1 Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan kota 1 dikenali dengan adanya berbagai macam kondisi dan hal-hal yang membuat kota menjadi wilayah yang dinamis dan dikenal dengan heterogen 2 Heterogen dalam hal keanekaragaman yang diikuti dengan perbedaan etnik suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat, serta perbedaan kelas maupun strata sosial ekonomi. Defenisi lain juga menyatakan bahwa Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia ynag ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta . Defenisi yang mendukung keheterogenan kota juga dinyatakan oleh Louis Wirth dalam Antropologi Perkotaan, 1994 merumuskan kota sebagai “… a relatively large, dense, and permanent settlement of socially heterogenous individuals”. Kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya dan heterogenitas masyarakatnya. Sejalan dengan kehidupan kota yang keadaannya begitu kompleks serta beranekaragam, maka keberadaan kotapun dinamakan heterogen. 1 Menurut Yunus 2005 Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat baik masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota, karena hal inilah bagi masyarakat awam kata kota ini seolah-olah tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut. Namun, manakala seseorang memasuki wacana ilmiah, pengertian kta ini ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan sebelumnya. Dalam pemahaman awam, sesuatu kota merupakan suatu tempat yang berasosiasi dengan kompleks pertokoan besar yang berjajar-jajar keramaian lalu lintas yang luar biasa dan bangunan yang berjubel. 2 Heterogen keadaan berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis; kenakeragaman: masyarakat di kota besar juga membuat perbedaan segala peristiwa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara corak materialistis. Sementara menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.41980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan administrative wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi http:id.wikipedia.orgwikikota. Dari defenisi yang menyatakan bahwa kota adalah heterogen, maka seiring dengan beragamnya keadaan dan kondisi hidup di perkotaan, terdapat pula permasalahan-permasalahan yang menghinggapi kota beserta penduduk yang tinggal di dalamnya. Faktor yang paling menonjol yang menghinggapi penduduk kota adalah masalah ekonomi. Kehidupan yang keras di perkotaan membuat sesuatu yang berbau materi atau uang menempati posisi penting bagi setiap orang yang tinggal dan memutuskan menetap di kota, hal ini dilakukan demi mempertahankan hidup. Masyarakat yang menempati wilayah kota sehingga kota menjadi padat penduduk dan mengakibatkan masalah-masalah baik sosial, ekonomi, dan budaya terjadi pada akhirnya keran perkembangan kota yang terjadi salah satunya karena adanya urbanisasi. Akhirnya permasalahan pun muncul berangkat dari kehidupan masyarakat kota yang mengutamakan kebutuhan akan materi dan terjadilah persoalan yang semuanya berpangkal pad faktor ekonomi. Terjadilah kemerosotan sosial dan budaya dalam hal kemiskinan, kriminalitas serta budaya materialis yang mengagungkan harta benda sebagai hal yang paling utama dalam kehidupan, akibatnya masyarakat kota banyak yang hidup dalam tingkat persaingan yang tinggi seperti dalam hal hal mencari pekerjaan, serta tingkat individual yang tinggi dengan mengutamakan diri sendiri ataupun kepentingan kelompok. Keberadaan Universitas Sumatera Utara masyarakat yang begitu banyak di kota, sehingga mengakibatkan sebahagian masyarakat harus terpaksa ada yang bermukim di tempat kumuh dan juga liar, tidak terlepas dari adanya urbanisasi tadi. Masyarakat yang demikian banyak yang terjebak di kota, padahal sebelumnya keinginan mereka sebagai pendatang ke kota adalah ingin mengadu nasib lebih baik namun tidak beruntung, masyarakat seperti itulah korban dari urbanisasi. Urbanisasi ikut mempengaruhi kondisi pemukiman di perkotaan. Urbanisasi juga semakin memicu kemiskinan yang lebih banyak di perkotaan. Masyarakat yang berurbanisasi dan kurang memiliki peruntungan yang baik dikancah lapangan pekerjaan kota kemudian banyak yang bergantung pada pekerjaan di sektor informal 3 Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan mencoloknya kesenjangan para masyarakat, khususnya yang paling tampak adalah menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan tadi. Faktor ekonomi membawa dampak yang besar bagi terciptanya srata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan kota. cara paling mudah untuk mengenalinya dapat dilihat dari segi pemukiman. . Ketiadaan keahlianskill, tidak adanya keterampilan dan tidak memenuhi kriteria pendidikan yang diperlukan dalam mencari pekerjaan di kota menjadi ciri bagi masyarakat lemah yang hidup di kota. 3 BPS telah mencoba mengklasifikasi sektor informal kedalam : perdagangan menetap dan keliling, jasa-jasa tukang cukur, pembantu rumah tangga, bidan, guru agama .calo, tukang reparasi, calo, dll, bangunan buruh, tukang batu, mandor, dll angkutan supir, tukang becak, kernet, dll, industri pengolahan termasuk industri rumah tangga dan kerajinan kerakyatan. Universitas Sumatera Utara Pemukiman yang ditinggali oleh si kaya berbeda dengan pemukiman yang ditinggali oleh si miskin. Masyarakat kaya otomatis memiliki harta benda, sedangkan masyarakat miskin dikenali sebagai masyarakat yang tidak memiliki apa-apa. Namun pada kenyataannya tidak sedemikian adanya jika diperhatikan secara seksama, berhubung dengan keadaan kota yang begitu padat, jumlah penduduk yang banyak, terjadinya keterbatasan lahan, maka kasus tata ruang yang salah dan buruk menjadi satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi. Ujungnya masalah tata ruang menimbulkan masalah pemukiman. Pemukiman sebagai tempat hunian serta berkumpulnya rumah-rumah suatu masyarakat, tampak dari bentuk hunian serta lokasi pemukiman yang dapat dengan mudah terlihat di berbagai jalan-jalan dan sudut-sudut kota. Di kota bisa dijumpai dengan mudah hunian berkelas dengan pemukiman yang tergolong elit, jika di Kota Medan, pemukiman elite dapat dijumpai di Perumahan Debang Taman Sari Medan, Kawasan Tomang Elok, dan Kompleks Perumahan Setia Budi Medan. Selain pemukiman elit terdapat PERUMNAS yang sengaja dibangun pemerintah dan diperuntukkan bagi penduduk kelas menengah yang dapat dijumpai di Kota Medan seperti daerah Simalingkar, Helvetia, dan Mandala. Dari pemukiman elit sampai pada pemukiman yang biasa-biasa saja terdapat di kota, dari yang bagus sampai pada pemukiman kumuh 4 4 KUMUH dan KEKUMUHAN didefinisikan oleh program NUSSP adalah suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang kotor, tidak teratur, dimana banyak terdapat rumah tinggal warga yang tidak layak huni yang disebabkan oleh ketidak mampuan warga akibat penghasilan rendah dan kepadatan penduduk, yang banyak terdapat di daerah perkotaan. lengkap keberadaannya di kota. Orang yang berada pada dan tinggal di kawasan elit menandakan dirinya mampu http:www.nussp.or.iddialogdetil.asp?mid=127catid=1 Universitas Sumatera Utara dalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat dikatakan sebagai aset dan menjadi bagian dari harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati pemukiman yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda, karena tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta, hal itu disebabkan setiap orang memiliki pandangan, pendapat serta ukuran yang berbeda terkait harta. Nilai suatu harta berbeda-beda, maka masyarakat kecil sekalipun memiliki harta yang walaupun bagi orang lain tidak berharga, namun bagi mereka berharga adanya. Harta benda menjadi tolak ukur dari tingkat ekonomi suatu masyarakat dan menjadi indikasi yang menandakan bentuk hunian dan pemukiman masyarakat. Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan yang dikatakan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran Sungai Babura Medan di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah terjadi dibarengi dengan keadaan dan kondisi lingkungannya baik struktur masyarakat, historis sejarah, kenyamanan, serta kebersamaan masyarakat yang terikat dalam sifat Gemeinschaftpaguyuban. Selain masalah harta benda yang dimiliki berdasarkan keberadaan pemukiman yang ditempati, hal lain yang cukup menarik di kota adalah akibat dari keterbatasan lahan tadi maka muncul trend berdiri dan berkembangnya Universitas Sumatera Utara