasi menghasilkan antibodi.
Peran antibodi pada stadium aseksual malaria telah dilaporkan oleh
Cohen et al. (1961), yang melakukan transfer pasif IgG orang dewasa yang
imun, kepada anak yang menderita malaria akut. Ternyata ha1 ini
menyebabkan p e n m a n parasitenlia sampai 90% d m anak-anak tersebut
sembuh. selanjutnya Bouharoun -Tayoun and Druilhe ( L992), secara in vivo
dan in vitro memeperlihatkan bahwa IgG orang imun bila ditambahkan
dengan monosit orang sehat dapat mengeleminasi parasit stadium aseksual
dalam darah. Antibodi dikatakan dapat menghambat invasi merozoit ke sel
darah merah, dengan mengikat antigen pada permukaan parasit dan
membentuk reaksi aglutinasi. Walaupun demikian segera setelah parasit
berhasil masuk kedalam eritrosit, antibodi ini tidak efektif lagi dalam
menghambat pertumbuhan parasit. Identifikasi protein-protein plasmodium
yang berhubungan dengan proses invasi merupakan lahan penelitian untuk
pengembangan vaksin stadium aseksual. Peran antibodi terhadap stadium
seksual, juga diperlihatkan dengan serum yang berasal dari orang yang
mengandung gametosit, yang temyata dapat rnenghambat fertilisasi
stadium-stadium gamet pada nyamuk. Sehingga ha1 ini kemudian
diterapkan untuk pengembangan transmission blocking vaccine.

4

Upaya-upaya penanggulangan
Sampai saat ini penaggulangan penyakit malaria dilakukan dengan

pengobatan penderita dan pemberantasan vektor. Pemberian obat antimalaria yang
dilakukan di desa, ternyata hampir tidak mempengaruhi angka mortalitas dan
morbiditas (Spencer et al. 1987). Pencegahan dengan mengunakm obat, baik secara
masal ataupun pemberian obat dengan dosis yang tidak adekuat dapat menimbulkan
strain parasit malaria yang baru dan resisten terhadap obat tersebut.
Dalam ha1 pemberantasan vektor, resistensi DDT dan keengganan penduduk
untuk mengijinkan penyemprot masuk ke dalam n~mahmenimbulkan kesulitan yang
cukup besar dalam program penanggulangan malaria. Sejak tahun 1983, WHO
mencanangkan program pemberantasan malaria dengan kelambu yang dicelup
insektisida pirethroid sintetik yang tingkat toksisitasnya rendah terhadap mamalia
merupakan insektisida pilihan untuk program ini (Rozendaal 1989). Pemakaian
kelambu yang dicelup insektisida golongan pirethroid dapat menurunkan populasi
nyamuk, sehingga cara ini dapat melindungi orang yang tidur disekitar orang yang
mengunakan kelambu (Magesa et al. 1991). Kombinasi antara pencegahan secara
kimia dan fisik, pada waktu seseorang memakai kelarnbu celup mengurangi jurnlah
nyamuk yang mengisap darah sampai 90% dibandiigkan dengan yang menggunakan
kelambu tanpa insektisida (Gokool et al.

1992). Di Cina, dilaporkan populasi

nyamuk (Anopheles anthropophagus dan An. sinensis) di dalam rurnah turun sampai
93% selama 2 tahun berturut-turut (Li et al. 1989).
Efektivitas penggunaan kelambu yaqg dicelup dengan 0,5% permethrin
memperlihatkan penurunan insidens dan prevalensi Pfalciparum pada anak-anak

berusia 1-4 tahun di Papua Nugini (Graves et al. 1087), tetapi ha1 ini tidak
terlihat pada anak berumur 5-9 tahun. Kemungkinan perbedaan kebiasaan tidur
mempengaruhi hasil penelitian antara kedua kelompok ini. Anak-anak yang lebih
kecil biasanya tidur lebih awal, sehingga lebih lama terproteksi kelarnbu celup
insektisida dibandingkan anak yang lebih besar. Penurunan gejala klinis serta
indeks limpa pada anak setelah menggunakan kelambu celup dilaporkan oleh
Snow et al. (1988b) Ci Gambia.
4.1

Kelambu Celup Insektisida
Sejak dahulu kelambu sudah banyak digunakan untuk mencegah gigitan
nyarnuk datl serangga lain. Hal ini dapat ditemukan di beberapa negara,
misalnya di Gambia, Suriname, Kongo, dan Papua Nugini (Rozendaal 1989).
Berbagai penelitian membuktikan cara ini dapat mengurangi jurnlah
gigitan nyamuk, tetapi penurunan jumlah gigitan nyamuk tersebut tidak
mempengaruhi angka infeksi atau angka morbiditas malaria di suatu daerah
(Snow et al, 1988a; Burkot et al. 1990). Dikatakan keadaan ini dipengaruhi ha1
lain, seperi jumlah atau densitas nyamuk, dinamika vektor, epidemiologi daerah
penelitian, respons imun penduduk, serta ada tidaknya hewan pengganti sebagai
umpan untuk nyamuk.
Dengan menambahkan insektisida pada kelambu, nyamuk akan
menghadapi hambatan secara fisik dan kimia. Dari 'berbagai penelitian yang
tnenggunakan bermacam-macam golongan insektisida, seperti DDT, golongan

organofosfat dan organoklorida, ternyata golongan piretroid sintetik yang

berasal dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium dan C.coccineum
merupakan insektisida yang paling disukai (Matsumura 1985). Piretroid sintetik
dapat bekerja dengan cepat berperan sebagai neuro poisson pada akson sistim
syaraf pusat dan syaraf tepi serangga dan tidak toksik terhadap manusia, selain
itu efeknya pada kelambu dapat bertahan cukup lama sampai berbulan-bulan
(Matsumura 1985).
Dari sekian banyak derivat piretroid, yang paling sering digunakan adalah
permetrin dan deltarnetrin. Akhir-akhir ini lamdasihalotrin dan alfarnetrin juga
banyak dipelajari. Temyata berbagai penelitian itu memberikan hasil yang
berbeda-beda. Lindsay et al. (1989) melaporkan penurunan gigitan nyamuk
An. gambiae di Gambia, Afiika sampai 90%, tetapi tidak diikuti dengan
penurunan jurnlah atau densitas nyamuk di daerah itu (Qu