Pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza stiva L.) pada teknik budidaya System of Rice Intensification (SRI)
DAN PRODUKSI PADI SAWAH (
Oryza sativa
L.)
PADA TEKNIK BUDIDAYA
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI)
MIA BUDIMAN
A24080146
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
(2)
Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Teknik Budidaya System of Rice Intensification (SRI)
The Effect of Biofertilizer on the Growth and Yield of Lowland Rice (Oryza sativa L.) in System of Rice Intensification (SRI) Cultivation
Mia Budiman1, Sugiyanta2, Iswandi Anas3
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Email: mia_bdm@yahoo.co.id
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
3
Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB ABSTRACT
This research was conducted to determine the effect of biofertilizer on the growth and yield of lowland rice in System of Rice Intensification cultivation. Experiment used Split Plot Randomized Block Design. The main plot consists of two rice cultivation (System of Rice Intensification and Integrated Crop Management). There are seven rate of combination of fertilization treatments on each subplot (without NPK fertilizer, biofertilizer and organic fertilizer; 100% NPK dose; 100% NPK dose + biofertilizer; 50% NPK dose + organic fertilizer + biofertilizer; 50% NPK dose + biofertilizer; 50% NPK dose; and biofertilizer). The results showed that reduction dose of NPK fertilizer up to 50% on System of Rice Intensification can increase rice yield either added biofertilizer or without biofertilizer. On the cultivation of Integrated Crop Management, dose reduction of NPK fertilizer up to 50%, decrease rice yields eventhough added biofertilizer. The application of System of Rice Intensification on the rice cultivation produced the plant height shorter significantly, number of productive tillers and wet grain yield more significant than the Integrated Crop Management although dry grain yield was not significantly different.
(3)
MIA BUDIMAN. Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza stiva L.) pada Teknik Budidaya System of Rice
Intensification (SRI). (Dibimbing oleh SUGIYANTA dan ISWANDI ANAS).
Beberapa permasalahan yang dihadapi banyak petani saat ini adalah kesehatan dan kesuburan tanah serta tingkat efisiensi pemupukan yang semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dengan dosis tinggi sebagai input dalam produksi tanaman. Oleh karena itu, diperlukan input biologi berupa pupuk hayati untuk menghindari kesehatan dan kesuburan tanah yang menurun akibat aplikasi pupuk anorganik. Akhir-akhir ini telah banyak diterapkan metode SRI pada padi sawah. Budidaya SRI diduga akan sinergi apabila diaplikasikan pupuk hayati. Dengan demikian, pupuk hayati yang diaplikasikan pada padi sawah dengan budidaya SRI diharapkan dapat meningkatkan produksi padi sehingga jika sistem ini diterapkan di Indonesia dapat meningkatkan produktivitas padi nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah pada teknik budidaya SRI.
Percobaan dilaksanakan di University Farm Babakan Sawah Baru, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Percobaan dilaksanakan mulai Januari 2012 sampai dengan Juli 2012. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok Petak Terbagi (Split Plot Randomized Block Design). Dua budidaya padi sebagai petak utama (main plot) dan tujuh taraf perlakuan pemupukan sebagai anak petak (subplot) sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Petak utama terdiri atas dua budidaya padi, yaitu SRI dan PTT. Terdapat tujuh perlakuan pemupukan pada anak petak, yaitu tanpa pupuk NPK, hayati dan pupuk kandang; 100% dosis NPK; 100% dosis NPK + pupuk hayati; 50% dosis NPK + pupuk hayati + pupuk kandang; 50% dosis NPK + pupuk hayati; 50% dosis NPK; dan pupuk hayati. Analisis data menggunakan analisis ragam (Uji F). Apabila hasil sidik ragam
(4)
iii
menunjukkan pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan SRI pada budidaya padi menghasilkan tinggi tanaman yang nyata lebih rendah, biomassa tanaman yang nyata lebih besar, jumlah anakan produktif dan hasil gabah kering panen yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan PTT walaupun hasil gabah kering giling tidak berbeda nyata. Pemupukan 100% dosis pupuk NPK pada percobaan ini diduga telah mencukupi kebutuhan tanaman sehingga penambahan pupuk hayati dan pupuk kandang terlihat tidak berpengaruh meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil gabah.
(5)
DAN PRODUKSI PADI SAWAH (
Oryza sativa
L.)
PADA TEKNIK BUDIDAYA
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
MIA BUDIMAN
A24080146
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
(6)
Judul :
PENGARUH PUPUK HAYATI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH
(
Oryza sativa
L.) PADA TEKNIK BUDIDAYA
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI)
Nama :
MIA BUDIMAN
NIM :
A24080146
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc. NIP. 19630115 198811 1 002 NIP. 19500509 197703 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.,Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
(7)
Penulis dilahirkan di Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 7 Maret 1990. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Budiman dan Ibu Rosmiati.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 14 Limbukan, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Payakumbuh. Penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Payakumbuh dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan. Penulis menjadi bagian dari Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbuh dan Lima Puluh Kota (IKMP) sejak tahun 2008. Penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor periode 2008/2009, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2009/2010, IPB Go Field 2010 dan Forum Komunikasi Rohis Departemen Fakultas Pertanian periode 2010/2011. Tahun 2012 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pascapanen Tanaman Pertanian dan Praktik Usaha Pertanian selama satu semester serta menjadi asisten dosen dalam pengujian efektivitas pupuk dari tahun 2012 sampai 2013.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul“Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza stiva L.) pada Teknik Budidaya System of Rice Intensification (SRI)” dengan baik. Penulisan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas akhir pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu, Ayah, Adik dan seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.
2. Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc. yang telah membimbing penulis selama melaksanakan penelitian ini.
3. Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, MAgr. sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi.
4. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.
5. Ir. H. Imbang J. Mangkuto atas beasiswa dan dukungan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan sarjana.
6. Keluarga besar Sawah Baru, Tri Herdiyanti dan Agus Rachman Nurrizky atas bantuan dan motivasinya.
7. Keluarga besar Wing 7 Level 6 dan Keluraga Besar Laboratorium Bioteknologi Tanah.
8. Kamella Gustina, Pak Togi, Bunga, Sista-sista AGH Ponsur Ceria, Sahabat Indigenous AGH 45 atas bantuan dan kebersamannya selama ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.
Bogor, April 2013
(9)
Halaman
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Kebutuhan Hara Padi Sawah ... 3
Pupuk Hayati ... 4
Mikroba Fungsional ... 5
Teknik Budidaya System of Rice Intensification (SRI) ... 6
Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah ... 6
BAHAN DAN METODE ... 8
Tempat dan Waktu ... 8
Bahan dan Alat ... 8
Metode Penelitian ... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
Hasil ... 12
Kondisi Umum ... 12
Rekapitulasi Sidik Ragam ... 13
Analisis Tanah ... 15
Pertumbuhan Tanaman ... 15
Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Komponen Hasil dan Hasil ... 20
Peningkatan Hasil ... 23
Analisis Usaha Tani ... 24
Pembahasan ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
Kesimpulan ... 29
Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(10)
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh budidaya dan pemupukan ... 14
2. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah percobaan ... 15
3. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap tinggi tanaman ... 16
4. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap jumlah anakan ... 17
5. Pengaruh interaksi perlakuan budidaya dan pemupukan terhadap jumlah anakan pada 4 MST ... 17
6. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap bagan warna daun ... 18
7. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap panjang dan volume akar . 19 8. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk ... 20
9. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap panjang malai dan jumlah gabah per malai ... 21
10. Pengaruh interaksi perlakuan budidaya dan pemupukan terhadap jumlah anakan produktif ... 21
11. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap bobot seribu butir gabah dan persentase gabah isi ... 22
12. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap hasil gabah per tanaman dan hasil gabah per hektar ... 23
13. Peningkatan hasil gabah kering giling (GKG) ... 24
(11)
No. Halaman
1. Deskripsi karakteristik varietas Mentik Wangi ... 33
2. Kandungan pupuk hayati Azozo ... 33
3. Kriteria penilaian sifat - sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) ... 34
4. Hasil analisis tanah awal ... 34
5. Data iklim Januari 2012-Juli 2012 ... 35
6. Analisis usaha tani... 35
(12)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih mengonsumsi beras sebagai sumber karbohidrat utama. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu menyebabkan kebutuhan nasional terhadap permintaan beras terus meningkat setiap tahun, namun laju peningkatan kebutuhan beras tersebut tidak sebanding dengan laju penambahan produksi sehingga terjadi kekurangan setiap tahunnya. Produktivitas padi di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 5.02 ton ha-1 dan tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 4.98 ton ha-1 (BPS, 2012). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas padi di Indonesia diantaranya adalah kesuburan tanah dan penerapan teknik budidaya.
Beberapa permasalahan yang dihadapi banyak petani saat ini adalah kesehatan dan kesuburan tanah serta tingkat efisiensi pemupukan yang semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dengan dosis tinggi sebagai input dalam produksi tanaman yang sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Kondisi tersebut telah menurunkan kandungan bahan organik tanah dan kesuburan biologi tanah yang sangat penting dalam proses mekanisme penyediaan hara bagi tanaman. Oleh karena itu, diperlukan input biologi berupa pupuk hayati untuk meningkatkan kesuburan biologi tanah serta ketersediaan hara bagi tanaman.
Pupuk hayati merupakan pupuk berbahan aktif inokulan organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Pupuk hayati mengandung mikroba diantaranya Azotobacter, Azospirillum, dan mikroorganisme pelarut fosfat. Azotobacter dan Azospirillum merupakan bakteri fiksasi nitrogen yang apabila diaplikasikan pada tanah dan tanaman dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N (Saraswati dan Sumarno, 2008).
(13)
Akhir-akhir ini telah banyak diterapkan metode SRI pada padi sawah. SRI merupakan cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air, meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani, menghasilkan produksi yang berdaya saing tinggi, sehat dan berkelanjutan, mengembangkan usahatani padi yang ramah lingkungan (Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2011). Budidaya SRI diduga akan sinergi dengan aplikasi pupuk hayati. Kondisi yang semi aerob pada budidaya SRI akan mendorong perkembangan mikroba dari pupuk hayati yang diaplikasikan pada padi sawah dapat meningkatkan produksi padi. Jika sistem ini diterapkan di Indonesia dan diaplikasikan pupuk hayati dapat meningkatkan produktivitas padi nasional. Untuk mendukung produktivitas padi nasional, pengaruh pupuk hayati pada budidaya SRI masih perlu diteliti untuk mengetahui efektivitasnya terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah pada teknik budidaya SRI dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Hipotesis
Penggunaan pupuk hayati pada padi dengan budidaya SRI akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan hasil padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi PTT.
