mereka akan harta benda. Penelitian ini akan menjadi bagian dari suatu karya tulis ilmiah yang mendeskripsikan suatu keadaan masyarakat yang dianggap kumuh
dan sering sekali dianggap remeh oleh sebagian kalangan, namun di sisi lain terdapat hal lain yang masih banyak tidak diketahui oleh banyak orang, dan
tulisan serta penelitian ini akan mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan serta mengungkapkan kehidupan yang nyata dari para pemukim kumuh
di kawasan tersebut. Terutama penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkategorisasikan harta benda dari masyarakat pinggiran dan akan terlihat
pemaknaan dari apa yang dinamakan dengan “Harta Benda”. Diharapkan setelah penelitian ini masyarakat luas, pemerintah, serta
berbagai pihak terutama mereka yang berdomisili di Medan sadar akan keadaan dan kondisi wilayah sekitarnya yang ditinggali, serta peka terhadap sesama tanpa
memandang sebelah mata mereka yang berada di pemukiman pinggiran sungai.
I. 5.2 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat bagi sisi akademis yang berguna untuk mahasiswa, dosen, pelajar, serta pihak-pihak akademis lainnya dalam menambah
wawasan serta menjadi referensi dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya Antropologi. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam mengungkapkan
sisi lain dibalik kehidupan dari masyarakat yang bermukim di kawasan kumuh kota Medan dan hal ini perlu diketahui oleh semua pihak sehingga dapat
menjadi keuntungan bagi Pemerintah Medan pada umumnya untuk mengetahui lebih dalam soal masyarakatnya dan menjadi kontribusi penting dalam
Universitas Sumatera Utara
penanganan soal pemukiman untuk kedepannya. Kemudian bagi masyarakat pemukiman kumuh di pinggiran Sungai Babura pada khususnya terutama bagi
mereka warga lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah yang telah memperkenalkan kehidupan mereka, dan menjadi pencitraan yang positif bagi
mereka dikemudian hari. Bagi saya sendiri sebagai penulis dan peneliti maka penelitian ini sangat bermanfaat demi pengaplikasian dari pengetahuan yang
telah saya dapatkan selama proses perkuliahan.
I. 6 Tinjauan Pustaka
Manusia dan alam lingkungan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling berinteraksi yang akan mempengaruhi pada tingkah
laku manusia Eko. Budihardjo, 1998: 49 Sesungguhnya hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik dan alamnya tidaklah semata-mata terwujud
sebagai suatu hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya. Akan tetapi terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia merubah dan
mempengaruhi lingkungannya. Kata lainnya, manusia ikut turut menciptakan corak dan bentuk
lingkungannya dan dalam lingkungan yang diciptakannya baik yang nyata dan maupun yang sebagaimana dilihat atau dibayangkannya itulah dia hidup dan
tergantung serta mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Manusia dari satu segi menjadi sebagian dari lingkungan fisik dan alam tempatnya hidup, tetapi dari
segi yang lain, lingkungan alam dan fisik tempatnya hidup adalah sebagian dari
Universitas Sumatera Utara
dirinya Parsudi Suparlan 1983:1 dalam ed Bacaan Wajib Antropologi
Perkotaan Masalah Pemukiman Liar.
Kerangka landasan bagi menciptakan dan membuat manusia tergantung pada lingkungannya adalah kebudayaannya Parsudi Suparlan: Manusia,
Kebudayaan dan Lingkungannya Perspektif Antropologi Budaya. Forde 1963:463 dalam Parsudi Suparlan menyatakan “hubungan antara kegiatan
manusia dengan lingkungan alamnya dijembatani oleh pola-pola kebudayaan yang dipunyai manusia, dengan kebudayaan inilah manusia mengadaptasikan dengan
lingkungannya, dan dalam proses adaptasi ini manusia mendaya-gunakan lingkungannya untuk tetap dapat melangsungkan kehidupannya.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginsterpretasi lingkungan
dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan, tempat dimana manusia merubah dan
mempengaruhi lingkungannya James Spradley dalam Metode Etnografi Lebih lanjut, kebudayaan merupakan seperangkat ciri-ciri yang dipercayai oleh para
anggota masyarakat. Dalam masyarakat
6
6
Secara sederhana, masyarakat dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan- peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang
dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia diwujudkan.
