Telaahan mengenai Indikator Kualitas Hidup Penduduk Indonesia

Oleh
E L L Y A N U R

JURUSAN

alzl

MASYARAKAT
FAKULTAS

D A N SUMBERDAYA
PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN

1989

BOGOR

KELUARGA


RINGKASAN
ELLYANUR.

Telaahan Mengenai I n d i k a t o r K u a l i t a s Hidup

Penduduk Indonesia ( D i bawah bimbingan DJITENG ROEDJITO
dan DIAH KRISNATUTI PRANADJI).
I'ujuan umum p e n e l i t i a n i n i adalah menelaah kembali
i n d i k a t o r k u a l i t a s hidup penduduk Indonesia.

Sedangkan

t u j u a n khusus adalah mellhat sejauh m a n a k e t e r k a i t a n an-

tara h a s i l pembangunan dengan k u a l i t a s hidup penduduk
dalam populasi masyarakat yang bersangkutan.
Sesungguhnya i n d i k a t o r k u a l i t a s hidup penduduk i t u
s e n d i r i sudah ada, yakni kombinasi unsur Angka Melek Hu-

ruf (AMH),


Angka Harapan Hidup (AHH), Angka F e r t i l i t a s

( ~ l i T )dan Angka Mortalitas (AMT).

Tetapi kombinasi yang

l e b i h umum digunakan adalah AMH, AHFI dan AMT dengan komp o s i s i sumbangan s e t i a p unsur adalah sama, yakni sepert i g a (1/3).

Namun dalam p e n e l i t i a n i n i , diajukan s a t u

w s u r tambahan yakni Angka S t a t u s Gizi-baik (ASG), untuk
menelaah kembali bentuk i n d i k a t o r k u a l i t a s hidup penduduk Indonesia t e r s e b u t .
Untuk menganalisa apakah unsur ASG cukup beralasan
untuk d i t e r i m a sebagai i n d i k a t o r dan bagaimanakah sebaiknya komposisi lima unsur t e r s e b u t dalam mengukur k u a l i t a s hidup penduduk, yang dalam ha1 i n i disebut
nama Indeks Kualitas Hidup (IKH) digunakan a n a l i
Korelasi Spearman a n t a r a lima unsur t e r s e b u t ,

hasil pembangunan yang meliputi variabel pendapatan,
pendidikan, spsial budaya, kesehatan lingkungan dan

tingkat konsumsi dalam populasi masyarakat yang bersangkutan, dengan menggunakan 27 provinsi di Indonesia sebagai sample.
Hasil analisis menunjukkan, bahwa kecuali terhadap
variabel tingkat konsumsi terdapat korelasi positif antara hasil pembangunan dengan lima unsur tersebut di
atas.

Artinya, bahwa dengan semakin berhasilnya pemba-

ngunan maka kualitas hidup penduduk dalam populasi masyarakat yang bersangkutan juga semakin tinggi atau sebaliknya.

Sedangkan dengan variabel tingkat konsumsi

adalah sebaliknya bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi
maka kualitas hidup penduduk semakin rendah atau sebaliknya.

Hasil korelasi yang bertentangan tersebut, di-

duga disebabkan kevaliditasan data yang diragukan.

Oleh


karena itu, untuk menelaah indikator kualitas hidup penduduk tersebut di atas data tingkat konsumsi tidak dipergunakan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan penduduk, memang
dapat meningkatkan AHH atau sebaliknya, bahwa keberhasilan pemerintah dalam menurunkan AFT dan AMT dapat meningkatkan pendapatan penduduk.

Namun peningkatan pen-

dapatan belum diikuti dengan peningkatan ASG (r,=0,1459).

Dengan melihat t i n g g i rendahnya n i l a i k o e f i s i e n kor e l a s i dapat disimpulkan bahwa ASG cukup beralasan untuk
d i t e r i m a sebagai i n d i k a t o r .

Diantara lima unsur penyu-

sun IKH t e r s e b u t d i a t a s , unsur AMH adalah unsur yang
p a l i n g rendah k o e f i s i e n korelasinya terhadap h a s i l pembangunan.

Adapun p e r s e n t a s e komposisi sumbangan masing-

masing unsur dalam membentuk IKEI adalah sebagai b e r i k u t :
8,401 persen AMH, 21,487 persen ASG, 24,637 persen AHH,

2O,Lc87 persen A F T dan 24,988 persen AMT.

Rendahnya per-

s e n t a s e sumbangan AMH dalam menyusun IKH disebabkan karena, keberhasilan pemerintah dalam memberantas buta hu-

ruf belum d i i k u t i oleh kebiasaan penduduk untuk melakukan kegiatan s o s i a l budaya ( r s = 0,1117), misalnya membaca.

Kegiatan s o s i a l budaya adalah v a r i a b e l yang pa-

l i n g e r a t kaitannya dengan k u a l i t a s hidup penduduk ( r s =
0,7179) dibandingkan v a r i a b e l h a s i l pembangunan lainnya.
Peningkatan AMH juga t i d a k d i i k u t i oleh peningkatan keadaan kesehatan lingkungan.

Kesehatan lingkungan i t u

s e n d i r i sangat dipengaruhi oleh keadaan s o s i a l budaya
Hal
(1)s = 0,4078) disamping pendidikan ( r s = 0,5684).
i n i menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam mening-


katkan t a r & hidup penduduk, a n t a r a l a i n dengan member a n t a s buta huruf adalah t i d a k cukup.

Dengan menggunakan bentuk rumusan IKH t e r s e b u t d i
a t a s , d i k e t a h u i bahwa d a r i 27 p r o v i n s i Indonesia, bertur u t - t u r u t p r o v i n s i Yogyakarta, J a k a r t a dan B a l i a d a l a h
t i g a p r o v i n s i yang mencapai peringkat IKH t e r t i n g g i dan
sebaliknya dengan p r o v i n s i Nusa Tenggara Barat, Timor
Timur dan Sulawesi Tengah.

Tingkat kesenjangan I K H t e r -

t i n g g i (Yogyakarta) dan I K H terendah (Nusa Tenggara Bar a t ) adalah sebesar 83,67,

yakni suatu t i n g k a t kesen-

jangan yang sangat t i n g g i b i l a d i l i h a t d a r i s e g i pemerataan.
Berdasar h a s i l a n a l i s i s t e r s e b u t di a t a s , disarankan kepada i n s t a n s i Biro Pusat S t a t i s t i k untuk mengkaji
kembali metode pendataan konsumsi yang digunakan selama
i n i dan kepada pemerintah a g a r kebijakan dalam memberant a s b u t a huruf d i i k u t i a n t a r a l a i n dengan mendorong m i n a t penduduk, untuk menggunakan keterampilan baca t u l i s
tersebut.

sa.

Misalnya meningkatkan program koran masuk de-

Mengingat sebagian b e s a r penduduk Indonesia berdo-

m i s i l i d i pedesaan.

Disamping i t u , juga disarankan ke-

pada pemerintah untuk l e b i h memperhatfkan p r o v i n s i yang
minus sumberdaya alam dan manusia, agar t i n g k a t kesenjangan I K H t i d a k t e r l a l u t i n g g i dalsm rangka program pemerataan pembangunan.