(14)
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Hara Padi Sawah
Tanaman padi memerlukan 14.7 kg N, 2.6 kg P, dan 14.5 kg K per hektar untuk setiap ton padi yang dihasilkan (Dobermann dan Fairhurst, 2000). Padi memerlukan banyak unsur hara N mulai dari tanam hingga masak. N diserap tanaman dalam bentuk ion NO3- (nitrat) dan NH4+ (amonium). Pada tanah kering
(aerobik) N berada dalam bentuk nitrat, apabila tanah digenang (anaerobik) nitrat berubah menjadi amonium, dan begitu sebaliknya. Tanaman padi yang banyak menyerap N akan berwarna hijau, tinggi, ukuran daun dan gabah lebih besar, serta kualitas gabah dan kadar protein lebih tinggi. Pemberian N dalam tanah akan mempercepat pembusukan bahan organik (Taslim etal., 1993).
Unsur hara P diperlukan untuk pertumbuhan, terutama akar dan buah. P diserap tanaman dalam bentuk H2PO4- atau HPO4-2. Fosfat diserap pada masa
pertumbuhan tanaman dan mencapai maksimum pada waktu berbunga. Tanaman padi yang cukup menyerap P lebih tahan kering, lebih cepat berbunga dan masak, dan mempunyai kualitas beras yang baik (Taslim etal., 1993).
Unsur hara K diperlukan untuk pertumbuhan sel, pembentukan gula, zat tepung dan protein. K diserap tanaman dalam bentuk K+. Pada saat berbunga telah diserap 58% dari seluruh keperluan K. Unsur hara K sedikit terangkut ke dalam gabah dan banyak dalam jerami. K dapat memperkuat batang sehingga sering dikatakan menambah kekuatan terhadap penyakit dan rebah (Taslim etal., 1993).
Tanaman padi memerlukan unsur hara makro Mg dan Ca. Unsur Mg berperan dalam aktivasi enzim, sintesis protein, mengatur pH sel dan keseimbangan anion-kation. Unsur Ca penting dalam pembentukan dinding sel, aktivator enzim, osmoregulasi dan keseimbangan anion-kation (Dobermann dan Fairhurst, 2000).
Unsur mikro diperlukan tanaman padi untuk mendukung pertumbuhan dan produksi. Beberapa unsur mikro yang dibutuhkan tanaman padi yaitu Zn, Si, Fe, Mn, Cu dan B. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), peranan unsur-unsur mikro tersebut terhadap tanaman padi adalah: Zn dibutuhkan tanaman padi untuk sintesis sitokrom dan nukleotida, metabolisme auksin, produksi klorofil, aktivasi
(15)
enzim dan memelihara integritas membran; Si berperan dalam perkembangan dan memperkuat daun, batang dan akar; Fe diperlukan dalam proses transpor elektron pada fotosntesis; Mn terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem transpor elektron, pembentukan kloroplas, sintesis protein, reduksi nitrat, dan siklus asam trikarboksilat; Cu dibutukan untuk sintesis lignin, metabolisme N, protein dan hormon, respirasi, fotosintesis dan pembentukan polen serta pembuahan; B berperan dalam biosintesis dinding sel, metabolisme karbohidrat, transpor gula, lignifikasi, sintesis nukleotida dan respirasi.
Pupuk Hayati
Pupuk hayati didefinisikan sebagai suatu zat yang mengandung mikroorganisme hidup yang apabila diaplikasikan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan pasokan atau ketersediaan hara utama untuk tanaman (Vessey, 2003). Menurut
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 pupuk hayati merupakan produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah.
Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) menyatakan bahwa pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara, misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis.
Saraswati et al. (2004) secara umum menggolongkan fungsi mikroba menjadi empat, yaitu meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah bagi tanaman, sebagai perombak bahan organik di dalam tanah dan mineralisasi unsur organik, bakteri rizosfer-endofitik untuk memacu pertumbuhan tanaman dengan
(16)
5 membentuk enzim dan melindungi akar dari mikroba patogenik, dan sebagai agensia hayati pengendali hama dan penyakit tanaman.
Mikroba Fungsional Bakteri Penambat Nitrogen
Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain: Rhizobium sp. yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N nonsimbiotik misalnya: Azospirillum sp. dan Azotobacter sp.. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N nonsimbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Hindersah dan Simarmata, 2004).
Azotobacter sp. adalah spesies rhizobakteri yang telah dikenal sebagai agen biologis pemfiksasi dinitrogen, diazotrof yang mengkonversi dinitrogen ke amonium melalui reduksi elektron dan protonisasi gas dinitrogen. Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan anorganik. Salah satu bakteri yang penting untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah dan meningkatkan hasil adalah Azotobacter sp. Kemampuan Azotobacter
sp. dalam memfiksasi N2 pertama kali diketahui oleh Beijerinck pada tahun 1901
(Hindersah dan Simarmata, 2004). Azospirillum sp. merupakan bakteri penambat nitrogen dan pemacu tumbuh tanaman yang hidup bebas mengkolonisasi permukaan luar dan dalam akar tanaman padi, jagung, tebu dan rumputan lainnya (Saraswati et al., 2004).
Mikroba Pelarut Fosfat
Unsur Fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah jarang yang melebihi 0.01% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat
(17)
terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kebanyakan lahan sawah di Indonesia telah jenuh fosfat. Fosfat tersebut tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tanaman, karena fosfat dalam bentuk P-terikat di dalam tanah, sehingga petani tetap melakukan pemupukan. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme pelarut fosfat, yaitu mikroorganisme yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman (Ginting etal., 2006).
Teknik Budidaya System of Rice Intensification (SRI)
SRI dikembangkan di Madagaskar pada awal tahun 1980 oleh Henri de Laulanie, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Prinsip teknik budidaya padi SRI adalah bibit yang ditanam berumur muda (8-10 hari) dengan pola satu bibit per lubang dan ditanam dangkal dengan posisi perakaran berbentuk huruf L, jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm atau lebih), pengelolaan air dengan irigasi terputus (sampai tanah lembab tetapi tidak tergenang) dan pengendalian hama terpadu dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan-bahan sintetis (Sato dan Uphoff, 2006). Budidaya SRI ini lebih menekankan pada upaya memaksimalkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar dengan mengelola suplai hara, air dan oksigen yang cukup pada tanaman padi.
Teknologi SRI tidak hanya bertujuan guna meningkatkan produksi padi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan usahatani padi. Dengan budidaya SRI produksi padi bisa meningkat sampai 78%, menghemat kebutuhan air sebanyak 40% dan menghemat pupuk sebesar 50% serta menghemat 20% biaya produksi (Sato dan Uphoff, 2006).
Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah
PTT adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan kelestarian lingkungan. Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT terdiri atas komponen dasar dan
(18)
7 komponen pilihan. Komponen dasar antara lain: penggunaan varietas modern seperti, varietas unggul baru (VUB), varietas unggul hibrida (VUH), dan varietas unggul tipe baru (VUTB), bibit bermutu dan sehat (perlakuan benih), Pemupukan efisien menggunakan bagan warna daun (BWD), perangkat uji tanah sawah (PUTS), petak omisi, dan Permentan No. 40/OT.140/4/2007 tentang pemupukan spesifik lokasi, atau software Sistem Pakar Pemupukan Padi (SIPAPUKDI), dan PHT sesuai OPT sasaran (Departemen Pertanian, 2008).
Komponen pilihan antara lain: pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll), bibit muda umur 14 hari setelah sebar (HSS) atau 21 HSS, bahan organik, pupuk kandang, dan amelioran, irigasi berselang (perbaikan aerasi tanah), pupuk cair (PPC, pupuk organik, pupuk bio-hayati, ZPT, pupuk mikro), penanganan panen dan pascapanen (Departemen Pertanian, 2008).
(19)
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di University Farm Babakan Sawah Baru, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Percobaan dilaksanakan mulai Januari 2012 sampai dengan Juli 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Mentik Wangi, pupuk hayati dengan konsentrasi 50 g per 100 ml air, pupuk kandang (diaplikasikan
hanya pada perlakuan yang menggunakan pupuk kandang) dengan dosis 5 ton ha-1, NPK (15-15-15), urea (46% N), KCl (60% K2O). Alat-alat yang
digunakan adalah seperangkat alat budidaya, meteran, bagan warna daun (IRRI Leaf Color Chart), oven dan timbangan digital.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Petak Terbagi (Split Plot Randomized Block Design). Dua budidaya padi sebagai petak utama (main plot) dan tujuh taraf perlakuan pemupukan sebagai anak petak (subplot) sehingga terdapat 42 satuan percobaan (2x7x3). Faktor yang dicobakan dalam penelitian ini, yaitu:
Faktor pertama: Budidaya padi (B) 1. B1= SRI
2. B2= PTT
Faktor kedua: Pemupukan (P)
1. P0 = Tanpa pupuk hayati, NPK, dan pupuk kandang 2. P1 = 100% dosis NPK
3. P2 = 100% dosis NPK + Pupuk hayati
(20)
9 5. P4 = 50% dosis NPK + Pupuk hayati
6. P5 = 50% dosis NPK 7. P6 = Pupuk hayati
Model linieraditif yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Yijk = µ + αi+ ik + j + (α )ij+ k+ ijk
Yijk : Nilai pengamatan pada faktor budidaya padi taraf ke-i, faktor
pemupukan taraf ke-j, dan ulangan ke-k
µ : Rataan umum
αi : Pengaruh faktor budidaya ke-i (i: 1,2) ik : Pengaruh galat petak utama (budidaya) j : Pengaruh faktor pemupukan ke-j (j: 1,2, ..., 7)
(α )ij : Pengaruh interaksi perlakuan budidaya ke-i dengan pemupukan
ke-j
k : Pengaruh ulangan ke-k (k: 1,2,3)
ijk : Pengaruh galat dari anak petak (pemupukan)
Analisis data menggunakan analisis ragam (Uji F). Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan
Pengolahan tanah dilaksanakan dua minggu sebelum penanaman dengan sistem olah tanah sempurna, yaitu pembajakan, kemudian dicangkul dan digaru sampai rata. Petakan percobaan dibuat sebanyak 42 petak dengan ukuran 5 m x 5 m serta memiliki saluran air masuk dan keluar yang terpisah satu dengan yang lainnya (Lampiran 7).