manusia belajar mengenal dan mengembangkan kebudayaannya. Pengetahuan yang diperolehnya melalui pengalaman-
pengalamannya dalam kehidupan sosial dan dalam berbagai petunjuk serta pengajaran yang diperolehnya melalui pendidikan yang resmi maupun berbagai
Universitas Sumatera Utara
pendidikan lainnya yang tidak resmi. Kebudayaan manusia dapat terlihat salah satunya terutama dalam hal pembentukan pemukiman.
Pemukiman sering disebut perumahan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan
dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana
lingkungannya. Perumahan menitik beratkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang
pemukiman atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan
bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia human. Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan
sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi. http:repository.usu.ac.idbitstream123456789223143Chapter20II.pdf .
Pemukiman liar dan gelandangan studi di Jakarta dan Purwokerto, menurut Parsudi Suparlan 1986 merupakan konsekuensi logis yang muncul
akibat gangguan dan pengembangan perkotaan. Timbulnya gelandangan di perkotaan terjadi karena adanya tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman
sebagian warga desa yang kemudian terpaksa mencari tempat yang diduga dapat memberi kesempatan yang lebih baik di kota
7
Dalam studi lebih lanjut yang dilakukan oleh Parsudi Suparlan, beliau membagi kondisi kehidupan dalam dua hal yaitu perumahan sulitnya
.
7
Parsudi Suparlan, Gelandangan : Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota, dalam Gelandangan : Pandangan Ilmuan Sosial, LP3ES, Jakarta,1986.
Universitas Sumatera Utara
gelandangan mendapatkan perumahan, sehingga mereka memanfaatkan tanah- tanah liar sebagai pemukiman dengan mendirikan gubuk-gubuk, serta mata
pencaharian aktivitas ekonomi dilakukan dengan mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual kembali
8
Pada dasarnya untuk mengidentifikasi sebuah pemukiman yang kumuh lebih mengacu pada yang namanya Slum dan Squatter. Rosan dkk., 2005
. Ditinjau dari aspek fisik maka, kota adalah suatu pemukiman yang
mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai sarana dan prasarana serta fasilitas yang relatif memadai guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan penduduknya. Kota merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan menurut ukuran letak dalam jaringan-jaringannya
Parsudi Suparlan dalam ed Bacaan Wajib Antropologi Perkotaan Masalah Pemukiman Liar.
Ciri-ciri kehidupan perkotaan menekankan pada kegiatan ekonomi dalam bidang-bidang pelayanan dan industri yang telah memungkinkan muncul dan
berkembangnya berbagai spesialisasi kemampuan keahlian ilmu pengetahuan, teknologi, jasa dan keterampilan. Kehidupan perkotaan sangat kompleks, sehingga
masalah ekonomi dalam hal ini seperti kemiskinan merupakan hal yang paling mencolok. Kemiskinan pada akhirnya menciptakan suatu keadaan bagi
masyarakat yang kurang beruntung untuk menetap dan tinggal di tempat yang kurang layak atau bahkan tidak layak. Kota pada akhirnya menjadi tempat
bersarangnya pemukiman-pemukiman yang kumuh dan liar slum dan squatter.
8
Parsudi Suparlan, Gelandangan : Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota, dalam Gelandangan : Pandangan Ilmuan Sosial, LP3ES, Jakarta,1986.
