Determinan Peningkatan Kualitas Hidup Penduduk Dan Pengaruhnya Terhadap Pembangunan Berkelanjutan Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

BAB I
PENDAHULUAN

1.7.

Latar Belakang Masalah
Dalam merencanakan pengembangan suatu wilayah, minimal ada tiga komponen yang

perlu diperhatikan yaitu : Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi.
Selanjutnya ini disebut dengan tiga pilar pengembangan wilayah. Salah satu pilar yang cukup
penting adalah Sumber Daya Manusia, karena dengan kemampuannya akan mampu
menggerakkan sumber wilayah yang ada. Justru itu kualitas Sumber Daya Manusia harus
mendapat perhatian di posisi terdepan.
Kemampuan penduduk untuk berbuat terkait dengan kehidupan sangat ditentukan oleh
kualitas Umber Daya Manusia yang selalu diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Justru karena itu perhatian tentang kualitas SDM harus mendapat perhatian di posisi
terdepan. Pembangunan atau pengembangan dalam arti development, bukanlah suatu kondisi
atau suatu keadaan

yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini


penduduk setempat. Sebaliknya pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh
apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki guna meningkatkan kualitas
hidupnya dan juga kualitas hidup orang lain.
Pembangunan di daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep
pembangunan nasional, program akselerasi pembangunan yang dilaksanakan selama ini
diyakini telah mampu menggerakkan dinamika bangsa Indonesia ke arah alam demokrasi dan
taraf kemajuan seperti yang kita rasakan selama ini. Sebagai konsekuensi dari pembangunan

nasional yang sedang berlangsung, berbagai daerah telah diberi kesempatan oleh pemerintah
pusat untuk membenahi diri dalam menentukan sikapnya sendiri yang diwujudkan dalam
bentuk pemekaran wilayah dengan berbagai alasan kepentingan yang menyertainya, seperti:
latar belakang sejarah, peningkatan pelayanan pada masyarakat, pemerataan pembangunan
dan perimbangan keuangan antara pusat – daerah yang diformat dalam suatu wadah politik
dengan kemasan yang berlabelkan ”Pemerintahan Otonomi Daerah”.
Di dalam pembenahan daerah tersebut perlu adanya perencanaan wilayah yang
berkelanjutan (susatinable), yang dapat melihat jauh ke depan. Bagaimanapun pesatnya
pembangunan yang dilaksanakan di daerah, dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi
dengan tujuan mensejahterakan masyarakat. Jika tidak disejajarkan dengan pembenahan
kualitas hidup penduduk dikhawatirkan tidak hanya dapat menimbulkan kesenjangan di
bidang sosial, ekonomi, namun juga akan terjadi pemakaian sumber daya alam yang

berlebihan. Hal tersebut belum tentu dapat meningkatkan kwantitas pemenuhan kebutuhan
hidup dan juga kualitas hidup penduduk.
Kesalahan yang selalu dilakukan dalam kalkulasi pertumbuhan ekonomi adalah tidak
diperhitungkannya kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktifitas dalam exploitasi sumber
daya alam. Pada era dibawah tahun 1980 Labuhanbatu selatan memiliki hutan yang cukup luas
terutama di daerah kecamatan torgamba dan kampung rakyat. Setelah era diatas 1980,
perkebunan kelapa sawit baik swasta maupun PTPN, masuk ke Labuhanbatu Selatan, disertai
penebangan hutan tidak terkendali.
Dikhawatirkan oleh banyak pakar perencanaan pembangunan dapat menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam yang ada dengan

