Latar Belakang Latar Belaka a

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 2013, tujuan umum dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna dalam pembuatan keputusan ekonomi. Salah satu karakteristik laporan keuangan yang penting agar pihak eksternal dapat mengambil keputusan secara tepat adalah relevan. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 2013, relevan berarti informasi dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. Salah satu pengguna laporan keuangan dari pihak eksternal adalah investor. Informasi dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi para investor. Informasi dalam laporan keuangan dapat dipakai oleh para investor untuk melakukan pengambilan keputusan investasi yang tepat, salah satunya adalah investasi saham. Keputusan investasi yang tepat tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi investor di masa depan. Keuntungan yang bisa didapatkan investor atas investasi saham yang dilakukan pada perusahaan dapat berupa capital gain dan dividen. Capital gain artinya terdapat selisih untung atas hasil penjualan saham dibanding saat pembelian

1.1. Latar Belaka a

n ng Menuru ru t t Pernyataan Stan an da a r Ak Ak un un ta ta ns s i i Keuangan No No.1 . 2013, tujuan umum m dari laporan n ke ke ua ua ngan adalah untuk k me me mb mb er erikan informa a si s mengenai p posisi keu eu an anga gan n, kiner er ja ja k eu angan, d an aru s ka s s en en titas y yang ng b b ermanf faa a t bagi seba a gi gi an an b besar r k kal an ga n pengguna d al am pembuatan kep ut utusan e e ko ko no no mi m . Sa Salah sa sa tu tu k karak ak te ri stik lapor an keuangan yang pent in g agar pi ha k k ekst st er er na n l dapa at me mengam m bi l keputusan se ca ra tepat adalah re levan. Berdasark a an P Per erny ny at a aan Stand da r Akunta ns i Ke uangan No . 1 20 13 , releva n be rarti info r rmasi i dala a m m lapor ra n keuangan dapat mem pe ngaruhi ke putu san ekonomi pe ma akai de e ng an n me mb mb an tu mer ek a a me me ng ng ev ev al al uasi peristiwa wa m m as as a a la la lu l , masa kin i i a atau m m as as a a depan, menegaskan, atau mengkore re ks k i, i, h hasil evaluasi mereka di masa lalu. Sa S lah satu pengguna laporan keuangan dari pihak eksternal adal al ah ah inv nves esto tor. In Info fo rmas i i d da l la m la lapo po ra ran keua a ng ngan an d dap apat at mempe peng ngar ar h uh i i k ke pu tu san n ek ek o onomi para a i i nvestor. r. I I nf nformasi dalam m laporan an keuangan da dapa pa t t dipa p ka ka i i oleh para investor untuk melakukan pen ngambilan k keputusan investasi yang tepat, salah satunya adalah investasi saha am. Kepu utusan investasi yang tepat tersebut diharapkan dapat memberikan ke k un n t tungan bagi investor di masa depan. Keuntungan yang bisa didapatkan in n ve stor atas investasi saham yang dilakukan saham. Sedangkan dividen merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada investor Hernat, 2015. Menurut Gumanti 2013, pembagian dividen yang dilakukan oleh perusahaan kepada investornya dapat diukur dengan Dividend Payout Ratio DPR. Menurut bird in hand theory, investor lebih menyukai dividen daripada capital gain karena dividen menjanjikan sesuatu yang lebih pasti daripada mengandalkan pada perubahan harga saham Gumanti, 2013. Nasih 2014 dalam Hernat 2015 menyatakan bahwa secara teoritis, dividen merupakan ekspektasi arus kas masa depan yang akan diterima oleh investor. Oleh karena itu, investor jangka panjang perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dividen yang akan diterimanya tersebut. Onali 2014 menemukan bukti bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah risk-taking. Risk-taking didefinisikan sebagai pengambilan aktivitas yang mengandung ketidak-pastian untuk meningkatkan keuntungan di mana aktivitas tersebut mengandung kemungkinan kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan atau kemampuan ekonomis. Menurut Laeven dan Levine 2008, risk-taking dapat diukur dengan menggunakan z-score untuk masing-masing bank. Gumanti 2013 juga mengatakan bahwa ada sejumlah alasan dan bukti empiris untuk mempercayai bahwa perusahaan dengan ciri operasi yang berisiko secara sadar akan membatasi rasio pembayaran dividennya. Namun tidak dapat dianggap bahwa semua perusahaan akan memiliki ciri tersebut. dividen yang dilakukan o o le le h h perusahaan an k k epada investornya dapat diukur dengan Dividend P P a ayout Ratio DPR. Menuru ru t t bird in hand the h or or y y, , in in ve ve st st or lebih menyuka ai i dividen daripada capita ta l l gain karen na a d divi v den menjanjikan se e su suat at u u y yang lebih pas asti daripada m menganda da lk lk an an pada pe peru ba han harg a saha m G Gum um anti, 20 20 13

13 .

Nasih h 2014 dala a m m He He rnat t 20 15 menyatakan b ahwa secara teorit is is , , divi i de de n n me m rupa akan ek ek sp ek ektasi si arus kas masa depan y an g akan d it erima o le h h inv v es es to to r. Ole e h ka kar rena i tu , investor jan gka panj an g perlu mengetahui fak to o r- r fakt kt or or y yang memp p engaruhi d ivid en yang ak an d iter im anya tersebut. O On ali 2014 menem uk an b uk ti bahwa s al ah satu faktor yang me m mpenga garuh hi kebi bija ja kan di vide n n ad ad al al ah ah risk-taking. Ri Ri sk sk t -t ak ak in in g g did efinisik k an an sebag ag ai ai g g pengambilan aktivitas yang menga ga nd du ung ketidak-pastian untuk meningka katk tk a an ke ke un untu tu ngan di mana aktivitas tersebut mengandung kemungkin n an an k k er erug ug i ian da dala la m b be t nt k uk h har r ta ta a a ta tau kehi hi la la ng ng an an k k eu eu ntungan n at at au au k kemampuan e e ko ko no nomis. Menu nuru ru t Laev ev en en dan Levine e 2008 8, risk-taking d d ap ap at diu iu ku kur dengan g menggunakan z-score untuk masing-m masing bank. Gumanti 2013 juga mengatakan bahwa ada sejumla ah alasan d dan bukti empiris untuk mempercayai bahwa perusahaan dengan ciri ope e r rasi yang berisiko secara sadar akan membatasi rasio pembayaran dividen e nya Namun tidak dapat dianggap bahwa Belum ada bukti empiris yang membuktikan bahwa risk-taking berpengaruh pada kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Di sisi lain, Onali 2014 menemukan bahwa hubungan antara risk-taking dengan pembayaran dividen di perusahaan non-keuangan dan perusahaan keuangan akan berbeda. Perusahaan keuangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bank. Menurut Onali 2014, salah satu faktor penyebab perbedaan hubungan tersebut disebabkan karena bank merupakan regulated industries. Regulasi yang mengatur industri perbankan dapat disikapi secara berbeda oleh setiap bank. Banyaknya regulasi tersebut juga dapat menciptakan celah bagi industri perbankan untuk melakukan tindakan yang melawan hukum dan atau etika bisnis. Sebagai contohnya, Peraturan Bank Indonesia Nomor:1015PBI2008 pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8 delapan persen dari aset tertimbang menurut risiko ATMR karena kecukupan modal dapat berfungsi sebagai penyangga untuk menyerap kerugian yang timbul dari berbagai risiko. Namun, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengatur tentang mekanisme penjaminan simpanan deposan dapat memberikan rasa aman bagi bank untuk melanggar kewajiban penyediaan kecukupan modal minimum. Bank dapat melanggar hukum dengan memanfaatkan kas yang ada di bank untuk pembagian dividen dan mengabaikan kewajiban penyediaan kecukupan modal minimum. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan lain, Onali 2014 menem m uk ukan bahwa h h ub ub ungan antara risk-taking dengan g pembayaran divid d e en di perusahaan non-keuangan da da n perusahaan keuangan akan berbe e da da. Perusahaan keu uan anga ga n n ya ya ng ng dim m aksud dalam pe ene n litian ini adalah bank . . M Menurut On al ali 2 2 014, salah satu f ak k to o r pe pe ny ny e ebab perbeda a an an hubungan te tersebut d d is is eb ebab ab kan ka ka re re na bank merupakan regu la la te t d indu dust st ri ri es es. Regula lasi yang meng ng at at ur ur indus us tr i perbankan dapat di sikapi secara be rb b ed ed a oleh eh s s et et ia i p ba bank. Ba Ba ny a akny y a a regulasi ter se but juga dapat m en ci ptakan c el l ah ah bag ag i i indust tri r pe perb r an n k ka n untuk melakuka n tindak an yan g me lawan hukum da dan at at au au e etika bisnis s . Sebagai co nt oh nya, P er atur an B an k Indone si a No mor:10 15PB B I20 08 08 pasal l 2 ayat 1 menyata kan ba hwa bank wajib menyediakan mod a al minim imum m sebe besa sa r 8 de la pa pa n n pe pe rs rs en en da d ri aset tertim m ba ba ng ng m m en en ur u ut r is ik o A TM TMR R karen en a a kecukupan modal dapat berfungs i i s seba bag gai penyangga untuk menyerap ker r ug ug ia ia n ya ya ng ng timbul dari berbagai risiko. Namun, Undang-Undang Republi li k k In Indo done ne sia No Nomor 24 24 T T h ahun n 2 2 00 00 4 4 tentan n g g Le Lemb mbag aga a Pe njam m in in S S im impana n yang g m men en ga tur tent nt an an g g mekani ni sm sme penjaminan s s impana n n deposan dapa t t me me mber k ik an an rasa aman bagi bank untuk melanggar kew wajiban pen nyediaan kecukupan modal minimum. Bank dapat melanggar hukum d d e engan me m manfaatkan kas yang ada di bank untuk pembagian dividen dan mengabai aika k n k kewajiban penyediaan kecukupan modal minimum kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Krisis moneter dan perbankan menghantam Indonesia pada 1998. Krisis tersebut ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank sehingga mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan menurun. Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat blanket guarantee untuk mengatasi krisis yang terjadi. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat LPS, 2015. Blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Menurut Scott 2012, moral hazard adalah jenis asimetri informasi di mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengganti tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka, sedangkan pihak-pihak lainnya tidak dapat. Menurut Taswan 2010, moral hazard dalam perspektif perbankan merujuk pada perilaku pihak-pihak yang berkepentingan stakeholder misalnya pihak bank pemegang saham dan manajer, deposan, dan debitur perbankan yang menciptakan insentif untuk melakukan agenda dan tindakan yang tersembunyi yang berlawanan dengan menghantam Indonesia p p ad ada 1998. Kr Kr isis tersebut ditandai dengan dilikuidasinya 16 ba bank sehingga mengakibatkan tingka kat t kepercayaan masyarakat pada sistem m perbankan menuru ru n n. Pe Pe me me ri ri nt nt ah h mengeluarkan be be berapa kebijakan dianta ta ranya memb b er er ik ik an an jaminan atas seluru u h h ke ke wa w jiban pemb b ay ayaran bank, te termasuk k s sim impa pa nan ma ma s sy arakat blan ke t guar ante ee e untuk k me me ng ngat a asi kris isis yang terjad ad i. i. H H al ini ni d itet ap kan dalam Kepu tusan Presid en N N om o or 2 2 6 6 Ta Tahu h n 19 19 98 te te nt nt an an g Ja a m mi nan Terhad ap Kewajiban Pembayara n Bank Umu m m dan n Ke Ke putusa a n n Pr Pre eside en N omor 193 T ah un 199 8 tentan g Ja minan Terhad ap ap K K ew ew aj aj iban Pemb b ay aran Ban k Pe rk redita n Ra ky at LP S, 2015. B Bl anket guarantee m eman g dapat me numb uh kan kembali k keperca ayaa n n ma sy sy ar a ak at t er ha da a p p in in du du st st ri ri p p erbankan, na a mu mu n n ru ru an an g g li ng ku p penj am ami inan yan an g g terlalu luas menyebabkan timbuln n ya ya mo mo ral hazard baik dari sisi pengelola a ba ba nk nk d ma m up upun u masyarakat. Menurut Scott 2012, moral hazard adalah je je ni nis as asim ime etri d in info fo rmas i i di di m an n a a sa sa t tu pih h ak ak a a ta ta u u le lebi bih yang ng m m el elangsun k gkan a a ta ta u u akan me la la ng ng sung g ka a n n suatu transaks s i i usaha a atau transaksi i u u sa sa ha p p ot ot en ensial dapat mengganti tindakan-tindakan mereka da alam penyelesaian transaksi-transaksi mereka, sedangkan pihak-pihak k lainnya t tidak dapat. Menurut Taswan 2010, moral hazard dalam perspektif pe perban nkan merujuk pada perilaku pihak-pihak d yang berkepentingan stakeholder mi m salnya pihak bank pemegang saham dan r etika bisnis dan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas untuk mengatasi moral hazard dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan LPS sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan pada tanggal 22 September 2004. Berdasarkan UU tersebut dibentuklah LPS. LPS merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. UU ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi LPS, 2015. Dimulainya era penjaminan simpanan secara terbatas limited guarantee dengan mendirikan LPS diharapkan dapat mengatasi praktik moral hazard dalam era blanket guarantee, namun Taswan 2009 berpendapat bahwa potensi moral hazard tetap terjadi. Moral hazard dapat terjadi antara pihak bank dengan LPS. Moral hazard dapat muncul karena LPS menetapkan tingkat premi flat sepanjang periode penjaminan dan adanya batas penjaminan yang semakin tinggi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 13 ayat 1, para peserta penjaminan Bank Umum dan BPR membayar premi untuk setiap periode dengan tingkat persentase yang sama, yaitu 0,1 dari terbatas untuk mengatasi mo mo ra ra l l hazard d d an an a a ga g r tetap menciptakan rasa aman d bagi nasabah penyi yi m mpan serta menjaga stabilitas sistem m p p erbankan. Undang ng-Undang Nomor 10