Analisis tanah dilakukan terhadap pH, C-organik, N total, P tersedia dan K tersedia, sebelum dan sesudah penelitian. Pengambilan sampel tanah sebelum aplikasi pupuk dilakukan secara komposit dan pengambilan sampel tanah setelah percobaan sesuai dengan perlakuan.
Persemaian untuk budidaya SRI dilakukan pada nampan dan untuk teknologi PTT dilakukan di lahan sawah. Sebelum dilakukan penyemaian, terlebih
(21)
dahulu dilakukan seleksi benih dengan menggunakan larutan garam 3% kemudian benih dibilas, ditiriskan dan diperam selama dua hari.
Penanaman pada budidaya SRI dilakukan saat bibit berumur 10 hari setelah semai, jarak tanam 25 cm x 25 cm, menanam satu bibit per lubang tanam dan dangkal (1.5 cm) serta posisi akar membentuk huruf L (horizontal). Penanaman pada teknologi PTT dilakukan saat bibit berumur 17 hari setelah semai, jarak tanam legowo 2:1 (25 cm x 15 cm x 50 cm), menanam dua bibit per lubang tanam.
Pengairan pada budidaya SRI diatur sampai tanah mencapai kondisi macak-macak (tidak tergenang) selama waktu pertumbuhannya, setelah pembentukan malai digenangi dengan ketinggian air sekitar 2 cm, dan dikeringkan pada saat 15 hari menjelang panen. Pengairan pada teknologi PTT dilakukan secara berselang, yaitu air dimasukkan hingga ketinggian genangan sekitar 7 cm, kemudian dibiarkan hingga kering dan setelah itu diairi kembali, dilakukan berselang selama masa pertumbuhan hingga 15 hari menjelang panen.
Pemupukan dilakukan sesuai dengan perlakuan. Pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan tanah. Pupuk hayati diberikan pada saat sebelum tanam dengan mencelupkan akar tanaman ke dalam larutan pupuk. Urea diberikan tiga kali, yaitu 30% dosis pada saat 1 MST, 40% dosis pada saat 4 MST, dan 30% dosis pada saat 6 MST. Pupuk NPK dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam. Aplikasi pemupukan N, P, dan K dilakukan secara sebar langsung.
Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang mati atau pertumbuhannya yang kurang baik di lahan sawah. Penyulaman mulai dilaksanakan pada 1 MST hingga 4 MST dengan umur bibit yang sama.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan pada gulma, hama, dan penyakit. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian gulma dilakukan sejak awal sekitar umur 10 hari dan dilakukan berulang-ulang sesuai perkembangan gulma. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila sudah terdapat gejala serangan pada tanaman. Pemanenan dilakukan dengan kriteria 90-95% bulir telah menguning. Pemanenan dilakukan secara potong bawah dengan menggunakan sabit.
(22)
11 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang dipilih secara acak pada setiap petak percobaan. Pengamatan yang dilakukan meliputi:
Pengamatan Vegetatif
1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi, diamati setiap minggu mulai dari 3 MST hingga 8 MST.
2. Jumlah anakan per rumpun diamati setiap minggu mulai dari 3 MST hingga 8 MST.
3. Warna daun diamati dengan bagan warna daun (BWD) setiap minggu mulai dari 3 MST hingga 8 MST.
4. Bobot basah dan kering biomassa akar dan tajuk (g) pada umur 8 MST. Bobot kering diperoleh setelah akar dan tajuk dikeringkan dengan menggunakan oven.
5. Panjang akar (cm), diukur dari pangkal batang hingga akar terpanjang pada umur 8 MST.
6. Volume akar (ml), diukur dengan gelas ukur pada umur 8 MST. Pengamatan Komponen Hasil dan Hasil
1. Jumlah anakan produktif dengan menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai pada tiap rumpun tanaman contoh.
2. Panjang malai (cm), diukur dari pangkal malai sampai ujung malai.
3. Jumlah gabah per malai (butir), dihitung dari jumlah gabah pada satu malai.
4. Hasil gabah per tanaman basah dan kering (g), dengan menimbang gabah dari masing-masing tanaman contoh.
5. Presentase gabah isi dan gabah hampa dari 100 g contoh gabah.
6. Bobot seribu butir gabah (g) dengan menimbang berat seribu butir gabah yang berasal dari 5 tanaman contoh dalam setiap petak.
7. Hasil ubinan basah dan kering seluas 2.5 m x 2.5 m per petak.
8. Dugaan hasil per hektar dengan menghitung produktivitas ubinan yang dikonversikan ke hektar sehingga diperoleh hasil gabah kg per hektar atau ton per hektar.
(23)
Hasil Kondisi Umum
Percobaan dilaksanakan di University Farm Babakan Sawah Baru mulai dari Januari sampai dengan Juli 2012. Curah hujan rata-rata bulanan mulai dari Januari hingga Juli yaitu 250.3 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Februari (548.9 mm) dan terendah pada bulan Juni (94.0 mm). Rata-rata jumlah hari hujan yaitu 21.7 hari dengan suhu bulanan sekitar 25.9C (Lampiran 5).
Keong mas (Pomocea canaliculata) menyerang pertanaman padi yang masih muda mulai dari persemaian, setelah pindah tanam hingga tanaman berumur sekitar satu bulan. Keong mas menyerang tanaman dengan memakan bagian batang hingga daun tanaman yang masih muda akibatnya populasi tanaman menjadi berkurang. Penyulaman dilakukan hingga satu bulan setelah tanam. Pengendalian terhadap keong mas dilakukan secara manual, yaitu dengan membuat kemalir, mengeringkan lahan sawah, mengambil keong dan memusnahkan telurnya.
Tanaman padi juga menunjukkan adanya gejala serangan virus tungro pada 4 MST. Penyakit tungro ditularkan oleh wereng hijau terutama Nephotettix virescens Distant. Gejala serangannya yaitu terjadi perubahan warna daun menjadi kuning dimulai dari ujung daun tua dan tanaman tumbuh kerdil. Serangan penyakit tersebut dapat dihentikan dengan mencabut rumpun tanaman yang terserang kemudian membenamkannya serta dengan mengatur pengairan.
Serangan walang sangit (Leptocorisa oratorius) terlihat pada fase pemasakan, yaitu dengan menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Kerusakan yang ditimbulkan oleh walang sangit menyebabkan beras berubah warna dan mengapur serta hampa. Pertanaman padi juga terserang penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae pada 11 MST, tetapi tidak menyebabkan penurunan hasil.
Hama lain yang menyerang tanaman padi, yaitu burung pemakan bulir padi. Hama ini menyerang pada saat menjelang padi menguning dan terjadi
(24)
13 hampir setiap pagi dan sore hari sehingga dapat menurunkan hasil. Pengendalian dilakukan dengan mengusir burung menggunakan bunyi-bunyian.
Kendala lain yang terjadi adalah tanaman padi mengalami rebah mulai 11 MST. Jumlah petakan yang mengalami rebah yaitu 8 petak perlakuan budidaya SRI dan 4 petak perlakuan teknologi PTT. Hal ini mengakibatkan penurunan hasil terutama untuk budidaya SRI.
Gulma yang terdapat pada lahan sawah terdiri atas gulma rumput, gulma berdaun lebar dan teki-tekian. Gulma yang paling dominan selama percobaan berlangsung, yaitu Sphenoclea zeylanica yang termasuk gulma berdaun lebar. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabutnya mulai dari 4 MST hingga 6 MST.
Rekapitulasi Sidik Ragam
Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa sistem budidaya berpengaruh sangat nyata dan nyata terhadap tinggi tanaman pada saat 4 MST dan 8 MST, jumlah anakan mulai dari 3 MST hingga 8 MST, bagan warna daun pada saat 4 MST hingga 6 MST, biomassa tanaman, panjang malai, hasil gabah kering per tanaman dan hasil gabah kering panen (GKP) per hektar (Tabel 1).
Perlakuan pemupukan memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata terhadap semua peubah pertumbuhan tanaman mulai dari 3 MST hingga 8 MST, bobot basah dan kering tajuk, jumlah anakan produktif, panjang malai, hasil gabah basah dan kering per tanaman serta hasil gabah basah dan kering per hektar. Interaksi perlakuan budidaya dan pemupukan memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah anakan pada saat 4 MST dan jumlah anakan produktif. Hasil rekapitulasi sidik ragam peubah yang diamati disajikan pada Tabel 1.
(25)
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah
Peubah pengamatan Budidaya Pemupukan Interaksi Koefisien
keragaman (%) Pertumbuhan tanaman
Tinggi tanaman
3 MST tn ** tn 5.83
4 MST ** ** tn 4.96
5 MST tn ** tn 4.68
6 MST tn ** tn 4.77
7 MST tn ** tn 5.22
8 MST ** ** tn 4.23
Jumlah anakan
3 MST ** ** tn 15.93
4 MST ** ** * 9.41
5 MST ** ** tn 9.67
6 MST ** ** tn 9.28
7 MST ** ** tn 9.68
8 MST ** ** tn 8.17
Bagan warna daun
3 MST tn ** tn 2.14
4 MST * ** tn 1.52
5 MST ** ** tn 3.97
6 MST ** ** tn 1.57
7 MST tn ** tn 2.19
8 MST tn ** tn 2.72
Biomassa
Panjang akar ** tn tn 11.46
Volume akar ** tn tn 15.93x)
Bobot basah tajuk ** ** tn 16.16
Bobot basah akar ** tn tn 13.82x)
Bobot kering tajuk ** ** tn 18.22
Bobot kering akar ** tn tn 22.09x)
Komponen hasil dan hasil
Jumlah anakan produktif tn ** * 8.04
Jumlah gabah per malai tn tn tn 6.45
Panjang malai * ** tn 2.16
Bobot 1000 butir tn tn tn 2.77
Persentase gabah isi tn tn tn 1.70
Hasil gabah basah per tanaman tn ** tn 10.84
Hasil gabah kering per tanaman ** ** tn 11.70
Hasil gabah kering panen * ** tn 11.55
Hasil gabah kering giling tn * tn 12.04
Keterangan : tanda * = nyata pada taraf 5 %; tanda ** = nyata pada taraf 10 %; tn = tidak nyata;
(26)
15 Analisis Tanah
Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah, Pusat Penelitian Tanah (1983), hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal percobaan menunjukkan bahwa pH tanah tergolong masam (4.90), kandungan C-organik dan N-totalnya sedang, yaitu 2.15% dan 0.22%, kandungan P sangat rendah (5.80 ppm) dan K termasuk rendah (0.30 me/100 g). Hasil analisis tanah setelah percobaan (Tabel 2) menunjukkan bahwa pH dan kandungan K tanah mengalami peningkatan, sedangkan kandungan C-organik, N, dan P tanah mengalami penurunan. Penambahan pupuk kandang sebesar 5 ton ha-1 pada perlakuan yang menggunakan pupuk kandang juga terlihat tidak meningkatkan kandungan C-organik tanah. Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan residu C-organik, N, P, dan K cenderung lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi pupuk NPK, hayati, pupuk kandang, atau kombinasinya. Kehilangan unsur hara tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa pemupukan, karena tidak terdapat penambahan unsur-unsur hara tersebut ke dalam tanah.
Tabel 2. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah percobaan
Perlakuan pH
H2O
C-org (%) N-total (%) P (ppm) K (me/100 g)
Awal 4.90 2.15 0.22 5.8 0.30
SRI 5.27 1.36 0.14 2.59 24.86
PTT 5.37 1.56 0.15 2.59 29.13
Tanpa pupuk 100% NPK 50% NPK
100% NPK + Pupuk hayati 50% NPK + Pupuk kandang +
Pupuk hayati
50% NPK + Pupuk hayati Pupuk hayati
5.35 1.00 0.10 1.90 18.68 5.20 1.60 0.16 2.15 19.30 5.35 1.28 0.13 3.00 37.36 5.40 1.68 0.15 2.40 32.86 5.45 1.56 0.16 2.65 17.40 5.20 1.48 0.15 2.90 28.57 5.30 1.64 0.16 3.10 34.82 Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Perlakuan budidaya dan pemupukan berpengaruh terhadap tinggi tanaman, sedangkan interaksi antara budidaya dan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 1). Tinggi tanaman pada perlakuan budidaya SRI lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan teknologi PTT (Tabel 3). Tinggi
(27)
tanaman tertinggi terlihat pada perlakuan 100% dosis pupuk NPK dan 100% dosis pupuk NPK ditambah pupuk hayati, sedangkan pengurangan 50% dosis pupuk NPK dengan aplikasi pupuk hayati ataupun tanpa pupuk hayati menghasilkan tinggi tanaman yang cenderung lebih rendah. Perlakuan tanpa pupuk dan pupuk hayati saja terlihat menghasilkan tinggi tanaman yang paling rendah. Aplikasi pupuk hayati dengan pengurangan 50% dosis pupuk NPK menyebabkan serapan unsur hara bagi tanaman yang lebih rendah dibanding 100% dosis pupuk NPK sehingga pertumbuhan tinggi tanaman juga lebih rendah.
Tabel 3. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap tinggi tanaman
Perlakuan Umur tanaman (MST)
3 4 5 6 7 8
--- cm --- Budidaya padi
SRI 41.86 47.29b 63.70 74.84 87.98 101.55b
PTT 42.37 55.46a 65.00 76.85 89.62 110.00a
Pemupukan
Tanpa pupuk 38.92c 46.87e 57.82c 67.67c 78.50c 93.78c
100% NPK 44.70a 54.17ab 68.76a 81.73a 96.27a 112.04a
50% NPK 41.12bc 50.13cde 63.32ab 75.40b 88.84b 105.91b
100% NPK + Pupuk
hayati
44.83a 54.63a 68.89a 81.13a 95.13a 113.16a
50% NPK + Pupuk
kandang + Pupuk
hayati
42.38abc 51.11bcd 64.94b 76.02b 89.08b 106.18b
50% NPK + Pupuk
hayati
42.83ab 53.51abc 67.08ab 79.27ab 92.73ab 109.42ab
Pupuk hayati 40.05bc 49.18de 59.64c 69.71c 81.06c 96.77c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT
Jumlah Anakan
Jumlah anakan pada budidaya SRI nyata lebih banyak dibandingkan pada perlakuan PTT. Hal tersebut karena jarak tanam pada perlakuan SRI lebih lebar dan umur bibit yang ditanam lebih muda. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah anakan cenderung sama dengan pengaruhnya terhadap tinggi tanaman. Pemupukan 100% dosis NPK menghasilkan jumlah anakan yang paling banyak, pengurangan dosis pupuk NPK hingga 50% terlihat menghasilkan jumlah anakan
(28)
17 yang cenderung lebih sedikit, sedangkan perlakuan tanpa pemupukan dan hanya pupuk hayati saja menghasilkan jumlah anakan yang paling sedikit (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap jumlah anakan
Perlakuan Umur tanaman (MST)
3 4 5 6 7 8
Budidaya
SRI 12.44a 23.05a 31.38a 33.60a 32.82a 28.80a
PTT 9.00b 20.88b 25.67b 29.09b 23.68b 26.01b
Pemupukan
Tanpa pupuk 6.77c 14.37e 19.93d 24.93c 22.27d 22.10c
100% NPK 12.80a 26.73a 34.27a 35.97a 32.27a 31.70a
50% NPK 10.37b 21.70c 29.27b 32.93ab 31.27ab 29.23ab
100% NPK + Pupuk hayati
12.67a 25.70ab 31.70ab 34.17ab 30.80ab 29.17ab
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati
11.27ab 23.90bc 29.90b 32.30ab 27.97bc 27.90b
50% NPK + Pupuk hayati
11.53ab 23.03c 29.60b 31.83b 28.23bc 27.27b
Pupuk hayati 9.63b 18.30d 25.0c 27.27c 24.93cd 24.47c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT
Interaksi perlakuan budidaya dan pemupukan terlihat nyata berpengaruh terhadap jumlah anakan pada 4 MST (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh interaksi perlakuan budidaya dan pemupukan terhadap jumlah anakan pada 4 MST
Perlakuan SRI PTT
Tanpa pupuk 14.27f 14.47f
100% NPK 28.27ab 25.20abc
50% NPK 21.40cde 22.0cde
100% NPK + Pupuk hayati 29.27a 22.13cde
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati 26.20abc 21.60cde
50% NPK + Pupuk hayati 23.67bcd 22.40cde
Pupuk hayati 18.27ef 18.33def
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT
Budidaya SRI dengan 100% dosis pupuk NPK ditambah aplikasi pupuk hayati menghasilkan jumlah anakan yang paling banyak dan tidak berbeda nyata dengan 100% dosis pupuk NPK dan perlakuan 50% dosis pupuk NPK ditambah pupuk kandang dan pupuk hayati serta perlakuan 100% dosis pupuk NPK dengan
(29)
teknologi PTT. Perlakuan pupuk hayati saja baik pada budidaya SRI maupun PTT menghasilkan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan.
Bagan Warna Daun
Bagan Warna Daun (BWD) merupakan alat untuk mengukur tingkat kehijauan warna daun padi untuk mengetahui status unsur nitrogen pada tanaman padi. Skala 4 merupakan batas kritis kecukupan hara N pada tanaman padi (PPPTP, 2011). Perlakuan budidaya berpengaruh nyata terhadap warna daun pada umur 4, 5 dan 6 MST, sedangkan perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap warna daun pada umur 3-8 MST. Interaksi antara budidaya dan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap warna daun. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap warna daun disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap warna daun
Perlakuan Umur tanaman (MST)
3 4 5 6 7 8
Budidaya
SRI 2.95 3.32a 3.82a 3.80a 3.80 3.77
PTT 2.91 3.29b 3.41b 3.75b 3.78 3.73
Pemupukan
Tanpa pupuk 2.82d 2.93d 3.18c 3.35e 3.25c 3.20d
100% NPK 2.98ab 3.5a 3.75a 3.98ab 3.98a 3.98a
50% NPK 2.90c 3.35c 3.68a 3.85c 3.92a 3.80b
100% NPK + Pupuk hayati
3.00a 3.5a 3.72a 4.0a 4.00a 3.98a 50% NPK + Pupuk
kandang + Pupuk hayati
2.95abc 3.45ab 3.75a 3.90c 3.93a 3.87ab
50% NPK + Pupuk hayati
2.95abc 3.43b 3.75a 3.92bc 3.95a 3.93a
Pupuk hayati 2.92bc 2.98d 3.47b 3.45d 3.47b 3.48c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT
Budidaya padi SRI menghasilkan skala BWD lebih tinggi dibanding teknologi PTT pada 4 – 6 MST, karena pada periode tersebut hara N pada budidaya SRI lebih tersedia karena mikroba bekerja lebih baik pada kondisi aerob
(30)
19 dibandingkan PTT yang kondisinya anaerob. Perlakuan 100% dosis pupuk NPK baik yang ditambahkan pupuk hayati maupun tidak serta pengurangan 50% dosis pupuk NPK dengan aplikasi pupuk hayati menghasilkan skala BWD mendekati 4. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengurangan 50% dosis pupuk NPK dengan aplikasi pupuk hayati kebutuhan nitrogen tanaman masih tercukupi. Aplikasi pupuk hayati saja dan perlakuan tanpa pupuk memiliki skala BWD yang rendah, berturut-turut 3.48 dan 3.20 yang berarti bahwa tanaman mengalami kekurangan N.