TELAAHAN MENGENAI I N D I K A T O R
'KUALITAS HIDUP PENDUDUK INDONESIA

Oleh
ELLYANUR
A 2 0 1425


KARYA IIdilIAH
Sebagai Salah Satu Syarat U n t u k M e m p e r o l e h G e l a r

Sarjana Pertanian

Pada
F a h l t a s Pertanian, I n s t i t u t Pertanian B o g o r

JURUSAN G I Z I MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
PAKULTAS PERTANIAN
I N S T I T U T PERTANIAN BOGOR

I989

:

TELAABAN MENGmAI INDIKATOR
KUALITAS HIDUP PENDUDUK

INDONESIA

Nama Mahasiswa

Honor Pokok

Meny etujui

(Ir, D. Roedjito, D-Ntr)

(Ir- Di&

Dosen Pembimbing

K o m i si Pendidikan
Tanggal Lulus :

27 Maret 1989

K. Pxanadji, MS.)

Dosen Pembimbing


Ketua Jurusan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 23
Oktober 1962, dari Ibu Nurmaya dan Bapak Muhammad Noer,
sebagai putri keempat dari empat orang bersaudara.
Penulis lulus pada tahun 1975 dari Sekolah Dasar
Negeri Babakan Tarogong II Bandung.

Kemudian melanjut.,..

kan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri XII
Bandung dan lulus pada tahun 1979.

Pada tahun 1979 pe-

nulis masuk Sekolah Menengah Atas Negeri X Bandung, kemudian pertengahan tahun ajaran 1980/1981 penulis pindah
ke Sekolah Menengah Atas Negeri II Bogor hingga lulus
pada tahun 1982.

Pada tahun 1983 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) malalui Proyek Perintis I.

Kemudian pada tahun

1985 penulis diterima di Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada
penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak
Ir. Djiteng Roedjito, D.Ntr dan Ibu Ir. Diah Krisnatuti
Pranadji, MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
membantu sejak awal penelitian sampai tersusunnya karya
ilmiah ini.

Tak lupa penulis juga menyampaikan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Hartoyo sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Ir. Said Rusli dari Jurusan So sial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan kepada Bapak
Kepala Biro Pusat Statistik beserta jajarannya serta semua pihak yang telah membantu penulisan karya ilmiah ini.
Penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini dapat bermantaat bagi yang membacanya.

Bogor, Maret 1989

DAFrAR lSI
Halaman

. ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . .
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . .
Latar Belakang . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . .
DAFTAR TABEL

Tujuan Penelitian

• • ••• • •••• •••• ••• • ••••

..... .. . . .. .. ... ....
. . .. . . . . . . . . . . ... . . . .. . . . . ..

Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

vii
ix
1

1
4
4

5

Faktor-Faktor Pembentuk Kualitas Hidup ••

5

Indikator Kualitas Hidup

8

. . .. . . . . . . . . . . .

Teori Perumusan Indikator Kualitas Hidup.

10

. . . . . . .. . . . . . . . ....
Kerangka Pemikiran .. . . .. . . . . . . .. . ... . . .
Hipotesis . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .. . .

17

Batasan Istilah

• •• ••• ••••••••••• • ••••••

18

. . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. . .

21

KERANGKA DASAR PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

•• •• ••••••••

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

••••••••

... . . . . . . . .. . . . . . .. . . . ... .
PEMBAHASAN . . . . . ... . ... . . . . . . . . . . . .

Analisis Data
HASIL DAN

Profil Penduduk Indonesia Tahun 1985

14
14

21
21

24
26

•••

26

Hubungan Variabel Hasil Pembangunan dan
Kualitas Hidup Penduduk Indonesia..

33

Pendapatan dan Kualitas Hidup •••••
Pendidikan dan Kualitas Hidup •••••
So sial Budaya dan Kualitas Hidup..

33
35
37

vi

Halsman

... .. . .. ... .. ... ... ...... ..

Kes'ehatan Lingkungan dan Kualitas Hidup
KonsUDIsi Kalori, Protein dan Kualitas
Hidup

. . . . . . . . .. . . .. . . . . . . . . . . .
Indikator Kualitas Hidup Penduduk Indonesia ... . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .
Kondisi Kualitas Hidup Penduduk Indonesia
Tahun 1985 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...
SIMPULAN DAN SARAN ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . . ..

41

45

55
66
66

67

69
72

DAFrAR TABEL

Nomor

Halaman

Teks
Tiga Provinsi dengan Luas Wilayah Terbesar dan Terkecil ••••••••••••••••••

26

2.

Tiga Provinsi dengan Jumlah Penduduk Terbanyak dan Terkecil •••••••••••••••

27

3.

Tiga Provinsi dengan Kepadatan Penduduk
Terbanyak dan Terkecil ••••••••••••

28

4.

Tiga Provinsi dengan Jumlah Rumah Tangga
Terbanyak dan Terkecil ••••••••••••

29

5.

Tiga Provinsi dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk Tertinggi dan Terendah

31

6.

Tiga Provinsi dengan Nisbah Beban Tanggungan Tertinggi dan Terendah •••••

32

Tiga Provinsi dengan Kondisi Kualitas Hidup Penduduk Tertinggi.dan Terendah

56

1.

7.

Lampiran
1.

Luas Wilayah Indonesia per Provinsi

........

72

2.

Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1985 per
Provinsi ••••••••••••••••••••••••••

73

3.

Kepadatan Penduduk Indonesia Tahun 1985
per Provinsi •••••••••••••••..•..•.

74

4.

Jumlah Rumah Tangga Indonesia Tahun 1985
per Provinsi ••••••••••••••••••••••

75

5.

Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun
1980 - 1985 per Provinsi ••••••••••

76

6.

Nisbah Beban Tanggungan Penduduk Indonesia Tahun 1985 per Provinsi •••••••

77

7.

Variabel HasH Pembangunan

. .. . .. .. . .. . . .. . .. .

78

8.

Persentase Kondisi Hasil Pembangunan Indonesia Tahun 1985 per Provinsi •••

79

viii
Nomor

9.
10.
11.
12.

Halaman
Indeks Kondisi Hasil Pembangunan
sia Tahun 1985 per Provinsi
iョ、ッ・セN@

•••••••

80

Kondisi Kualitas Hidup Penduduk Indonesia Tahun 1985 per Provinsi •••••••

81

Indeks Kondisi Kualitas Hidup Penduduk
Indonesia Tahun 1985 per Provinsi..

82

Jumlah Klinik KB di Indonesia Tahun 1985/
1986 per Provinsi •••••••••••••••••

83

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Nomor

. . .. . . . . . . . .. .

1.

Bagan Kerangka Pemikiran

2.

Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1985

30

3.

Histogram Nilai Korelasi Indeks Pendapatan terhadap Indeks AMH, ASG,
AHH, AFT dan AMT ••••••••....•.••.

34

Histogram Nilai Korelasi Indeks Pendidikan terhadap Indeks AMH, ASG,
AHH, AFT dan AMT ••••••••.••••.•.•

36

4.

5.

Histogram Nilai Korelasi Indeks Sosial
Budaya terhadap Indeks AMH, ASG,
AHH, Apr dan .Af\1T

6.

7.
8.