10 T

T ah ah un un 1 1 99 99 8 te te ntang Perbanka kan n mengamanatkan pemb b e entukan suatu u Le L mb m aga Penjamin S S im im pa pa na nan n LPS sebaga a i pelaksana p penjamin n an an d d an a a ma ma s sy arakat. Presiden R ep ub ub li li k Indo do ne ne si si a a meng ges e ahkan Unda da ng ng -U -U ndan an g Re pu blik Indones ia Nomor 24 tentan g g Lemb mb ag ag a a Pe P njam amin Si Si mp mp a anan n p ad a tanggal 22 Sep te mber 200 4. Berdasa rk k an an U U U U tersebu ut di di be b ntu uk la h LPS. LPS mer up akan sua tu lem ba ga independen ya yang b b er er fu fu ngsi i menja am in simpa nan nasabah pe ny im pa n da n turut ak ti f dalam memeliha a ra ra stabi il it as sistem perban ka n se su ai dengan ke wenangannya. UU ini be e r rlak u u efek ekti ti f se jak ta ng g ga ga l l 22 22 S S ep ep te te mber 2005, d d an an s s ej ej ak ak t t an a gg g al t erse bu u t t L LPS resm sm i i beroperasi LPS, 2015. Di D mulainya era penjaminan simpanan secara terbatas limited d gu guar aran ante tee de deng ng an men di di i ri ka kan n LP LP S S diha hara rapk pkan an d dap ap at men n ga gata ta si si pra kt kt ik ik mora a l l ha ha zard dala la m m era blan an ke ke t t guarantee, nam amun Tas s w wan 2009 berpe pe nd nd ap p at b b ah ah w wa potensi moral hazard tetap terjadi. Mor ral hazard d dapat terjadi antara pihak bank dengan LPS. Moral hazard M M dapat munc ncul karen na LPS menetapkan tingkat premi flat sepanjang periode penjaminan d d an a ad adanya batas penjaminan yang semakin tinggi Menurut Undang-Undang R R e epublik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 rata-rata saldo bulanan total simpanan giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. UU tersebut menegaskan bahwa premi LPS ditetapkan berdasarkan persentase tetap fixed- rate untuk semua bank. Premi flat ini tidak membedakan tingkat risiko yang diambil oleh bank sehingga baik bank yang berisiko tinggi maupun bank yang berisiko rendah akan membayar premi yang sama. Moral hazard dapat terjadi karena bank benar-benar sadar bahwa dengan penjaminan yang semakin besar berarti semakin besar pula risiko yang ditanggung LPS bila bank mengalami kegagalan. Menurut Taswan 2009, moral hazard ditunjukkan dalam bentuk risiko rugi yang dihadapi LPS ketika penjaminan simpanan ini mendorong bank untuk melakukan risk-taking yang berlebihan excessive risk-taking. Bank dapat melakukan risk-taking dalam bentuk penempatan dana pada proyek-proyek yang berisiko tinggi. Aktivitas risk-taking yang tinggi berpotensi menciptakan return yang tinggi pula bagi perusahaan. Hal ini selaras dengan pertimbangan penggunaan dana bank berdasarkan risiko dan hasil yaitu high risk-high return. Namun jika risk-taking gagal, bank akan mendapat kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan atau kemampuan ekonomis. Kerugian tersebut akan melemahkan permodalan bank. Kesulitan permodalan dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan bank mengalami gagal bayar atas kewajibannya pada deposan dan pemberi pinjaman. Dalam kondisi ini, LPS ikut dirugikan karena harus memberikan salinan atas simpanan deposan di bank tersebut. menegaskan bahwa premi LP LP S S ditetapkan n b b er e dasarkan persentase tetap fixed - d d rate untuk semu u a a b bank. Premi flat ini tidak memb b ed ed ak a an tingkat risiko yang diambil oleh eh bank sehingga b b ai a k k ba ba nk nk y y an an g be b risiko tinggi m maupun bank yang berisi i k ko rendah ak k an an m mem e bayar premi yang s s am ama. a. M Moral hazard d M M da d pat terjadi ka karena ba ba nk nk b b en e ar-be e na na r sa dar bahw a deng an p en enja ja mina a n n ya ya ng ng semak k in i besar bera a rt rt i i se se maki i n n besa r pula risiko yang ditanggung LP S bi b la b ban an k k me m ngal alami ke ke