Biomassa Tanaman
Pengamatan biomassa tanaman dilakukan pada 8 MST dengan mengambil dua rumpun tanaman pada setiap petak. Peubah yang diamati meliputi panjang dan volume akar, bobot basah dan bobot kering akar serta bobot basah dan bobot kering tajuk. Perlakuan budidaya memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap panjang dan volume akar. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk. Interaksi antara pengaruh budidaya dengan perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa tanaman (Tabel 1). Budidaya SRI menghasilkan panjang dan volume akar yang nyata lebih tinggi dibandingkan teknologi PTT. Semua perlakuan pemupukan menunjukkan panjang dan volume akar yang tidak berbeda nyata (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap panjang dan volume akar
Perlakuan Panjang akar
(cm)
Volume akar (ml) Budidaya
SRI 25.63a 64.41a
PTT 22.25b 30.83b
Pemupukan
Tanpa pupuk 24.83 38.75
100% NPK 22.03 50.83
50% NPK 24.21 54.17
100% NPK + Pupuk hayati 22.50 46.67
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati 24.33 50.00
50% NPK + Pupuk hayati 25.37 50.83
Pupuk hayati 24.32 42.08
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT
(31)
Bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk pada budidaya SRI nyata lebih tinggi dibandingkan teknologi PTT. Hal ini diduga karena pertumbuhan akar dan tajuk tanaman pada budidaya SRI berkembang lebih baik jika dibandingkan dengan teknologi PTT. Perlakuan 50% dosis pupuk NPK menghasilkan bobot basah dan kering akar dan tajuk yang tidak berbeda nyata dengan 100% dosis pupuk NPK. Aplikasi pupuk hayati saja terlihat menghasilkan bobot kering tajuk yang tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pengamatan bobot basah dan kering akar dan tajuk disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk
Perlakuan Bobot basah (g) Bobot kering (g)
Akar Tajuk Akar Tajuk
Budidaya
SRI 56.91a 266.50a 12.34a 48.11a
PTT 29.02b 218.07b 4.55b 34.70b
Pemupukan
Tanpa pupuk 29.25b 165.08c 5.33b 29.08c
100% NPK 44.92ab 265.08ab 9.00ab 45.69ab
50% NPK 52.58a 259.00ab 11.51a 47.34a
100% NPK + Pupuk hayati 44.50ab 285.83a 8.63ab 47.08a 50% NPK + Pupuk kandang
+ Pupuk hayati
44.75ab 251.83ab 8.19ab 42.30ab 50% NPK + Pupuk hayati 45.75ab 253.25ab 9.69ab 41.85ab
Pupuk hayati 39.00ab 215.92b 6.74ab 36.51bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT
Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Komponen Hasil dan Hasil
Pengamatan komponen hasil pada percobaan ini meliputi jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot seribu butir gabah, dan persentase gabah isi. Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa budidaya SRI menghasilkan jumlah gabah per malai yang tidak berbeda dengan PTT. Demikian pula aplikasi 100% dosis pupuk NPK maupun 50% dosis pupuk NPK ditambah pupuk hayati ataupun tidak menghasilkan jumlah gabah per malai yang tidak berbeda.
Teknik budidaya PTT menghasilkan panjang malai yang lebih panjang dibandingkan SRI. Perlakuan 100% dosis pupuk NPK dengan penambahan pupuk
(32)
21 hayati maupun 50% dosis pupuk NPK dengan penambahan pupuk hayati maupun tidak menghasilkan panjang malai yang tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis pupuk NPK. Tidak terdapat interaksi antara pengaruh budidaya padi dengan perlakuan pemupukan terhadap jumlah gabah per malai dan panjang malai.
Tabel 9. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap panjang malai dan jumlah gabah per malai
Perlakuan Jumlah gabah
per malai Panjang malai (cm) Budidaya
SRI 158.79 25.43b
PTT 161.26 25.84a
Pemupukan
Tanpa pupuk 150.49b 24.64d
100% NPK 163.64ab 26.07ab
50% NPK 164.34a 26.04ab
100% NPK + Pupuk hayati 164.5a 26.19a
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati
156.98ab 25.37bc
50% NPK + Pupuk hayati 165.64a 26.07ab
Pupuk hayati 154.57ab 25.05cd
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara budidaya padi dan pemupukan terhadap jumlah anakan produktif (Tabel 10).
Tabel 10. Pengaruh interaksi perlakuan budidaya dan pemupukan terhadap jumlah anakan produktif
Perlakuan SRI PTT
Tanpa pupuk 16.67d 15.80d
100% NPK 24.93a 23.13ab
50% NPK 22.00ab 22.93ab
100% NPK + Pupuk hayati 24.73a 21.00b
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati 22.47ab 20.00bc
50% NPK + Pupuk hayati 20.40bc 22.07ab
Pupuk hayati 17.73cd 20.20bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan 100% dosis pupuk NPK baik yang ditambahkan pupuk hayati maupun tidak pada budidaya SRI menghasilkan jumlah anakan produktif yang paling banyak. Jumlah anakan produktif paling
(33)
sedikit dihasilkan yaitu pada perlakuan tanpa pupuk baik pada budidaya SRI maupun PTT dan tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk hayati saja pada budidaya SRI.
Perlakuan SRI dan PTT tidak berpengaruh terhadap bobot seribu butir dan persentase gabah isi. Seluruh perlakuan pemupukan menghasilkan bobot seribu butir gabah yang tidak berbeda nyata. Aplikasi pupuk hayati dengan 50% dosis pupuk NPK menghasilkan persentase gabah isi yang terbesar tetapi tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis pupuk NPK. Tidak terdapat interaksi antara pengaruh budidaya padi dengan perlakuan pemupukan terhadap bobot seribu butir gabah dan persentase gabah isi. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap bobot seribu butir gabah dan persentase gabah isi disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap bobot seribu butir gabah dan persentase gabah isi
Perlakuan Bobot 1,000 butir
gabah (g)
Persentase gabah isi (%) Budidaya
SRI 26.06 96.38
PTT 25.83 95.91
Pemupukan
Tanpa pupuk 25.91 94.63b
100% NPK 25.52 96.32ab
50% NPK 25.82 96.17ab
100% NPK + Pupuk hayati 25.72 95.86ab
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati
26.37 96.34ab
50% NPK + Pupuk hayati 25.99 96.88a
PH 26.28 96.80ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan budidaya tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah basah per tanaman namun berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering per tanaman. Teknologi PTT menghasilkan gabah kering per tanaman yang lebih besar dibandingkan budidaya SRI. Pengurangan 50% dosis pupuk NPK menghasilkan gabah basah dan kering per tanaman yang tidak berbeda dengan aplikasi 100% dosis pupuk NPK.
(34)
23 Hasil per hektar diperoleh dari konversi hasil ubinan. Hasil GKP budidaya SRI nyata lebih besar dibandingkan teknologi PTT, namun hasil GKG pada SRI tidak berbeda nyata dengan PTT. Hal ini diduga karena tanaman SRI rebah waktu menjelang panen sehingga bobot basah GKP lebih tinggi. Pengurangan 50% dosis pupuk NPK baik ditambahkan pupuk hayati maupun tidak, menghasilkan GKP dan GKG yang tidak berbeda dengan 100% dosis pupuk NPK. Penggunaan 50% dosis pupuk NPK pada percobaan ini terlihat sudah mencukupi kebutuhan hara padi sawah. Aplikasi pupuk hayati saja menghasilkan GKP dan GKG yang cenderung lebih rendah. Tidak terdapat interaksi antara pengaruh budidaya padi dengan perlakuan pemupukan terhadap hasil gabah basah dan kering per tanaman, GKP serta GKG.
Tabel 12. Pengaruh budidaya dan pemupukan terhadap hasil gabah per tanaman dan hasil gabah per hektar
Perlakuan
Hasil gabah per tanaman (g)
Hasil gabah per hektar (kg ha-1)
basah kering GKP GKG
Budidaya
SRI 61.59 45.12b 9432.40a 6834.30
PTT 62.72 50.58a 8716.20b 6963.80
Pemupukan
Tanpa pupuk 48.50b 38.07c 7943.30c 5733.30b
100% NPK 66.43a 51.27ab 9973.30a 7413.30a
50% NPK 70.03a 53.00a 9440.00a 7280.00a
100% NPK + Pupuk hayati 66.80a 49.50ab 9333.30ab 6880.00a 50% NPK + Pupuk kandang +
Pupuk hayati
63.97a 49.83ab 9466.70a 7200.00a 50% NPK + Pupuk hayati 64.07a 49.37ab 9653.30a 7386.70a
Pupuk hayati 55.30b 43.93bc 8160.0bc 6400.00ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Peningkatan Hasil
Peningkatan hasil dalam percobaan ini dihitung terhadap perlakuan 100% dosis pupuk NPK pada masing-masing budidaya. Tabel 13 menunjukkan bahwa aplikasi 50% dosis pupuk NPK menghasilkan GKG 14% lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis pupuk NPK pada budidaya SRI. Pengurangan 50% pupuk NPK dengan aplikasi pupuk hayati maupun pupuk kandang pada budidaya SRI juga meningkatkan hasil walaupun peningkatannya
(35)
tidak sebesar perlakuan 50% dosis pupuk NPK. Berbeda dengan SRI, semua perlakuan pemupukan pada teknologi PTT menghasilkan peningkatan hasil yang negatif yang berarti bahwa terjadi penurunan hasil. Pengurangan 50% dosis pupuk NPK dengan aplikasi pupuk kandang dan pupuk hayati pada teknologi PTT menunjukkan penurunan hasil yang paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya.
Tabel 13. Peningkatan hasil gabah kering giling (GKG)
Perlakuan SRI (%) PTT (%)
Tanpa pupuk -20 -25
100% NPK 0 0
50% NPK 14 -15
100% NPK + Pupuk hayati 0 -13
50% NPK + Pupuk kandang + Pupuk hayati 2 -7
50% NPK + Pupuk hayati 9 -8
Pupuk hayati -4 -22
Analisis Usaha Tani
Analisis usaha tani dilakukan untuk mengetahui kemungkinan biaya usaha tani yang akan diperlukan dan keuntungan finansial yang akan diperoleh petani. Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa perlakuan 100% dosis pupuk NPK pada teknologi PTT dan 50% dosis pupuk NPK pada budidaya SRI menghasilkan keuntungan dan net B/C yang paling besar. Perlakuan yang lain menghasilkan keuntungan dan net B/C yang cenderung tidak berbeda kecuali perlakuan tanpa pemupukan. Penggunaan pupuk hayati pada budidaya SRI dan PTT baik yang ditambahkan 100% maupun 50% dosis pupuk NPK menghasilkan keuntungan dan net B/C yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa pengurangan 50% dosis pupuk NPK pada budidaya SRI lebih menguntungkan untuk diterapkan pada lahan yang memiliki tingkat kesuburan yang sama dengan percobaan ini. Analisis usaha tani pada budidaya SRI dan PTT disajikan pada Tabel 14.