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa sekitar 30 penduduk perkotaan di Negara berkembang tidak mempunyai akses pada air bersih dan 50 tidak mempunyai sanitasi yang baik,
terlihat pada pemukiman dalam bentuk slum dan squatter. Slum diartikan sebagai pemukiman yang kumuh; tidak mempunyai akses yang baik pada air bersih dan
sanitasi, padat dan tidak teratur, walaupun sebagian besar penduduknya mampu menunjukkan legalitas kepemilikan lahan dan rumahnya. Squatter mengacu pada
ilegalitas kepemilikan lahannya, di Negara berkembang, squatter identik dengan slum dalam arti kekumuhannya, sementara di Negara maju squatter tidak mesti
pemukiman kumuh. Indikator yang diambil untuk mengenali pemukiman kumuh diambil
menurut Sri Soewasti dalam Minarwaty Sinaga, 2010 pemukiman kumuh slum pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua
kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik antara lain tampak
dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi yang rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan
drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik. Problema pemukiman yang kumuh maupun liar menunjukkan adanya
kemiskinan. Kemiskinan berarti sebuah kondisi sosial yang kebutuhan dasarnya pun tidak mencukupi dari hari ke hari. Pangan yang sulit dicapai; gizi yang tidak
memadai; air yang tidak sesuai dengan syarat kualitas kesehatan; sulitnya perumahan; rendahnya tingkat pendidikan; pengangguran; pelayanan-pelayanan
sosial yang jauh tidak memadai; transportasi yang tidak lancar; dan lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Lahirnya kawasan kumuh maupun liar juga tidak terlepas dari adanya urbanisasi
9
Membicarakan urbanisasi juga berbicara tentang faktor penarik pull factor dan faktor pendorong Push factor Masri Singarimbun dalam Parsudi
Suparlan ed Bacaan Wajib Antropologi Perkotaan Masalah Pemukiman Liar Daya tarik kota berupa: kemegahan, gedung-gedung yang mempesona, gemerlap
lampu, keragaman gaya hidup. Sebaliknya daya dorong desa berupa: kekurangan atau ketiadaan lahan pertanian dan menipisnya lapangan pekerjaan di luar sector
pertanian. Hal ini mengakibatkan meningkatnya para pendatang yang tidak mempunyai pekerjaan yang menyebabkan besarnya jumlah masyarakat
. Kedatangan penduduk dari desa yang hijrah ke kota merupakan salah satu faktor urbanisasi. Tingginya laju pertumbuhan penduduk perkotaan tentunya
merupakan tantangan besar bagi pembangunan perkotaan di Indonesia. Urbanisasi mengakibatkan akses pekerjaan semakin sulit karena persaingan yang begitu besar
kemudian berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran atau pekerjaan sektor informal bermunculan begitu banyak hal ini karena ketidakmampuan dalam
bersaing di dunia kerja atau bahkan ketiadaan lowongan kerja. Tingginya laju urbanisasi juga menyebabkan tingginya permintaan
terhadap lahan untuk menampung kegiatan perkotaan termasuk perkantoran, jasa, perdagangan, hotel dan perumahan, sehingga keterbatasan lahan pada akhirnya
berdampak pada kepadatan penduduk, kepadatan pemukiman, dan tata ruang yang tidak baik. Akhrnya muncullah pemukiman kumuh maupun pemukiman liar yang
berdampingan dengan gedung-gedung serta bangunan mewah.
9
Urbanisasi adalah suatu proses pembengkakan atau penggelembungan kota yang disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk.
Universitas Sumatera Utara
berpenghasilan rendah. Pengadaan rumah di Negara-negara berkembang berjalan sangat lambat, jumlah kekurangan rumah di daerah perkotaan terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah semakin bertambah besar. Meskipun pada kenyataannya perumahan yang diperlukan oleh masyarakat yang berpenghasilan
rendah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan golongan-golongan lain, sangat sederhana dan biayanya sangat murah, memerlukan pemikiran dan
penanganan secara khusus karena jumlahnya cukup banyak. Menurut Turner Bambang Panudju; 2009; hal 9 yang merujuk pada teori
Maslow, terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan. Dalam menentukan prioritas
tentang rumah, seseorang atau sebuah keluarga yang berpendapatan sangat rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah yang berdekatan dengan
tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan sehari-hari, sulit
bagi mereka untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah
prioritas yang terakhir. Dari semua yang terpenting adalah tersedianya rumah untuk berlindung dan istirahat dalam upaya mempertahankan hidupnya.