percepatan pemulihannya, tidak sebanding antara sumber daya alam yang dikelola dengan
produk yang dihasilkan (tidak ekonomis). Pada hakekatnya terjadi pemborosan penggunaan
sumber daya alam. Lebih dikhawatirkan lagi produk yang diperoleh dari eksploitasi sumber
daya alam tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkannya. Ketidakseimbangan antara
aktivitas pembangunan yang dilakukan dengan keberlanjutan tatanan ekosistem alami yang
ada sebelumnya. Ketidakseimbangan tersebut pada akhirnya menjurus pada suatu keadaan
yang tidak terpola dan tidak pernah sampai pada titik balik minimum ke arah peningkatan
kualitas hidup penduduk. Kehawatiran berbagai permasalahan di atas mengharuskan daerah,
sebelum memulai aktivitas pembangunan terlebih dahulu membuat suatu perencanaan yang

baik (sustainable).
Pada tahun 1967 “The Smithsonian Institution” menyelenggarakan sebuah
symposium dengan tema The Quality of Man’s Environment. Sejak itu masalah kelestarian
hidup merupakan topik yang makin seru dan pada masa sekarang sudah diangkat menjadi
masalah international. Akhirnya tercetus masalah kualitas hidup (quality of life), yang pada
hakikatnya diartikan sebagai suatu komposit antara kualitas lingkungan (quality of
environment) dengan kualitas manusia (quality of man).
Agenda 21 Indonesia yang dilaksanakan di Rio de Janerio, Brazil pada tanggal 3
hingga 14 Juni 1992 berisi visi dan rangkaian strategi mewujudkan pembangunan
berkelanjutan di Indonesia juga dengan tandas mengamanatkan kepada bangsa Indonesia,
untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan perlu dirumuskan suatu kebijakan, yaitu
keterkaitan antara kualitas hidup penduduk dengan kualitas lingkungan hidup pada tingkat
nasional, regional, maupun lokal. Selain dari pada itu, hasil dari berbagai penelitian yang

berkenaan dengan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan juga sangat diperlukan untuk
membuat dan melengkapi suatu piranti perencanaan wilayah ke depan dalam memantau
keterkaitan antara kependudukan dan lingkungan hidup yang sudah semestinya harus
diimplementasikan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Budianto pada tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Sistem Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Pengelolaan
Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Dalam penelitiannya Budianto

menyatakan bahwa salah satu upaya pemerintah kota Semarang dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan ini adalah dengan memberikaan
suatu peraturan yang didalamnya mengatur tentang pembangunan berkelanjutan yang
berdasarkan pada lingkungan yang baik serta dalam pelaksanaan undang-undang nomor 23
tahun 1997 dan analisis mengenai dampak lingkungan ini tentunya mengandung suatu
pemikiran bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengatur dalam
menjalankan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Adapun dalam
pelaksanaannya, pemerintah kota Semarang berusaha untuk menerapkan UULH dan AMDAL
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Tim Peneliti Balitbang Provinsi Jateng (2007) melakukan penelitian tentang
Penelitian Perilaku Sosial Anak Sekolah Terhadap Lingkungan Hidup dan Upaya Pelestarian
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari interaksi dengan
lingkungan sekitarnya. Dewasa ini setiap Negara dihadapkan kepada masalah lingkungan
hidup. Untuk mengatasi masalah lingkungan hidup tersebut, pembangunan nasional diarahkan
untuk menerapkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan

berkelanjutan (sustainable development). Salah satu unsur dalam konsep pembangunan
berkelanjutan tersebut adalah pendidikan lingkungan hidup (environment education).
Pitono (2007) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dapat membantu pengelolaan
lingkungan yang seksama dan pembangunan demi kelangsungan hidup sehari – hari dan masa

