Pemanfaatan Mulsa Gulma untuk Pengendalian Gulma pada Tanaman Kedelai di Lahan Kering.

PEMANFAATAN MULSA GULMA UNTUK PENGENDALIAN
GULMA PADA TANAMAN KEDELAI
DI LAHAN KERING

NAHRIN SYARIFI
A24062610

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

RINGKASAN

NAHRIN SYARIFI. Pemanfaatan Mulsa Gulma untuk Pengendalian Gulma
pada Tanaman Kedelai di Lahan Kering. (Dibimbing oleh M A CHOZIN).
Penelitian pemakaian mulsa dari beberapa jenis gulma bertujuan untuk
mengetahui pemanfaatan mulsa organik dari beberapa jenis gulma penting untuk
menekan pertumbuhan gulma pada tanaman kedelai. Diharapkan hasil penelitian
juga dapat mengidentifikasi potensi alelopati dari jenis mulsa gulma yang diuji.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan Bawah IPB pada bulan

Maret hingga Juni 2010. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) satu faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu
mulsa jerami padi, eceng gondok, alang-alang, teki, plastik hitam perak dan tanpa
mulsa.
Pengamatan dilakukan tehadap pertumbuhan, komponen produksi dan
produksi kedelai, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun trifoliet, jumlah cabang,
bobot basah dan kering tajuk dan akar, jumlah dan bobot kering bintil akar,
jumlah polong hampa, jumlah polong isi, bobot polong per petak panen dan bobot
100 biji. Analisis vegetasi dengan metode kuadrat dilakukan untuk mengetahui
jenis, dinamika populasi dan pertumbuhan gulma. Analisis tanah dilakukan
sebelum tanam dan setelah panen.
Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

penggunaan


mulsa

dapat

meningkatkan pertumbuhan, komponen produksi dan produksi kedelai. Selain itu,
perlakuan mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma. Hal ini dibuktikan dari
penggunaan mulsa gulma yang mempengaruhi komposisi jenis gulma pada setiap
perlakuan. Dari hasil penelitian ini diperoleh indikasi bahwa mulsa teki dapat
menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar. Selain menekan gulma berdaun
lebar, mulsa teki juga secara nyata menekan pertumbuhan kedelai. Berdasarkan
indikasi tersebut, diduga mulsa teki berpotensi alelopati terhadap tumbuhan
berdaun lebar.
Dugaan adanya potensi alelopati juga terjadi pada mulsa jerami, namun
pada mulsa jerami golongan gulma yang tertekan adalah gulma rumput. Hal ini
dibuktikan dengan menurunnya jumlah spesies, bobot kering gulma, serta Nisbah

ii

Jumlah Dominasi (NJD) gulma rumput dari 3 MST ke 6 MST. Secara

keseluruhan, bobot kering gulma total secara linier menurunkan bobot polong
kedelai, makin tinggi bobot gulma makin rendah bobot polong kedelai mengikuti
persamaan y = 443.05−29.413x.

PEMANFAATAN MULSA GULMA UNTUK PENGENDALIAN
GULMA PADA TANAMAN KEDELAI
DI LAHAN KERING

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NAHRIN SYARIFI
A24062610

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010


LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: PEMANFAATAN MULSA GULMA UNTUK

PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN
KEDELAI DI LAHAN KERING
Nama

: NAHRIN SYARIFI

NIM

: A24062610

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, MAgr

NIP 19500303.197603.1.002

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP 19611101.198703.1.003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur pada tanggal
26 Juli 1988. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak
Dasuki dan Ibu Mualifah.
Tahun 1994 penulis lulus dari TK Aisyiah Bustanul Athfal 2 Samarinda dan
melanjutkan ke SDN 033 Samarinda, lulus pada tahun 2000. Kemudian pada
tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMP Muhammadiyah 3 Balikpapan.
Selanjutnya penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 2 Balikpapan pada tahun

2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Santri
Berprestasi (CSS) Departemen Agama. Selanjutnya tahun 2007 penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Sejak masuk IPB pada tahun 2006 penulis aktif dalam organisasi
mahasiswa. Tahun 2006 sebagai Sekretaris Divisi Hubungan Luar LDK DKM AlHurriyyah, tahun 2007 sebagai anggota Divisi Sosial Lingkungan BEM Faperta
(Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian) dan anggota Divisi Fund Rising
FKRD Faperta (Forum Komunikasi Rohis Departemen Fakultas Pertanian), tahun
2008 menjadi Kepala Bagian dalam Divisi Eksternal Himagron (Himpunan
Mahasiswa Agronomi). Penulis juga pernah menjadi Ketua Panitia dalam acara
TEGAR (Temu Keluarga Besar Agronomi dan Hortikultura) pada tahun 2009 dan
menjadi panitia pada berbagai acara di IPB pada 2006−2010.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian pengamatan untuk membandingkan beberapa jenis mulsa ini, karena
terdorong atas keinginan untuk mengetahui jenis mulsa terbaik untuk
meningkatkan produksi tanaman kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di kebun
percobaan Cikabayan Bawah, Darmaga, Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak M.A. Chozin sebagai
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Winarso D Widodo, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah

memberikan bimbingan akademik

selama

penulis

menjadi

mahasiswa IPB;
2. Ir. Adolf Peter Lontoh, MS dan Juang Gema Kartika, SP MSi selaku dosen
penguji;
3. Bunda, Babe, Nani (Kakak) dan Andi (Adik) atas doa yang selalu mengalir
serta dorongan yang amat tulus baik dari segi moriil maupun materiil;

4. Temen-temen AGH 43 (especially the gang of seven), CSS (Community
of Santri Scholar) angkatan II (IPB 43), anak-anak Wisma Bintang atas
segala bantuan, semangat dan keceriaan penghilang stress yang kalian
berikan selama ini;
5. Pak Millin, Mas Ganda, Mas Gandi, Bu Mar dan semua teknisi kebun
Cikawah yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian;
6. Dan seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini.
Akhir kata penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan hasil penelitian ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan pelaku pertanian yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2010
Nahrin Syarifi

DAFTAR ISI

Halaman
Con te nts

PENDAHULUAN ......................................................................................

