Masa UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

5 4. Jika tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan tindak pidana yang maksimum ancaman pidananya adalah pidana mati atau pidana seumur hidup, maka terhadap anak paling lama hanya dapat dikenakan pidana penjara selama 15 lima belas tahun. Pengaturan mengenai pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana dalam KUHP belum sepenuhnya mengakomodasi hak-hak anak mengingat disamping tujuan pemidanaannya yang masih bersifat pembalasan, jumlah pengaturan terhadap anak yang melakukan tindak pidana juga amat minim. Terkait dengan minimnya pengaturan tersebut, menurut Bagir Manan mengakibatkan perlakuan terhadap anak menjadi tidak sesuai yang mana sering kali kepentingan-kepentingan khusus anak sedemikian rupa diabaikan tanpa ada perlakuan khusus. Bahwa seolah-olah anak dia ggap se agai o a g de asa ke il ya g e gaki atka ha pi selu uh pe a ga a te hadap anak dilakukan sama dengan perkara orang dewasa, 14 termasuk terhadap pemidanaan anak.

2.2. Masa UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Keberlakuan UU Pengadilan Anak mencabut ketentuan Pasal 45, 46, dan 47 dalam KUHP yang mengatur mengenai anak yang melakukan tindak pidana. Dalam undang-undang ini terminologi yang digu aka dala e ye ut a ak ya g elakuka ti dak pida a adalah a ak akal . Le ih la jut dalam undang-undang ini memberikan standar baru mengenai penetapan batas usia anak dalam kapasitasnya melakukan tindak pidana, 15 yakni yang telah berusia 8 delapan tahun, belum mencapai usia 18 delapan belas tahun, dan belum pernah kawin. 16 Penegasan terkait batas usia tersebut merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap anak. 17 Adapun bentuk perlindungan lain terhadap anak dalam UU Pengadilan Anak diwujudkan dalam kebijakan mengenai pemidanaan bagi anak. Dalam undang-undang ini pemidanaan bagi anak tetap dapat berupa pidana dan tindakan, namun pengaturan mengenai pemidanaan anak lebih ringan daripada yang diatur sebelumnya dalam KUHP. Yang dimaksud dengan kategorisasi pidana dalam undang-undang ini adalah: a. Pemenjaraan atau pidana kurungan maksimum ½ setengah dari pidana pokok bagi orang dewasa. 18 b. Ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup dikonversi menjadi pidana penjara maksimum 10 tahun. 19 c. Ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup bagi anak yang umurnya belum 12 tahun dikonversi menjadi penyerahan anak kepada Negara. 20 d. Pidana denda maksimum ½ setengah dari denda untuk orang dewasa, jika denda tidak dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 sembilan puluh hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 empat jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari. 21 e. pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan paling singkat 3 tiga bulan dan paling lama 2 dua tahun yang mana mengakibatkan anak ditempatkan di bawah pengawasan Jaksa dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan; 22 14 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 10. 15 Eva Rosasi Sitindaon, op.cit., hlm. 13. 16 Pasal 1 angka 1 UU Pengadilan Anak 17 ‘eza Alifia to Ku ia a , Asas Ultimum Remedium dala Pe ida aa A ak Nakal, http:journal.lib.unair.ac.idindex.phpYRDKarticleview510 , diakses pada 18 November 2015. 18 Pasal 26 ayat 1 jo. Pasal 27 UU Pengadilan Anak 19 Pasal 26 ayat 2 UU Pengadilan Anak 20 Pasal 26 ayat 3 UU Pengadilan Anak 21 Pasal 28 UU Pengadilan Anak 22 Pasal 30 UU Pengadilan Anak 6 f. pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu danatau pembayaran ganti rugi. 23 Sedangkan yang dikategorikan sebagai tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal dalam undang-undang ini dapat pula disertai dengan teguran dan syarat yang ditetapkan oleh hakim. Adapun bentu-bentu tindakan tersebut antara lain: 24 a. mengembalikan kepada orang tua, wali, orangtua asuh; b. menyerahkan kepada negara untuk mengikutipendidikan,pembinaan, dan latihan kerja; atau c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan pelatihan kerja. Adapun ketentuan mengenai pengenaan tindakan dan pidana dalam pemidanaan anak menurut UU Pengadilan Anak adalah berbeda-beda tergantung kualifikasi pelanggaran yang dilakukan oleh anak. Jika anak terbukti bersalam melakukan tindak pidana, maka hakim dapat menjatuhkan baik pidana maupun tindakan. Sedangkan terhadap anak yang terbukti bersalah melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, maka hakim hanya diperbolehkan menjatuhkan tindakan. 25 Meninjau dari bentuk-bentuk kebijakan yang terdapat dari UU Pengadilan Anak, tampak bahwa sesungguhnya yang hendak diwujudkan dari undang-unang tersebut adalah suatu penanganan terhadap perkara anak nakal yang lebih baik daripada yang berdahulu, dan penanganannya memperhatikan kepentingan anak. Sehingga dalam penanganan perkara anak, anak tersebut tidak dirugikan secara fisik maupun mentalnya. 26 Selain itu dari segi tujuan pemidanaan dalam undang-undang ini pun memperlihatkan suatu pergeseran paradigma, yang semula dalam KUHP masih bersifat pembalasan, dalam undang-undang ini bersifat pencegahan secara umum general detterence. Bahwa pemidanaan dalam undang- undang ini bertujuan bukan hanya menjerakan anak sebagai pelaku, juga memiliki tujuan agar masyarakat secara umum tidak melakukan perbuatan tersebut. 27 Namun ternyata dalam praktik tujuan tersebut tidak terimplementasi dengan sempurna sehingga menimbulkan berbagai akibat yang tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan. Ketidaksesuaian tersebut dapat dilihat dari posisi anak dalam pengadilan yang hanya dijadikan sebagai objek, sehingga perlakuan tehadapnya juga cenderung merugikan kepentingan anak. 28 Hal demikian sejalan dengan pernyataan Ruben Achmad dalam penelitiannya bahwa ketidakefektifan penerapan tujuan pemidanaan dalam UU Pengadilan Anak berakibat pada semakin meningkatnya jumlah perkara tindak pidana anak. 29 Meskipun secara formal yuridis undang-undang ini telah lebih baik daripada pengaturan yang selama ini hanya mengacu pada KUHP bagi penanganan pemidanaan anak, namun masih terdapat beberapa aspek yang perlu penyempurnaan, terutama dalam hal pelaksanaannya. 30 Hal tersebut kemudian 23 Pasal 23 ayat 3 UU Pengadilan Anak 24 Pasal 23 UU Pengadilan Anak 25 Pasal 25 UU Pengadilan Anak 26 Gatot Supramono, op.cit., hlm. 12. 27 Steven P. Lab, Crime Prevention: Approaches, Practices and Evaluations, Walthan: Anderson Publishing, 2014, hlm. 174. 28 Yudhistira Adhi Nugraha, Pe ida aa terhadap Terdak a A ak ya g Tera a Pida a Mi i u Khusus dalam Praktek di Pengadilan Sebelum Berlakunya Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradila Pida a A ak, Tesis, Universitas Indonesia, Depok, 2013, hlm. 41-42. 29 Reza Alifianto Kurniawan, loc.cit. 30 Yudhistira Adhi Nugraha, op.cit., hlm. 39. 7 memicu dibentuknya undang-undang baru yang kini telah berlaku dan mencabut keberlakuan UU Pengadilan Anak, yakni UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA.

2.3. Masa UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA