Akumulasi Bahan Organik pada Substrat Buatan dengan Kedalaman Berbeda di Danau Lido, Bogor Jawa Bara

AKUMULASI BAHAN ORGANIK PADA SUBSTRAT
BUATAN DENGAN KEDALAMAN BERBEDA
DI DANAU LIDO, BOGOR JAWA BARAT

ADE WILLY SURTINIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akumulasi bahan Organik
pada Sustrat Buatan dengan Kedalaman Berbeda di Danau Lido, Bogor Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013

Ade Willy Surtinih
C24070004

iv

ABSTRAK
ADE WILLY SURTINIH. Akumulasi Bahan Organik pada Substrat Buatan
dengan Kedalaman Berbeda di Danau Lido, Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh
NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI dan MAJARIANA KRISANTI.
Danau Lido dimanfaatkan untuk budidaya ikan dengan menggunakan KJA
(Keramba Jaring Apung). Keberadaan KJA berakibat adanya masukan bahan
organik yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diadakan pengkajian
mengenai akumulasi bahan organik, mengingat keberadaan dari Danau Lido yang

potensial untuk dikembangkan. Substrat buatan digunakan untuk mengetahui
keberadaan akumulasi bahan organik (klorofil-a, AFDM, COD) pada stasiun
berbeda (KJA dan Non-KJA) dan kedalaman berbeda (1 m dan 2 m). Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji akumulasi bahan organik pada substrat buatan pada
kedalaman berbeda di stasiun KJA dan Non-KJA. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa akumulasi klorofil-a berbeda antar stasiun dan kedalaman. Akumulasi
AFDM tidak berbeda antar stasiun dan berbeda antar kedalaman. Akumulasi
bahan organik berupa COD berbeda antar stasiun dan tidak berbeda antar
kedalaman. Akumulasi klorofil-a mengalami peningkatan hingga hari ke-29.
Akumulasi AFDM dan COD mengalami peningkatan hingga hari ke-22 kemudian
mengalami penurunan pada hari ke-29.
Kata kunci: AFDM, akumulasi, COD, kedalaman, klorofil-a.

ABSTRACT
ADE WILLY SURTINIH. The Accumulation of Organic Matter in Artificial
Substrates Deployed at Different Depths in Lido Lake, Bogor, West Java.
Supervised by NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI and MAJARIANA
KRISANTI.
Lido is used for culture with floating cages (KJA). The existence of the KJA
indicates high input of organic material. Organics matter study accumulation in

Lido Lake is important. Artificial substrates was set learn the accumulation of
organic matter at different sites (KJA site and non-KJA site) and depths (1 meter
and 2 meter depth). This study was aimed to determine the accumulation of
organic matter at artificial substrates at different depth at KJA site and non-KJA
site. The results showed that the accumulation of chlorophyll-a different between
the sites and the depths. The accumulation of AFDM different between depths and
was not different between the sites. The accumulation of COD was different
between the sites and was not different between the depths. Chlorophyll-a
accumulation was increase to day 29th. The accumulation of AFDM and COD was
increase to day 22th and was decline to day 29th.
Keywords: AFDM, accumulation, COD, depths, chlorophyll-a.

v

AKUMULASI BAHAN ORGANIK PADA SUBSTRAT
BUATAN DENGAN KEDALAMAN BERBEDA DI DANAU
LIDO, BOGOR JAWA BARAT

ADE WILLY SURTINIH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi

: Akumulasi Bahan Organik pada Substrat Buatan dengan

Kedalaman Berbeda di Danau Lido, Bogor Jawa Barat
: Ade Willy Surtinih
: C24070004
: Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si.
Pembimbing I

Dr. Majariana Krisanti, S.Pi. M.Si.
Pembimbing II

.Sc.

Tanggal Lulus: 28 Juni 2013

vii

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi

: Akumulasi Bahan Organik pada Substrat Buatan dengan
Kedalaman Berbeda di Danau Lido, Bogor Jawa Barat
: Ade Willy Surtinih
: C24070004
: Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si.
Pembimbing I

Dr. Majariana Krisanti, S.Pi. M.Si.
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 28 Juni 2013

viii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Akumulasi Bahan Organik pada Substrat Buatan dengan Kedalaman Berbeda di
Danau Lido, Bogor Jawa Barat”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si. dan Dr. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si.
selaku komisi pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan
masukan hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M.
Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan yang telah banyak
memberi nasihat dan bimbingan moral selama penulis menempuh
pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor.
3. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. selaku Kepala Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan yang telah memberikan nasihat dan arahan.
4. Dr. Ir. H. Ridwan Affandi selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan nasihat dan arahan kepada penulis.
5. Balai Riset Perikanan dan Budidaya Air Tawar Sempur atas perizinan
tempat penelitian dan kerjasamanya dalam penyusunan tugas akhir ini.
6. Keluarga besar tercinta di Indramayu: Ayahanda tercinta Mama Kasjayana
(alm), Ibunda tercinta Mayah (almh), kakakku tersayang (Yayu Supiyah,
Kang Yok, Yayu Ninih, dan Yayu Darminih), adikku tercinta (Nok Uci),
kakak ipar (Mas Salim, Ang Awi, dan Kang Jun), keponakanku yang
cerdas (Mas Yoyon, Yayu Dian, Mas Nung, Mas Kiki, Mas Angga, Dek
Orie, Mas Rian), Makem, Mak Kuwu, dan Mamang Wara yang tidak
pernah lelah dan senantiasa mencurahkan kasih sayang, cinta, doa, air
mata, dukungan, dan semangat kepada penulis hingga saat ini.
7. Staff Departemen MSP: Ibu Siti, Ibu Ana, Ibu Inna, Mba Widar, Bang
Budi, dan Mas adon atas bantuan dan curahan semangatnya.

8. Sahabat tim penelitian Chironomid Lido: Hendry Arief Favian, Desnita,
Dita atas kerjasama dan kebersamaan kita selama melakukan penelitian.
9. Sahabat baik: Dani, Zulmi, Arif, Eki, Martin, Nto, Ayu, Amanah, Dede,
Alim, Endah, dan sahabat MSP yang lain angkatan 44 sampai 46.
10. Sahabat BKIM IPB, sahabat asrama, dan sahabat pondok jamilah.
11. Sahabat baik (Rahma, Juwita, Rizka) dan staff SDIT Insantama Bogor.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, 28 Juni 2013

Ade Willy Surtinih

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................

Perumusan Masalah ....................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................
METODE .........................................................................................................
Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................
Persiapan Alat dan Bahan............................................................................
Pengumpulan Data ......................................................................................
Pengambilan Sampel Substrat .....................................................................
Pengambilan Sampel Kualitas Air ..............................................................
Analisis Sampel di Laboratorium ...............................................................
Analisis Data ..............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Hasil.............................................................................................................
Kondisi KJA dan Danau Lido .....................................................................
Bahan Organik .............................................................................................
a. Klorofil-a.............................................................................................
b. AFDM (Ash Free Dry Mass) ..............................................................
c. COD (Chemical Oxygen Demand) .....................................................
Pembahasan .................................................................................................
KESIMPULAN ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

LAMPIRAN .....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................

viii
viii
viii
1
2

3
4
5

6
8

9
11
12
13
15
18
25

x
DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Letak titik stasiun pengamatan di Danau Lido ...........................................
Metode dan alat yang digunakan dalam analisis bahan organik dan
kualitas air ...................................................................................................
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ...............................................
Parameter fisika dan kimia perairan di Danau Lido....................................

3
6
8
9

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perumusan masalah mengenai akumulasi bahan organik pada
substrat buatan dengan kedalaman berbeda ...............................................
Peta lokasi penelitian dan peletakan substrat buatan di Danau Lido ..........
Substrat buatan dan cara penempatannya di Danau Lido ...........................
Ukuran luasan pengambilan sampel pada substrat buatan ..........................
Nilai klorofil-a stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan) ...............
Rasio klorofil a/b stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan)............
Nilai AFDM stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan) ...................
Indeks Autotrofik (IA)stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan) ....
Nilai COD stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan) ......................

2
3
4
5
10
11
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8

Foto lokasi stasiun pengamatan dan posisi peletakan substrat
buatan di Danau Lido ..................................................................................
Perkembangan bahan organik yang menumpuk pada subtrat buatan ........
Uji statistik akumulasi klorofil-a.................................................................
Uji statistik akumulasi AFDM ....................................................................
Uji statistik indeks autotrofik ......................................................................
Uji statistik akumulasi COD .......................................................................
Hasil uji parameter kulitas air ...................................................................
Grafik hubungan COD dengan AFDM pada stasiun KJA dan non KJA ...

18
19
20
20
21
22
22
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau adalah wilayah yang digenangi air sepanjang tahun serta terbentuk
secara alami. Danau Lido merupakan perairan yang terletak di Desa Watesjaya,
Kecamatan Cigombong, Bogor. Danau Lido dimanfaatkan untuk wisata perahu,
pengairan sawah sekitar danau, rumah makan terapung, dan budidaya ikan dengan
menggunakan KJA (Keramba Jaring Apung). Sekitar 5% dari luas permukaan
Danau Lido digunakan untuk KJA, terdiri dari 14 KJA aktif milik petani dan satu
KJA aktif milik Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Komoditas ikan yang
dibudidayakan dalam KJA adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan pakan berupa pelet untuk mempercepat pertumbuhan
ikan (Tambunan 2010).
Adanya penggunaan pakan buatan pada KJA mengindikasikan kandungan
bahan organik yang tinggi pada perairan tersebut. Bahan organik alami
merupakan komponen penting dalam lingkungan darat dan perairan karena
berkaitan besar dalam proses geokimia dan biologi (Gadmar et al. 2005). Bahan
organik terdiri atas beberapa jenis, diantaranya senyawa-senyawa organik dalam
bentuk larutan (berukuran kurang dari 0,5 µm), partikel-partikel besar (berukuran
lebih dari 0,5 µm); dari organisme hidup sampai kepada yang sudah mati (Basmi
1991). Keberadaan bahan organik di perairan akan mengalami dekomposisi dan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme (Jangkaru 2003). Masukan bahan organik ini
merupakan sumber makanan dari larva, termasuk larva Chironomida (Silva et al.
2008). Menurut Favian (2011) pada stasiun KJA di Danau Lido terjadi kepadatan
organisme Chironomid genus Polypedilum sp. yang tinggi pada substrat buatan.
Oleh karena itu perlu diadakan pengkajian akumulasi bahan organik pada substrat
buatan sebagai makanan bagi organisme pemangsa. Penggunaan substrat buatan
dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan penumpukan bahan organik yang
terdapat di Danau Lido. Pada penelitian ini bahan organik direpresentasikan
dalam nilai klorofil-a, AFDM, dan COD.

Perumusan Masalah

Keberadaan bahan organik di Danau Lido dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satu diantaranya, yaitu faktor antropogenik (keberadaan KJA untuk
budidaya ikan). Penelitian ini menggunakan dua kedalaman dengan substrat
buatan. Keberadaan bahan organik yang menumpuk pada substrat buatan tersebut
memiliki peranan penting bagi kelangsungan kehidupan ekosistem yang ada di
perairan. Gambar 1 menunjukkan rumusan masalah pada penelitian ini.

2

Faktor Antropogenik
1. KJA
2. Non-KJA

Keberadaan
bahan organik
?

Kedalaman
Perairan

Akumulasi
bahan organik
pada substrat
buatan
dengan
kedalaman
berbeda

Substrat buatan

Gambar 1. Perumusan masalah mengenai akumulasi bahan organik pada substrat
buatan dengan kedalaman berbeda.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian bertujuan untuk membandingkan akumulasi bahan organik pada
substrat buatan dengan kedalaman berbeda di Danau Lido. Manfaat dari
penelitian ini adalah mendapat informasi mengenai ketersediaan bahan organik
(detritus dan mikroalgae) sebagai pakan untuk organisme pemangsa.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret-26 April 2011. Lokasi
penelitian berada di Danau Lido yang terletak 25 km dari Kota Bogor ke arah
Sukabumi, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Pada penelitian ini terdapat dua stasiun, yaitu stasiun KJA dan stasiun non
KJA. Stasiun KJA dianggap dapat mewakili kondisi perairan yang berada dekat
keramba jaring apung yang diduga memiliki bahan organik yang tinggi. Stasiun
KJA lebih dekat dengan outlet. Stasiun non KJA dianggap dapat mewakili kondisi
perairan yang jauh dari keramba jaring apung yang diduga memiliki bahan
organik yang rendah. Stasiun non KJA lebih dekat dengan inlet, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.