•••••••••••••••••

38

Nilai Koefisien Korelasi Keeratan Hubungan antara Pendapatan, Pendidikan, AMH dan Sosial Budaya •••••

40

Histogram Nilai Korelasi Indeks Kesehatan Lingkungan terhadap Indeks
AMH, ASG, AHH, AFT dan AMT •••••••

42

Nilai Koefisien Korelasi Keeratan Hubungan antara Pendapatan, Pendidikan, AMH, So sial Budaya dan Kesehatan Lingkungan

9.
10.

•••.••.•••••.••.•

43

Histogram Nilai Korelasi Indeks Tingkat
Konsumsi terhadap Indeks AMH, ASG,
AHH, AFT dan AMT •••••••••••••••••

46

Histogram Nilai Korelasi Tingkat Konsumsi Tahun 1984 terhadap Tingkat KEP
Tahun 1986

11.

12.

15

••••••.••••••••••••••••

48

Histogram Nilai Korelasi Indeks Hasil
Pembangunan terhadap Indeks AMH,
ASG, AliH, AFT dan AMT ••••••••••••

51

Histogram Nilai Korelasi Indeks IKH terhadap Indeks Variabel Hasil Pembangunan

•••••. •. . •. . . . . . . . . . . . . •. •.

55

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada umumnya masalah kependudukan dikaitkan dengan
aspek kuantitas (jumlah) manusianya saja.

Sehingga

program kependudukan banyak diarahkan untuk upaya penurunan laju pertumbuhan penduduk, seperti penurunan rertilitas melalui program Keluarga Berencana, penurunan
angka kematian dan lain-lain.

Sedangkan aspek kualitas

manusia belum banyak diketahui di Indonesia.

Kepusta-

kaan ilmiah yang langsung membahas masalah ini masih jarang baik di dalam maupun di luar negeri.

Sejauh ini

masalah kualitas baru dibahas secara umum dan normatir
saja, walaupun Perserikatan Bangsa- -Bangsa (PBB) dalam
publikasinya yang terakhir selalu menggunakan istilah
"population quality", namun belum ada penjabaran dalam
bentuk operasional secara luas dan jelas (KLH, 1986).
Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan penyebarannya yang tidak merata, merupakan salah satu raktor
penyebab pentingnya kualitas hidup penduduk.

Sebab, un-

tuk mendayagunakan sumberdaya manusia dalam pembangunan,
penduduk perlu memiliki produktivitas dan kualitas yang
memadai (KLH, 1986).

Pandangan yang selama ini hanya

menganggap modal dan teknologi sebagai mesin penggerak
pembangunan mulai melemah, terutama di negara yang banyak tenaga kerja, keberhasilan pembangunan adalah

2

sangat tergantung pada kualitas tenaga kerjanya (Hidayat,
1982).

Kualitas manusia semakin penting di saat pereko-

nomian kurang menguntungkan, karena pertambahan investasi barang dan modal sulit dilaksanakan.

Orang mulai

beralih pada masukan lain yang berupa tenaga manusia,
sehingga dirasakan perlu mengkaji sumberdaya manusia
yang dimiliki (Tjiptoheriyanto, 1983).

Ahli ekonomi

terkenal Theodore Schultz dalam Soekirman (1987) juga
mengatakan bahwa faktor penentu untuk meningkatkan produksi petani miskin, terutama terletak pada perbaikan
kualitas petaninya yang merupakan "human capital".
Sumberdaya manusia memegang peranan strategis dalam
pembangunan seperti terbukti dalam perkembangan negara
Swiss, Israel, Jepang dan Singapura.

Negara-negara ini

tidak banyak memiliki sumberdaya alam untuk dijadikan
modal dasar pembangunan, sehingga banyak keperluan sehari-hari harus diimpor dari luar negeri.

Namunkemajuan

ekonomi negara-negara ini pesat sekali, terutama dimungkinkan oleh kualitas sumberdaya manusianya yang tinggi
(KLH, 1988).
Indonesia memiliki sumberdaya manusia dan alam yang
potensial.

Persoalannya sekarang, bagaimana meningkat-

kan sumberdaya alam secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan (KLH, 1988).

Masalah kualitas

manusia adalah penting, agar bangsa Indonesia dapat tegak berdiri di tengah-tengah bangsa lain dan tumt menentukan peri kehidupan dunia (Gani, 1984).
Walaupun dalam Garis Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) 1983 sudah disinggung masalah kualitas manusia,
namun belum banyak dibahas atau ditelaah secara luas.
Padahal sangat banyak yang perlu dipikirkan, diteliti
dan dilakukan dalam bidang ini, untuk mempersiapkan masyarakat dan manusia Indonesia agar siap tinggal landas
(Kleden, 1984).

Seperti yang diungkapkan Mohamad (1988)

bahwa indikator kualitas manusia harus ada, karena dengan indikator terse but dapat diketahui sejauhmana manusia yang dicita-citakan GBHN tercapai atau berapa jauh
lagi yang hams dikejar.

Tetapi yang menjadi kesulitan

adalah bagaimana hams menentukan indikator dan bagaimana pula cara mengukurnya?

Hal ini tentu bukan hal yang

mudah, karena besarnya kenisbian setiap tolok ukur indikator yang akan ditentukan.
Publikasi kantor Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(KLH), menyatakan bahwa saat ini teori tentang kualitas
manusia dirasakan masih kurang dan menumt Kleden (1984)
masih banyak juga yang perlu dipikirkan dan diteliti
tentang hal tersebut.

Dalam GBHN juga disinggung ten-

tang kualitas manusia, tetapi rumusan tentang kualitas
manusia itu sendiri masih mendapat kritikan.

Berdasarkan

permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kualitas manusia, khususnya untuk melihat bentuk rumusan indikator kualitas
hidup penduduk Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah menelaah kembali cara
perumusan indikator kualitas hidup penduduk Indonesia.
Sedangkan tujuan khusus, melihat kaitan aspek hasil pembangunan terhadap kualitas hidup penduduk di wilayah
yang bersangkutan.

Aspek hasil pembangunan, antara lain

meliputi variabel pendapatan, pendidikan, sosial budaya,
kesehatan lingkungan dan konsumsi kalori, protein terhadap kualitas hidup penduduk yang diukur dari:

Angka Me-

lek Huru! (AMH), Angka Status Gizi-baik (ASG), Angka Harapan Hidup (ARR), Angka Fertilitas (AFT) dan Angka Mortalitas (AMT).
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk membantu pemecahan masalah bagi para pengambil kebijakan, khususnya di bidang
kependudukan untuk melihat sudah sampai dimana kualitas
penduduk Indonesia dengan tolok ukur indikator yang lebih memadai.

TINJAUAN PUSTAKA
f。ォエッセMイ@

Pembentuk Kualitas Hidup

Pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan
taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Disamping itu pembangunan nasional juga diharapkan

dapat meletakkan dasar yang kokoh untuk meningkatkan
kualitas hidup bangsa secara berkesinambungan dari generasi ke generasi (BPS, 1988a ). Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan.

Pembangunan akan ber-

hasil bila melihat penduduk tidak saja sebagai modal,
tetapi juga sebagai komponen pembangunan.