(36)
25 Tabel 14. Analisis usaha tani pada budidaya SRI dan teknologi PTT
Perlakuan Pendapatan per ha (Rp.)
Biaya usaha tani (Rp.)
Keuntungan (Rp.)
Net B/C SRI
Tanpa pupuk 21,760,000 11,800,000 9,960,000 0.84
100% NPK 27,306,800 13,354,000 13,952,800 1.04
50% NPK 31,146,800 12,652,000 18,494,800 1.46
100% NPK + Pupuk
hayati 27,306,800 13,664,000 13,642,800 1.00
50% NPK + Pupuk
kandang + Pupuk hayati 27,946,800 13,812,000 14,134,800 1.02 50% NPK + Pupuk hayati 29,653,200 12,962,000 16,691,200 1.29
Pupuk hayati 26,240,000 12,110,000 14,130,000 1.17
PTT
Tanpa pupuk 24,106,800 11,900,000 12,206,800 1.03
100% NPK 32,000,000 13,454,000 18,546,000 1.38
50% NPK 27,093,200 12,752,000 14,341,200 1.12
100% NPK + Pupuk
hayati 27,733,200 13,764,000 13,969,200 1.01
50% NPK + Pupuk
kandang + Pupuk hayati 29,653,200 13,912,000 15,741,200 1.13 50% NPK + Pupuk hayati 29,440,000 13,062,000 16,378,000 1.25
Pupuk hayati 24,960,000 12,210,000 12,750,000 1.04
Pembahasan
Analisis tanah setelah percobaan memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan nilai pH dan unsur K. Menurut Hutabarat (2011), meningkatnya nilai pH diduga karena terjadi penurunan potensial redoks. Suprihati et al. (2006) menyatakan bahwa potensial redoks tanah berkeseimbangan dengan pH tanah, penurunan nilai potensial redoks tanah akan menyebabkan peningkatan nilai pH tanah. Peningkatan unsur K dapat terjadi karena terjadi penambahan melalui air irigasi atau pupuk NPK maupun pupuk kandang.
Kandungan C-organik tanah menurun diduga karena bahan organik yang terkandung di dalam tanah dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi. Selain itu, pada penelitian ini tidak dilakukan pengembalian jerami ke lahan sawah sehingga tidak terdapat tambahan sumber C yang memadai. Menurut Riyanti (2011), penurunan C-organik terjadi karena tidak ada penambahan jerami yang merupakan sumber C-organik terbesar. Kandungan N dan P yang menurun
(37)
dibandingkan awal percobaan karena penyerapan unsur N dan P oleh tanaman atau kehilangan unsur N karena pencucian dan penguapan. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), dalam satu musim tanam akan terangkut 17.5 kg unsur hara N dan 3 kg unsur hara P dalam setiap ton gabah yang dihasilkan.
Perlakuan budidaya PTT menghasilkan tinggi tanaman yang nyata lebih tinggi dibandingkan budidaya SRI, yaitu 110 cm sedangkan budidaya SRI menghasilkan tinggi tanaman sekitar 101.55 cm pada 8 MST. Hal tersebut karena jarak tanam pada PTT lebih rapat sehingga unsur hara yang diserap tanaman lebih banyak dimanfaatkan untuk pertumbuhan tinggi tanaman dibandingkan dengan pertumbuhan anakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muliasari (2009) yang menyatakan bahwa jarak tanam yang lebih rapat menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan jarak tanam yang lebih lebar.
Pengamatan terhadap peubah jumlah anakan menunjukkan bahwa budidaya SRI nyata menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan PTT, yaitu sekitar 29 anakan sedangkan pada teknologi PTT sekitar 26 anakan. Salah satu prinsip budidaya SRI yaitu penanaman bibit muda dengan jarak antar tanaman yang lebar. Penggunaan bibit muda bertujuan agar tidak terdapat stagnasi (berhenti tumbuh sementara). Di samping itu, Purwasasmita (2008) menyatakan bahwa pola penanaman bibit muda dan tunggal merupakan kondisi pertumbuhan yang optimal untuk tanaman padi menyebabkan pertunasan dapat dimaksimumkan dan phyllochron diperpendek. Jarak tanam yang lebar bertujuan untuk memberikan kemungkinan yang lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa dan tanaman juga akan menyerap sinar matahari, udara dan nutrisi lebih banyak sehingga pertumbuhannya menjadi lebih optimal. Tanaman akan menghasilkan jumlah bahan kering yang semakin tinggi dengan semakin banyaknya bagian daun yang kontak dengan cahaya matahari. Hal ini memberikan kontribusi dalam meningkatkan kapasitas fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1985).
Pengurangan 50% dosis pupuk NPK dengan aplikasi pupuk hayati menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan 100% dosis pupuk NPK. Aplikasi pupuk hayati dengan pengurangan 50% dosis pupuk NPK menghasilkan jumlah anakan yang nyata lebih rendah dibandingkan 100% dosis pupuk NPK. Kedua fenomena tersebut menunjukkan bahwa respon tanaman berbeda pada
(38)
27 peubah pertumbuhan yang berbeda terhadap pengurangan dosis pupuk NPK anorganik. Hal ini diduga karena mikroba penambat N dan pelarut P yang terkandung dalam pupuk hayati belum tampak peranannya secara nyata dalam meningkatkan jumlah anakan. Unsur N dan P sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan komponen penyusun asam amino, asam nukleat, nukleotida dan klorofil sehingga dapat mendorong pertumbuhan dengan cepat, yaitu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Unsur P berfungsi untuk mendorong pertumbuhan jumlah anakan, perkembangan akar, pembungaan dan pemasakan (Dobermann dan Fairhurst, 2000).
Pupuk hayati yang digunakan mengandung Azotobacter, Azospirillum dan mikroorganisme pelarut fosfat. Azotobacter dan Azospirillum merupakan bakteri penambat nitrogen yang hidup bebas (nonsimbiotik). Mikroba ini menambat nitrogen di daerah perakaran dan bagian dalam jaringan tanaman padi. Selain meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, mikroba ini juga berfungsi sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman (plant growth promoting rhizobacteria) yang menghasilkan berbagai hormon pertumbuhan, vitamin dan berbagai asam-asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar (Hindersah dan Simarmata, 2004).
Unsur fosfat (P) merupakan unsur hara esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Keberadaan mikroorganisme pelarut fosfat dalam pupuk hayati sangat penting dalam meningkatkan ketersediaan hara P, karena ketersediaan hara P di dalam tanah jarang yang melebihi 0.01% dari total P (Ginting et al., 2006).
Hasil pengamatan biomassa tanaman padi pada 8 MST menunjukkan bahwa perlakuan budidaya SRI nyata menghasilkan panjang akar, volume akar, bobot basah akar dan tajuk serta bobot kering akar dan tajuk yang lebih tinggi dibandingkan teknologi PTT. Hutabarat (2011) menyatakan bahwa biomassa akar yang lebih besar pada budidaya SRI disebabkan oleh kondisi lingkungan yang aerob dan akses yang lebih baik terhadap pengambilan air dan hara. Menurut Thakur (2009), teknik budidaya dengan jarak tanam yang lebih lebar akan menghasilkan bobot kering akar yang lebih besar dan menghasilkan eksudat xilem yang lebih besar. Selain itu, pindah tanam saat bibit masih muda dapat
(39)
meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi akar dan batang selama pertumbuhan vegetatif.
Pengamatan terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara budidaya padi dan pemupukan. Budidaya SRI dengan aplikasi 100% dosis pupuk NPK baik yang ditambahkan pupuk hayati maupun tidak menghasilkan jumlah anakan produktif yang paling banyak. Menurut Muliasari (2009), jumlah anakan produktif dipengaruhi oleh ukuran ruang antar rumpun, semakin luas ruang antar rumpun maka semakin banyak jumlah anakan produktif. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Masdar et al. (2005) yang menyatakan bahwa semakin lebar jarak tanam maka jumlah anakan produktif semakin banyak dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit. Pemupukan 100% dosis pupuk NPK menyediakan hara yang cukup untuk mendorong terbentuknya anakan.
Perlakuan budidaya tidak mempengaruhi persentase gabah isi dan bobot seribu butir gabah demikian pula dengan perlakuan pemupukan. Antara jarak tanam legowo pada teknologi PTT dengan jarak tanam lebar pada budidaya SRI tampaknya tidak berpengaruh terhadap bobot seribu butir gabah dan persentase gabah isi.
Perlakuan budidaya SRI nyata menghasilkan gabah kering panen (GKP) yang lebih tinggi dibandingkan teknologi PTT namun menghasilkan gabah kering giling (GKG) yang tidak berbeda. Menurut Hutabarat (2011) hasil bobot GKP dan GKG sangat dipengaruhi oleh jarak tanam yang berbeda pada kedua budidaya padi tersebut. Populasi tanaman pada budidaya SRI dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm yaitu 160,000 tanaman per hektar dan pada teknologi PTT dengan jarak tanam jajar legowo 2:1 (25 cm x 15 cm x 50 cm) terdapat 204,800 tanaman per hektar. Kebutuhan hara tanaman sudah cukup dengan aplikasi 50% dosis NPK (120 kg NPK ha-1, 85 kg urea ha-1 dan 20 kg KCl ha-1) sehingga perlakuan pupuk hayati tidak terlihat pengaruhnya.
(40)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengurangan dosis pupuk NPK hingga 50% pada budidaya SRI baik yang ditambahkan pupuk hayati maupun tidak masih dapat meningkatkan hasil padi sedangkan pada budidaya PTT, pengurangan dosis pupuk NPK hingga 50% menurunkan hasil padi walaupun ditambahkan pupuk hayati.
2. Penerapan SRI pada budidaya padi menghasilkan tinggi tanaman yang nyata lebih rendah, jumlah anakan produktif dan hasil gabah kering panen yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan PTT walaupun hasil gabah kering giling tidak berbeda nyata.
3. Pada budidaya SRI keuntungan usaha tertinggi diperoleh pada perlakuan 50% dosis pupuk NPK sedangkan pada teknologi PTT pada perlakuan 100% dosis pupuk NPK.