3

Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan peletakan substrat buatan di Danau
Lido
Masing-masing stasiun terdiri dari 3 titik sampling untuk pengambilan
sampel kualitas air dapat disajikan pada Tabel 1. Pengambilan sampel dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing parameter. Waktu pengamatan
parameter bahan organik (klorofil-a, AFDM, COD) dan kualitas air (kedalaman,
suhu, pH, kecerahan, intensitas cahaya, DO, dan TSS) pada hari ke-1, 8, 15, 22,
dan 29 setelah peletakan substrat.
Tabel 1. Letak titik stasiun pengamatan di Danau Lido
Stasiun
KJA

Non KJA

Titik sampling

Sudut Elevasi

Bujur Timur

Lintang Selatan

1

506,00

106 48’ 43,1”

6° 44’ 30,11”

2

506,00

106°48’ 42,3”

6° 44’ 29,31”

3

504,10

106°48’ 42,5”

6° 44’ 29,59”

1

502,70

106°48’ 30,6”

6° 44’ 39,96”

2

502,20

106°48’ 30,6”

6° 44’ 47,27”

3

502,90

106°48’ 30,6”

6° 44’ 47,28”

°

Persiapan Alat dan Bahan

Penelitian akumulasi bahan organik ini memerlukan substrat buatan.
Substrat buatan merupakan manipulasi atau imitasi dari karakteristik substrat
alami (Allan 1995 in Saliu dan Ovuorie 2006). Penggunaan substrat buatan
bertujuan untuk menyediakan tempat akumulasi/penumpukan bahan organik.
Pembuatan substrat buatan ini diawali dengan kawat besi yang dibentuk persegi
dengan ukuran 15 x 15 cm2 ditutupi dengan bahan kasa berbahan nilon dengan

4
ukuran jaring 2 mm dan direkatkan setiap sisinya. Tiga buah substrat disusun
selang-seling dalam bingkai bambu dengan ukuran 30 x 45 cm2 yang di bagian
tengahnya dibatasi dengan kawat, kemudian dirangkai dengan tali tambang
(Gambar 3).
B
G

H

1m

A

C
D

45 cm

1m

30 cm
Keterangan
gambar :
A : Permukaan air danau
B : Pelampung
C : Tali tambang
D : Bingkai substrat buatan (z=1m)
E : Bingkai substrat buatan (z=2m)
F : Pemberat pada dasar perairan (bata)
G : Substrat buatan dari kasa nyamuk
(15 x 15) cm2, dengan mesh size 2 mm
H : Tanpa substrat buatan

E
F

Gambar 3. Substrat buatan dan cara penempatannya di Danau Lido

Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang diambil meliputi data bahan organik (klorofila, AFDM, dan COD) dan kualitas air (kedalaman, kecerahan, intensitas cahaya,
suhu, TSS, pH dan DO).

5
Pengambilan Sampel Substrat
Substrat yang berukuran 15 x 15 cm2 tersebut dibagi menjadi empat
bagian dengan ukuran 7,5 x 7,5 cm2. Tiga bagian digunakan untuk sampel
klorofil-a, AFDM, COD, dan sisanya sebagai cadangan, sesuai dengan Gambar 4.

Keterangan:
1. Klorofil-a
2. AFDM
3. COD
4. Cadangan

Gambar 4. Ukuran luasan pengambilan sampel pada substrat buatan
Pengambilan sampel klorofil-a, diawali dengan mengerik substrat yang
berukuran 7,5 x 7,5 cm2, kemudian dimasukkan ke dalam botol polyethilen yang
telah diisi dengan aquades sebanyak 100 ml dan dibungkus dengan plastik warna
hitam. Sampel disaring dengan menggunakan membran klorofil dengan bantuan
vacuum pump. Selanjutnya membran klorofil tersebut ditetesi dengan MgCO3
sebagai preservasi sebanyak 2 tetes dan dibungkus dengan aluminium foil untuk
dianalisis kandungan klorofil di laboratorium.
Pengambilan sampel AFDM, diawali dengan mengerik substrat yang
berukuran 7,5 x 7,5 cm2. Hasil kerikan tersebut dimasukkan ke dalam botol film
yang telah diisi dengan aquades sebanyak 25 ml. Pengambilan sampel COD,
diawali dengan mengerik substrat yang berukuran 7,5 x 7,5 cm2. Hasil kerikan
dimasukkan ke dalam botol gelas yang telah diisi dengan aquades sebanyak 20 ml
dan ditetesi dengan H2SO4 sebagai preservasi sebanyak 2 tetes.

Pengambilan Sampel Kualitas Air

Pengambilan contoh kualitas air dilakukan di dua kedalaman (1 m dan 2 m)
pada masing-masing lokasi penelitian (KJA dan non KJA). Pengambilan sampel
kualitas air yang meliputi parameter fisika dan kimia perairan (Tabel 2).

Analisis Sampel di Laboratorium

Bahan organik direpresentasikan dalam nilai klorofil-a, AFDM, dan COD.
Analisis yang digunakan dalam bahan organik terdiri dari:
a. Analisis klorofil-a digunakan untuk menganalis kandungan klorofil-a dalam
sampel serta rasio klorofil a/b. Analisis kandungan klorofil dapat menduga
organisme autotrof (mikroalgae) yang terdapat pada substrat buatan.

6
b. Analisis AFDM (Ash Free Dry Mass) atau berat kering bebas abu merupakan
berat karbon (C) organik yang terdapat pada organisme autotrof dan
heterotrof yang menumpuk di substrat buatan.
c. Analisis COD untuk merepresentasikan semua bentuk bahan organik yang
terdapat pada substrat buatan.
Analisis laboratorium untuk sampel klorofil-a menggunakan metode
spektrofotometri (Boyd 1979), COD, dan kualitas air dilakukan di Laboratorium
Fisika-Kimia Perairan Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan,
Departemen MSP FPIK IPB. Analisis sampel AFDM dilakukan di Laboratorium
Konservasi Satwa Langka dan Harapan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, LPPM. Metode analisis sampel AFDM diawali dengan cara cawan
porselin yang dikeringkan dengan suhu 105oC kemudian didinginkan dalam
desikator dan dilanjutkan dengan pemanasan sampel dengan tanur bersuhu 500oC
(Bellingers & Sigee 2010).
Tabel 2. Metode dan alat yang digunakan dalam analisis bahan organik dan
kualitas air
Parameter
Klorofil-a dan
Klorofil-b
AFDM
FISIKA
Kecerahan
Intensitas
Cahaya
Suhu
TSS
KIMIA
COD
pH
DO

Unit
mg/m2

Alat / Metode
Spektrofotometer/ Metode spektrofotometri

Pustaka Acuan
Boyd 1979

mg/m2

Tanur dan Neraca Analitik/ AFDM

Bellinger and Sigee 2010

M
Lux

Secchi disk/Visual
Luxmeter

Eaton et al. 1995

o

C
mg/l

Termometer/Pemuaian
Filter/Gravimetrik

Eaton et al. 1995
Eaton et al. 1995

mg/l
mg/l

Buret/ Heat dilution method
pH stik/Potensiometrik
Buret/Titrasi Modifikasi Winkler

Boyd 1979
Eaton et al. 1995
Eaton et al. 1995

Analisis Data

a.