ga ag galan. n. Me e nu rut Taswan 200 9 , moral hazard di tunjukkan dalam bent nt uk uk ri ri siko rugi y y an g dihada pi LP S ketika pe nj am inan s impanan in i me ndoron g g bank k untu uk k mela a ku kan risk- kk taking ya ng be rlebihan exce ssive risk- kk taking. B Bank d dapa at me la la k kuka n ri sk - kk ta ki ki ng ng da da la la m m be b ntuk penemp mp at at an an d d an an a a pa p da proy ek - - pr pr oyek ya a ng ng berisiko tinggi. Aktivitas risk- kk taki ki ng ng ya ya ng tinggi berpotensi menciptakan re retu tu r rn ya ya ng ng tinggi pula bagi perusahaan. Hal ini selaras dengan p p er er ti timb mban ang gan pe pe ng ng gunaan d dana ba ba nk nk b berdasa a rk rkan an r r is isik iko o d dan ha h si si l l ya ya it itu hi hi h gh r i is k - kk hi i gh gh r r e eturn. Namu mu n n ji j ka ri i sk sk- kk t taking gagal, b b an a k akan n mendapat keru gi gi an an dalam m b b e entuk harta atau kehilangan keuntungan ata au kemampu uan ekonomis. Kerugian tersebut akan melemahkan permodalan bank. Kesulitan n permodalan dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan bank menga alami mi gagal bayar atas kewajibannya pada deposan dan pemberi pinjaman Dala l m kondisi ini LPS ikut dirugikan karena Menurut Acharya 2013, solusi terbaik bagi bank yang melakukan risk- taking yang tinggi adalah menahan aliran kasnya demi kecukupan modal bank karena bank tersebut memiliki potensi gagal bayar tinggi. Namun, Acharya 2013 menemukan fakta bahwa bank justru memanfaatkan aliran kasnya untuk membayar dividen. Hal tersebut terjadi karena kebijakan dividen diatur untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Onali 2014 juga menyatakan bahwa dalam perusahaan non-keuangan, risk-taking yang tinggi berdampak pada pembagian dividen yang rendah berhubungan negatif, namun dalam industri perbankan public guarantee terdapat kemungkinan keduanya akan berhubungan positif. Hal tersebut bisa saja terjadi jika pembagian dividen digunakan oleh bank untuk mengalihkan risiko kepada LPS risk-shifting. Acharya 2013 menemukan bahwa banyak bank tetap meneruskan membayar dividen di tengah krisis keuangan 2007-2009. Perusahaan-perusahaan perbankan yang besar seperti Bank of America, Citigroup, dan JP Morgan mempertahankan mekanisme perataan dividen smooth dividend behavior, sedangkan perusahaan-perusahaan sekuritas seperti Lehman Brothers dan Merril Lynch bahkan meningkatkan dividen mereka saat kerugian terakumulasi. Perilaku ini merupakan jenis risk-shifting yang menguntungkan bagi pemilik ekuitas atas pemberi pinjaman subtitusi aset milik pemberi pinjaman kepada pemilik ekuitas. Onali 2009 juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara bank default risk dan dividend payot ratio pada industri perbankan. Hellstrom et al. 2012 juga menemukan bahwa terdapat hubungan antara risk dengan dividend payot ratio. Namun, penelitian Hellstrom et al. 2012 karena bank tersebut mem m il il ik ik i i potensi ga gaga ga l bayar tinggi. Namun, Acharya 2013 menemukan an f fakta bahwa bank justru memanfa faat at kan aliran kasnya untuk membayar d d iv iden. Hal terseb eb ut t ter e ja a di di k k ar a en en a kebijakan di divi v den diatur untuk mema ma k ksimalkan ni ila lai pe pe me m gang saham. On al al i i 2 2 01 01 4 4 juga menyat atak a an bahwa da dalam pe pe ru rusa sa ha ha an n n on on k -keu angan, ri sk-tak in g y y an an g g ting nggi gi b b er e damp ak ak pada g pemb mb ag ag ia ia n divi vi de n yang rendah b er hubungan neg at if, n n am a un d d al al am am ind d u ustri pe pe b rban an kan n public g ua rantee te rdapat k em ungkinan k k edua ua ny nya a akan an be be rh r ub b u un ga n positif. Hal t er sebut bi sa saj a terjadi jika pem ba bagian n d d iv iv iden digun naka n oleh b an k untuk me ng al ih ka n ri siko