Latar Belakang .......................................................................................
Tujuan ....................................................................................................
Hipotesis ................................................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
Syarat Tumbuh Kedelai ..........................................................................
Pengaruh Gulma pada Pertanaman Kedelai ............................................
Mulsa dan Manfaatnya ...........................................................................
Potensi Alelopati Mulsa Gulma ..............................................................

4
4
5
6
7


BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Tempat dan Waktu .................................................................................
Bahan dan Alat .......................................................................................
Rancangan Percobaan .............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................

8
8
8
8
9

HASIL ........................................................................................................

12

PEMBAHASAN .........................................................................................

20


KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan ............................................................................................
Saran ......................................................................................................

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

26

LAMPIRAN ...............................................................................................

28

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Pertumbuhan Gulma pada Berbagai Perlakuan .........................................

14

2. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk dan Akar Tanaman Kedelai pada
6 MST dan 7 MST Berbagai Perlakuan ....................................................

17

3. Jumlah dan Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai pada 6 MST
dan 7 MST pada Berbagai Perlakuan ........................................................

17

4. Bobot Polong Per Petak Panen (gram/4m2) dan Bobot 100 Biji
(gram) pada Berbagai Perlakuan Mulsa ..................................................

19

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Tinggi Tanaman Kedelai pada 2 MST−8 MST pada Berbagai Perlakuan ..

15

2. Jumlah Daun Trifoliet Kedelai pada 2 MST−8 MST pada Berbagai
Perlakuan .................................................................................................

16

3. Jumlah Polong Hampa dan Jumlah Polong Isi pada Berbagai Perlakuan
Mulsa .......................................................................................................

18

4. Hubungan Antara Bobot Kering Gulma pada 3 MST terhadap Bobot
Polong / petak panen (g/4m2) ...................................................................

19

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Layout Penelitian .....................................................................................

29

2. Deskripsi Kedelai Varietas Wilis ..............................................................

30

3. Jenis Gulma pada Berbagai Perlakuan ......................................................

31

4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai 33
5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Hasil Tanaman Kedelai ........

34

6. Hasil Analisis Tanah Awal Sebelum Tanam Kedelai ................................

35

7. Hasil Analisis Tanah Setelah Panen Kedelai .............................................

35

8. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah menurut Pusat Penelitian Tanah
(1983) ...................................................................................................... 36
9. Data Iklim Darmaga Tahun 2010 .............................................................

37

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu tanaman penting untuk masyarakat Indonesia.
Hal ini dikarenakan kedelai merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu
yang telah menjadi menu sehari-hari masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tahu dan tempe tersebut, menurut
Badan Pusat Statistik tahun 2006 pada saat ini terdapat 115 000 pengrajin tahu
dan tempe di seluruh Indonesia.
Selain untuk pangan, dewasa ini kedelai juga digunakan untuk pakan dan
bahan baku industri. Dengan berkembangnya usaha peternakan serta industri
pangan dan pakan, serta semakin meningkatnya perhatian masyarakat terhadap
pangan bergizi, maka kebutuhan terhadap kedelai menjadi meningkat dari waktu
ke waktu. Sementara itu, peningkatan produksinya dari tahun ke tahun belum
mampu mengimbangi permintaan yang makin meningkat.
Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2.2 juta ton per tahun. Namun
demikian, hanya 20 sampai 30 persen saja dari kebutuhan tersebut yang dapat
dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sisanya sebesar 70 sampai 80 persen
kekurangannya bergantung pada impor (Richan, 2009). Dirjen Tanaman Pangan
Kementrian Pertanian RI 2009 mengemukakan bahwa produksi kedelai di
Indonesia pada tahun 2009 dengan luas areal tanam 600 ribu hektar naik 31 %
dibandingkan dengan tahun 2008. Namun demikian, kenaikan itu belum
memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga saat ini Indonesia masih mengimpor
sekitar 1 juta ton kedelai dari Amerika dan Brazil. Melihat potensi itu, sebenarnya
para petani atau siapa pun yang berminat untuk mengembangkan tanaman kedelai
akan memperoleh keuntungan. Meskipun begitu, untuk dapat memperoleh
keuntungan tersebut perlu teknologi budidaya yang baik, termasuk dalam
mengatasi faktor-faktor kendala pertumbuhan dan produksinya.
Salah satu kendala yang sering terjadi di lapangan yang menyebabkan
turunnya produktifitas kedelai adalah keberadaan gulma di lahan. Gangguan
gulma terhadap tanaman yang terjadi di lahan berupa kompetisi dalam perebutan
hara, air, cahaya, serta adanya senyawa alelopati yang dikeluarkan dari gulma

