BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka
partisipasi kasar APK jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, dan angka melek aksara literasi digunakan sebagai variabel dalam
menghitung Indeks Pembangunan Manusia IPM bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan pendidikan telah menjadi
agenda utama
bagi negara-negara
yang memiliki
komitmen untuk
mengembangkan kualitas sumberdaya manusianya sebagai dasar untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan bangsanya.
Pemerintah Indonesia juga menjadikan bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas dan arah kebijakan pembangunan nasional. Hasil pembangunan
pendidikan tersebut, sebagaimana dilaporkan Bank Dunia 1998: 3 dan Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas
2004: 19 dan 26, dapat dikatakan cukup impresif dari aspek kuantitas; namun belum dapat diimbangi dengan keberhasilan secara kualitatif. Kualitas hasil
pendidikan di Indonesia masih relatif rendah dan ketinggalan dari negara-negara lain, termasuk sesama negara ASEAN, juga diungkapkan berbagai pihak seperti
Bank Dunia 1998: 11, Hamijoyo dalam Tilaar, 2002: 297-298; bahkan menjadi isu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2004-
2009.
2
Kualitas pendidikan masih belum memuaskan sebenarnya merupakan refleksi dari mutu guru yang rendah Tilaar, 1998: 294. Tumpuan penyebab
kualitas pendidikan yang rendah pada sosok guru merupakan hal yang wajar karena guru sebagai pendidik merupakan satu jabatan yang amat strategis dalam
menunjang proses dan hasil kinerja pendidikan secara keseluruhan Surya, 2003: 181, 197 dan 314. Hal tersebut dapat ditelusur dari data Depdiknas 2004: 80
yang menunjukkan bahwa terdapat 41,46 guru yang “unqualified” belum berkewenangan untuk mengajar. Oleh karena itu peningkatan kualitas guru
menjadi keharusan untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan; dan salah satu strategi yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah menerapkan kebijakan
sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan. Kebijakan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan, semenjak awal
ditetapkan telah mendapat tanggapan yang beragam dari para guru Kompas, 18 Nopember 2005; Kedaulatan Rakyat, 7 Desember 2005; dan Media Indonesia, 7
Desember 2005. Laporan liputan media masa tersebut mengemukakan terdapat sebagian guru menyambut baik karena sertifikasi dipandang dapat meningkatkan
kualitas guru, yang selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas mengajar, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa.
Investigasi media tersebut juga menemukan sebagian guru menolak, karena enggan untuk mengikuti pendidikan lagi, merasa sudah tua dan telah cukup
dengan pengalaman mengajar selama bertahun-tahun. Sebagian lain merasa diperlakukan tidak adil sebab dianggap tidak lagi memenuhi syarat menjadi guru,
padahal ketika diangkat semua persyaratan sudah dipenuhi; atau bagi guru di
3 daerah terpencil tentu memiliki akses yang sangat terbatas untuk mengikuti forum
ilmiah atau kegiatan pengembangan lainnya. Akibatnya program sertifikasi pendidik ini juga telah menimbulkan keresahan di kalangan guru Kedaulatan
Rakyat, 7 Desember 2005; Kompas, Selasa 2 Oktober 2007; dan Kompas, 22 Oktober 2007.
Berbagai permasalahan di atas mengindikasikan bahwa kebijakan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan memiliki derajat penerimaan akseptabilitas
dan tingkat keterlaksanaan implementabilitas yang relatif rendah di kalangan guru sebagai sasaran kebijakan. Oleh karena itu permasalahan kebijakan
sertifikasi pendidik sungguh menarik untuk dikaji, karena sangat relevan dengan pengembangan kualitas pendidikan di tanah air. Selain itu kebijakan pemerintah
tersebut menyangkut karir jutaan guru di tanah air, yang juga berarti menyangkut nasib masa depan bangsa ini.
B. Fokus Penelitian