kepada LP S risk-s hi i f fting. g g A Ac harya 2013 m en em uk an bahwa ban ya k bank tetap m meneru uska n n me mb mb ay ar d iv id en d d i i te te ng ng ah ah k k risis keuangan n 2 2 00 00 7 7- 20 20 09 . Pe rusaha an n -p -perusahaa aa n n perbankan yang besar seperti B B an an k of of America, Citigroup, dan JP Mo Morg rg a an me m mp mpertahankan mekanisme perataan dividen smooth dividend d b beha havi vio or, se seda d ngka k n perusa ha haan an p -perusah h aa aa n n se seku kuri rita ta s sepe rt rt i i Le Lehm hman B B ro th thers da dan n M Merril Lync nc h h bahkan an m eningkatkan dividen mereka saat ke ke ru ru gi g an t t er erakumulasi. Perilaku ini merupakan jenis risk-shifting g yang menguntungkan bagi pemilik g ekuitas atas pemberi pinjaman subtitusi i aset milik pemberi pinjaman kepada pemilik ekuitas. Onali 2009 j j uga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara bank default risk dan di di vidend payot ratio pada industri perbankan dilakukan pada industri non-finansial sehingga hubungan tersebut bertanda negatif. Onali 2014 juga melakukan penelitian pada 741 bank di Amerika dan Eropa. Onali 2014 mengambil periode sebelum krisis 2000-2007 dan saat krisis 2008-2009 untuk melihat apakah hubungan tersebut hanya terjadi saat krisis atau tidak. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat mekanisme risk-shifting dari manajer dan pemegang saham bank kepada deposan, pemberi pinjaman, dan LPS yang ditandai dengan adanya hubungan positif antara risk-taking dan pembagian dividen bahkan di luar masa krisis. Belum ada bukti empiris yang menunjukkan adanya hubungan antara risk- taking LnZ dan dividend payout ratio DPR pada industri perbankan Indonesia. Walaupun demikian, terdapat fakta yang memotivasi penulis untuk membuktikan hubungan keduanya. Penulis mengamati tren profitabilitas dan pembagian dividen pada industri perbankan yang tercatat di BEI pada tahun 2004-2013 yang disajikan dalam Gambar 1.1. Sumber: Data sekunder dari Laporan Keuangan dan ICMD Gambar 1.1 Perbandingan Rata-Rata Profitabilitas ROA dan Pembagian Dividen DPR 0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,0000 25,0000 30,0000 35,0000 40,0000 45,0000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 Rata-Rata DPR Rata-Rata ROA Eropa. Onali 2014 meng g am am bi bi l periode se se be b lum krisis 2000-2007 dan saat krisis 2008-2009 9 u ntuk melihat apakah hubungan t t er er sebut hanya terjadi saat krisis atau u tidak. Hasil pen en el l it i ia ia n te te rs rs eb eb ut u membuktikan n bahwa terdapat meka a n nisme risk-shi hi ft ftin ing g dari manajer d an p p em em eg eg a ang saham ba ba nk kepada g g de deposan, p p em em be be ri pin n ja ja m man, dan LPS yang d it an n da d i deng ng an n a ada d nya hu hubungan posi i ti ti f f an an t tara ri ri sk -taking dan pembagi an dividen bahkan di di l l uar ma a sa sa k k ri ri sis. g B Belum m ad a bukti em pi ris yang m enunjukk an ad anya hu bu u ng n an a ant nt ar a risk k- kk ta taki k ng L nZ dan divide nd payou t ratio D PR pada ind us s tr t i pe pe rb rb an ankan Indon ne sia. Walaup un demikia n, ter da pat fakt a yang mem otivasi pe enulis untu tuk k mem mb uktikan hubungan kedua ny a. Penul is m engamati tren profita abilitas s dan n pe mb mb ag ian d ivid en n p p ad ad a a in in du du stri perbankan an y y an an g g te te rc r atat d i BEI p pada tahu hu n n 2004-2013 yang disajikan dalam G G am amba ba r 1.1. 