Indeks Autotrofik (IA)
Indeks Autotrofik (IA) menunjukkan perbandingan komposisi organisme
autotrof dan heterotrof dalam suatu komunitas. Nilai IA berkisar 50-100
menunjukkan kondisi perairan didominasi organisme autotrof. (Collins and
Weber 1978 in Biggs and Kilroy 2000). Rumus Indeks Autotrofik (IA) adalah
sebagai berikut: (Weber 1973 in Biggs and Kilroy 2000).
Indeks Autorofik (IA) =

7
b.

Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan meliputi Uji-t, RAF in time, Uji
perbandingan Duncan, dan koefisien korelasi.
 Uji-t
Uji-t dua rata-rata adalah metode yang digunakan untuk menguji kesamaan
rata-rata dengan jumlah sampel yang kecil, kurang dari sama dengan 30 (Mattjik
& Sumertajaya 2002).
 Rancangan Acak Faktorial in time
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan program SAS
dengan rancangan acak faktorial in time, yaitu rancangan percobaan dengan
pengamatan berulang (repeated measurement) yang pengukuran responnya dari
unit-unit percobaan dilakukan berulang-ulang pada waktu yang berbeda. (Mattjik
dan Sumertajaya 2002).
Model linier dari rancangan ini, yaitu

Yijkl = µ + αi + βj + αβij +

ijk

+ ωl + γkl + αωil + βωjl + αβωijl +

ijkl

Keterangan :
: nilai respon pada faktor perlakuan stasiun taraf ke-i, faktor perlakuan kedalaman
Yijkl
taraf ke-j, ulangan ke-k dan waktu pengamatan ke-l
: rataan umum
µ
: pengaruh faktor perlakuan stasiun, taraf ke-i
αi
: pengaruh faktor perlakuan kedalaman, taraf ke-j
βj
: pengaruh interaksi antara faktor perlakuan stasiun dengan faktor perlakuan
αβij
kedalaman
: komponen acak perlakuan
ijk
: pengaruh waktu pengamatan ke-l
ωl
: komponen acak waktu pengamatan
γkl
: pengaruh interaksi waktu dengan faktor perlakuan stasiun, taraf ke-i, ulangan ke-l
αωil
: pengaruh interaksi waktu dengan faktor perlakuan kedalaman, taraf ke-j, ulangan
βωjl
ke-l
αβωijl : pengaruh interaksi faktor perlakuan stasiun taraf ke-i, faktor perlakuan kedalaman
taraf ke-j, ulangan ke-l dengan waktu
: komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan
ijkl

Untuk melihat hasil uji rancangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
cara nilai P-value dan nilai F. Hipotesis pada RAF in time ditunjukkan pada
Tabel 3. Perbandingan nilai P-value dengan taraf nyata (α = 0,05), jika nilai Pvalue < α maka tolak Ho, sebaliknya jika nilai P-value > α maka gagal tolak tolak
Ho.
 Uji perbandingan Duncan
Uji Duncan untuk membandingkan nilai tengah perlakuan. Perlakuanperlakuan yang berada dalam satu garis yang sama berarti perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata pada pada  = 0,05(Mattjik dan Sumertajaya 2002).
 Koefisien korelasi
Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur keeratan (kuat, lemah atau tidak ada) hubungan antarvariabel.
Koefisien korelasi ini memiliki nilai antara -1 dan +1 (Hasan 2003).

8
Tabel 3. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian
1.

Perlakuan stasiun

H0 :
H1 :

2.

Perlakuan
Kedalaman

H0 :
H1 :

3.

Interaksi
perlakuan stasiun
dan kedalaman

H0 :

4.

Pengaruh waktu

5.

Pengaruh
perlakuan stasiun
dengan waktu

H0 :
H1 :
H0 :

6.

7.

Pengaruh
perlakuan
kedalaman
dengan waktu
Pengaruh
perlakuan stasiun
dan kedalaman
dengan waktu

H1 :

H1 :
H0 :
H1 :
H0 :
H1 :

α1 = . . . . . . = αa = 0 (Faktor stasiun tidak memberikan pengaruh)
paling sedikit ada satu i , αi ≠ 0 (Faktor stasiun tidak memberikan
pengaruh)
β1 = . . . . . . = βb = 0 (Faktor kedalaman tidak memberikan
pengaruh)
paling sedikit ada satu j, βj ≠ 0 (Faktor kedalaman memberikan
pengaruh)
αβ11 = . . . . . . = αβab = 0 (interaksi faktor stasiun dengan
kedalaman tidak memberikan pengaruh)
paling sedikit ada sepasang (i,j), αβij ≠ 0 (interaksi faktor stasiun
dengan kedalaman memberikan pengaruh)
ωl = . . . . . = ωc = 0 (waktu tidak berpengaruh)
Paling sedikit ada satu l, ωl ≠ 0 (waktu berpengaruh)
αω11 = . . . . . . . . = αωac = 0 (tidak ada interaksi faktor stasiun dan
waktu)
Paling sedikit ada sepasang (i,l) , αωil ≠ 0 ( ada interaksi faktor
stasiun dengan waktu)
βω11 = . . . . . . . . = βωbc = 0 (tidak ada interaksi faktor kedalaman dan
waktu)
Paling sedikit ada sepasang (j,l) , βωjl ≠ 0 ( ada interaksi faktor
kedalaman dengan waktu)
αβω111 = . . . . . . . . = αβωabc = 0 (tidak ada interaksi faktor stasiun dan
kedalaman dengan waktu)
Paling sedikit ada sepasang (i,j,l) , αβωijl ≠ 0 ( ada interaksi faktor
stasiun dan kedalaman dengan waktu)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Lokasi KJA dan Danau Lido
Lokasi penelitian berada pada kawasan Danau Lido dengan dua stasiun
pengamatan (stasiun KJA dan Non KJA). Pergerakan air dari inlet (dekat stasiun
non KJA) menuju outlet (dekat stasiun KJA). Stasiun KJA adalah stasiun yang
terdapat keramba jaring apung. Stasiun non KJA adalah stasiun yang tidak
terdapat keramba jaring apung. Sekitar 5% dari luas permukaan Danau Lido
digunakan untuk KJA, terdiri dari 14 KJA aktif milik petani dan satu KJA aktif
milik badan riset kelautan dan perikanan (BRKP). Komoditas ikan yang
dibudidayakan dalam KJA adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan pakan berupa pelet untuk mempercepat
pertumbuhan ikan. Produksi total ikan seluruh KJA milik petani dan BRKP
adalah 17,3 ton/tahun (Tambunan 2010).
Lampiran 1 menunjukkan kondisi lokasi penelitian. Aktivitas KJA di
Danau Lido dilakukan pada daerah dekat dengan outlet danau serta berdekatan
dengan jalan raya, pemukiman masyarakat, dan restoran terapung. Substrat dasar