Disisi lain

manusia adalah konsumen pembangunan, karena pembangunan
tersebut bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia
itu sendiri.

Oleh karena itu agar jumlah penduduk yang

besar dapat menjadi modal pembangunan, maka kualitas
penduduk perlu ditingkatkan (KLH, 1988).

Bila penduduk

dilihat sebagai obyek dan kriteria kualitas seperti yang
diinginkan GBHN sebagai hasil yang dicapai setelah obyek
tadi "diolah", maka perlu dipikirkan suatu masukan yang
dibutuhkan untuk "mengolah" penduduk agar menjadi berkualitas.(Mohamad, 1988).

Kualitas fisik dan non fisik

serta keluarannya memerlukan suatu masukan yang mencukupi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Diantaranya masukan gizi, pendidikan dan lingkungan yang
meliputi fisik, sosial, biologis.

Gizi adalah masukan

terpenting disamping masukan lainnya (Gani, 1984).

6
Bahan makanan yang cukup tersedia dalam jumlah dan
mutu, perbaikan rumah, peningkatan pelayanan kesehatan
dan tingkat pendidikan, merupakan faktor yang banyak
mempengaruhi usia harapan hidup (Winarno, 1988).

Gizi

yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun
mental (Gani, 1984).

Perkembangan mental, terutama se-

masa kanak-Kanak sangat dipengaruhi oleh konsumsi zat
gizi, sebab kurang gizi akan mengakibatkan kemampuan intelektualnya terhambat.

Bahkan kalau kurang gizi ini

sampai mengganggu pertumbuhan otak, terjadilah kelainan
yang menetap, yaitu kemampuan bereaksi at au memberi respon yang kurang cepat terhadap stimulus atau informasi
dari luar dan pertumbuhan fisik menjadi terhambat.

Ku-

rang gizi juga mempunyai andil terhadap angka kematian
yang tinggi di kalangan penduduk dewasa, karena daya tahan tubuh rendah sehingga bila terserang penyakit berakibat fatal, disamping itu produktivitas juga menurun
dengan kondisi tubuh yang kurang gizi (Gani, 1985).
Masalah gangguan pertumbuhan sering merupakan aki_
bat dari masalah kesehatan dan gizi yang ada.

Sekalipun

faktor keturunan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, namun tidak tercapainya tingkat pertumbuhan yang optimal
setelah menjadi dewasa lebih sering diakibatkan oleh
keadaan gizi dan kesehatan yang buruk pada masa

7
kanak-kanak atau pada masa pertumbuhan (Kar,yadi, Abunain
dan Muhilal,"1988).

Kurang Energi Protein (KEF) berat

pada usia dini, akan mengakibatkan kualitas manusia yang
lemah, kemampuan belajar serta kemampuan koqnitif dan
"Intellegence Quotient" yang rendah (Kar,yadi, 1985).
Masukan bagi kualitas fisik menentukan bobot fisik,
dan keduanya mempengaruhi pula ketahan fisiko

Kualitas

fisik selanjutnya menentukan pula kualitas non fisik
yang meliputi akal, rasa maupun budi.

Contoh yang pa-

ling jelas adalah hubungan gizi (masukan bagi kualitss
fisik) terhadap kecerdasan (kualitas non fisik).

Anak

yang kurang gizi akan mengalami gangguan menghadapi perkembangan ilmu dan teknologi serta tantangan lingkungan,
karena kemampuan intelektualnya terbatas.

Apabila tan-

tangan dan rangsangan lingkungan tidak terkendalikan
oleh rasa dan emosi dan tidak dapat dicarikan jalan keluarnya oleh akal yang terbatas, maka dikhawatirkan persoalan tersebut dipecahkan melalui jalan pintas, misalnya dengan perbuatan yang sifatnya negatif.

Hal ini me-

nunjukkan bahwa kualitas manusia dapat dilihat dari keluarannya ("output").

Jadi, kualitas fisik dan non fi-

sik yang cukup baik akan menghasilkan perilaku hidup
yang mandiri, produktif dan berkesetiakawanan sosial
(Gani, 1984).

8

Bayi yang sehat adalah modal dasar yang kuat untuk
menjadikan ma-nusia yang berkuali tas (Anonymous, 1986).
Oleh karena itu, anak hari ini adalah cermin masa depan
bangsa.

Keberhasilan dalam mendidik dan membina anak

secara baik akan melahirkan bangsa yang baik dan
tera di kemudian hari.

ウ・ェ。ィセL@

Untuk mewujudkan cita-cita ter-

sebut banyak cara yang harus dilakukan. salah satu diantaranya adalah menangani masalah gizi.

Gizi adalah sa-

ngat penting dan berpengaruh terhadap kehidupan manusia, terutama pada anak-anak khususnya anak balita.
Keadaan kurang gizi pada seorang anak, selain akan
mengakibatkan tingkat kecerdasan menurun, juga menyebabkan pertumbuhan badan lambat, dayakerja (kreativitas)
menurun dan perkembangan mental terganggu.

Gizi kurang
juga merupakan penyebab utama kematian anak (BPS, 1986b ).
Indikator Kualitas Hidup
Berbeda dengan Garis Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sebelumnya, dalam GBHN tahun 1988 agak jelas mem-

beri rincian kualitas manusia Indonesia yang dikehendaki,
agar dapat menjadi modal d8sar pembangunan nasional.
Kriteria manusia yang dikehendaki oleh GBHN 1988 adalah:
berbudi luhur, tangguh, cerdas, terampil, mandiri, memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif, inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Dengan

9
bahan baku dan pengolahan yang baik, diharapkan dapat
dicapai hasil-yang baik pula.

Indikator kualitas hidup

yang baik dan sesuai dengan cita-cita GBHN tidak mudah
dirumuskan, karena yang dihadapi adalah manusia yang hidup, tumbuh dan mempunyai otak untuk ber£ikir serta mempunyai kemampuan memproses "input" dengan cara dan hasil
yang berbeda-beda (Mohamad, 1988).
Salah satu aspek yang cukup penting dalam membicarakan kualitas manusia adalah masalah indikator kualitas
hidup manusia itu sendiri.

Dengan indikator kita dapat

menilai masalah yang ada sekarang, sehubungan dengan
kualitas hidup manusia itu.

Dengan indikator pula dapat

dirumuskan kriteria manusia berkualitas yang diinginkan
di masa yang akan datang, sehingga berbagai macam upaya
dapat dilakukan untuk mencapainya (Gani, 1984).
Indikator kualitas £isik penduduk merupakan alat
bantu
オョエォセ・ァ。ィゥ@

sik penduduk tersebut.

tingkat perkembangan kualitas £iIndikator yaitu suatu alat yang

dapat dipakai sebagai petunjuk suatu keadaan tertentu
atau yang dapat mencerminkan keadaan tertentu tersebut.
Indikator dapat juga berarti sebagai variabel yang dapat
menolong untuk mengukur suatu perubahan (KLH, 1986).
Menurut Gani (1984) de£inisi indikator secara konsepsional yakni, abstraksi atau persepsi manusia tentang

10

sesuatu hal yang dikaitkan dengan indikator tersebut.
Atau dapat juga diartikan secara operasional, yaitu yang
member! penjelasan bagaimana indikator tersebut diukur.
Titik tolak sistematika konsepsional kualitas manusia adalah dengan asumsi bahwa kualitas manusia dapat
dilihat dari keadaannya yang bersifat fisik dan non fisik serta "output" dari kedua kualitas tersebut.
tas fisik

Kuali-

dapat dilihat dari ukuran atau
ウ・ッイ。ョァセオゥ@

bobot badan (misalnya tinggi badan dan berat badan), tenaga serta dayatahan dari serangan penyakit.