depan kemanusiaan. Pemahaman para ilmuan tentang masalah seperti perubahan iklim,
peningkatan konsumsi sumber daya, kecenderungan populasi, dan degredasi lingkungan
semakin bertambah. Dunia membutuhkan analisis ilmiah jangka panjang tentang penipisan
sumber daya, pemakaian energy, dampak kesehatan, dan kecenderungan populasi. Informasi
ini dapat digunakan dalam analisis mengenai pembangunan dan lingkungan pada tingkat lokal,
regional, dan global. Kita perlu mengembangkan sarana untuk pembangunan berkelanjutan,
misalnya a).indikator mutu kehidupan yang mencakup kesehatan, pendidikan, mkesejahteraan
social, dan keadaan lingkungan dan perekonomian; b). insentif ekonomi yang akan mendorong
pengelolaan sumber daya yang lebih baik; c). cara mengukur ketepatan teknologi – teknologi
baru dari segi lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan sebagai suatu upaya yang terencana dengan memadukan
konsepsi lingkungan hidup, ekonomi dan sosial ke dalam proses pembangunan, diyakini oleh
berbagai pakar pembangunan dapat menjamin kesejahteraan masyarakat masa kini dan masa
yang akan datang. Untuk menciptakan hal yang demikian sangat dibutuhkan manusia-manusia
yang berkualitas. Kebijakan mengenai kependudukan tidak boleh lagi hanya dilihat dari aspek
kwantitas (jumlah, komposisi dan distribusi), akan tetapi harus dapat dilihat dari sisi
kualitasnya. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh pelaku – pelaku pembangunan itu
sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu sesungguhnya adalah pembangunan

manusia itu sendiri (human development) yaitu pembangunan yang berorientasi pada manusia

(people center development), dimana manusia dianggap sebagai sasaran sekaligus sebagai
pelaku pembangunan. Jumlah penduduk yang banyak tidak menjadi masalah bilamana
penduduknya memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas, justru itu merupakan modal,
sehingga berbagai masalah yang muncul dapat segera diselesaikan.
Pembangunan manusia adalah sebuah konsep dalam lingkup studi tentang kondisi
manusia, pengembangan khusus internasional, berkaitan dengan pembangunan internasional
dan ekonomi. Konsep pembangunan manusia yang lebih luas pertama kali diungkapkan oleh
Amartya Sen, pemenang Nobel tahun 1998, dan diperluas oleh Martha Nussbaum, Sabina
Alkire, Ingrid Robeyns, dan lain-lain. Pembangunan manusia mencakup lebih dari sekedar
naik atau turun dari pendapatan nasional. Pembangunan demikian tentang perluasan pilihan
orang, untuk memimpin kehidupan yang mereka nilai, dan memperbaiki kondisi manusia
sehingga orang memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan yang penuh. Dengan
demikian, pembangunan manusia adalah sekitar lebih dari pertumbuhan ekonomi, yang hanya
sarana memperluas pilihan rakyat.
Kualitas hidup dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dan perbedaan disiplin ilmu
tersebut turut membedakan arah dan tujuan serta pengertian dari kualitas hidup itu sendiri.
Menurut Hartono (1993), jika kualitas hidup dipandang dari segi kedokteran maka dapat
ditentukan melalui ciri-ciri kesehatannya, baik fisik maupun mental. Dilihat dari segi Filsafat,
dimana kualitas hidup dapat dilihat melalui kesadaran manusia terhadap makna dan tujuan
hidupnya. Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, kualitas hidup manusia ditentukan oleh sikap

kewiraswastaannya, sikap cepat lambatnya menggunakan kesempatan ekonomi yang terbuka

bagi dirinya. Kualitas hidup dari segi hukum, ditentukan oleh tingkat kesadarannya mentaati
hukum yang berlaku. Dilihat dari sudut pandang sosiologi, kualitas hidup tergantung kepada
kepatuhannya terhadap tuntutan adat dan kebiasaan dalam masyarakatnya. Ditinjau dari segi
psikologi, kualitas hidup manusia tercermin dari tingkat kepuasan hidupnya. Ditinjau segi
agama, kualitas hidup manusia ditentukan oleh ketaqwaannya kepada Tuhan yang Maha
Pencipta, serta ajaran-ajarannya (Hartono dan Sunaryti, 1993:182-190). Ditinjau dari sudut
politik, kualitas hidup penduduk ditentukan dari besarnya peluang yang diberikan pemerintah
kepada masyarakat untuk ikut dalam proses pemerintahan, sekaligus memberikan hak kepada
masyarakat untuk mengurus kepentingan mereka sendiri dengan kebutuhan dan kemampuan
yang mereka miliki (Imawan, 1993:442-451). Dari sudut pandang ekologi kualitas hidup dapat
ditinjau dari kemampuan penduduk dalam memanfaatkan sumber-sumber daya secara optimal
dengan lebih mengedepankan kemampuan dalam pelestarian fungsi-fungsi ekologi,
kemampuan dalam pengaturan tata ruang dan kemampuan dalam pengendalian pencemaran
(Setyabudi, 1995:5).
Ada beberapa kelompok pandangan yang menyangkut pengukuran terhadap kualitas
hidup penduduk. Pandangan yang pertama beranggapan bahwa tidak mungkin fenomena
kualitas hidup dapat diukur. Hal ini dikarenakan aspek yang berkaitan dengan kualitas
masyarakat sangat komplek, pengukuran kualitas hanya bersifat reduksionis dan akan