2
tersebut. Utomo dan Hermawan (1985) menyatakan bahwa penurunan hasil
produksi pada tanaman bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan,
dan senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Senyawa alelopati yang
dimiliki oleh gulma menekan pertumbuhan tanaman utama sehingga dapat
menurunkan produksi yang cukup tinggi. Namun, selain untuk menekan tanaman
utama, senyawa ini juga dapat digunakan untuk menekan gulma lain yang ada
pada lahan pertanaman.
Salah satu cara untuk mengendalikan gulma antara lain dengan penggunaan
mulsa. Gulma dalam lahan pertanaman kedelai dapat ditekan sampai sebesar
60−65 % dengan pemberian mulsa, mulsa jerami juga dapat menekan tingkat
serangan lalat bibit sampai 23 % (Adisarwanto dan Rini, 2002). Mulsa merupakan
material penutup tanah yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta
menekan pertumbuhan gulma dan penyakit. Penelitian Serangmo et al. (2004)
menunjukkan jenis mulsa organik berpengaruh nyata pada komponen kerapatan
isi tanah, kadar air tanah, bobot kering biji pipilan per petak dan efisiensi
penggunaan air tanaman. Selanjutnya Subiyakto et al. (2006) menambahkan
bahwa pemberian mulsa jerami padi 6 ton/ha pada tumpangsari kapas dan kedelai
mengurangi jumlah penggunaan pestisida dan meningkatkan hasil kapas dan
kedelai.
Dalam penelitian ini dicoba pemanfaatan mulsa organik dari beberapa jenis
gulma penting untuk menekan pertumbuhan gulma pada tanaman kedelai.
Diharapkan hasil penelitian juga dapat mengidentifikasi potensi alelopati dari
jenis mulsa gulma yang diuji.
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh mulsa gulma terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai.
2. Mengetahui pengaruh mulsa gulma terhadap pertumbuhan dan dinamika
gulma.
3. Mengidentifikasi potensi alelopati dari beberapa jenis mulsa gulma
terhadap pertumbuhan gulma dan kedelai.

3
Hipotesis
1. Pemberian mulsa dapat meningkatkan produksi kedelai.
2. Mulsa yang digunakan dapat menekan pertumbuhan gulma.
3. Terdapat beberapa jenis mulsa gulma yang berpotensi alelopati terhadap
gulma tertentu atau tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar (Glycine max) merupakan kedelai yang menurunkan berbagai
kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L) Merril. Kedelai berasal dari
daerah Manshukuo (Cina Utara). Tanaman kedelai kemudian menyebar ke daerah
Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
Di Indonesia, tanaman ini dibudidayakan pada abad ke 17 sebagai pupuk hijau
karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Purwono dan Purnamawati, 2008).
Kedelai biasa ditanam pada lahan sawah setelah pertanaman padi. Namun,
kedelai juga bisa ditanam pada lahan kering. Berdasarkan tingkat kesesuaian lahan
terdapat tiga prioritas upaya pengembangan kedelai. Prioritas pertama di lahan
irigasi teknis dan setengah teknis dengan jenis tanah Aluvial, Grumosol, Andosol,
dan Latosol. Prioritas kedua di lahan tadah hujan dengan jenis tanah Aluvial dan
Grumosol. Sedangkan prioritas ketiga adalah di lahan kering jenis tanah
Grumosol dan Andosol (Puslitbang Tanaman Pangan, 1998).
Kedelai dapat tumbuh lebih baik pada pH 5.8−7.0, namun pada pH kurang
dari 5.5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan aluminium.
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar
100−400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai
membutuhkan

curah

hujan

antara

100−200

mm/bulan

(Purwono

dan

Purnamawati, 2008).
Kedelai dikembangkan oleh petani di lahan sawah dan lahan kering dengan
menerapkan sistem produksi atau sistem usahatani sesuai dengan kondisi sosial
ekonomi. Budidaya yang diterapkan oleh petani bervariasi menurut lokasi, kondisi
sosial-ekonomi serta teknologi dan kemampuan petani (Manwan et al., 1996).
Tanaman kedelai yang sudah cukup tua, yaitu berumur 75−110 hari
sebaiknya segera dipanen. Panen yang terlambat akan merugikan petani, karena
banyak buah yang kering sehingga banyak biji yang rontok. Tanda-tanda kedelai
yang sudah waktunya di panen adalah daun menguning dan sebagian sudah
rontok, polong berwarna kuning sampai coklat, serta pada umumnya batang

5
berwarna kuning sampai coklat dan gundul. Cara pemanenan kedelai yaitu dengan
mencabut beserta akarnya atau memotong batangnya menggunakan sabit.
Pengaruh Gulma pada Pertanaman Kedelai
Gulma antara lain berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan
diri dengan perubahan lingkungan atau spesies baru yang telah berkembang sejak
timbulnya pertanian. Gulma dapat menyebabkan kerugian pada berbagai bidang
kehidupan. Pada bidang pertanian, gulma dapat menurunkan kuantitas hasil
tanaman. Penurunan kuantitas hasil tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi
gulma dengan tanaman dalam memperebutkan air tanah, cahaya matahari, unsur
hara, ruang tumbuh dan udara yang menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat. Kandungan alelopati pada gulma juga dapat menekan pertumbuhan
tanaman utama. Pertumbuhan tanaman yang terhambat akan menyebabkan hasil
menurun.
Gulma merupakan pesaing bagi tanaman kedelai dalam mendapatkan ruang
tumbuh, hara, air dan cahaya. Gulma juga bisa merupakan tempat berkembang
atau sumber hama dan penyakit tanaman. Apabila tidak dikendalikan, gulma dapat
menyebabkan menurunnya hasil antara 10–60 %. Oleh karena itu, selama
pertanaman keberadaan gulma di lahan kedelai harus diminimalisir (Sastroutomo,
1990).
Ragam dan pertumbuhan gulma di setiap lahan dipengaruhi oleh keadaan,
lingkungan dan perlakuan lahan. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa gulma
yang biasa tumbuh pada lahan pertanaman kedelai sekitar 56 macam meliputi
20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian, dan 30 jenis gulma berdaun lebar. Pada lahan
dengan indeks pertanaman 300 % atau tidak mengalami masa istirahat lama,
ragam dan jumlah gulma relatif sedikit. Sebaliknya, pada lahan yang mengalami
masa istirahat lama (bera), ragam dan jumlah gulma relatif banyak.
Penelitian Nurfaidah (1999) menyebutkan beberapa gulma yang tumbuh di
lahan kedelai pada Rumah Plastik Kebun Percobaan Baranang Siang IPB Bogor
dengan ketinggian 240 m dpl, tanpa diberi mulsa pada 2 minggu setelah tanam
(MST) antara lain Axonopus compressus, Cleome asvera, Sinedrella nudiflora,
Borreria alata, Mimosa pudica, dan Amaranthus sp.

