17
3.3.2. Syarat Diversi Tidak Memperhatikan Praktik Peradilan
Dalam Pasal 117 ayat 1 huruf a RKUHP disebutkan bahwa Diversi dilakukan dalam hal tindak pidana yang dilakukandiancam dengan pidana penjara di bawah 7 tujuh tahun.Ketentuan ini
menyadur ketentuan dalam UU SPPA. Syarat ini dijabarkan ulang oleh Peraturan Mahakamah Agung No. 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana
A ak Perma Diversi yang menjawab apabila anak didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara di bawah tujuh tahun, mencakup dakwaan dalam bentuk surat dakwaan
subsidaritas, alternatif, akumulatif, maupun kombinasi gabungan,dibuka ruang kemungkinan Diversi.
69
Sebagai contoh, persoalan ini akan timbul misalnya dalam kasus narkotika, Dakwaan bagi pengguna narkotika, dalam praktik sangat sering didakwa baik dengan dakwaan subsidair,
alternatif, kumulatif maupun kombisnasi, antara Pasal 111112 Undang-Undang No. 35 Tahun te ta g Na kotika UU Narkotika
70
dengan Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika.
71
Kecenderungan penggunaan Pasal 111112 UU Narkotika dan 127 ayat 1 UU Narkotika dikombinasikan akan berdampak pada keputusan untuk melakukan Diversi apabila kedua pasal
tersebut dijatuhkan pada anak,
72
Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika memenuhi syarat Diversi, namun Pasal 111112 UU narkotika berdasarkan UU SPPA dan RKUHP tidak dapat dilakukan
Diversi.
69
Pasal 3 Perma Diversi.
70
Perbedaan antara Pasal 112 ayat 1 dengan Pasal 111 ayat 1 adalah pada jenis narkotika yaitu tanaman dan bukan tanaman. Sementara ancaman pidana kedua pasal tersebut sama yaitu minimal 4 tahun dan
maksimal 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,- dan paling banyak Rp 8.000.000.00,-. Pasal
ayat UU Na kotika e u yi, “etiap o a g ya g ta pa hak atau ela a huku e a a , memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp.
. .
. , delapa ilia upiah . Pasal
ayat UU Na kotika e u yi “etiap o a g ya g ta pa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp.
. .
. , delapa ilia upiah .
71
Pasal UU Na kotika e u yi “etiap Pe yalah Gu a a Na kotika Golo ga I agi di i se di i dipida a
dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun; b Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun; dan c Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana
de ga pida a pe ja a pali g la a satu tahu .
72
Menurut penelitian ICJR, Jaksa, dalam praktik cenderung menggunakan Pasal 111 dan 112 UU Narkotika bagi pengguna narkotika. Secara tehknis pun menggunakan pasal 111 dan 112 UU Narkotika lebih mudah untuk
dibuktikan daripada pasal 127 UU Narkotika. Pasal 127 yang mengamanatkan pembuktian seseorang sebagai pengguna narkotika dan mempertimbangkan hal-hal lain diluar sekedar menguasai narkotika tersebut. Dan lagi
ancaman pidana Pasal 111 dan 112 UU Narkotika yang minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun berbanding jauh dengan pasal 127 UU Narkotika yang hanya dikenai pidana paling lama 4 tahun untuk narkotika golongan
I. Sering kali Jaksa mengetahui bahwa orang tersebut adalah pengguna narkotika, namun Jaksa tidak menyertakan Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika agar pemidanaan langsung masuk ke Pasal 111 ayat 1 ataupun
Pasal 112 ayat 2 UU narkotika, dibeberapa putusan MA, hal ini dikritik oleh Hakim. ICJR menilia rumusan
e iliki, e yi pa da e guasai te se ut e jadika Pasal da
UU Na kotika se pat dise ut oleh Haki MA se agai pasal Ke a ja g . U tuk itu Hakim MA menyebutkan bahwa penggunaan pasal 111
dan 112 harus dilekatkan pada tujuan maupun niat untuk apa narkotika tersebut, karena secara logika, setiap o a g ya g e ggu aka a kotika pasti
e iliki, e yi pa da e guasai . Lihat ICJ‘: Problem Pasal 111 dan 112 UU Narkotika terhadap Pengguna narkotika, Harus Menjadi Perhatian Serius, Diakses di
http:icjr.or.idicjr-problem-pasal-111-dan-112-uu-narkotika-terhadap-pengguna-narkotika-harus-menjadi- perhatian-serius
18 Ketentuan Pasal 117 ayat 1 RKUHP ini berkaitan erat dengan ketentuan UU SPPA. Dalam Pasal 9
ayat 1 UU SPPA, yang juga mengatur mengenai syarat ancaman pidana 7 tahun. Dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan bahwa
…Di ersi tidak di aksudka u tuk dilaksa aka terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar
narkoba, dan terorisme, yang diancam pida a di atas 7 tujuh tahu . Terkait pasal ini, ada
catatan penting, karena Terminologi ti dak pida a ya g se ius merupakan terminologi yang
tidak dikenal dalam pidana materil di Indonesia. KUHP tidak memberikan penggolongan pada tindak pidana ini begitupun UU lainnya, sehingga penggunaannya memiliki potensi bias yang bisa
saja diperluas oleh aparat penegak hukum.