Saran
Untuk dapat menganalisis pengaruh penambahan pupuk hayati, penambahan pupuk kandang dan analisis ekonomi pada percobaan ini, maka perlu dilakukan penelitian serupa selama beberapa musim dan pada beberapa lokasi dengan tingkat kesuburan yang berbeda.
(41)
Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Padi di Indonesia 2010. http://bps.go.id/ [20 September 2012].
BMKG. 2012. Data Iklim Dramaga Bogor. Stasiun Klimatologi Situ Gede Bogor. Departemen Pertanian. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Departemen Pertanian. Jakarta. 38 hal. Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2011. Pedoman Teknis
Pengembangan System of Rice Intensification TA. 2011. Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian. Kementrian Pertanian. Jakarta. 77 hal.
Dobermann, A and T.H. Fairhurst. 2000. Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash & Phospate Institute (PPI), Potash & Phospate Institute of Canada (PPIC), and International Rice Research Institute (IRRI). Philippines. 191p.
Ginting, R.C.B., R. Saraswati., dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme pelarut fosfat, hal 141-158. Dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 283 hal.
Hindersah, R. dan T. Simarmata. 2004. Potensi rizobakteri Azotobacter dalam meningkatkan kesehatan tanah. Jurnal Natur Indonesia 5(2):127-133. Hutabarat, T.R. 2011. Populasi Mikrob Tanah, Emisi Metan dan Produksi Padi
dengan Enam Kombinasi Pemupukan pada Budidaya Padi SRI (System of Rice Intensification). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 123 hal.
Masdar, M. Kasim, B. Rusman, N. Hakim, dan Helmi. 2006. Tingkat hasil dan hasil sistem intensifikasi padi (SRI) tanpa pupuk organik di daerah curah hujan tinggi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 8(2):126-131.
Muliasari, A.A. 2009. Optimasi Jarak Tanam dan Umur Bibit pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hal.
PPPTP. 2011. Bagan Warna Daun Menghemat Penggunaan Pupuk N pada Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Purwasasmita, M. 2008. Olah Tanah sebagai Bioreaktor, Landasan Utama System
of Rice Intensification (SRI). Workshop Nasional SRI. Jakarta, 21 Oktober 2008.
(42)
31 Riyanti, S. 2011. Aplikasi Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati dan Pupuk Organik Serta Reduksi NPK terhadap Ketersediaan Hara dan Populasi Mikroba Tanah pada Padi Sawah Musim Tanam Kedua di Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hal.
Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1985. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California.
Saraswati, R. dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah. Iptek Tanaman Pangan. 3(1): 41-58.
Saraswati, R., T. Prihatini, dan R.D. Hastuti. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan keberlanjutan sistem produksi padi sawah, hal 169-189. Dalam: Fahmuddin Agus et al. (Eds.). Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Sato, S. and N. Uphoff. 2006. Raising Factor Productivity in Irrigated Rice Production: Opportunities with The System of Rice Intensification. CABI. Suprihati, I. Anas, D. Murdiyarso, S. Sabiham, G. Djajakirana. 2006. Fluks
Metana dan Karakteristik pada Beberapa Macam Sistem Budidaya. Bul. Agron (34) (3): 181-187.
Suriadikarta, D.A. dan R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pendahuluan, hal 1-10.
Dalam: R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 283 hal.
Taslim, H., S. Partohardjono, dan Subandi. 1993. Pemupukan padi sawah, hal 445-479. Dalam. Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono (Eds.). Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Vessey, J.K. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizers. Plant and Soil 255:571-586.
(43)
(44)
33 Lampiran 1. Deskripsi karakteristik varietas Mentik Wangi
Nomor aksesi : 1754
Nama aksesi : Mentik Wangi
Provinsi asal : Jawa Tengah
Kabupaten asal : Magelang
Habitus : Sedang
Umur tanaman : 125 hari
Tinggi tanaman : 114 cm
Anakan produktif : 14
Warna kaki : Kuning emas
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Putih
Warna leher daun Warna daun
: Hijau muda : Hijau
Muka daun : Tidak berambut
Posisi daun : Mendatar
Panjang malai Bobot 1000 gabah
: 27.4 cm : 18 gram
Sumber: koleksi Plasma Nutfah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi
Lampiran 2. Kandungan pupuk hayati Azozo
Mikrob Jumlah populasi
Azotobacter 43.8 x 107 cfu g-1
Azospirillum 11 x 108 MPN
(45)
Lampiran 3. Kriteria penilaian sifat - sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983)
Sifat Tanah
Penilaian Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi C-Organik (%) < 1.00 1.00 – 2.00 2.01 – 3.00 3.01 – 5.00 > 5.00 N-total (%) < 0.10 0.10 – 0.20 0.21 – 0.50 0.51 – 0.75 > 0.75
C/N < 5.00 5.00 –
10.00
11.00 – 15.00
16.00 –
25.00 > 25.0 P2O5 HCl
(mg/100g) < 15.00
15.00 – 20.00
21.00 – 40.00
41.00 –
60.00 > 60.0 P-Bray-1
(mg/100g) < 4.00 4.00 – 7.00
8.00 – 10.00
11.00 –
15.00 > 15.0 KTK (me/100g) < 5.00 5.00 –
10.00
11.00 – 20.00
21.00 –
40.00 > 40.0 Basa-Basa dapat Ditukar
K < 0.10 0.10 – 0.30 0.40 – 0.50 0.60 – 1.00 > 1.0 Mg < 0.30 0.30 – 1.00 1.1 – 2.0 2.10 – 8.00 > 8.0
Ca < 2.00 2.00 – 5.00 6.00 –
10.00 11.0 – 20.0 > 20.0 Na < 0.10 0.10 – 0.30 0.40 – 0.70 0.8 – 1 > 1.0 KB (%) < 20.00 20.00 –
40.00
41.00 –
60.00 61 -80 > 80.0 Kej. Al
(me/100g) < 5.00
5.00 – 10.00
11.00 –
20.00 21.0 – 40.0 > 40.0 Reaksi Tanah (pH H20)
Sangat Masam Masam Agak
Masam
Netral Agak Alkalis
Alkalis < 4.5 4.5 – 5.5 5.6 – 6.5 6.6 – 7.5 7.6 – 8.5 > 8.5
Lampiran 4. Hasil analisis tanah awal
Jenis Analisis Metode Nilai Kriteria*
pH H2O (1:1) pH meter 4.90 Masam
pH KCl pH meter 4.20 -
C Organik (%) Walkley & Black 2.15 Sedang
N-Total (%) Kjeldhal 0.22 Sedang
P-tersedia (ppm) Bray I 5.8 Sangat rendah
Ca (me/100 g) N NH4OAc pH 7.0 5.26 Rendah
Mg (me/100 g) N NH4OAc pH 7.0 1.29 Sedang
K (me/100 g) N NH4OAc pH 7.0 0.30 Rendah
Na (me/100 g) N NH4OAc pH 7.0 0.55 Sedang
KTK (me/100 g) N NH4OAc pH 7.0 19.98 Sedang
Al (me/100 g) N KCl 4.82 Sangat rendah
H (me/100 g) N KCl 0.34 -
KB (%) Ʃ (Ca + Mg + K + Na)/KTK x
100%
37.04 Sedang
Fe (ppm) 0.05 N HCl 546.00 -
(46)
35
Jenis Analisis Metode Nilai Kriteria*
Zn (ppm) 0.05 N HCl 20.67 -
Mn (ppm) 0.05 N HCl 290.52 -
Tekstur Tanah
Pasir (%) Penyaringan 18.44
Debu (%) Pipet 36.32 Liat
Liat (%) Pipet 45.24
Keterangan: *Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah berdasarkan PPT 1983
Lampiran 5. Data iklim Januari 2012-Juli 2012
Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan (hari) Temperatur rata-rata
(C)
Lama penyinaran (%) Kelembaban udara (%) Intensitas penyinaran matahari (Cal/cm2)
Januari 271.7 28.0 25.1 26.0 86.0 223.0
Februari 548.9 25.0 25.6 57.0 87.0 254.0
Maret 136.0 21.0 26.2 55.0 80.0 240.0
April 389.5 25.0 26.2 61.0 86.0 257.0
Mei 195.0 31.0 26.1 75.0 85.0 254.0
Juni 94.0 12.0 26.2 78.0 81.0 253.0
Juli 117.0 10.0 25.8 63.0 79.0 272.0
Rataan 250.3 21.7 25.9 59.3 83.4 250.4
Sumber : BMKG 2012
Lampiran 6. Analisis usaha tani
Uraian
Budidaya SRI Tanpa
pupuk 100% NPK
100% NPK+ Pupuk hayati
50% NPK+Pupuk kandang+Pupuk hayati Pendapatan 21,760,000 27,306,800 27,306,800 27,946,800 1. Sewa Lahan 6,000,000 6,000,000 6,000,000 6,000,000 2. Biaya Produksi
a.Tenaga Kerja
- Pengolahan Lahan 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
- Persemaian 200,000 200,000 200,000 200,000
- Penanaman 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
- Pemupukan
1. Pupuk Kandang - - - 350,000
2. NPK - 150,000 150,000 150,000
3. Pupuk hayati - - 150,000 150,000
- Pemeliharaan 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000
- Panen 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
b. Benih 100,000 100,000 100,000 100,000
c. Pupuk
- Pupuk Kandang - - - 500,000
(47)
Uraian
Budidaya SRI Tanpa
pupuk 100% NPK
100% NPK+ Pupuk hayati
50% NPK+Pupuk kandang+Pupuk hayati
- NPK 1,404,000 1,404,000 702,000
- Pupuk hayati - - 160,000 160,000
Total Biaya 11,800,000 13,354,000 13,664,000 13,812,000 Keuntungan 9,960,000 13,952,800 13,642,800 14,134,800
Net B/C 0.84 1.04 1.00 1.02
Lampiran 6. Lanjutan...