Kualitas

non fisik dapat dilihat dari kreativitas, produktivitas,
disiplin serta kemandirian (Gani, 1984).
Teori Perumusan Bentuk Indikator Kualitas Hidup
Untuk mengukur kemajuan atau perkembangan suatu wilayah sebagai dampak hasil pembangunan, dapat digunakan
berbagai indikator.

Selama 40 tahun terakhir ini, indi-

kator yang paling sering digunakan oleh para ekonom dan
perencana pembangunan adalah GNP ("Gross National Product"), yang ternyata tidak mewakili kenyataan sebenarnya.

Hal ini terbukti dari banyak kasus, dimana tingkat

GNP per kapita tinggi, ternyata tingkat kemiskinan juga
,

tinggi di negara yang bersangkutan (Wiradi, 1988).
Morris dan Alpin dalam.bukunya pada tahun 1982,
mengajukan suatu bentuk "Physical Quality of Life Index"
(PQLI) atau Indeks Mutu Hidup Fisik.

Ukuran ini dapat

11
memberi gambaran sesuatu yang sudah dicapai dalam pembangunan dan pemerataan pembangunan.

Ada tiga unsur yang

tercakup dalam indeks ukuran tersebut yakni:

angka ke-

matian bayi, angka harapan hidup dan angka melek hurut.
Mengingat angka melek hurut bukanlah ukuran "tisik hidup"
maka di Indonesia PQLI diterjemahkan menjadi Indeks Mutu
Eidup (IME) (Sayogyo, Pardoko, Soeharso, Tan, Rusli dan
Mamas, 1983).
Indeks mutu hidup yang dibentuk oleh tiga unsur di
atas, berada dalam ukuran skala 0 sampai 100.
setiap unsur diberi bobot sama.

Dimana

Tiap unsur itu juga di-

buat atas skala 0 - 100, dimana titik nol (0) adalah
tingkat "terburuk" dan titik 100 adalah tingkat "terbaik".
Sedangkan cara memberi indeks adalah sebagai berikut:
misalnya angka kematian bayi terburuk adalah sebanyak
229 orang dan terbaik adalah sebesar 7 orang per 1000
kelahiran hidup, maka indeks kematian bayi adalah sebagai berikut:

229

AKB, dimana nilai 2,22 adalah ha-

2,22
sil perhitungan (229

7)/100 dan AKB merupakan angka

kematian bayi pada saat tahun perhitungan.

Untuk angka

harapan hidup (ARR) adalah sebagai berikut, misalnya AHH
terendah dalam populasi masyarakat yang bersangkutan
adalah 38 tahun dan tertinggi 77 tahun, maka indeks harapan hidup adalah
hasil bagi (77

AHH
0,39
38)/100.

38 , dim ana angka 0,39 adalah
Sedangkan indeks melek hurut

12

adalah angka persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis
1985).

latin (Sayogyo.
ィオイセ@

Namun indikator inipun tidak luput dari kritikan

antara lain, karena tingkat melek
ィオイセ@

yang merupakan

sepertiga dari indeks mutu hidup bukanlah hasil akhir
dari proses pembangunan (Wiradi, 1988).
Sementara kritikan tentang keberadaan unaur melek
sebagai ukuran IMH diperdebatkan, pada tahun 1985
ィオセ@

Sayogyo menganjurkan satu masukan unsur baru yaitu unsur
(kelahiran), sehingga IMH semula diterjemahセ・イエゥャ。@

kan menjadi "Indeks Mutu Hidup-Plus".

Bersamaan dengan

lahirnya IMH-plus, KLH dalam publikasinya tahun 1986 menganjurkan cara pengukuran kualitas manusia sebagai berikut, yakni kombinasi tinggi badan, berat badan, kesegaran jasmanani, jumlah konsumsi makanan dan pola konsumsi makanan dalam 48 jam terakhir.
Proaterman dan Riedinger dalam Wiradi (1988) mengukur kemajuan atau perkembangan hasil pembangunan dengan
indikator BL'MI' ("Birth and Death Moderation Index") I yaitu suatu indikator yang menyerupai IMH yang sudah ada
sebelumnya.

Indikator ini terdiri atas unsur angka ke-

matian bayi, angka harapan hidup dan angka kelahiran per
1000 penduduk.
tor kualitas
セゥウォ@

sebagai berikut:

Sedangkan KLH (1988) mengusulkan indikahidup, dengan menggunakan lima un sur
(1) indeks tinggi/berat badan,

13
(2) indeks masa tubuh, (3) kadar haemoglobin (Bb) darah,
(4) test kesegaran jasmani dan (5) konsumsi kalori dan
protein (zat gizi).

Tetapi diakuinya, bahwa empat dari

lima unsur tersebut sulit sekali untuk dilakukan di Indonesia pada saat ini, karena berkaiatan erat dengan
tersediaan dana, perala tan dan tenaga ahli.

ォ・セ@

Oleh karena

itu, unsur yang lebih memungkinkan untuk dipakai adalah
unsur "tinggi/berat badan".

KERANGKA DASAR PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Hasil pembangunan mempunyai hubungan yang timbal
balik dengan kualitas hidup penduduk.

Artinya, dengan

hasil pembangunan yang tinggi maka akan tercipta penduduryang berkualitas tinggi pula dan sebaliknya, dengan
penduduk yang berkualitas tinggi maka akan dicapai hasil
pembangunan yang tinggi pula.
Hasil pembangunan sangat luas dan beragam, oleh karena itu untuk menyederhanakan permasalahan, dari 28 unsur hasil pembangunan (Lampiran 7) digolongkan menjadi
lima variabel hasil pembangunan yakni:

pendapatan, pen-

didikan, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan konsumsi.
Pengukuran kualitas hidup penduduk yang digunakan
selama ini, terdiri dari unsur Angka Melek Huruf (AMH).
Angka Harapan Hidup (ARR), Angka Fertilitas (AFT) dan
Angka Mortalitas (AMT) dengan berbagai macam variasi
kombinasi.

Bila empat unsur tersebut dilihat dari segi

ilmu gizi, akan terasa ada aspek yang kurang diperhatikan.

Apabila AFT, AMT dapat ditekan dan AHH dapat di-

naikan tetapi keadaan gizi penduduk buruk, maka indikator atau pengukuran tersebutakanokurang mencerminkan
kriteria manusia berkualitas yang diinginkan GBHN.

Oleh

karena itu, untuk memantau keadaan gizi penduduk dalam

15

Kualitas Hidup

Hasil Pembangunan

,

II

I

I

INDEKS KUALITAS HIDUP

1

III

- - - -- - - - - - -

I

- - -.,.. - - -.: Kriteria Manusia Berkualitas
I
Menurut GBHN
セ@

I

I
I
I

I1_ _ _ _

Gambar 1.