9
pada stasiun KJA berupa lumpur. Menurut Nybakken (1992) in Afdal dan Riyono
(2003) jenis substrat dan ukuran merupakan salah satu faktor ekologi yang
mempengaruhi kandungan bahan organik pada sedimen. Semakin halus tekstur
substrat semakin besar kemampuan menjebak bahan organik. Stasiun non KJA
lebih dekat dengan areal pertanian sawah. Ketika penelitian berlangsung, kondisi
sedang panen padi sehingga banyak masukan limbah pertanian ke perairan.
Parameter kualitas air merupakan parameter pendukung dari parameter
utama. Tabel 4 menunjukkan parameter kualitas air di Danau Lido. Intensitas
cahaya yang masuk ke dalam kolom air akan semakin berkurang dengan
bertambah kedalaman perairan. Nilai kecerahan pada stasiun KJA dan non KJA
beragam. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik
yang tersuspensi dan terlarut dalam perairan, seperti lumpur dan pasir halus.
Menurut Krik (2010) semakin besar kedalaman, semakin rendah suhu perairan
karena berkaitan dengan intensitas cahaya (penetrasi cahaya) yang masuk ke
dalam perairan. Nilai pH, baik pada stasiun KJA maupun non KJA relatif stabil.
Tabel 4. Parameter fisika dan kimia perairan di Danau Lido
Parameter
KJA
non KJA
Kedalaman (m)
8,30
2,47
Intensitas cahaya (lux)
313,0-1628,7
526,3-1713,0
Kecerahan (cm)
174,3-293,5
65,8-124,5
1m
2m
1m
2m
Oksigen terlarut (mg/l)
3,0-7,6
3,0
5,3-8,1
2,3-7,6
TSS (mg/l)
1,7-19,7
5-27,3
11-21,1
210-1171,3
o
Suhu ( C)
26-27
25,5-27 25,8-26,7
25,3-26,8
pH
6
5,5-6
5,5-6
6
Stasiun non KJA memiliki kandungan TSS yang lebih tinggi dari stasiun
KJA. Hal ini diduga terjadi karena adanya limbah pertanian (panen padi) yang
masuk ke danau. Tingkat kecerahan berbanding terbalik dengan TSS (Tarigan
dan Edward 2003).
Konsentrasi oksigen pada kedalaman 1 m berbeda dari 2 m, baik pada
stasiun KJA maupun non KJA (P-value < 0,05). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Seller and Markland (1990) in Simarmata (2007); Schalles et al. (1998) bahwa
semakin dekat permukaan, semakin tinggi konsentrasi oksigen. Menurut Seller
and Markland (1990) in Simarmata (2007) oksigen diperoleh dari fotosintesis
organisme autotrof dan difusi udara. Konsentrasi oksigen terlarut pada stasiun
non KJA yang lebih tinggi diduga lebih banyak berasal dari proses difusi.
Sebaliknya, keberadaan oksigen yang lebih rendah di stasiun KJA terjadi karena
adanya pemanfaatan untuk respirasi ikan dan proses dekomposisi bahan organik
dari limbah pakan ikan dan sisa metabolisme ikan.

Bahan Organik
Pada penelitian ini bahan organik direpresentasikan dengan nilai klorofil-a,
AFDM, dan COD. Klorofil-a menggambarkan kelimpahan mikroalgae yang

10
terdapat pada substrat buatan. Adapun AFDM lebih kompleks dari klorofil-a.
AFDM menggambarkan kelimpahan mikroalgae dan hewan mikro yang terdapat
pada substrat buatan. Nilai COD menggambarkan bahan organik yang paling
kompleks dibandingkan dengan klorofil-a dan AFDM karena COD
menggambarkan semua bentuk bahan organik, termasuk mikroalgae, hewan
mikro, dan bahan organik mati yang terdapat pada substrat buatan. Lampiran 2
menunjukkan perkembangan bahan organik yang menumpuk pada subtrat buatan
dari hari ke-1 sampai hari ke-29.
a.

Klorofil-a

Menurut Biggs and Kilroy (2000) konsentrasi klorofil-a merupakan indikasi
kelimpahan organisme autotrof dalam sampel. Akumulasi klorofil-a pada substrat
buatan dapat dilihat pada Gambar 5. Akumulasi klorofil-a pada stasiun KJA
berbeda dari stasiun non KJA (Lampiran 3). Pada stasiun KJA terjadi akumulasi
sebesar 19,837 mg/m2, sedangkan stasiun non KJA sebesar 3,807 mg/m2.
Akumulasi klorofil-a juga berbeda antara kedalaman 1 m dan 2 m (P-value <
0,05). Pada kedalaman 1 m terjadi akumulasi sebesar 16,644 mg/m2 sedangkan
kedalaman 2 m sebesar 7 mg/m2.
Akumulasi klorofil-a pada hari ke-1, 8, 15, 22, dan 29 berturut-turut sebesar
0,125; 3,441; 11,775; 20; dan 23,766 mg/m2 (Lampiran 3). Akumulasi klorofil-a
berubah antarwaktu pengamatan.
60

50
30

Klorofil a (mg/m 2)

Klorofil-a (mg/m 2)

60

25
20
15
10
5

50
30
25
20
15
10
5

0
1
1m
2m

8

15
Hari ke-

22

29

0
1

8

15

22

29

Hari ke-

Gambar 5. Nilai klorofil-a stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan)
Lampiran 3 menunjukkan hasil uji RAF in time pada akumulasi klorofil-a.
Akumulasi klorofil-a berbeda antarstasiun, antarkedalaman, dan antarwaktu
pengamatan. Interaksi perbedaan stasiun dan kedalaman berpengaruh terhadap
akumulasi klorofil-a. Perbedaan stasiun dengan waktu berpengaruh terhadap
akumulasi klorofil-a. Perbedaan kedalaman dengan waktu berpengaruh terhadap
akumulasi klorofil-a. Interaksi perbedaan stasiun dan kedalaman dengan waktu
berpengaruh terhadap akumulasi klorofil-a (P-value < 0,05).
Selain klorofil-a, terdapat nilai klorofil-b sehingga didapat rasio klorofil a/b.
Perbandingan rasio klorofil a/b dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut hasil