memberikan hasil yang menyesatkan (misleading). Pendapat yang kedua lebih bersifat
optimis, menurut pandangan ini dimensi yang menjadi komponen pendukung kualitas hidup
penduduk cukup banyak namun masih bisa disederhanakan dengan memilih hal-hal yang
utama, namun dimensi yang merupakan komponen kualitas tidak usah digabungkan menjadi

nilai agregat. Pendapat yang paling optimis beranggapan bahwa, kualitas hidup penduduk
yang terdiri dari berbagai dimensi dapat saja diwakili oleh suatu angka agregat yang
merupakan penggabungan skor untuk masing-masing komponen kualitas hidup. Menurut
pendapat yang terakhir ini, dengan tersedianya teknik analisis statistik dan fasilitas komputer
akan memudahkan penciptaan angka agregat tersebut (Ancok, 1993:44). Dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup penduduk, Ananta dan Hatmadji, (1985:7) membedakan antara
indikator kualitas hidup dengan determinan kualitas hidup. Penentuan indikator dimaksud
sebagai variabel terukur yang variasinya dapat menentukan faktor-faktor kualitas hidup,
sedangkan determinan kualitas hidup adalah suatu variabel fisikologis terukur yang variasinya
dapat mempengaruhi kualitas hidup.
Secara umum faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup penduduk, digolongkan
ke dalam 2 variabel yaitu faktor kualitas fisik, faktor sikap terhadap pengelolaan lingkungan,
Faktor-faktor tersebut tidak hanya penting dalam memacu peningkatan kualitas hidup
penduduk, tetapi juga diyakini sebagai faktor determinan yang dapat berpengaruh terhadap
pelaksanaan kehidupan berpolitik, kehidupan sosial, dan memberikan sumbangan kepada

proses peningkatan kualitas hidup penduduk dalam pembangunan berkelanjutan. Seperti yang
terjadi pada berbagai daerah di Indonesia, permasalahan terhadap eksploitasi sumber daya
alam sudah tidak asing lagi terdengar di sekeliling kita, dan justru sebenarnya permasalahan
tersebut bermula dari tuntutan kebutuhan peningkatan kualitas hidup yang harus segera
terpenuhi bilamana pemerintah tetap menginginkan bahwa masyarakat dapat beralih dari
faktor penghambat menjadi faktor pendukung pembangunan.

Kecenderungan yang sekarang terjadi, ketika tuntutan kebutuhan pembangunan
tersebut harus segera terpenuhi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama dari
sektor kualitas fisik yakni: ekonomi, pendidikan dan kesehatan, selalu saja disertai dengan
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan terjadinya pencemaran lingkungan serta
munculnya ketegangan sosial. Hal ini dikarenakan kualitas penduduk yang terlibat dalam
pembangunan itu tidak berkualitas. Jika kecendrungan ini terus berlangsung pada suatu ketika
daya dukung lingkungan pasti terlampaui. Konsekuensi dari hal ini adalah terjadinya
keambrukan kehidupan manusia. Untuk menghindari terjadinya hal ini harus diusahakan agar
kenaikan kualitas hidup tidak hanya dari faktor kualitas fisik saja melainkan juga harus
disejajarkan dengan sikap masyarakat dalam pengelolaan lingkungan (Salim, 1985).
Kehidupan di bumi ini diisi oleh sejumlah makhluk hidup dalam interaksi, hubungan
timbal balik, dan adaptasi satu sama lain, jenis serta dengan benda – benda mati di sekitarnya.
Di antara sekian banyak makhluk hidup itu terdapat satu jenis yang disebut manusia. Jadi