_

I
I
I

_________ __ -I

Bagan Keran'gka
Pemikiran
,

16

penelitian ini dimasukan unsur Angka Status Gizi-baik
(ASG).

Apakah ASG beralasan untuk diterima sebagai in-

dikator dan apakah empat unsur yang sudah ada masih tepat digunakan, maka lima unsur tersebut dikontrol dengan
melihat sejauh mana keeratan korelasinya terhadap hasil
pembangunan.

Bila unsur-unsur tersebut di atas dapat

dan masih dapat diterima sebagai indikator, maka untuk
unsur yang korelasinya terhadap hasil pembangunan lebih
tinggi, akan memberikan persentase sumbangan terhadap
Indeks Kualitas Hidup (IKH) yang tinggi pula.

Dengan

demikian, rumusan IKH tersebut diharapkan menjadi indikator kualitas hidup penduduk yang lebih mencerminkan 12
kriteria manusia berkualitas yang dicita-citakan GBHN
(Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Keterangan bagan kerangka pemikiran (Gambar 1):
I.

Variabel Hasil Pembangunan
PDT.
PDD.
SOS.
KSL.
KON.

II.

Pendapatan
Pendidikan
So sial Budaya
Kesehatan Lingkungan
Konsumsi kalori, protein

Unsur Indikator Kualitas Hidup Penduduk
AMH.
ASG.
aセN@
aセN@

AMT.

Angka
Angka
Angka
Angka
Angka

Melek Huruf
Status Gizi-baik
Harapan Hidup
Fertilitas
Mortalitas

17
III.

Kriteria Manusia Berkualitas menurut GBHN
1.
2.
,3.

4.

5.
6.

--------

Tangguh
Cerdas
Terampil
Mandiri
Inovatif
Kreatif

7.

8.

9.
10.
11.
12.

Berbudi luhur
Berdisiplin
Berorientasi ke masa depan
Bekerja keras
Produktif
Memiliki rasa berkesetiakawanan.

Variabel yang tidak dianalisis
Variabel yang dianalisis
Hipotesis

(1)

pendapatan semakin tinggi maka kualitas hidup
semakin tinggi atau sebaliknya.

(2)

Pendidikan semakin tinggi maka kualitas hidup
semakin tinggi atau sebaliknya.

(,3)

80sial budaya semakin tinggi maka kualitas hidup semakin tinggi atau sebaliknya.

(4)

Kesehatan lingkungan semakin tinggi maka
ォオ。セ@

litas hidup semakin tinggi atau sebaliknya.
(5)

Tingkat konsumsi semakin tinggi maka kualitas
hidup semakin tinggi atau sebaliknya.

(6)

Hasil pembangunan yang semakin tinggi maka
kualitas hidup penduduk semakin tinggi atau
sebaliknya.

18

Batasan Istilah
Indikator
。、セャィ@

suatu alat yang dapat dipakai sebagai

petunjuk yang dapat mencerminkan suatu keadaan tertentu.
Hasil Pembangunan adalah indeks rata-rata hasil pembangunan yang meliputi variabel:

pendapatan, kese-

hatan lingkungan, so sial budaya, pendidikan, tingkat konsumsi kalori dan protein (Lampiran 9).
Pendapatan yang dimaksud adalah indeks rata-rata persentase Rumah Tangga CRT) yang memiliki radio kaset,
pesawat televisi, RT dengan pengeluaran per bulan
lebih dari kebutuhan
セゥウォ@

minimum.

Kesehatan Lingkungan yang dimaksud adalah indeks ratarata persentase RT dengan keadaan sebagai berikut:
air parit mengalir lancar, air parit tergenang, jarak sumur/pompa ke penampungan kotoran kurang dari
lima meter, jarak sumur/pompa ke penampungan kotoran
lebih dari 15 meter, tempat membuang sampah ke kali,
tempat membuang sampah ke bak sampah, luas lantai
rumah terluas adalah tanah, luas lantai rumah terluas adalah ubin teraso, luas lantai rumah kurang
dari 40 meter persegi, air untuk mandi adalah air
ledeng, air untuk mandi adalah air sungai, tempat
mandi adalah kamar mandi sendiri, tempat buang air
basar adalah kakus sendiri yang dilengkapi dengan

19
tangki septik, tempat buang air besar adalah kakus
bersama; air untuk minum adalah air sungai, air untuk minum adalah air ledeng.
Sosial Budaya yang dimaksud adalah indeks rata-rata persentase penduduk usia 10 tahun keatas yang mendengarkan siaran radio, menonton siaran televisi,
membaca koran/surat kabar dan RT yang sumber penerangannya adalah listrik.
Pendidikan yang dimaksud adalah indeks rata-rata persentase penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar (SD), penduduk berpendidikan diatas Sekolah Menengah Tingkat Atas.
Konsumsi yang dimaksud adalah indeks rata-rata tingkat
konsumsi kalori dan protein.

Berdasar angka kecu-

kupan yang dianjurkan untuk setiap provinsi dari
Widyakar,ya Pangan dan Gizi (1988).
Kualitas Hidup Fenduduk yang dimaksud diukur dari keadaan Angka Melek Huruf (AMH), Angka status Gizibaik (ASG), Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Fertilitas (AFT), Angka Mortalitas (AMT).
Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia
sepuluh tahun ke atas yang dapat membaca dan menulia
huruf latin.

20

Angka status Gizi-baik (ASG) adalah besar persentase
anak berumur dibawah lima tahun (balita) yang

セ・イᆳ

status gizi baik di wilayah yang bersangkutan.
gizi diukur berdasarkan berat badan per umur
sエセオウ@

yang kemudian dikelompokan menjadi empat kriteria
status gizi,
ケ。ゥエオZセXP@

persen dari standard.Harvard

(gizi baik), 70 - 79,99 persen dari standard Harvard
(gizi sedang), 60 - 69,99 persen dari standard
Harvard (gizi kurang) dan kurang dari 60 persen dari standard Harvard (gizi buruk).
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan angka harapan
hidup orang setelah lahir.
Angka Fertilitas (AFT) adalah rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita dalam masa reproduksinya.
Angka Mortalitas (AMT) adalah banyaknya kematian bayi
berumur di bawah satu tahun per 1000 kelahiran.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai bulan September sampai dengan
bulan Oktober 1988.

Wilayah yang dianalisis dalam pene-

litian meliputi seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
yakni sebanyak 27 provinsi.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang diolah meliputi lima variabel yang terdiri dari 28 unsur hasil pembangunan. seperti yang terlihat pada Lampiran 7 dan data Angka Melek Huru£ (AMH),
Angka Status Gizi-baik (ASG). Angka Harapan Hidup (ARR).
Angka Fertilitas (AFT) dan Angka Mortalitas (AMT) (Lampiran 10).
Pada penelitian ini data sekunder yang dipakai
berasal dari buku kumpulan data:
ya
QYXセN@

Statistik Sosial Buda-

Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 1987, Pro-

£il Statistik Ibu dan Anak di Indonesia 1985, Indikavor
Kesejahteraan Rakyat
QYXセN@

Indikator Kesejahteraan Rak-

yat 1987. Perkiraan Angka Kelahiran dan Kematian 1985.
Statistik Indonesia 1987. Kebutuhan Fisik Minimum 19791987. status Gizi Anak Balita 1985/1986 •. Statistik Lingkungan Hidup dan Perumahannya 1986. dari Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia.