11

60

60

55

55

25

25
Rasio Klorofil a/b

Rasio Klorofil a/b

penelitian Humbeck et al. (1988) in Beneregama dan Goto (2010) rasio klorofil
a/b pada mikroalgae air tawar adalah 1,5-4,2 sedangkan pada Gambar 6 terlihat
bahwa sebagian besar rasio klorofil a/b lebih besar dari kisaran rasio tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Yamazaki et al. (2005) in Beneragama and Goto
(2010) rasio klorofil a/b tinggi terdapat pada perairan dengan intensitas cahaya
tinggi. Hal ini mengindikasikan kandungan klorofil-a tinggi pada perairan
tersebut. Sebaliknya pada kondisi cahaya rendah, rasio klorofil a/b juga akan
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai klorofil-b lebih tinggi. Nilai klorofil-b
yang tinggi bertujuan meningkatkan efesiensi penyerapan cahaya biru dalam
lingkungan cahaya rendah.

20
15
10

20
15
10

5

5

0

0

1

8

15

22

1

29

8

Hari ke-

1m
2m

15

22

29

Hari ke-

Gambar 6. Rasio klorofil a/b stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan)
b.

AFDM (Ash Free Dry Mass)

12000
11000
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

AFDM (mg/m 2)

AFDM (mg/m 2)

Akumulasi bahan organik juga direpresentasikan dalam nilai AFDM (ash
free dry mass/berat kering bebas abu). Nilai AFDM merupakan bahan organik
(Bellingers dan Sigee 2010). Kandungan bahan organik berupa AFDM pada
stasiun KJA dan non KJA disajikan pada Gambar 7.

1

8

15
Hari ke-

22

29

1m
2m

12000
11000
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1

8

15
Hari ke-

Gambar 7. Nilai AFDM stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan)

22

29

12
Akumulasi AFDM sama antarstasiun (P-value > 0,05). Akumulasi AFDM
pada stasiun KJA dan non KJA, masing-masing adalah 4788,2 dan 4244,8 mg/m2.
Akan tetapi akumulasi AFDM pada kedalaman 1 m berbeda dari kedalaman 2 m
dengan nilai akumulasi AFDM masing-masing 5153,8 dan 3879,1 mg/m2 (Pvalue < 0,05) (Lampiran 3).
Lampiran 4 menunjukkan akumulasi AFDM hari ke-1, 8, 15, 22 dan 29
berturut-turut sebesar 782,4; 1782,2; 5066,7; 8478,5; dan 6472,7 mg/m2.
Akumulasi AFDM tidak berubah antara hari ke-1 dan ke-8, kemudian meningkat
pada hari ke-15 dan ke-29. Puncak akumulasi AFDM terjadi pada hari ke-22.
Lampiran 4 menunjukkan hasil uji RAF in time pada akumulasi nilai AFDM.
Akumulasi AFDM berbeda antarkedalaman dan antarwaktu pengamatan.
Perbedaan stasiun dengan waktu berpengaruh terhadap akumulasi AFDM.
Perbedaan kedalaman dengan waktu berpengaruh terhadap akumulasi AFDM (Pvalue < 0,05). Akumulasi AFDM sama antarstasiun. Interaksi perbedaan stasiun
dan kedalaman tidak berpengaruh terhadap akumulasi AFDM.
Interaksi
perbedaan stasiun dan kedalaman dengan waktu tidak berpengaruh terhadap
akumulasi AFDM (P-value > 0,05).
Indeks autotrofik (IA) didapatkan dari perbandingan biomassa AFDM
terhadap konsentrasi klorofil-a pada substrat buatan. Perbandingan nilai IA pada
stasiun KJA dan non KJA di Danau Lido disajikan pada Gambar 8. Nilai IA
sama antarkedalaman dan antarstasiun (P-value > 0,05) (Lampiran 5). Nilai IA
50-100 mengindikasikan bahwa perairan didominasi oleh mikrolagae. Sebagian
besar nilai IA stasiun KJA maupun non KJA lebih besar dari 100 sehingga
mengindikasikan kedua stasiun tersebut lebih didominasi oleh organisme
heterotrof dibandingkan dengan mikroalgae (Collins and Weber 1978 in Biggs
and Kilroy 2000).

7000

7000
Indeks Autotrofik

250000
200000

Indeks Autotrofik

250000
200000

6000
5000
4000
3000

6000
5000
4000
3000

2000

2000

1000

1000
0

0
1

8

15

22

29

1m
2m

Hari ke-

1

8

15

22

29

Hari ke-

Gambar 8. Indeks autotrofik stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan)
c.

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
semua bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Nilai COD
akan meningkat sejalan dengan peningkatan bahan organik di perairan. Nilai
COD menggambarkan semua bentuk bahan organik yang menumpuk di substrat
buatan (Gambar 9). Lampiran 6 menunjukkan nilai COD pada stasiun KJA
berbeda dari non KJA (P-value < 0,05). Hasil uji COD pada kedalaman 1 m
sama dengan 2 m (P-value > 0,05). Akumulasi COD pada hari ke-1, 8, 15, 22,

13

40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000

COD (mg/m 2)

COD (mg/m 2)

dan 29 berturut-turut sebesar 67; 636; 4577; 22353; dan 2771 mg/m2. Akumulasi
COD hari ke-1, ke-8, ke-15, dan ke-29 tidak berubah, serta peningkatan puncak
terjadi pada hari ke-22.

1200
900
600
300
0
1

8

15

22

29

1m
2m

40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
1200
900
600
300
0
1

Hari ke-

8

15

22

29

Hari ke-

Gambar 9. Nilai COD stasiun KJA (kiri) dan stasiun non KJA (kanan)
Lampiran 6 menunjukkan hasil uji RAF in time pada akumulasi nilai COD.
Akumulasi COD berbeda antarstasiun dan antarwaktu pengamatan. Perbedaan
stasiun dengan waktu berpengaruh terhadap akumulasi COD (P-value < 0,05).
Akumulasi COD sama antarkedalaman.
Interaksi perlakuan stasiun dan
kedalaman tidak berpengaruh terhadap akumulasi COD. Perlakuan kedalaman
dengan waktu tidak berpengaruh terhadap akumulasi COD. Interaksi perlakuan
stasiun dan kedalaman dengan waktu tidak berpengaruh terhadap akumulasi COD
(P-value > 0,05).