Uraian Budidaya SRI
50% NPK+Pupuk hayati 50% NPK Pupuk hayati
Pendapatan 29,653,200 31,146,800 26,240,000
1. Sewa Lahan 6,000,000 6,000,000 6,000,000
2. Biaya Produksi a.Tenaga Kerja
- Pengolahan Lahan 1,500,000 1,500,000 1,500,000
- Persemaian 200,000 200,000 200,000
- Penanaman 1,000,000 1,000,000 1,000,000
- Pemupukan
1. Pupuk Kandang - - -
2. NPK 150,000 150,000 -
3. Pupuk hayati 150,000 - 150,000
- Pemeliharaan 2,000,000 2,000,000 2,000,000
- Panen 1,000,000 1,000,000 1,000,000
b. Benih 100,000 100,000 100,000
c. Pupuk
- Pupuk Kandang - - -
- NPK 702,000 702,000 -
- Pupuk hayati 160,000 - 160,000
Total Biaya 12,962,000 12,652,000 12,110,000
Keuntungan 16,691,200 18,494,800 14,130,000
(1)
34
Lampiran 3. Kriteria penilaian sifat - sifat kimia tanah menurut Pusat
Penelitian Tanah (1983)
Sifat Tanah
Penilaian Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi C-Organik (%) < 1.00 1.00 – 2.00 2.01 – 3.00 3.01 – 5.00 > 5.00 N-total (%) < 0.10 0.10 – 0.20 0.21 – 0.50 0.51 – 0.75 > 0.75
C/N < 5.00 5.00 – 10.00
11.00 – 15.00
16.00 –
25.00 > 25.0 P2O5 HCl
(mg/100g) < 15.00
15.00 – 20.00
21.00 – 40.00
41.00 –
60.00 > 60.0 P-Bray-1
(mg/100g) < 4.00 4.00 – 7.00
8.00 – 10.00
11.00 –
15.00 > 15.0 KTK (me/100g) < 5.00 5.00 –
10.00
11.00 – 20.00
21.00 –
40.00 > 40.0 Basa-Basa dapat Ditukar
K < 0.10 0.10 – 0.30 0.40 – 0.50 0.60 – 1.00 > 1.0 Mg < 0.30 0.30 – 1.00 1.1 – 2.0 2.10 – 8.00 > 8.0
Ca < 2.00 2.00 – 5.00 6.00 –
10.00 11.0 – 20.0 > 20.0 Na < 0.10 0.10 – 0.30 0.40 – 0.70 0.8 – 1 > 1.0 KB (%) < 20.00 20.00 –
40.00
41.00 –
60.00 61 -80 > 80.0 Kej. Al
(me/100g) < 5.00
5.00 – 10.00
11.00 –
20.00 21.0 – 40.0 > 40.0 Reaksi Tanah (pH H20)
Sangat Masam Masam Agak Masam
Netral Agak Alkalis
Alkalis < 4.5 4.5 – 5.5 5.6 – 6.5 6.6 – 7.5 7.6 – 8.5 > 8.5
Lampiran 4. Hasil analisis tanah awal
Jenis Analisis
Metode
Nilai
Kriteria*
pH H
2O (1:1)
pH meter
4.90
Masam
pH KCl
pH meter
4.20
-
C Organik (%)
Walkley & Black
2.15
Sedang
N-Total (%)
Kjeldhal
0.22
Sedang
P-tersedia (ppm)
Bray I
5.8
Sangat rendah
Ca (me/100 g)
N NH
4OAc pH 7.0
5.26
Rendah
Mg (me/100 g)
N NH
4OAc pH 7.0
1.29
Sedang
K (me/100 g)
N NH
4OAc pH 7.0
0.30
Rendah
Na (me/100 g)
N NH
4OAc pH 7.0
0.55
Sedang
KTK (me/100 g)
N NH
4OAc pH 7.0
19.98
Sedang
Al (me/100 g)
N KCl
4.82
Sangat rendah
H (me/100 g)
N KCl
0.34
-
KB (%)
Ʃ
(Ca + Mg + K + Na)/KTK x
100%
37.04
Sedang
Fe (ppm)
0.05 N HCl
546.00
-
(2)
Jenis Analisis
Metode
Nilai
Kriteria*
Zn (ppm)
0.05 N HCl
20.67
-
Mn (ppm)
0.05 N HCl
290.52
-
Tekstur Tanah
Pasir (%)
Penyaringan
18.44
Debu (%)
Pipet
36.32
Liat
Liat (%)
Pipet
45.24
Keterangan: *Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah berdasarkan PPT 1983
Lampiran 5. Data iklim Januari 2012-Juli 2012
Bulan
Curah hujan (mm)
Hari hujan (hari)
Temperatur rata-rata
(C)
Lama penyinaran
(%)
Kelembaban udara (%)
Intensitas penyinaran
matahari (Cal/cm2) Januari 271.7 28.0 25.1 26.0 86.0 223.0 Februari 548.9 25.0 25.6 57.0 87.0 254.0
Maret 136.0 21.0 26.2 55.0 80.0 240.0
April 389.5 25.0 26.2 61.0 86.0 257.0
Mei 195.0 31.0 26.1 75.0 85.0 254.0
Juni 94.0 12.0 26.2 78.0 81.0 253.0
Juli 117.0 10.0 25.8 63.0 79.0 272.0
Rataan 250.3 21.7 25.9 59.3 83.4 250.4
Sumber : BMKG 2012
Lampiran 6. Analisis usaha tani
Uraian
Budidaya SRI Tanpa
pupuk 100% NPK
100% NPK+ Pupuk hayati
50% NPK+Pupuk kandang+Pupuk hayati Pendapatan 21,760,000 27,306,800 27,306,800 27,946,800 1. Sewa Lahan 6,000,000 6,000,000 6,000,000 6,000,000 2. Biaya Produksi
a.Tenaga Kerja
- Pengolahan Lahan 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
- Persemaian 200,000 200,000 200,000 200,000
- Penanaman 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - Pemupukan
1. Pupuk Kandang - - - 350,000
2. NPK - 150,000 150,000 150,000
3. Pupuk hayati - - 150,000 150,000
- Pemeliharaan 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 - Panen 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
b. Benih 100,000 100,000 100,000 100,000
c. Pupuk
(3)
36
Uraian
Budidaya SRI Tanpa
pupuk 100% NPK
100% NPK+ Pupuk hayati
50% NPK+Pupuk kandang+Pupuk hayati
- NPK 1,404,000 1,404,000 702,000
- Pupuk hayati - - 160,000 160,000
Total Biaya 11,800,000 13,354,000 13,664,000 13,812,000 Keuntungan 9,960,000 13,952,800 13,642,800 14,134,800
Net B/C 0.84 1.04 1.00 1.02
Lampiran 6. Lanjutan...
Uraian Budidaya SRI
50% NPK+Pupuk hayati 50% NPK Pupuk hayati Pendapatan 29,653,200 31,146,800 26,240,000 1. Sewa Lahan 6,000,000 6,000,000 6,000,000 2. Biaya Produksi
a.Tenaga Kerja
- Pengolahan Lahan 1,500,000 1,500,000 1,500,000
- Persemaian 200,000 200,000 200,000
- Penanaman 1,000,000 1,000,000 1,000,000
- Pemupukan
1. Pupuk Kandang - - -
2. NPK 150,000 150,000 -
3. Pupuk hayati 150,000 - 150,000
- Pemeliharaan 2,000,000 2,000,000 2,000,000
- Panen 1,000,000 1,000,000 1,000,000
b. Benih 100,000 100,000 100,000
c. Pupuk
- Pupuk Kandang - - -
- NPK 702,000 702,000 -
- Pupuk hayati 160,000 - 160,000
Total Biaya 12,962,000 12,652,000 12,110,000 Keuntungan 16,691,200 18,494,800 14,130,000
(4)
Lampiran 6. Lanjutan ...
Uraian
Teknologi PTT Tanpa
pupuk 100% NPK
100% NPK+ Pupuk hayati
50% NPK+Pupuk kandang+Pupuk
hayati Pendapatan 24,106,800 32,000,000 27,733,200 29,653,200 1. Sewa Lahan 6,000,000 6,000,000 6,000,000 6,000,000 2. Biaya Produksi
a.Tenaga Kerja
- Pengolahan Lahan 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 - Persemaian 200,000 200,000 200,000 200,000 - Penanaman 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - Pemupukan
1. Pupuk Kandang - - - 350,000
2. NPK - 150,000 150,000 150,000
3. Pupuk hayati - - 150,000 150,000
- Pemeliharaan 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 - Panen 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
b. Benih 200,000 200,000 200,000 200,000
c. Pupuk
- Pupuk Kandang - - - 500,000
- NPK 1,404,000 1,404,000 702,000
- Pupuk hayati - - 160,000 160,000
Total Biaya 11,900,000 13,454,000 13,764,000 13,912,000 Keuntungan 12,206,800 18,546,000 13,969,200 15,741,200
Net B/C 1.03 1.38 1.01 1.13
Lampiran 6. Lanjutan...
Uraian Teknologi PTT
50% NPK+Pupuk hayati 50% NPK Pupuk hayati
Pendapatan 29,440,000 27,093,200 24,960,000
1. Sewa Lahan 6,000,000 6,000,000 6,000,000
2. Biaya Produksi a.Tenaga Kerja
- Pengolahan Lahan 1,500,000 1,500,000 1,500,000
- Persemaian 200,000 200,000 200,000
- Penanaman 1,000,000 1,000,000 1,000,000
- Pemupukan
1. Pupuk Kandang - - -
2. NPK 150,000 150,000 -
3. Pupuk hayati 150,000 - 150,000
- Pemeliharaan 2,000,000 2,000,000 2,000,000
(5)
38
Uraian Teknologi PTT
50% NPK+Pupuk hayati 50% NPK Pupuk hayati
b. Benih 200,000 200,000 200,000
c. Pupuk
- Pupuk Kandang - - -
- NPK 702,000 702,000 -
- Pupuk hayati 160,000 - 160,000
Total Biaya 13,062,000 12,752,000 12,210,000
Keuntungan 16,378,000 14,341,200 12,750,000
Net B/C 1.25 1.12 1.04
(6)
Keterangan: 1. B1= SRI 2. B2= PTT
3. P0 = Tanpa pupuk hayati, NPK, dan pupuk kandang 4. P1 = 100% dosis NPK
5. P2 = 100% dosis NPK + Pupuk hayati
6. P3 = 50% dosis NPK + pupuk kandang + Pupuk hayati 7. P4 = 50% dosis NPK + Pupuk hayati
8. P5 = 50% dosis NPK 9. P6 = Pupuk hayati