6
Mulsa dan Manfaatnya
Untuk memperoleh produksi pertanian yang tinggi ada dua hal yang dapat
dilakukan yaitu penggunaan benih atau bibit unggul (faktor genetis) dan perbaikan
atau manipulasi lingkungan tumbuh tanaman (faktor lingkungan). Salah satu cara
yang dapat digunakan untuk memanipulasi lingkungan tumbuh adalah dengan
penggunaan mulsa (Umboh, 2000). Mulsa adalah bahan yang tidak hidup seperti
bahan kimia sintetis, bahan organik dan anorganik yang dihamparkan diatas
permukaan tanah.
Bahan organik meliputi sisa-sisa hasil kegiatan di bidang pertanian dan
tanaman pupuk hijau. Beberapa contoh dari limbah pertanian yang berasal dari
sisa-sisa panen yaitu jerami padi, batang dan daun jagung, daun-daun pisang,
alang-alang, daun tebu, dan rumput kering. Sedangkan sisa hasil kegiatan
pertanian seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, kertas, bonggol jagung, kulit
kacang tanah dan sebagainya (Purwowidodo, 1983). Termasuk pula dalam bahanbahan mulsa adalah rerumputan yang sengaja ditumbuhkan sebagai bahan mulsa
misalnya: Chloris guyana dan Penissetum purpureum, gulma yang telah mati
misalnya alang-alang dan bahan-bahan mati lainnya (Sukman dan Yakup, 2002).
Pemberian mulsa dimaksudkan untuk mendapatkan beberapa manfaat
diantaranya adalah membantu tanaman utama dalam berkompetisi dengan gulma
untuk memperoleh sinar matahari, hara dan ketersediaan air tanah. Dengan adanya
mulsa, pemeliharaan tanaman juga tidak terlalu sering dilakukan seperti
pemberian pupuk yang hanya dilakukan sekali saja pada awal penanaman. Begitu
pula dengan penyiangan dan penyiraman yang dapat dikurangi intensitasnya, yaitu
hanya dilakukan pada lubang tanam yang tidak tertutup mulsa (Umboh, 2000).
Pemberian mulsa 6 ton per hektar dan pengolahan tanah sedalam 30 cm
memberikan hasil jagung yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada
perlakuan tanpa pemberian mulsa dan pengolahan tanah (Rusman, 1985).
Penggunaan mulsa jerami pada pertanaman kedelai yaitu dengan
menghamparkannya di permukaan tanah yang telah ditanami benih kedelai. Untuk
setiap hektar lahan dibutuhkan 5 ton jerami (Adisarwanto dan Rini, 2002).

7
Potensi Alelopati Mulsa Gulma
Gangguan gulma terhadap tanaman di lahan meliputi kompetisi dan
alelopati. Sastroutomo (1990) mengartikan kompetisi sebagai pengaruh negatif
dari suatu jenis tanaman yang satu terhadap jenis yang lainnya tanpa
mempertimbangkan terbatas atau tidaknya sumberdaya yang ada. Sedangkan
peristiwa alelopati adalah peristiwa adanya pengaruh negatif dari zat kimia
(alelopati)

yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat

merugikan

pertumbuhan tanaman lain jenis yang tumbuh di sekitarnya (Moenandir, 1988).
Rice (1974) meyatakan bahwa alelopati berarti pengaruh yang merugikan
secara

langsung

atau

tidak

langsung

oleh

suatu

tanaman

(termasuk

mikroorganisme) terhadap tanaman lain melalui produksi bahan-bahan kimia yang
dilepaskan ke lingkungan. Einhellig (1995) menambahkan fenomena alelopati
mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, antar mikroorganisme, atau
antara tumbuhan dan mikroorganisme. Macias et.al (1998) dalam bukunya
menyatakan bahwa definisi alelopati menurut The International Allelopathy
Society (IAS 1996) adalah proses-proses yang melibatkan produksi metabolisme
kedua pada tanaman, alga, bakteri, dan cendawan (tidak termasuk hewan) yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada sistem biologi dan
pertanian, memiliki dampak positif maupun negatif.
Sebagian besar gulma mengeluarkan alelopati yang dapat menekan
pertumbuhan tanaman utama di lahan pertanaman. Namun, selain untuk menekan
tanaman utama, senyawa ini juga digunakan untuk menekan gulma lain yang ada
di lahan. Disebutkan oleh Moenandir (1988) bahwa spesies yang mengeluarkan
alelopati dapat berpengaruh pada tumbuhan tetangga. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa alelopati pada gulma tertentu tidak hanya mempengaruhi
tanaman utama pada lahan, tapi juga pada gulma yang ada disekitarnya. Senyawa
kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh
alelokimia bersifat selektif yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu
namun tidak terhadap organisme lain.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan Bawah IPB,
Darmaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan ketinggian 250 m
dpl. Curah hujan rata-rata di lahan tersebut adalah 3300 mm/tahun. Penelitian ini
dilaksakan pada bulan Maret−Juni 2010.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih kedelai
varietas Willis, Marshal 25ST, karbofuran, inokulan, pupuk kandang 2 ton/ha,
urea 50 kg/ha, SP 18 200 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Bahan mulsa yang digunakan
meliputi alang-alang, eceng gondok, teki, jerami padi, masing-masing dengan
dosis 5 ton/ha kering dicacah dan mulsa plastik hitam perak. Alat-alat yang
digunakan antara lain peralatan olah tanah, alat tulis, meteran, oven dan
timbangan analitik.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian
beberapa jenis mulsa dari gulma dan mulsa yang sudah biasa digunakan oleh
petani meliputi gulma alang-alang, eceng gondok, teki, jerami padi, plastik hitam
perak dan tanpa mulsa (kontrol), sehingga total perlakuan yang digunakan adalah
6 perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat
18 satuan percobaan. Tata letak petak perlakuan disajikan pada Lampiran 1.
Persamaan umum statistik untuk rancangan ini adalah:
Yij = µ + βj + Mij + εij