kalau kita mempelajari kehidupan secara keseluruhan sekaligus juga mempelajari kehadiran
manusia di dalamnya. Karena manusia adalah juga anggota rumah tangga makhluk hidup itu
sendiri.
Pada dasarnya ekologi adalah ilmu dasar untuk mempertanyakan, menyelidiki, dan
memahami bagaimana alam bekerja; bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam sistem
kehidupan; apa yang mereka perlukan dari habitatnya untuk dapat melangsungkan kehidupan;
bagaimana mereka mencukupi kebutuhannya; bagaimana dengan melakukan semua itu
mereka berinteraksi dengan komponen lain dan dengan spesies lain; bagaimana individu –
individu dalam spesies itu beradaptasi; bagaimana makhluk hidup itu menghadapi

keterbatasan dan harus toleran terhadap berbagai perubahan; bagaimana individu – individu
dalam spesies itu mengalami perumbuhan sebagai bagian dari suatu populasi atau komunitas.
Semua ini berlangsung dalam suatu proses yang mengikuti tatanan, prinsip, dan
ketentuan alam yang rumit, tetapi cukup teratur, yang dengan ekologi kita mencoba
memahaminya. Dimana perlu dengan menyederhanakannya, walaupun kita menyadari bahwa
di balik kesederhanaan itu tetap tersimpan kerumitan yang mendalam. Manusia Indonesia
dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada dengan lingkungan
teknologi. Keadaan alam masih lebih menentukan untuk sebagian besar masyarakat Indonesia
daripada upaya teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus
memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan tetap

memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya, sehingga akan tetap bermanfaat bagi
generasi – generasi mendatang. Pemanfaatan tanah agar sungguh – sungguh membantu usaha
meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial. Untuk itu
sangatlah penting melakukan inventarisasi dan evaluasi tentang sumber daya alam yang ada
dengan tujuan untuk lebih mengetahui dan dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam
baik di darat, laut maupun udara, berupa tanah, air, energy, flora, fauna dan lain – lain yang
sangat diperlukan bagi pembangunan.
Pembangunan teknologi dalam upaya pemanfaatan sumber daya alam haruslah
seksama dan tepat sehingga mutu dan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup
dapat dipertahankan, untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan/berkelanjutan.
Demikian pula dalam pemanfaatan untuk pembangunan perlu selalu diadakan penilaian yang
seksama pula pengaruhnya terhadap lingkungan hidup, secara terpadu baik sektoral maupun

regional. Terhadap sumber daya alam yang sudah terlanjur rusak atau memang buruk karena
kondisi alamnya perlu diadakan rehabilitasi. Daerah aliran sungai sebagai satu kesatuan perlu
dipertahankan bahkan ditingkatkan.
Kabupaten Labuhanbatu Selatan, merupakan salah satu kabupaten yang
terdapat di Provinsi Sumatera Utara.

memiliki lima kecamatan yakni Kecamatan

Sungai Kanan, Kecamatan Silangkitang, Kecamatan Kotapinang, Kecamatan Kampung
Rakyat, dan Kecamatan Torgamba yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten
Labuhan Batu. Secara geografis wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dibelah atau
dipisahkan oleh Sungai Barumun yang kerap kali menimbulkan luapan banjir tahunan. Potensi
sumber daya alam pada umumnya daerah perkebunan

