Babad Tanah Bekonang

Babad Tanah Bekonang
Diposkan oleh Alala Muliba di 06.31

Tersebutlah desa yang terletak di timur Sungai Bengawan Solo. Sebuah desa kecil, tanahnya
subur, namun terisolasi dan masih banyak warga yang miskin. Terlihat berjajar rumah gedhek
(rumah dari bambu) tua warga di desa. Tiap pagi hingga sore, pemuda desa hampir
menghabiskan seluruh waktunya untuk bersantai, seolah hanya pasrah kepada alam. Generasi tua
pun sama, hanya pasrah menuggu ajalnya jika tiba. Sebuah desa yang sepi dan mati, banyak
pendatang luar yang tidak tahu keberadaan desa tersebut. Jika tahu sekalipun juga enggan datang
ke desa tersebut.

Kelaparan masih dijumpai di rumah-rumah warga. Kala itu warga belum tahu cara menanam dan
berternak dengan benar. Alam subur telah memanjakan mereka sehingga mereka malas.
Makanan mereka pun seadanya. Makan nasi juga ketika berhasil panen saja, jika tidak mereka
hanya memakan singkong dari hutan.

Pada suatu hari, ketua desa mulai berpikir bagaimana cara untuk mengatasi kemiskinan di
desanya. Dibuatlah semacam upacara religi untuk menolak bala rasa malas warga. Berbagai
macam makanan sederhana dibuatnya untuk disuguhkan kepada Sang Penguasa Bumi dan
Langit. Nasi tumpeng, lauk pauk, dan jajanan tradisional seadanya sudah disiapkan. Doa dan
mantra dukun dan ketua desa mengiringi proses tersebut dengan khidmat. Dimintanya untuk

didatangkan seorang sosok yang mampu melakukan perubahan desa ke arah yang lebih baik.

Ternyata Tuhan mengabulkan doa mereka, tidak lama kemudian datang seorang pemuda
pengembara ke sebuah desa. Dia adalah seorang mantan perwira perang dari Kerajaan Majapahit
yang ingin menjauhkan diri dari politik kerajaan. Perawakannya terlihat besar, tegap dan terlihat
masih muda. Berbeda dengan pemuda di desa dengan perawakan kerempeng, lesu, dan malas.

Warga desa tertegun diam ketika melihatnya, terlebih para gadis desa. Mereka berkumpul dan
bertanya-tanya siapa dan untuk apa pemuda gagah pergi ke sebuah desa yang miskin ini.

Pemuda gagah itu kemudian tinggal menetap di salah satu rumah warga. Beruntung sekali sang
pemilik rumah, tiap hari pekerjaan rumah dibantunya. Sifat rajinnya akhirnya terdengar sampai
ke penjuru desa. Pemuda desa merasa malu. Seolah-olah muka malas mereka tertampar oleh
tindak tanduk sang pengembara itu. Selain rajin, pemuda tersebut juga pintar. Dia kumpulkan
pemuda-pemuda desa agar untuk diajari bertenak ayam, bebek, dan kambing. Ternyata para
pemuda desa terkagum-kagum dengan kepintaran pemuda pengembara. Lama kemudian hewan
ternak desa berkembang pesat. Para petani juga dia kumpulkan untuk diajari cara bertani dan
berkebun yang benar. Karena ilmunya, warga desa akhirnya bebas dari kelaparan.

Karena jasanya, pemuda tersebut akhirnya diberi nama Kyai Konang oleh ketua desa. Konang

yang berarti kunang-kunang, serangga yang mampu menyinari malam ketika gelap. Kyai
Konang dianggap telah mampu menyinari desa dari masa suram yang dihadapinya. Kyai Konang
lama-lama menjadi terkenal karena cerita menggembirakan ini ternyata terdengar sampai di luar
desa. Banyak desa yang dulunya merasa gengsi jika pergi ke desa ini akhirnya tergerak untuk
pergi karena mendengar cerita Kyai Konang.

Semakin lama desa itu menjadi ramai dan dipenuhi pendatang. Mereka datang untuk berbisnis
hasil bumi kepada warga. Mendengar peluang ini, akhirnya Kyai Konang berinisiatif membuat
sebuah pasar tradisional. Pasar tersebut diberi nama Pasar Bekonang karena lidah masyarakat
jawa lebih nyaman menyebut “mbekonang” daripada konang. Dengan para warga, Kyai Konang
akhirnya berhasil membuat sebuah pasar yang ramai. Segala hasil bumi hampir semuanya ada di
sini. Pajak pasar juga ditarik demi pembangunan desa. Akhirnya dengan fasilitas memadahi, desa
itu menjadi pusat perekonomian di timur Sungai Bengawan Solo.

Karena belum mempunyai nama, maka desa tersebut dinamai Desa Bekonang. Nama itu diambil
dari nama pasar dan Kyai Konang sebagai bentuk penghargaan dari warga desa. Selain itu, para
pendatang juga lebih akrab menyebut desa ini dengan nama Desa Bekonang. Desa Bekonang
yang dulunya miskin telah berubah menjadi desa yang megah. Lama-lama desa ini menjadi
ramai dengan aktivitas jual beli. Warga yang dulunya miskin, kini mulai muncul saudagarsaudagar kaya.


Kyai Konang kemudian meninggal dunia di usianya yang cukup tua. Warga merasa sedih dan
merasa kehilangan. Atas jasanya, mereka membangun pemakaman khusus untuk Kyai Konang
yang sampai saat ini masih ada di Desa Bekonang. Warga desa sampai sekarang juga masih
berziarah ke makam Kyai Konang. Kyai Konang adalah ikon dari optimisme atas kebangkitan
warga Bekonang.

Desa Bekonang saat ini telah menjadi wilayah Kabupaten Sukoharjo. Tidak lagi menjadi desa,
Bekonang telah menjadi kota dari Kecamatan Mojolaban. Sebuah kota kecil dan asri di tengah
luasnya hamparan sawah hijau. Warga Bekonang juga terkenal rajin, setiap pagi subuh warganya
sudah ramai beraktivitas. Pembangunan di Bekonang terus dikebut, terutama Pasar Bekonang.
Sekarang telah berdiri megah bangunan pasar tradisional hasil revitalisasi oleh Pemerintah
Kabupaten Sukoharjo. Terima kasih Kyai Konang. Jasamu akan kami kenang selalu.