i = 1,2,3,4

j

: Mulsa jerami, eceng gondok, alang-alang, teki, plastik, kontrol

Yij

: Nilai peubah yang diamati akibat perlakuan ke-i, ulangan ke-j

µ

: Rataan umum

βi

: Pengaruh kelompok atau ulangan ke-i

9
Mj

: Pengaruh mulsa ke-j

εij

: Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan SAS. Bila hasil analisis

ragam nyata pada taraf 5 %, selanjutnya perbedaan antar perlakuan diuji lanjut
dengan menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan 14 hari sebelum tanam dengan olah tanah
sempurna. Lahan dibuat petakan dengan ukuran 4 m x 5 m dengan jarak antar
petak 30 cm.
Penanaman
Lubang tanam dibuat dengan tugal dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm,
dengan arah barisan Utara-Selatan. Benih kedelai yang digunakan adalah benih
varietas Willis. Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap lubang
diberi tiga benih kedelai yang telah dicampur Marshal 25ST, inokulan serta
karbofuran, kemudian lubang ditutup dengan tanah.
Pemupukan
Setiap petak diberi pupuk kandang 40 kg/petak, dibiarkan satu minggu
untuk kemudian ditanami. Pupuk dasar berupa pupuk urea 50 kg/ha, SP 18
200 kg/ha dan KCl 50 kg/ha, diberikan seluruhnya pada saat penanaman.
Pemberian Mulsa
Mulsa gulma yang digunakan berasal dari gulma-gulma yang tumbuh secara
alami, kemudian dikeringkan dan dicacah. Mulsa diberikan setelah benih ditanam,
kemudian mulsa dihamparkan di lahan secara merata menutupi areal penanaman,
disisakan sekitar 5 cm dari lubang tanam untuk tempat aplikasi pupuk. Petak yang
sudah diberi mulsa kemudian diberi label sesuai dengan perlakuannya.

10
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penjarangan, penyiraman
serta pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan tanaman dilakukan pada
7−10 hari setelah tanam yaitu mengambil tanaman yang kurang sehat dan
menyisakan dua tanaman yang sehat per lubang. Pengendalian hama yang
dilakukan yaitu penyemprotan menggunakan Deltamethrin dengan konsentrasi
1 cc/l. Penyemprotan dilakukan setiap satu minggu sekali sejak tanaman berumur
3 MST hingga 9 MST. Tidak dilakukan pengendalian terhadap penyakit, karena
penyakit tidak menyebabkan kerusakan yang berarti pada kedelai. Pada penelitian
ini pengendalian gulma juga tidak dilakukan, gulma dibiarkan tumbuh hingga
akhir pertanaman.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh yang ditentukan secara acak
untuk setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif,
komponen hasil, hasil, serta analisis vegetasi gulma dan analisis tanah. Berikut ini
adalah parameter-parameter yang diamati serta metode pengamatannya.
Pengamatan Pertumbuhan Vegetatif
Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh
tertinggi. Jumlah daun trifoliet (helai) dan jumlah cabang, dilakukan pada saat
2 minggu setelah tanam (MST) sampai 8 MST. Menghitung jumlah dan bobot
kering bintil akar (g), bobot basah dan kering tanaman (g), bobot bagian bawah
tanaman (akar) dan bobot tanaman bagian atas (tajuk). Bobot basah ditimbang
segera setelah tanaman diambil dari lahan. Bobot kering ditimbang setelah
tanaman dan bintil akar di oven pada temperatur 110 0C selama 24 jam.
Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman diluar tanaman contoh dan petak
panen pada 6 MST dan 7 MST.
Pengamatan Komponen Hasil
Pengamatan terhadap komponen hasil meliputi jumlah polong isi dan
jumlah polong hampa per tanaman contoh, dihitung pada saat panen. Bobot kering

11
100 butir biji (g) dan bobot polong per petak panen (g/4 m2), ditimbang saat panen
setelah polong dipisahkan dari brangkasan. Bobot 100 butir biji dihitung dengan
mengambil biji kedelai secara acak, termasuk biji yang keriput dan rusak.
Analisis Vegetasi Gulma
Analisis vegetasi gulma dilakukan pada setiap perlakuan saat tanaman
berumur 3 MST dan 6 MST. Metode yang digunakan yaitu dengan metode
kuadrat. Kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m ditempatkan secara acak di masingmasing petakan sebanyak dua kali. Pengamatan yang dilakukan meliputi
identifikasi spesies gulma, jumlah individu per spesies dan bobot kering per
spesies. Perhitungan bobot kering dilakukan dengan terlebih dahulu mengoven
gulma pada suhu 1100C selama 24 jam, kemudian ditimbang. Selanjutnya
dominasi gulma didapatkan dengan menghitung Nisbah Jumlah Dominasi (NJD).
Nilai NJD diperoleh berdasarkan rata-rata 3 nilai dari kerapatan, frekuensi dan
bobot kering gulma.
Analisis tanah
Pengamatan terhadap keadaan kimia tanah diperlukan untuk mengetahui
tingkat kesuburan dan kesesuainnya bagi tanaman kedelai. Analisis tanah
dilakukan dua kali yaitu sebelum tanam dan setelah panen secara komposit dari
setiap perlakuan.