( kelapa sawit, karet, dll ) baik

Penanaman Modal Asing, Perusahaan Nasional, Swasta dan Rakyat, yang luasnya ± 62,04%
dari luas wilayah Labuhanbatu Selatan.
Berdasarkan atas harga berlaku sebesar Rp 6,28 triliun dengan jumlah penduduk
tahun 2013 sebanyak 285.437 jiwa. Sementara PDRB perkapita mencapai Rp 28,034 juta yang
berpengaruh kepada menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari tahun sebelumnya
sebesar 3,92%. Namun demikian di Labuhanbatu Selatan masih terdapat penduduk miskin
sebanyak 40.400 jiwa atau 13,95%. Kondisi ekonomi makro Labusel tahun 2013 sesuai PDRB
atas dasar harga konstan yang mencapai Rp 2,83 triliun. Sedangkan untuk prioritas
pembangunan pendidikan, sasaran pembangunan adalah peningkatan Angka Partisipasi
Sekolah (APS) dan mutu pendidikan yang diarahkan pada peningkatan kualitas guru, peserta
didik. Pertumbuhan ekonomi makro Kabupaten Labusel pada 2013, mencapai 5,61 %, lebih
rendah dari pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang sebesar 6,58%. Kemudian

peningkatan, sarana dan prasarana pendidikan yang telah ada serta menyelenggarakan
pendidikan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun 2013 urusan wajib
pendidikan dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp 72,531 miliar dengan realisasi Rp
65,566 miliar atau 90,4%.
Untuk pengembangan Agro Ekonomi tidak memungkinkan lagi melalui perluasan
lahan, karena peruntukan untuk lahan perkebunan sudah tereksploitasi habis. Hal yang lebih
memungkinkan dilakukan adalah membangun ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan
dengan sinergisitas masyarakat dengan pihak perkebunan dan membangun Industri Hilir yang
dapat mengolah CPO dan karet ke dalam berbagai turunan. Kemajuan Industri Hilir akan
berdampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan dari sisi ekonomi. Dalam upaya
membangun perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Selatan menjadi daerah industri perlu
suatu kehati-hatian dan kecerdasan. Ketaatan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
wajib ditaati.
Menurut Eka (2012), yang menjadi penyebab permasalahan tata ruang kota di
Indonesia ada tiga hal penting mengenai persoalan perkotaan:
1)

Indonesia tidak punya perencanaan terintegrasi, sehingga berbagai macam persoalan
muncul berkaitan dengan pembangunan kota

2)

Konsistensi dalam melaksanakan aturan yang ada juga lemah. Misalnya seluruh
pemerintah, baik pusat dan daerah keliatannya konsistensinya kalau berhadapan dengan
pemodal lemah, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba-tiba kawasan hijau akan
dijadikan mal

3)

Pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-persoalan di
masa yang akan datang.
Bukti nyata dari masalah-masalah inkonsistensi pemerintah dalam penataan kota

adalah urbanisasi yang tidak terkontrol oleh pemerintah. Pemerintah terus melakukan
pembiaran yang akan berakibat anggapan bahwa jika pemerintah diam berarti masyarakat
berada di posisi yang benar. Selain masalah tersebut adalah masalah transportasi yaitu
semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor pribadi. Masalahmasalah tersebut menambah kacaunnya keadaan tata kota yang dari infrastrukturnya masih
belum baik.
Permasalahan penataan ruang wilayah

yang masih belum sesuai dengan

peruntukannya di satu sisi dan rendahnya kualitas sumber daya manusia di sisi lain merupakan
dua hal yang menarik untuk dikaji dalam rangka mencari solusi pemecahan masalah yang
dihadapi saat ini. Disinilah pentingnya membangun kualitas hidup penduduk yang dapat
dikembangkan ke dalam bentuk manusia yang berkarakter dan mempunyai daya saing secara
kualitas. Sebagai daerah yang baru terbentuk, Kabupaten Labuhanbatu Selatan tidak terlepas
dari berbagai permasalahan yang dihadapi baik di bidang infrastruktur, ekonomi, sosial
budaya dan lingkungan yang kesemuanya dipengaruhi oleh kualitas hidup penduduk.
Menurut dugaan peneliti, solusi permasalahan pembangunan yang dihadapi
Kabupaten Labuhanbatu Selatan saat ini