Pembahasan

Akumulasi bahan organik pada substrat buatan direpresentasikan dalam
nilai klorofil-a, AFDM, dan COD. Pola akumulasi bahan organik berupa klorofila dan COD berbeda antara stasiun KJA dan non KJA. Akan tetapi akumulasi
AFDM sama antarstasiun. Pada stasiun KJA akumulasi klorofil-a lebih tinggi
dibandingkan dengan stasiun non KJA. Hal ini menggambarkan kelimpahan
mikroalgae yang tinggi karena tingkat kecerahan stasiun KJA lebih tinggi dari
stasiun non KJA (Lampiran 7). Sesuai dengan pernyataan Modenutti et al. (2000)
mikroalgae membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis. Menurut Lalli and
Parsons (1993) in Alianto (2008) proses fotosintesis di dalam perairan hanya
dapat berlangsung jika ada cahaya yang sampai pada kedalaman tertentu tempat
fitoplankton berada. Hasil akumulasi bahan organik, baik berupa klorofil-a
maupun AFDM tidak berbeda karena keberadaan klorofil-a merupakan bagian
dari AFDM. Menurut Krik (2010) AFDM menggambarkan karbon (C) organik
yang terkandung dalam mikroalgaae dan hewan mikro yang terdapat pada substrat
buatan. Akumulasi AFDM sama antarstasiun karena didukung pula oleh
kandungan TSS yang sama antarstasiun.

14
Nilai IA sama antara stasiun KJA dan non KJA. Sebagian besar nilai IA
lebih besar dari 100. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada dua stasiun tersebut
lebih didominasi oleh organisme heterotrof dibandingkan mikroalgae.
Akumulasi COD pada stasiun non KJA lebih tinggi dari KJA. Hal ini
diduga karena adanya masukan bahan organik berupa limbah pertanian dari hasil
panen padi. Antara nilai COD dan AFDM diperoleh kisaran koefisien korelasi
0,65 < r < 0,82, artinya hubungan antara COD dan AFDM sangat erat, keberadaan
AFDM sebagai bagian dari COD sejalan beriringan (Lampiran 8).
Selain perbedaan stasiun, akumulasi bahan organik juga dilakukan pada
kedalaman berbeda, yaitu kedalaman 1 m dan 2 m. Pola akumulasi bahan organik
berupa klorofil-a dan AFDM berbeda antarkedalaman. Akan tetapi akumulasi
COD sama antarkedalaman. Akumulasi klorofil-a pada kedalaman 1 m lebih
tinggi dibandingkan 2 m. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Nickell et al.
(2002) dan Wang et al. (2008) bahwa konsentrasi klorofil memiliki hubungan
terbalik dengan kedalaman. Semakin dekat dengan permukaan, semakin tinggi
kandungan klorofil-a. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman 1 m memiliki
kelimpahan mikroalgae yang tinggi. Keberadaan mikroalgae erat kaitannya
dengan tingkat kecerahan. Mikroalgae membutuhkan cahaya untuk melakukan
fotosintesis. Disamping itu, akumulasi AFDM lebih tinggi pada kedalaman 1 m
dibandingkan 2 m. Hal ini diduga karena nilai IA yang sama antarkedalaman,
sementara konsentrasi klorofil-a berbeda, sehingga kandungan AFDM pun
berbeda. Sebagian besar nilai IA lebih besar dari 100. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa pada dua kedalaman tersebut lebih didominasi oleh
organisme heterotrof dibandingkan mikroalgae.
Bahan organik juga direpresentasikan dengan nilai COD. Nilai COD
menggambarkan semua bentuk bahan organik yang ada di substrat buatan.
Namun akumulasi COD sama antara kedalaman 1 m dengan 2 m, diduga karena
kedua kedalaman tersebut merupakan kedalaman jaring KJA sehingga kondisi
perairan homogen.
Berdasarkan waktu pengamatan, akumulasi bahan organik berbeda antara
klorofil-a, AFDM, dan COD. Akumulasi bahan organik direpresentasikan oleh
klorofil-a berbeda dengan akumulasi AFDM dan COD. Akumulasi klorofil-a
mengalami peningkatan antarwaktu, sedangkan akumulasi AFDM dan COD
mengalami peningkatan hingga hari ke-22 kemudian mengalami penurunan pada
hari ke-29. Hal ini diduga karena bahan organik pada hari ke-29 sudah siap
didekomposisi dan dimanfaatkan oleh organisme pemakan bahan organik, sesuai
dengan pernyataan Jangkaru (2003) bahan organik di perairan akan dimakan oleh
makroorganisme dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Didukung oleh hasil
penelitian Favian (2011) bahwa organisme heterotrof pada substrat buatan di
Danau Lido direpresentasikan oleh kelimpahan larva Chironomida genus
Polypedilum sp. mengalami peningkatan kemudian penurunan. Hal ini diduga
pada hari ke-29 larva chironomida genus Polypedilum sp. lebih banyak
memanfaatkan detritus dibandingkan mikroalgae sehingga mikroalgae (klorofil-a)
mengalami peningkatan hingga hari ke-29.
Stasiun KJA banyak mengandung bahan organik yang berasal dari limbah
domestik dan sisa pakan ikan (Sukmana 2010). Menurut Kelly (1992) in Lukman
dan Hidayat (2002) bahwa limbah padat dari KJA umumnya menembus jaring
dan berakumulasi pada sedimen di bawahnya. Adapun stasiun non KJA banyak

15
mengandung bahan organik yang berasal dari limbah pertanian (panen padi).
Keberadaan bahan organik di perairan menjadi sumber makanan bagi organisme
pemakan detritus (Pinder 1986) termasuk larva Chironomida (Silva et al. 2008).
Larva Chironomida genus Polypedilum sp. memakan algae dan detritus yang ada
di perairan (Oliveira et al. 2003). Beberapa jenis larva Chironomida mempunyai
kemampuan toleransi terhadap kandungan bahan organik yang tinggi (Arimoro et
al. 2007).
Bahan organik pada substrat buatan direpresentasikan dalam nilai klorofil-a,
AFDM, dan COD. Bahan organik tersebut dimanfaatkan sebagai makanan oleh
larva Chironomida. Pada stasiun KJA dan non KJA dengan kedalaman berbeda,
pola akumulasi bahan organik berbeda antara klorofil-a, AFDM, dan COD.
Berdasarkan waktu pengamatan, pola akumulasi juga berbeda antara klorofil-a,
AFDM, dan COD.