HASIL

Kondisi Umum
Penelitian dilaksanakan di lahan kering. Kondisi lahan sebelum pertanaman
adalah tidak ditanami tanaman (bera) selama beberapa bulan dengan gulma yang
dominan sebelum pertanaman adalah gulma Imperata cylindrica (alang-alang).
Lahan dibersihkan dari semua gulma, kemudian ditanami dalam kondisi bersih
dari gulma.
Hasil analisis tanah Laboratorium Balai Penilitian Tanah menunjukkan
bahwa kondisi awal tanah tergolong masam (pH H2O 5.20). Kandungan
C-organik dan P tergolong sedang dengan masing-masing bernilai 3.47 % dan
21.1 ppm. Kandungan K tergolong rendah yaitu bernilai 0.2 me/100g. Sedangkan
N- total tergolong tinggi yaitu bernilai 0.36 % (Kriteria penilaian disajikan dalam
Lampiran 8).
Berdasarkan hasil penelitian Nursyamsi dan Suprihati (2005), jenis tanah di
areal penelitian (Kecamatan Darmaga, Bogor) merupakan jenis tanah Latosolinceptisol. Tipe tanah inceptisol memiliki kriteria: tanah agak masam, kandungan
N-organik, C-organik, P total, K, Ca, dan Mg tergolong rendah namun kandungan
Al dan Fe tergolong tinggi. Sifat kimia dan mineral tanah termasuk baik karena
masih mengandung mineral mudah lapuk sehingga potensi kesuburannya masih
relatif tinggi. Pada jenis tanah ini ketersediaan P sangat rendah karena P difiksasi
oleh Al dan Fe bebas membentuk senyawa Al-P dan Fe-P yang tidak larut
sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Hasil analisis tanah setelah perlakuan menunjukkan bahwa terjadi
penurunan pH dari 5.2 menjadi 4.8 pada perlakuan mulsa jerami, eceng gondok
dan mulsa teki. Sedangkan pada mulsa plastik hitam perak, alang-alang dan
kontrol memiliki pH 4.7. Terjadi penurunan nilai pada N-organik, C-organik dan
P2O5. Nilai N-organik tertinggi terjadi pada kontrol (0.17 %). Nilai C-organik
tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa jerami (1.76 %) dan terendah pada
perlakuan mulsa eceng gondok (1.50 %) dan mulsa plastik hitam perak (1.51 %).
Nilai P2O5 tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa jerami (15.6 ppm) dan
terendah pada perlakuan mulsa alang-alang (2.4 ppm). Peningkatan terjadi pada

13
parameter K2O Morgan (ppm) dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan
mulsa jerami (70 ppm) dan terendah pada perlakuan alang-alang (30 ppm). Hasil
analisis tanah sebelum dan sesudah perlakuan disajikan dalam Lampiran 6 dan 7.
Setelah satu minggu dilakukan penjarangan sehingga hanya ada 2 tanaman
per lubang. Persentase tumbuh 98−100 % pada setiap petaknya. Berdasarkan data
Stasiun Klimatologi Darmaga kelembaban udara selama masa pertanaman
berkisar antara 77 % hingga 86 %. Curah hujan pada awal pertanaman (bulan
Maret) cukup tinggi yaitu sebesar 414.5 mm, pada bulan April hanya 42.9 mm,
dan pada akhir pertanaman yaitu bulan Mei dan Juni berkisar 330.9 mm–
303.4 mm (Lampiran 9).
Pada stadia awal pertumbuhan tanaman kedelai (1 MST dan 2 MST), terjadi
serangan lalat pucuk (Melanagromyza dolicostigma) dan ulat penggulung daun
(Omiodes indicata). Serangan lalat pucuk dan ulat penggulung daun ini terjadi
hampir diseluruh petak namun tidak pada banyak tanaman disetiap petaknya,
terjadi sejak awal pertumbuhan hingga panen. Pada 3 MST terjadi serangan ulat
jengkal (Plusia chalcites). Pada 5 dan 6 MST, terdapat serangan kutu daun (Aphis
glycines matsumura). Kemudian pada saat 8 MST, terjadi serangan hama ulat
grayak (Spodoptera litura) dan ulat pemakan polong (Helicoperva armigera).
Beberapa penyakit yang ditemukan saat penanaman antara lain karat daun,
yang terjadi hanya pada mulsa plastik hitam perak sejak 1 MST hingga panen,
berupa bercak-bercak berwarna coklat kemerahan seperti warna karat pada daun.
Rebah kecambah dan batang (Rhizoctonia solani) terjadi pada awal pertanaman,
yaitu 2 MST–4 MST. Pada tanaman yang baru tumbuh terjadi busuk (hawar)
dekat akar yang menyebabkan tanaman mati karena rebah.
Pengaruh Mulsa Terhadap Pertumbuhan Gulma
Tabel 1 menunjukkan bahwa golongan daun lebar menunjukkan keragaman
spesies lebih banyak diikuti golongan rumput dan golongan teki. Hasil analisis
vegetasi pertama pada 3 MST menunjukkan bahwa terdapat 31 spesies gulma
yang ada di lahan, meliputi 21 spesies golongan daun lebar, 9 spesies golongan
rumput dan 1 spesies golongan teki. Pada analisis vegetasi kedua yaitu 6 MST,
terjadi perubahan komposisi dari 31 spesies menjadi 25 spesies gulma, dengan

14
4 spesies baru meliputi 17 spesies golongan daun lebar, 6 spesies golongan
rumput, dan 2 golongan teki.
Tabel 1. Pertumbuhan Gulma pada Berbagai Perlakuan
Rata-Rata
Jumlah
Waktu
Jenis
Perlakuan
(MST)
Gulma
T R DL