bangunan-bangunan di sepanjang lahan pemerintah, padahal seharusnya lahan tersebut tidak diperuntukkan untuk umum, melainkan diperuntukkan untuk kawasan RTH Ruang Terbuka Hijau 5 Tidak selamanya kawasan seperti pinggiran sungai dihuni oleh rumah- rumah kumuh malah sebaliknya terdapat bangunan-bangunan megah yang malah berdiri kokoh persis di pinggiran sungai. Untuk itu pemukiman di pinggiran sungai yang tadinya banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah atau masyarakat yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan membeli lahan yang berizin, lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan mampu mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti bangunannya yang permanen seakan-akan kontras dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang masih bertetangga dengan rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang semi permanen dan non permanen, misalkan saja rumah-rumah seperti pada umumnya namun disalah gunakan. Kemunculan pemukiman di pinggiran sungai akhirnya melahirkan kekumuhan, itulah yang dinamakan dengan Slum. 5 Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran. Selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya perluasan pemukiman di daerah pinggiran kota sebagai dampaknya. Kawasan pinggiran juga berfungsi sebagai kawasan lindung untuk melindungi kawasan. Seperti sebagai kawasan resapan air dimana dapat bermanfaat bagi penyediaan air tanah maupun melindungi kawasan dari erosi dan juga banjir. Namun, pada kenyataannya wilayah yang pada awalnya diperuntukkan untuk ruang terbuka atau kawasan lindung kemudian beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan pemukiman. Dampak yang timbul adalah sarana untuk menetralisir polusi udara yang timbul semakin berkurang sehingga kondisi udara di kawasan perkotaan menjadi semakin sesak seiring dengan semakin sesaknya bangunan-bangunan yang telah berdiri kokoh. Fungsi sebagai kawasan lindung serta ruang terbuka hijau RTH yang melindungi daerah sekitar pada khususnya dan kota pada umumnya juga akan berkurang. Akibat yang dapat dilihat secara langsung adalah terjadinya banjir. Air hujan yang turun lebih banyak yang mengalami run-off dibandingkan dengan yang mengalami filtrasi. Dampak tersebut tentu saja pada akhirnya juga akan dirasakan oleh masyarakat perkotaan sendiri. http:fauziasp.tumblr.com Universitas Sumatera Utara di pemukiman kumuh adalah rumahnya kecil, terbuat dari papan, tepas-tepas, untuk di pinggiran sungai rumah sengaja ditinggikan dengan menggunakan tiang- tiang penyangga seperti kayu karena pinggiran sungai memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk mensiasati rumah dari banjir maupun luapan sungai. Lingkungan sekitar pada pemukiman kumuh biasanya sempit, berdesakan, padat, hanya dibatasi oleh sekat dari gang-gang kecil, kurang bersih, dan dikarenakan masih areal pinggiran sungai maka biasanya banyak ditemukan sampah, hal ini jug tidak boleh dilepaskan dari kebiasaan penduduk kota yang masih membuang sampah ke sungai. Begitulah sekilas deskripsi awal tentang keadaan di lingkungan kumuh. Sekarang yang terjadi malah dinamika dari kehidupan daerah pemukiman kumuh cukup menarik karena berbagai lapisan orang tinggal dan jika dilihat sekilas ternyata rumah-rumah yang berada di pinggiran sungai yang masuk ke dalam daerah kumuh diisi oleh rumah-rumah yang sebagian sudah bagus dan layak jadi yang boleh dikatakan untuk penilaian awal bahwa orang yang mampu secara ekonomi kini mulai merambah dan ikut tinggal di pemukiman yang dikatakan kumuh serta masih liarillegal Slum dan Squatter. Padahal sesungguhnya alasan adanya masyarakat yang bertempat tinggal di pemukiman yang liar dan menggantungkan hidup di tempat kumuh semuanya karena faktor ekonomi maupun biaya. Ketidaksanggupan untuk tinggal ditempat yang baik, rumah yang bagus, lingkungan yang sehat serta tanah dan lahan yang sah menjadi milik pribadi tidak dapat diperoleh mereka. Pemukiman kumuh menandakan adanya kemiskinan yang terjadi di kota. Pemukiman kumuh Universitas Sumatera Utara menunjukkan suatu kawasan hunian atau tempat tinggal, dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Pemukiman kumuh yang sering dijumpai di Indonesia biasanya berada di pinggiran rel kereta api maupun di pinggiran sungai. Masyarakat pemukiman yang tinggal di pemukiman kumuh biasanya berpenghasilan rendah. Itulah yang membuat mereka rendah menjadi semakin sulit untuk mendapatkan lahan dan rumah untuk memilih tinggal di tempat yang lebih baik. Mau tidak mau para pemukim kumuh tinggal seadanya dan memilih untuk membuat perumahan atau pemukiman di pinggiran sungai, pada dasarnya kendala yang dialami berujung pada pembangunan perumahan dan pemukiman yang sehat dan layak. Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurang pahaman masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih bagi kesehatan mereka. Pada golongan masyarakat menengah kebawah ini, kemampuan ekonomi masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan sebagai kebutuhan pokok hidup basic need. Begitu juga dengan masyarakat pemukiman kumuh yang pada dasarnya tidak terlalu memperhatikan tempat yang ditinggali, baik secara fisik maupun Universitas Sumatera Utara sosial, akan tetapi lebih fokus semata-mata hanya pada kebutuhan untuk makan saja sudah cukup, meskipun sesungguhnya keadaan yang seperti itu semakin lama semakin bergeser karena jika dilihat secara aktual, masyarakat pemukiman kumuh juga sudah banyak yang mampu memenuhi kebutuhan hidup yang lain diluar dari kebutuhan pokok saja. Dengan kata lain, meskipun tinggal di tempat kumuh namun pemenuhan akan kebutuhan sekunder dan tersier bahkan sudah sanggup dipenuhi. Bahkan trend yang ada saat ini, para pemukim kumuh berusaha memperbaiki rumahnya sedemikian rupa sehingga tidak kalah dengan rumah- rumah biasa yang bukan berada di areal kumuh. Mereka memperbaiki rumahnya menjadi semi permanen ataupun sudah permanen, dengan alasan jika suatu saat digusur oleh pemerintah atau dibeli oleh suatu pihak maka ganti rugipun akan besar. Oleh karenanya hal itu juga dapat menjadi parameter bahwa tidak selamanya kehidupan para pemukim kumuh buruk, karena di sisi lain ada juga dari mereka yang telah mampu mendapatkan ekonomi yang baik dan telah mampu melengkapi kebutuhan hidupnya meskipun mereka tetap tinggal di pemukiman kumuh, itu saja yang membedakannya dengan masyarakat yang tidak tinggal di pemukiman kumuh. Salah satu harian situs online menyebutkan bahwa: Saat ini terdapat 145 titik pemukiman kumuh di Kota Medan. Berdasarkan data Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan, kawasan kumuh seperti terdapat di Kelurahan Tegal Sari Mandala I dan II, Kelurahan Binjai, Medan Denai; Kelurahan Bahari, Medan Belawan; Kelurahan Aur, Medan Maimun, Kampung Madras, serta Kecamatan Medan Petisah. Kepala Seksi Perumahan Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan Tondi Nasha Yusuf Nasution mengatakan, penanganan sebenarnya sudah dilakukan. Bahkan, di seluruh kawasan sudah dilakukan penataan. Hanya, hal itu tidak sepenuhnya dilakukan karena terbatasnya anggaran. Kawasan kumuh di Utara Medan merupakan perumahan nelayan yang terletak di bantaran sungai Deli. Sedangkan di pusat kota ada di pinggiran sungai dan pinggiran rel kereta api yang dimanfaatkan oleh para pembantu rumah tangga, gelandangan dan pengemis, kata dosen fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan FSTP Medan, Sanggam Sihombing ST MT. http:hariansib.com?p=81423. Universitas Sumatera Utara Pemukiman kumuh yang berada di kawasan Sungai Babura melewati beberapa wilayah kota Medan seperti salah satunya melewati kawasan Petisah yakni kawasan Kelurahan Petisah Tengah. Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah yang berada di Jalan S.Parman jika berada pada posisi samping dari Gedung Apartemen Cambridge dan berada di Jalan Kejaksaan jika berada di belakang Cambridge, tepatnya akan terlihat deretan rumah-rumah yang kesannya kumuh persis di pinggiran sungai jika melihat dan melewati Jembatan di Jalan Kejaksaan. Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah tepatnya di Jalan,S.Parman dilewati oleh aliran Sungai Babura. Pinggiran sungai digunakan oleh masyarakat untuk bermukim disana dan mendirikan bangunan serta rumah tinggal. Lahan yang merupakan kawasan ruang terbuka hijau dan saluran drainase menjadi salah fungsi karena kehadiran sebuah pemukiman. Pemukiman liar yang ditinggali masyarakat lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah merupakan pemukiman kumuh karena ekonomi masyarakat berada pada lapisan bawah. Sebagai gambaran awal, masyarakat pemukim kumuh dipinggiran Sungai Babura Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah didominasi oleh suku bangsa Minangkabau, India Tamil, Jawa, Melayu dan Cina. Lingkungan fisik di sekitar pemukiman, jarak rumah sangat rapat dan padat, gang yang sempit dan berkelok- kelok melalui tembok rumah warga, jorok karena tepat berada persis di pinggiran sungai, sehingga banyak sampah bertumpuk di beberapa sisi badan sungai. Bangunan rumah yang persis berada di bibir pinggir sungai diberi tiang penyangga seperti kayu untuk mempertinggi bangunan, hal ini sengaja dilakukan Universitas Sumatera Utara agar permukaannya tidak sama dengan sungai sehingga masalah seperti banjir dapat sedikit terminimalisasi. Untuk mata pencaharian sendiri, bahwa biasanya masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memutuskan untuk tinggal di pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal. Kebanyakan masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah bekerja sebagai pedagang, pembantu rumah tangga, buruh, ada juga yang tidak bekerja alias “nganggur”. Namun biasanya orientasi kerja berada di sekitar pemukiman mereka atau jarak rumah di pemukiman dekat dengan lokasi kerja. Maka dari itu banyak juga orang luar yang bukan berdomisili di pemukiman tersebut menyewa atau kost di rumah masyarakat karena tempat kerja mereka berada di sekitar Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah, seperti misalnya banyak yang bekerja di apartemen Cambridge yang menjadi salah satu ikon kota Medan dan berdiri megah dekat dengan kawasan pemukiman kumuh Lingkungan VII Keluahan Petisah Tengah dan juga Kampung Madras. Hal ini menjadi sangat kontras dalam menunjukkan perbedaan antara jurang si kaya dan si miskin dan untuk kota hal seperti itu sudah biasa. Menggambarkan kehidupan masyarakat pinggiran Sungai Babura dari segi sosial ekonomi serta mengungkapkan realita kehidupan mereka yang sebenarnya dan kebertahanan mereka di lingkungan slum dan squatter, kemudian pada akhirnya mengidentifikasi masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut dengan berkaca pada keadaan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, bahkan budaya mereka. Hal itulah yang melatar belakangi ketertarikan saya meneliti tentang kehidupan Universitas Sumatera Utara masyarakat pemukiman kumuh yang berada di pinggiran Sungai Babura Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah. Masyarakat yang hidup bergelimangan harta biasanya identik sebagai masyarakat yang berada pada level atas alias kaya. Harta benda dapat menunjukkan kekayaan seseorang, apalagi jika suatu masyarakat hidup dan tinggal di kota, maka gaya hidup yang dibawa serta menjadi sesuatu yang paling dominan adalah bergantung dari adanya materi maupun uang. Namun spesifikasinya dengan melihat pada keadaan masyarakat melalui segi kepemilikan mereka mengenai suatu Harta. Dalam hal ini harta benda yang juga mereka miliki layaknya seperti kebanyakan masyarakat lain, sebab nilai, ukuran dan takaran harta bagi seseorang berbeda-beda. Maka dari itu saya akan melihat dan tertarik untuk menggambarkan aspek harta benda dari masyarakat yang bermukim di pinggiran sungai, terkhusus bagi mereka yang dikatakan menempati pemukiman dan rumah yang kumuh. Selain itu dinamika kehidupan yang berada dalam pemukiman pinggiran sungai juga berbeda-beda, sehingga itulah yang menarik saya untuk meneliti soal harta benda bagi para pemukim pinggiran sungai. Harta benda yang dimiliki oleh penduduk pemukiman pinggiran sungai Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah menjadi petunjuk dari pemukiman dan bentuk hunia yang mereka tinggali. Pemukiman yang mereka tinggali berada pada kondisi pinggiran sungai yang padat penduduk, dengan indikator kumuh dan liar, sementara pandangan mereka akan kumuh dan liarnya pemukiman yang mereka tinggali juga dibarengi dengan pandangan mereka akan harta benda yang juga mereka miliki. Universitas Sumatera Utara

I. 2 Perumusan Masalah