22
Pada dasarnya data yang diolah tersebut di atas
adalah keadaan tahun 1985.

Mengingat ketersediaan data

yang terbatas untuk data-data tertentu digunakan pendekatan sebagai berikut:

jumlah penduduk yang mendengar-

kan radio, penduduk yang membaca koran/surat kabar, penduduk yang mengikuti acara siaran televisi adalah data
tahun 1984.

Jumlah RT (Rumah Tangga) dengan keadaan air

parit tergenang, keadaan air parit mengalir lancar adalah data tahun 1986.
data tahun 1984.

Konsumsi kalori dan protein adalah

ASG adalah data tahun 1985/1986 dan

AHH, AFT, AMT adalah data tahun 1980 - 1985.
Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi
Spearman.

Korelasi Spearman dihitung dengan cara membe-

ri ranking (peringkat). Pada dasarnya perkembangan peringkat data dari tahun ke tahun setiap provinsi tidak
banyak berubah.

Dengan demikian bias akibat pengambilan

data lebih awal (1984) dan lebih akhir (1986) dapat diabaikan.
Khusus untuk data tentang persentase RT dengan pengeluaran per bulan lebih dari kebutuhan £isik minimum,
ditentukan dengan cara melihat rata-rata besar anggota
keluarga per wilayah.

Sehingga besar kebutuhan fisik

minimum setiap keluarga di wilayah tersebut dapat ditentukan, kecuali untuk provinsi Maluku karen a rata-rata
anggota keluarga di wilayah tersebut adalah enam orang,

23
sedangkan buku kumpulan data "Kebutuhan Fisik Minimum"
hanya terbatas untuk besar keluarga maksimal lima orang,
maka keadaan ini didekati dengan jumlah anggota keluarga
lima orang.
Data konsumsi yang dianalisis adalah data konsumsi
dari BPS yang di "mark up" oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1988.

Dan besar kecukupan konsumsi

yang dianjurkan untuk setiap wilayah, juga berdasarkan
angka kecukupan yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1988.
Pada dasarnya data yang disajikan BPS dalam satuan
jumlah, sedangkan jumlah penduduk dan rumah tangga setiap provinsi berbeda-beda.

Oleh karena itu, untuk
ュ・セ@

nyeragamkan satuan hasil pembangunan dihitung dalam satuan persen, dengan cara membandingkan terhadap jumlah
total penduduk bagi variabel/unsur yang bersangkutan untuk persentase penduduk dan jumlah total RT untuk
ー・イセ@

sentase RT pada setiap provinsi yang bersangkutan.
Data Angka Mortalitas (AMT) yang tersedia dibedakan
antara laki-laki dan wanita, oleh karena itu untuk melihat rata-rata AMT setiap provinsi tanpa membedakan usia
dihitung dengan cara:
1,05 AMTpria
AMTrata-rata

=

+

AMTwanita

2,05

Hal ini dengan asumsi bahwa tingkat AMT pria dibanding
AMT wanita adalah 105 : 100.

24

Analisis Data
Untuk me'lihat ada tidaJmya hubungan antara aspek
variabel hasil pembangunan yang meliputi pendapatan,
pendidikan, so sial budaya, kesehatan lingkungan dan
tingkat konsumsi terhadap unsur AMH, ASG, AHH, AFT dan
AMT digunakan Uji Korelasi Spearman (Gibbons, 1975) dengan rumus sebagai berikut:
1

=

n (n 2

-

1)

Dimana:
koei'isien korelasi Spearman

rs

c

Di

= Ui

Ui

=

Vi

= pangkat nilai-nilai y

n

= jumlah pasangan pengamatan

Vi

pangkat nilai-nilai x

x dan y adalah pasangan pengamatan
Untuk mengetahui bahwa dua variabel yang diteliti (pasangan pengamatan yang diteliti) dengan nilai jenjang
independen, tidak ada hubungan antara jenjang variabel
yang satu dengan jenjang variabel yang lain digunakan
hipotesa:

.

t

o
o

Kriteria pengambilan keputusan:
HO
HO

di terima
:

bila r s セ@ rs (ol)

ditolak bila rs

>

rsCof..)

25
Indeks dicari dengan cara memberi skala 0 - 100,
terhadap variabel yang bersangkutan dengan rumus:
Nilai (tertinggi -

X)

Nilai (tertinggi - terendah)/100
untuk variabel yang menunjukkan bahwa nilai yang semakin
tinggi merupakan cermin hasil pembangunan yang semakin
buruk, misalnya persentase rumah tangga dengan sumber
air minum adalah air sungai.
Nilai (X

terendah)

Nilai (tertinggi - terendah)/100
untuk variabel yang menunjukkan bahwa nilai yang semakin
tinggi merupakan cermin hasil pembanguna"n yang semakin
baik, misalnya persentase rumah tangga dengan sumber air
minum adalah air ledeng.
ti.

X adalah variabel yang diteli-

BASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Penduduk Indonesia Tahun 1985
Indonesia terbagi atas 27 provinsi yang tersebar
dalam wilayah seluas 1 919 443 km 2 • Tiga provinsi yang
luas wilayahnya terbesar berturut-turut adalah Irian Jaya, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan tiga provinsi yang luas wilayahnya terkecil berturut-turut adalah
Jakarta, Yogyakarta, Bali (Tabel 1) sedangkan luas wilayah di 27 provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1.

Tiga Provinsi dengan Luas Wilayah
Terbesar dan Terkecil

No

Luas Terbesar

Luas Terkecil

1.

Irja (421 981 km 2 )

Jakarta (590 km 2 )

2.

Kaltim (202 440 km 2 )
Kalteng (152 600 km 2 )

Yogyakarta (3 169 km 2 )
Bali (5 561 km 2 )

3.

Wilayah Indonesia tersebut didiami oleh jumlah penduduk 164 049 988 jiwa, 49,77 persen di antaranya lakilaki dan 50,23 persen wanita.

Penyebaran jumlah pendu-

duk terbanyak di tiga provinsi berturut-turut adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah sedangkan

jumlah pen-

dudlllt terkecil berturut-turut adalah Timor Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara (Tabel 2) dan jumlah
penduduk antar provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.

27
Tabel2.

Tiga' Provinsi dengan·Jumlah Penduduk
Terbanyak dan Terkecil

No

Jumlah Penduduk Terbanyak

Jumlah Penduduk Terkecil

1.

Jatim (31 261 591 jiwa)

Timtim (630 676 jiwa)

2.

Jabar (30 830 365 jiwa)

Kalteng (1 117 881 jiwa)

3.

Jateng (26 945 028 jiwa)

Sultra (1 119 726 jiwa)

Berdasarkan perbandingan luas wilayah dan jumlah
penduduk di atas, maka diketahui kepadatan penduduk Indonesia sebesar 85 jiwa' per kilometer persegi.