T

R

DL

T

R

DL

3
6

1 8
1 6

15
9

1.49
6.54

59.04
50.35

39.46
43.11

0.50
7.40

73.91
42.09

29.21
45.55

103.61
95.04

Eceng
Gondok

3

0 5

9

7.81

58.46

33.73

11.10 41.88

32.05

85.03

6

1 6

8

6.30

72.65

21.04

4.70

91.96

34.35

113.25

Plastik
Hitam
Perak

3

1 4

3

0.00

60.94

39.06

0.00

6.63

5.87

12.5

6

0 4

4

0.00

69.44

30.56

0.00

32.85

21.80

54.65

AlangAlang

3
6

0 5
1 7

8
9

0.00
6.87

67.76
70.46

32.23
22.66

0.00
3.40

40.94
92.18

20.73
26.25

61.67
121.83

3

1 5

9

3.17

67.96

28.86

0.90

69.48

22.13

92.51

6

1 7

6

4.88

72.18

22.92

1.28

53.68

16.18

71.14

3

1 5

9

2.65

67.31

30.03

1.70

72.08

34.35

108.13

0.00

65.78

34.21

0.00

137.3

33.00

170.30

Jerami

Teki
Kontrol

6
0 5
8
Keterangan : BK : Bobot Kering
T : Teki
R : Rumput
DL : Daun Lebar

Nisbah Jumlah
Dominasi (NJD)
(%)

Berat Kering Gulma
(gram)

BK
Gulma
Total
(gram)

Pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa bobot gulma golongan rumput
lebih tinggi diikuti gulma golongan daun lebar dan gulma teki. Hal ini
menunjukkan bahwa gulma golongan rumput mendominasi lahan selama
penelitian. Jenis gulma golongan rumput relatif sama pada setiap perlakuan,
sedangkan gulma daun lebar lebih beragam pada setiap perlakuan (Lampiran 3).
Petak perlakuan mulsa jerami memiliki jumlah spesies terbanyak dengan
golongan daun lebar lebih banyak dari golongan rumput dan gulma teki pada
3 MST. Namun pada 6 MST, gulma pada setiap perlakuan memiliki jumlah
spesies yang hampir sama antara golongan rumput dan daun lebar. Berdasarkan
bobot kering gulma, perlakuan kontrol memiliki bobot kering tertinggi pada
3 MST maupun 6 MST.

15
Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai
Tinggi Tanaman
Selama pertumbuhan, perlakuan mulsa jerami nyata mempengaruhi tinggi
tanaman pada 2 MST, 3 MST, dan 4 MST. Sedangkan pada 8 MST, perlakuan
mulsa plastik hitam perak nyata meningkatkan tinggi tanaman kedelai (Lampiran
4). Tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak
(62.04 cm) berbeda nyata dengan kontrol sebesar 49.18 cm (Gambar 1). Tinggi
tanaman terendah diperoleh pada mulsa teki yaitu 47.40 cm, lebih rendah dari
kontrol (49.18 cm).
Tinggi (cm)
70
62,04
60,85
55,32
54,03
49,18
47,4

60
50

Jerami

40

Eceng Gondok

30

Plastik Hitam Perak
Alang-Alang

20

Teki

10

Kontrol

0

2

3

4

5

6

7

8 (MST)

Gambar 1. Tinggi Tanaman Kedelai pada 2 MST−8 MST pada Berbagai
Perlakuan
Pada akhir pengamatan yaitu 8 MST terjadi penurunan tinggi tanaman pada
mulsa eceng gondok, jerami, teki dan kontrol. Hal ini disebabkan karena beberapa
tanaman contoh terkena serangan hama lalat pucuk yang mengakibatkan batang
tanaman patah.
Jumlah Daun Trifoliet
Perlakuan mulsa plastik hitam perak nyata mempengaruhi jumlah daun
trifoliet pada 5 MST, 6 MST dan 7 MST (Lampiran 4). Gambar 2 menunjukkan
pertumbuhan daun trifoliet terjadi pada 2 MST–5 MST pada semua perlakuan,

16
namun pada 6 MST mulai terjadi penurunan jumlah daun trifoliet pada perlakuan
kontrol dan pada 8 MST terjadi penurunan pada perlakuan mulsa eceng gondok,
teki, dan jerami.
Jumlah Daun
20

19

18
16
14

11
11

12
10
8
6

Jerami
Eceng Gondok

9

Plastik Hitam Perak

7

Alang-Alang
Teki

4

Kontrol

2
0
2

3

4

5

6

7

8 (MST)

Gambar 2. Jumlah Daun Trifoliet Kedelai pada 2 MST−8 MST pada Berbagai
Perlakuan
Jumlah Cabang
Perlakuan mulsa tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah cabang (Lampiran 4). Meskipun demikian, data yang diperoleh
menunjukkan bahwa pemberian mulsa meningkatkan jumlah cabang pada
tanaman kedelai dibandingkan kontrol sebesar 1–2 cabang. Cabang kedelai
sebagian besar mulai muncul pada 4 MST, kecuali pada mulsa jerami yang
muncul sejak 3 MST.
Tajuk dan Akar
Perlakuan mulsa hitam perak nyata mempengaruhi bobot basah dan bobot
kering akar tanaman kedelai pada 6 MST (Lampiran 4). Pemberian mulsa
meningkatkan bobot basah akar dan tajuk kedelai serta bobot kering tajuk
dibandingkan kontrol (Tabel 2).