Rumah dan pemukiman tidak akan pernah berhenti sebagai sumber sejarah dalam kehidupan manusia. Sejak jaman manusia purba hidup di gua-gua, kurang
lebih sebelas ribu tahun yang lalu, sampai jaman orang masa kini hidup di udara, dalam kapsul gedung pencakar langit atau rumah-rumah susun, masalah
pemukiman selalu muncul. Bahkan cenderung semakin rumit dan kompleks.
Universitas Sumatera Utara
Kalau pada era manusia-gua mereka tidak begitu peduli tentang pemilikan lahan maupun hunian, privacy, jati diri atau identitas hunian masing-masing, dewasa
ini hal-hal tersebut semakin dirasakan sebagai tuntutan dasar manusia yang berbudaya.
Bambang Panudju menyatakan bahwa Hak atas perumahan yang layak merupakan bagian dari HAM. Hak Perumahan merupakan konstruk terpenting
dalam mengokohkan terpenuhinya hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak atas perumahan menandakan upaya nyata bagi terjamin dan terpenuhinya hak hidup
yang layak. Dengan kata lain, hak perumahan merupakan unsur esensial yang dapat memperkuat terpenuhinya hak-hak fundamental lainnya, seperti hak pangan,
kesehatan, dan sebagainya. Akses untuk mendapatkan air minum dan fasilitas sanitasi yang layak merupakan kebutuhan dasar tambahan yang berhubungan
langsung dengan perumahan. Sebagian masyarakat besar kota tergolong berpendapatan rendah dan
mendiami rumah dengan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan sehat dengan kepadatan tinggi. Kecuali itu sebagian dari mereka mendiami rumah
bukan miliknya melainkan berdasarkan sewa atau kontrak berjangka pendek yang mengurangi ketentraman hidupnya Eko Budihardjo dalam Sejumlah Masalah
Pemukiman Kota. Selain masalah hunian atau rumah yang menjadi kebutuhan vital dalam kehidupan, pemenuhan kebutuhan akan hal lain seperti materi dan non
materil juga penting. Dalam Pendahuluan Pengantar Antropologi Ekonomi, 2002 tertuang
ilustrasi sederhana dalam pendahuluan, dilihat bagaimana kebutuhan hidup
Universitas Sumatera Utara
manusia itu menyatu dengan nilai-nilai masyarakat pendukung kebudayaan itu. Selain pengaruh lingkungan hidup baik yang berwujud lingkungan alam, sosial
dan linkungan buatan, menyatu kuat dalam keputusan-keputusan yang diambil manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya itu.
Bambang, S.Mintargo Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya, 2000 jika kita ingin memahami perilaku individu maka kita tidak dapat mengesampingkan
faktor nilai. Peranan nilai sangat menentukan maksud dan tujuan dari tindakan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat membebaskan diri dari
pengaruh nilai. Ketika memuji atau mencela, ini baik dan itu buruk, pada dasarnya itu semua merupakan ekspresi dari nilai-nilai yang kita pertahankan dalam
pikiran kita. Setiap individu mempunyai konsepsi dan persepsi tentang nilai. Tak ada masyarakat tanpa sistem nilai yang berlaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Harta adalah barang uang dsb yg menjadi kekayaan; barang milik seseorang; 2 kekayaan
berwujud dan tidak berwujud yg bernilai dan yg menurut hukum dimiliki perusahaan http:kamusbahasaindonesia.orgharta. Benda ; segala sesuatu yang
ada di alam yang berwujud atau berjasad bukan ruh ; zat misal air, minyak 2 barang yang berharga sebagai kekayaan.
I. 7 Metode Penelitian I. 7. 1 Tipe Penelitian