0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,000 25 5 ,0 ,0 00 00 30 30,0 ,000 00 35 35,0 , 00 40 40,0 ,0 00 00 45 4 ,0 000 00 2002 2004 20 06 2008 2010 2012 2014 Rata-Rata DPR Rata-Rata ROA Tren pembagian dividen justru naik pada saat tren profitabilitas industri perbankan di Indonesia mengalami penurunan pada periode krisis 2008-2010. Tren pembagian dividen dapat dilihat dari tren dividend payout ratio DPR bank sedangkan tren profitabilitas bank dapat dilihat dari tren return on asset ROA bank. Khoiriyah 2009 menyatakan bahwa bank-bank tidak ragu membagi bonus bagi karyawan, tantiem bagi direksi dan komisaris, serta dividen bagi pemegang saham walaupun ancaman krisis finansial global semakin terasa. Tantiem adalah sejumlah uang yang diberikan komisaris atas laba yang diperoleh Savira, 2014. Alasan pembagian uang ini berdasarkan kinerja bank selama 2008 yang masih bagus. Bank-bank lain diduga juga mengikuti jejak Bank Mandiri. PT Danamon Indonesia Tbk telah membagi bonus karyawan pada Maret 2008. PT Bank Central Asia Tbk BCA juga akan membagikan bonus kepada karyawan yang besarnya rata-rata 3,5 bulan gaji. Sementara itu, pembagian dividen dan tantiem akan diputuskan lewat RUPS. PT Bank BNI Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk BRI mengaku juga telah membagikan bonus untuk karyawan. Penulis menduga bahwa keyakinan bank dalam membagikan bonus dan dividen di masa krisis bukan hanya karena alasan kinerja bank yang masih baik namun juga dipengaruhi oleh adanya potensi risk-shifting kepada LPS. Temuan-temuan penulis menunjukkan adanya kemungkinan bahwa bank di Indonesia juga melakukan pembagian dividen sebagai mekanisme risk-shifting. Mekanisme risk-shifting dari manajer dan pemegang saham kepada deposan, pemberi pinjaman, dan LPS dapat ditandai dengan adanya hubungan positif Tren pembagian dividen d d ap ap at at dilihat d d ar ar i i tr t en dividend payout ratio DPR bank sedangkan t t re re n profitabilitas bank dapat diliha t t da d ri tren return on asset ROA bank nk. Kh Khoiriyah 200 9 9 m m e enyatakan bahwa ba nk nk-ba ba nk nk t tidak ragu me e mb m agi bonus b ba bagi karya ya wa wan, n, tantiem m b ba gi direksi d an komisar is is , serta di di vi vi de de n n bagi pem emegang saha a m m wa walaup p u un anc am an krisis fina ns ial global sem ak in t t er e asa. Ta Tant ntie ie m ad dal a ah se se ju ju m mlah u u an g yang dib er ikan kom is ar is atas laba yang dipero le eh h Sav av ir ira a, 2014 4. Al Ala asan n pe mb agian uang i ni b erdasa rk an kiner ja bank selama 2 00 8 ya ang ng m masih h b bagus s. Ba nk-bank l ai n diduga jug a me ngik ut i jejak Ba nk Mandiri. P PT Danamo on n Indon ne sia Tbk telah me mbag i bonus ka ry awan pada Maret 2008 . PT B Ban k k Ce nt nt r ra l Asia Tbk BC BC A A j j ug ug a a akan memba a gi gi ka ka n n bo bo nu nu s ke pa da ka ry rya awan ya a ng ng besarnya rata-rata 3,5 bulan gaji. Se Seme men ntara itu, pembagian dividen dan tan ant tiem em ak ak an an diputuskan lewat RUPS. PT Bank BNI Tbk dan PT B B an an k k Ra Raky ky at In Indo d nesi i a Tb Tb k k B B RI RI m mengak k u u ju juga ga t t el elah ah memba bagi gika ka n n b bonu s untuk ka ka ry ry a awan. Penu nu li li s s me d ndug ug a a b bahwa keyaki i n nan bank k d dalam memba gi gi ka ka n bonu u s s da dan dividen di masa krisis bukan hanya kar rena alasan kinerja bank yang masih baik namun juga dipengaruhi oleh adanya po otensi risk k - kk shifting kepada LPS. Temuan-temuan penulis menu u njuk k k kan adanya kemungkinan bahwa bank di Indonesia juga melakukan pembagia a n dividen sebagai mekanisme risk- kk shifting antara risk-taking dan pembagian dividen. Fenomena ini menarik untuk diteliti karena belum ada penelitian yang membuktikan tentang ada atau tidaknya mekanisme risk-shifting yang dilakukan oleh bank umum di Indonesia dalam bentuk pembayaran dividen. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh risk-taking terhadap pembagian dividen pada bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004- 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pembagian Dividen Terhadap Abnormal Return di Bursa Efek Indonesia