KESIMPULAN

Akumulasi bahan organik berupa klorofil-a dan COD berbeda antara
stasiun KJA dan non KJA. Akumulasi bahan organik berupa AFDM sama
antarstasiun. Akumulasi bahan organik berupa klorofil-a dan AFDM berbeda
antar kedalaman 1 m dan 2 m. Akumulasi bahan organik berupa COD sama
antarkedalaman. Akumulasi klorofil-a mengalami peningkatan hingga hari ke-29.
Akumulasi AFDM dan COD mengalami peningkatan hingga puncak terjadi pada
hari ke-22 kemudian mengalami penurunan pada hari ke-29.

DAFTAR PUSTAKA

Afdal dan Riyono SH. 2003. Kualitas Perairan Teluk Banten pada Musim Timur
Ditinjau dari Konsentrasi Klorofil-a dan Indeks Autotrofik. Journal
Oseanologi dan Limnologi. 33:339-354.
Alianto. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya dengan
Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia Jilid 15. 1:21-26.
Arimoro FO, Ikomi RB, Iwegbue CMA. 2007. Water Quality Changes in Relation
to Diptera Community Patterns and Diversity Measured at an Organic
Effluent Impacted Stream in the Niger Delta, Nigeria. Ecological Indicators
7:541-552.

16
Basmi J. 1991. Pola Distribusi dan Peran Bahan Organik terhadap Kualitas Air
pada Zona Eufotik di Sekitar Perikanan Net Apung di Danau Lido Jawa
Barat [Tesis]. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Modenutti B et al. 2000. The Relationship Between Light Attenuation,
Chlorophylla-a and Total Suspended Solids in a Southern Andes Glacial
Lake. Verein Limnol 27:1-4.
Bellingers EG and Sigee DC. 2010. Freshwater Algae, Identification and Use as
Bioindicators. Jhon Wiley & Sons Ltd. Chichester.
Beneragama CK and Goto K. 2010. Chlorophyll a:b Ratio Increases Under LowLight in 'Shade-tolerant' Euglena gracilis. Journal Tropical Agricultural
Research. 22(1):12-25.
Biggs BJE and Killroy C. 2000. Stream Periphyton Monitoring Manual. NIWA.
New Zealand.
Boyd CE. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn University.
Alabama. 347 p.
Eaton et al. 1995. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater.
20th Ed. American Public Health Association. Washington DC.
Favian HA. 2011. Pertumbuhan Larva Polypedilum sp. (Sub Family
Chironominae) pada Substrat Buatan dengan Kedalaman Berbeda di Danau
Lido, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Program Sarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Gadmar TC, Vogt RD, Evje L. 2005. Atrefacts in XAD-8 NOM Fractionation. J
Environ Anal Chem. 85(6):365-367.
Hasan MI. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistika 2 (Statistika Inferensif). Edisi 2.
Jakarta. Bumi Aksara. 373 hlm.
Jangkaru Z. 2003. Memelihara Ikan di Kolam Tadah Hujan. Jakarta. Penebar
Swadaya. 72 hlm.
Krik JTO. 2010. Light and Photosynthesis in Aquatic Ecosystem third edition.
Cambridge. UK Cambridge University Press. 665 p.
Lukman dan Hidayat. 2002. Pembebanan dan Distribusi Bahan Organik di Waduk
Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan. 3(2): 129-135.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid 1. IPB Press. Bogor. 282 hal.

17
Nickell LA et al. 2002. Bioturbation, Sediment Fluxes and Benthic Community
Structure Around a Salmon Cage Farm in Loch Creran, Scotland. Journal of
experimental marine biology and ecology. 285–286:221– 233.
Oliveira H, Nessimian JL, Dorvile LFM. 2003. Feeding Habits of Chironomid
Larvae (Insecta: Diptera) from a Stream in the Floresta da Tijuca, Rio de
Janeiro, Brazil. Pan-American Journal of Aquatic Sciences 62 (2).
Pinder LCV. 1986. Biology of Freshwater Chironomidae. Ann. R ev. Entomol.
31:1-23.
Saliu JK and Ovuorie UR. 2006. The artificial substrate preference of
invertebrates in Obge Creek, Lagos, Nigeria. Journal Life Science. 4(3):7781.
Schalles JF, Gitelson AA, Yacobi YZ, dan Kroenke AE. 1998. Estimation of
Chlorophyll a from Time Series Measurements of High Spectral Resolution
Reflectance in an Eutrophic Lake. J. Phycol. 34:383–390.
Silva FL, Ruiz SS, Bochini GL and Moreira DC. 2008. Functional Feeding Habits
of Chironomidae Larvae (Insecta, Diptera) in a Lotic System from
Midwestern Region of São Paulo State.
Simarmata AH. 2007. Kajian Keterkaitan antara Kemantapan Cadangan Oksigen
Dengan Beban Masukan Bahan Organik Di Waduk Ir. H. Juanda,
Purwakarta [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 142 hlm.
Tambunan F. 2010. Daya Dukung Perairan Danau Lido Berkaitan dengan
Pemanfaatannya untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Sistem Keramba
Jaring Apung [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tarigan M.S dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total
Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Jurnal Makara
Sains. 7 (3):109-116.
Wang X J et al. 2008. Regulation of Phytoplankton Carbon to Chlorophyll Ratio
by Light, Nutrients and Temperature in the Equatorial Pacific Ocean a
Basinscale Model. Journal Biogeosciences Discussions. 5:3869-3903.

18
Lampiran 1. Foto lokasi stasiun pengamatan dan posisi peletakan substrat buatan
di Danau Lido

KJA

Posisi peletakan substrat pada
stasiun KJA

non KJA

Posisi peletakan substrat pada
stasiun non KJA

19
Lampiran 2. Perkembangan bahan organik yang menumpuk pada subtrat buatan
Stasiun KJA

Stasiun non KJA
Hari ke-1

Hari ke-8

Hari ke-15

Hari ke-22

Hari ke-29

20
Lampiran 3. Uji statistik akumulasi klorofil-a
a.

Tabel sidik ragam uji RAF in time pada akumulasi klorofil-a (mg/m2)

Source
A
B
A*B
r (A*B)
C
r (C)
A*C
B*C
A*B*C

b.

DF
1
1
1
8
4
8
4
4
4

Type I SS
3854,558
1394,937
688,868
176,176
999,070
34,164
2609,952
1542,052
464,317

Mean Square
3854,558
1394,937
688,868
22,022
1249,768
4,271
652,488
385,513
116,079

F Value
238,92
86,46
42,70
1,37
77,47
0,26
40,44
23,90
7,20

Pr > F