harus dilakukan dengan pendekatan perbaikan

kualitas hidup penduduk. Pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan harus mampu
menemukan indikator-indikator apa sajakah yang diyakini dapat meningkatkan kualitas hidup
penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatan bilamana tetap menginginkan pembangunan yang

dilakukannya berkelanjutan. Indikator kualitas hidup manakah yang harus segera diperbaiki,
indikator kualitas hidup manakah yang masih perlu dipertahankan dan indikator kualitas hidup
apakah yang perlu ditingkatkan serta indikator apakah yang merupakan karakteristik
masyarakat kabupaten Labuhanbatu Selatan. Sehingga dari pendekatan indikator kualitas
hidup penduduk inilah nantinya pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dapat
menempatkan posisinya di tengah-tengah keinginan masyarakat yang dapat dijadikan sebagai
motor penggerak pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Selama ini Bank Dunia menggunakan tolak ukur pendapatan per kapita sebagai suatu
ukuran pokok dari pertumbuhan suatu negara. Dengan tolak ukur yang digunakan oleh Bank
Dunia tersebut, posisi Indonesia berada antara urutan tiga puluh dan empat puluh dari bawah.
Srilanka berada dibawah Indonesia. Laporan terakhir United Nations Development
Programme (UNDP), seperti dikutip oleh Tempo

(9 Juni 1990), menyebutkan adanya

perbedaan urutan yang lain dari berbagai negara tentang pertumbuhannya. Disebutkan, posisi
Indonesia dan 82 negara lainnya berada dibawah Srilanka. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
perbedaan tolak ukur yang digunakan. UNDP menggunakan tolak ukur yang disebut HDI
(Human Development Index), yang tidak hanya menggunakan pendapatan per kapita sebagai
indikator, tetapi juga usia harapan hidup, angka melek huruf, dan daya beli masyarakat.
Namun dalam penelitian ini indikator-indikator tersebut didekati dengan cara yang lebih
komprehenship.
Dengan ditemukannya indikator-indikator kualitas hidup penduduk yang diyakini baik
secara teoretik maupun secara impiris dapat berpengaruh terhadap pembangunan
berkelanjutan di kabupaten Labuhanbatu Selatan, diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor

apakah yang merupakan faktor determinan dari kualitas hidup penduduk yang dapat
mempengaruhi keberlanjutan pembangunan daerah kabupaten Labuhanbatu Selatan dan
sekaligus dapat mengidentifikasi faktor determinan dari kualitas hidup penduduk yang dapat
menyebabkan ketidakberhasilan program pembangunan, faktor-faktor kualitas hidup apa
sajakah yang harus secepatnya diperbaiki serta ditingkatkan sehinga dari berbagai faktor
pembentuk kualitas hidup tersebut dapat berjalan seirama dalam meningkatkan kualitas hidup
penduduk yang nantinya diharapkan dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan
di kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengkaji secara ilmiah tentang faktor-faktor
determinan peningkatan kualitas hidup penduduk dan pengaruhnya terhadap pembangunan
berkelanjutan di kabupaten Labuhanbatu Selatan ditinjau dari kajian kualitas fisik, dan sikap
masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan melalui sebuah penelitian dengan tema
“Determinan Peningkatan Kualitas Hidup Penduduk dan Pengaruhnya Terhadap
Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.”
1.8.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka berbagai masalah yang dapat

diidentifikasi dan perlu dipertanyakan antara lain:
1. Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan potensi sumber daya alam yang dimilikannya
seharusnya mampu membangun wilayahnya secara berkelanjutan.
2. Belum maksimalnya upaya – upaya seperti apa yang harus dilakukan dalam peningkatan
kualitas hidup penduduk agar pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dapat diwujudkan.