1 31 71

PENGARUH RISK-TAKING TERHADAP PEMBAGIAN DIVIDEN (Studi Empiris pada Bank Umum yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2013).

0 2 17

PENGARUH RISK-TAKING TERHADAP PEMBAGIAN DIVIDEN (Studi Empiris pada Bank Umum yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2013) PENGARUH RISK-TAKING TERHADAP PEMBAGIAN DIVIDEN (Studi Empiris pada Bank Umum yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2013).

9 59 16

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS PENGARUH RISK-TAKING TERHADAP PEMBAGIAN DIVIDEN (Studi Empiris pada Bank Umum yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2013).

0 16 32

PENUTUP PENGARUH RISK-TAKING TERHADAP PEMBAGIAN DIVIDEN (Studi Empiris pada Bank Umum yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2013).

4 28 23

PENGARUH STATUS PEMBAYARAN DIVIDEN TUNAI TERHADAP KUALITAS LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011 - 2013).

0 4 14

PENDAHULUAN PENGARUH STATUS PEMBAYARAN DIVIDEN TUNAI TERHADAP KUALITAS LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011 - 2013).

1 10 8

Pengaruh Rasio Keuangan CAMELS terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank Umum Swasta Nasional yang Terdaftar di BEI tahun 2004-2010 Pengaruh Rasio Keuangan CAMELS terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank Umum Swasta Nasional yang Terdaftar di BEI tahun 2004-2010.

0 2 19

PENDAHULUAN Pengaruh Rasio Keuangan CAMELS terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank Umum Swasta Nasional yang Terdaftar di BEI tahun 2004-2010.

0 4 11

Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Volatilitas Harga Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2012-2013 cover

0 0 15