Tiga

provinsi terpadat berturut-turut adalah Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah sedangkan kepadatan penduduk terendah
berturut-turut adalah Irian Jaya, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat (Tabel 3) sedangkan
kepadatan penduduk antar provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3.
Terpusatnya kepadatan penduduk yang tinggi di Pulau
Jawa, khususnya Jakarta disebabkan karena Pulau Jawa
umumnya dan Jakarta khususnya merupakan wilayah yang
mempunyai berbagai sarana kehidupan dan terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi dibandingkan
、・セ@

ngan pulau/provinsi lainnya, seperti yang diungkapkan
BPS (1988b ) sehingga arus migrasi penduduk dari pulau

28
lain (luar Pulau Jawa umumnya) semakin besar sedangkan
lUas wilayah Jakarta, Yogyakarta dan Jawa Tengah atau
Pulau Jawa umumnya termasuk kecil.
Tabel 3.

Tiga Provinsi dengan Kepadatan Penduduk Tertinggi dan Terendah

No

Kepadatan Penduduk
Tertinggi

1.

Jakarta (13 365 jiwa/km2)

Irja (3 jiwa/km2)

2.

Yogyakarta (925 jiwa/km2)

3.

Jateng (788 jiwa/km2)

Kalteng 、。セ@
Kaltim
(7 jiwa/km )
2
Kalbar (19 jiwa/km ),

Kepadatan Penduduk
Terendah

Tingginya jumlah penduduk atau tingginya kepadatan
penduduk di Pulau Jawa umumnya juga dicerminkan oleh
jumlah rumah tangga (RT).

Adapun rincian tiga provinsi

dengan jumlah rumah tangga terbanyak berturut-turut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah sedangkan jumlah
rumah tangga terkecil berturut-turut adalah Timor Timur,
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah (Tabel 4) dan jumlah
rumah tangga di Indonesia adalah 35 889 411 buah.

Jum-

lah rumah tangga antar provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin, karakteristik bentuk piramida penduduk Indonesia (Gambar 2)
termasuk tipe piramida penduduk yang menunjukkan bahwa

29
Tabel 4.

Tiga Provinsi dengan Jumlah Rumah
Tangga Terbanyak dan Terkecil

No

Jumlah RT Terbanyak

Jumlah RT Terkecil

1.

Jabar (7 564 157 RT)

Timtim (119 780 RT)

2.

Jatim (7 344 726 RT)

Sumsel (190 628 RT)

3.

Jateng (5 391 283 RT)

Sulteng (216 422 RT)

sebagian besar penduduk di wilayah yang bersangkutan berada dalam kelompok umur muda (umur relatif rendah)
(Lembaga Demografi, 1981).

Sifat "expansive" piramida

penduduk Indonesia, antara lain terlihat dari banyaknya
jumlah anak balita yaknisebanyak 21 550 364 jiwa atau
sekitar 13,10 persen dari seluruh penduduk.

Sedangkan

bila dilihat dari jumlah penduduk usia di bawah sepuluh
tahun, persentase penduduk usia muda mencapai 26,60 persen (43 666 972 jiwa) dari jumlah penduduk Indonesia.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 2,15 persen,
. dengan rinoian tiga provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya tertinggi berturut-turut adalah Lampung, Kalimantan Timur, Bengkulu.

Sedangkan tiga provinsi yang

laju pertumbuhan penduduknya terendah berturut-turut
adalah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Tabel 5).
Laju pertumbuhan penduduk antar provinsi di Indonesia
dapat dilihat pada Lampiran 5.

30
Laki-Laki

Wanita
Umur
QセK@

T

・セMVァ@

e]Zセ@
. . J::::=I'GO -M
gセ@

-

1
1

I

iMセNL@

I].,

59

fl4

セッ@

セ| {GSPMT@

8,

70-7Q

2et- 2920 - >.4
15 - Iii

I
1
,

1

1C,1 -14

5 -- 9
.0 I

10
Juta

o

5
Gambar 2.

4

o

5

10
Juta

Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1985

Terpusatnya laju pertumbuhan penduduk yang rendah
di Pulau Jawa (Jateng, Yogyakarta, Jatim khususnya), disebabkan karena Pulau Jawa telah mengalami tahap-tahap
pertama dari transisi

、・ュッァイ。セゥ@

mulai sejak abad ke-19

yang lalu, sedangkan Lampung, Bengkulu, Kalimantan Timur
khususnya dan wilayah luar
sisi 、・ュッァイ。セゥ@

セャ。オ@

Jawa umumnya masa tran-

baru mulai pada abad ke-20, bahkan bebe-

rapa provinsi baru dimulai sesudah perang dunia kedua
(Koentjaraningrat, 1976).

Masa transisi 、・ュッァイ。セゥ@

yaitu

suatu mesa peralihan antara keseimbangan tingkat kema-.
tian dan kelahiran yang alami terhadap tingkat keseimbangan kematian dan kelahiran akibat kemajuan teknologi
kesehatan.

31
Tabel 5.

Tiga Provinai dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk Tertinggi dan Terendah

No

Laju Pertumbuhan
Tertinggi

Laju Pertumbuhan
Terendah

1.

Lsmpung (5,01 %)

Jateng (1,20 %)

2.

Kaltim (4,41 %)

Yogyakarta (1,26

3.

Bengkulu (4,19 %)

Jatim (1,38 %)

%)

Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
di Lampung, Kalimantan Timur, Bengkulu, khususnya di
Lampung antara lain disebabkan karena tingginya tingkat
セ・イエゥャ。ウ@

(kelahiran) sebagai dampak program transmigrasi.

Menurut Oey (1981) dalam Swasono dan Singarimbun

(1986) bahwa meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk
di Indonesia secara keseluruhan disebabkan karena
program transmigrasi.

・セォ@

Hal tersebut dibuktikan oleh ha-

ail penelitiannya di Lampung, bahwa makin muda usia
transmigran, makin tinggi
セ・イエゥャ。ウョケN@

Para trans-.

migran yang bertransmigrasi sebelum usia 15 tahun (yaitu seluruh masa reproduksinya dilalui di daerah transmigrasi) menunjukkan tingkat fertilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan para transmigran yang pindah pada
usia lebih tua (yaitu sebagian masa reproduksinya dilalui di daerah asal).

Sehingga pada akhir tulisannya Oey

32
mengungkapkan kekhawatirannya tentang perluasan program
transmigrasi yang nampaknya membawa akibat pengulangan
kembali dan perluasan masalah kependudukan dari Pulau
Jawa ke daerah penerima transmigran.
Berdasarkan perbandingan jumlah penduduk usia tidak
produktif (65 tahun ke atas + 14 tahun ke bawah) terhadap jumlah penduduk umur produktif ( 15 - 64 tahun) kali
seratus, diketahui bahwa nisbah beban tanggungan penduduk Indonesia adalah 74,7.

Adapun rincian tiga provinsi

yang mempunyai nisbah beban tanggungan tertinggi berturut-turut adalah Sulawesi Tenggara,Bengkulu, Sumatra
Utara, sedangkan tiga provinsi dengan nisbah beban tanggungan terendah berturut-turut adalah Jakarta, Yogyakarta dan Jawa Timur (Tabel 6).

Besar nisbah beban Tang-

gungan antar provinsi di Indonesia dapat dilihat pada
Lampiran