3. Proses percepatan pembangunan yang dilaksanakan selama ini oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup penduduk
berdampak kepada timbulnya permasalahan lingkungan, baik pada tataran lingkungan
sosial, lingkungan alam maupun pada lingkungan binaan.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam upaya pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan belum memperhatikan kearifan lokal sebagai potensi dalam
mengelola lingkungan.
5. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat membentuk kualitas fisik

dan sikap tentang

pengelolaan lingkungan sehingga berpengaruh terhadap pembangunan berkelanjutan di
Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
6. Faktor-faktor manakah yang merupakan faktor determinan dari kualitas hidup penduduk
yang dapat mempengaruhi pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan.

1.9.

Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, banyak masalah yang sebenarnya harus

diteliti namun pada kesempatan ini peneliti membatasi penelitiannya hanya pada faktor-faktor
dominan yang dapat membentuk kualitas fisik, dan sikap masyarakat tentang pengelolaan
lingkungan yang diyakini dapat berpengaruh terhadap Pembangunan berkelanjutan di
Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

1.10.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah faktor-faktor kualitas hidup fisik berpengaruh secara langsung terhadap
Pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan?
2. Apakah faktor-faktor sikap masyarakat dalam pengelolaan lingkungan oleh masyarakat
berpengaruh terhadap pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan?
3. Apakah faktor-faktor sikap Kualitas fisik berpengaruh secara langsung terhadap Sikap
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera
Utara?
4. Apakah faktor-faktor kualitas hidup fisik berpengaruh secara tidak langsung terhadap
Pembangunan berkelanjutan melalui sikap masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di
Kabupaten Labuhanbatu Selatan?

1.11.

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang diberikan oleh

faktor-faktor pembentuk kualitas hidup fisik, faktor-faktor pembentuk sikap masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan terhadap pembangunan berkelanjutaan di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan Provinsi Sumatera Utara. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui besarnya pengaruh langsung kualitas hidup fisik, terhadap pembangunan
berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara.
2. Mengetahui pengaruh langsung sikap masyarakat dalam pengelolaan lingkungan terhadap
pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara.

3. Mengetahui besarnya pengaruh langsung kualitas hidup fisik terhadap sikap masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara.
4. Mengetahui pengaruh tidak langsung kualitas hidup fisik melalui sikap

masyarakat

dalam pengelolaan lingkungan terhadap pembangunan berkelanjutan di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan.

1.12.

Manfaat Penelitian

1.12.1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari temuan penelitian Determinan Peningkatan
Kualitas Hidup Penduduk dan Pengaruhnya Terhadap Pembangunan Berkelanjutan di
Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah sebagai bahan informasi / masukan dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan di masa akan datang. Dengan demikian Pemerintah Daerah
Kabupaten Labuhanbatu Selatan diharapkan dapat dengan tepat melaksanakan berbagai
kebijakan pembangunan khususnya terkait dengan pembangunan berkelanjutan atas dasar
kualitas hidup penduduk yang dimilikinya.

1.12.2. Manfaat Teoritik
Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melakukan
penelitian-penelitian selanjutnya di bidang kependudukan dan pembagunan daerah. Begitu
pula bagi rekan-rekan yang sedang menekuni bidang perencanaan daerah, temuan ini
diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan terkait dengan perencanaan wilayah
dangan mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi keilmuan dalam kaitannya dengan sikap masyarakat yang merupakan
variabel antara pengaruh Kualitas hidup fisik terhadap pembangunan berkelanjutan, kualitas
hidup fisik dan sikap masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang keduanya juga secara
langsung mempengaruhi pembangunan berkelanjutan dan merangsang peneliti lainnya untuk
melanjutkan penelitian ini dengan melibatkan variabel-variabel lain yang lebih komplek,
terutama variabel-variabel yang berkenaan dengan peningkatan program pembangunan
kualitas hidup penduduk.