73
Bahkan dalam RUU KUHP, tidak ada penjelasan mengenai penggolongan tindak pidana. Ancaman pidana di dalam RKUHP juga cenderung
meningkat. Selain tindak pidana serius, RKUHP juga memuat ketentuan yang menggunakan terminologi yang
kualifikasinya tidak dikenal dalam hukum pidana di Indonesia.Pasal 134 RKUHP menyatakan bahwa :
Pidana penjara diberlakukan dalam hal anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan.
Ketentuan ini merupakan ketentuan yang juga diatur dalam Pasal 79 ayat 1 UU SPPA dengan materi yang sama.
Pe lu u tuk e jadi pe aha a ah a Tidak dite uka te i ologi pida a e at dala KUHP Indonesia, hal ini dapat berakibat multi tafsir.
Dan lagi, Pidana yang disertai dengan kekerasan juga harus dibatasi, pidana dengan kekerasan dalam rentang ancaman pidana berapa tahun saja yang dapat diterapkan, sebab ada pidana
dengan kekerasan yang mana anak masih dapat diberikan bentuk pidana lain, seperti penganiayaan ringan.
Lebih jauh dilema dalam pembatasan Diversi, dimana batasan bahwa Diversi hanya diberlakukan untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana dibawah 7 tahun. Pengaturan seperti ini akan
mempersempit ruang Diversi bagi anak. Kembali merujuk pada penelitian ICJR pada 2013, angka tertinggi tindak pidana yang dilakukan anak adalah pidana pencurian dengan 55 kasus yang
melibatkan 69 anak
– angka ini hampir mencapai 50 persen dari jumlah keseluruhan kasus yang diteliti. Pasal 363 ayat 1 ke-4 KUHP merupakan pasal yang paling sering digunakan oleh Jaksa
Penuntut Umum, dimana pasal ini diancam dengan pidana penjara 7 Tahun,
74
oleh karena apabila syarat Diversi akan dikaitkan dengan syarat dibawah 7 tahun maka potensi angka anak yang tidak
dapat dilakukan Diversi akan tetap tinggi.
73
Salah contoh tantangan diversi juga terkait dengan tindak pidana narkotika. Pada dasarnya untuk penyalahguna narkotika, telah diatur dalam beberapa kebijakan negara seperti SEMA No. 4 Tahun 2010 dan
SEMA No. 3 Tahun 2011, lebih dipandang sebagai korban dan bukan pelaku. Namun, seringkali APH melakukan penuntutan menggunakan Pasal 111 dan 112 UU Narkotika yang memisahkan kategori pengguna
narkotika dengan kategori menguasai, memiliki dan menyimpan narkotika. Konsekuensinya, banyak pengguna narkotika yang diancam dengan pidana diatas kategori 7 tahun nantinya, lebih parah dapat diaktegorikan
sebagai tindak pidana serius. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ICJR bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan LeIP,menunjukkan bahwa implementasi Putusan MA terhadap
penggunan Narkotika selama Tahun 2012, dari 37 sampel putusan, dengan persentase lebih dari 20 Putusan, Pasal 112 ayat 1 UU Narkotika menempati posisi yang paling banyak digunakan sebagai dasar penuntutan
disusul Pasal 111 ayat 1 UU Narkotika, dan berbanding lurus dengan itu pasal 127 UU Narkotika menempati urutan paling bawah
74
Erasmus Napitupulu dan Sufriadi Pinim, Studi.... Op.Cit. hlm. 38 – 39.
19
3.3.3. Inkonsistensi Terkait Syarat Pengulangan Tindak Pidana