17
Tabel 2. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk dan Akar Tanaman Kedelai
pada 6 MST dan 7 MST Berbagai Perlakuan
6 MST
Perlakuan

Jerami
Eceng Gondok
Plastik Hitam
Perak
Alang-Alang
Teki
Kontrol
Keterangan :

-

7 MST

Tajuk
BB
BK
(g)
(g)
a
17.33 3.60a
25.91a 3.86a

Akar
BB
BK
(g)
(g)
b
0.91
0.25b
1.53b 0.38b

Tajuk
BB
BK
(g)
(g)
a
17.11 4.41a
16.77a 4.45a

Akar
BB
BK
(g)
(g)
a
1.19
0.34a
0.79a 0.37a

26.28a 5.57a

1.55a

0.32a

21.51a

5.72a

1.73a

0.56a

25.88a 5.20a
14.60a 3.35a
11.14a 2.43a

1.64b
1.12b
0.88b

0.87b
0.39b
0.31b

15.17a
12.31a
9.38a

4.09a
3.49a
2.5 a

1.00a
1.00a
0.77a

0.34a
0.32a
0.26a

BB : Bobot Basah
BK : Bobot Kering
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5 %

Bintil Akar
Perlakuan

mulsa

alang-alang,

jerami

dan

eceng

gondok

nyata

mempengaruhi jumlah bintil pada 6 MST, namun tidak pada bobotnya
(Lampiran4).
Tabel 3. Jumlah dan Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai pada 6 MST
dan 7 MST pada Berbagai Perlakuan
Perlakuan
Jerami
Eceng Gondok
Plastik Hitam Perak
Alang-Alang
Teki
Kontrol

Jumlah
Bintil
4.33a
4.67a
0.33c
5.00a
3.67ab
1.00bc

6 MST
Bobot Kering
(g)
0.01a
0.03 a
0.00 a
0.05 a
0.03 a
0.00 a

7 MST
Jumlah
Bobot Kering
Bintil
(g)
a
12.00
0.11 a
8.67 a
0.11 a
0.67 a
0.01 a
7.67 a
0.05 a
a
4.00
0.04 a
4.33 a
0.02 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5 %

Mulsa alang-alang memiliki jumlah bintil tertinggi dengan bobot kering
bintil tertinggi pada 6 MST. Sedangkan pada 7 MST mulsa jerami memiliki
jumlah bintil tertinggi, namun bobot tertinggi sama antara mulsa jerami dengan
mulsa alang-alang. Untuk jumlah bintil dan bobot kering bintil terendah pada
6 MST dan 7 MST, keduanya sama yaitu pada mulsa plastik hitam perak.

18
Jumlah Polong Hampa dan Jumlah Polong Isi
Perlakuan mulsa tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah polong
hampa dan jumlah polong isi (Lampiran 5).
(Jumlah Polong g/4m2)
40

36,97

35,5

35
30
23,23

25
20

15,3 16,43

15,28

15
7,93

10

Polong Hampa

15,06

11,38
8,34

7,5

Polong Isi

3,73

5
0
J
Keterangan : J
:E
:P
:A
:T
:K

E

P

A

T

K

(Jenis Mulsa)

: Mulsa Jerami
: Mulsa Eceng Gondok
: Mulsa Plastik Hitam Perak
: Mulsa Alang-Alang
: Mulsa Teki
: Kontrol

Gambar 3. Jumlah Polong Hampa dan Jumlah Polong Isi pada Berbagai
Perlakuan Mulsa
Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa meningkatkan jumlah
polong isi sebesar 3−25 polong dibandingkan kontrol. Perlakuan mulsa juga
menurunkan jumlah polong hampa dibandingkan kontrol, kecuali pada mulsa
jerami dan alang-alang.
Bobot Polong Per Petak Panen (gram/4m2) dan Bobot 100 Biji (gram).
Perlakuan mulsa plastik hitam perak nyata mempengaruhi bobot polong per
petak panen dan sangat nyata terhadap bobot 100 biji (Lampiran 5). Tabel 4
menunjukkan bahwa perlakuan mulsa dapat meningkatkan bobot polong per petak
panen serta bobot 100 biji dibandingkan kontrol. Nilai bobot polong tertinggi
diperoleh pada mulsa plastik hitam perak (1023.00 g) dan terendah pada mulsa
teki (158.90 g) dan kontrol (99.23 g).

19
Tabel 4. Bobot Polong Per Petak Panen (gram/4m2) dan Bobot 100 Biji (gram)
pada Berbagai Perlakuan Mulsa
Perlakuan

Bobot Polong / petak panen
(gram)

Bobot 100 biji
(gram)

236.47b
386.40b
1023.00a
278.60b
158.90b
99.23b

5.17b
6.67b
12.43a
4.41b
5.54b
4.06b

Jerami
Eceng Gondok
Plastik Hitam Perak
Alang-Alang
Teki
Kontrol
Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5 %

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa bobot 100 biji tertinggi diperoleh pada
mulsa plastik hitam perak dengan 12.43 gram dan terendah pada kontrol dengan
nilai 4.06 gram.
Pengaruh Gulma terhadap Produksi Kedelai
(Bobot Gulma g/4m2)
700
600

y = 443.05 - 29.413x
R² = 0.6317

500
400
300
200
100
(Bobot Polong g/4m2)

0
0

5

10

15

20

Gambar 4. Hubungan Antara Bobot Kering Gulma pada 3 MST terhadap Bobot
Polong / petak panen (g/4m2)
Dari semua perlakuan dan ulangan menunjukkan bahwa bobot gulma dapat
menurunkan bobot polong kedelai. Gambar 4 menunjukkan bahwa keberadaan
gulma dapat menurunkan hasil produksi kedelai, terjadi penurunan hasil kedelai
seiring

dengan

kenaikan

y = 443.05−29.413x.

bobot

kering

gulma

dengan

persamaan

PEMBAHASAN

Sebagian besar perubahan jenis gulma pada setiap perlakuan terjadi pada
gulma golongan daun lebar, sedangkan golongan rumput relatif tetap pada 3 MST
dan 6 MST. Hal ini diduga dipengaruhi oleh umur dormansi biji golongan rumput
yang sangat pendek dibandingkan gulma daun lebar (Sastroutomo, 1990). Oleh
karena itu, golongan rumput dapat tumbuh dengan cepat di lahan dibandingkan
gulma golongan daun lebar. Hal ini juga dibuktikan dengan bobot serta Nisbah
Jumlah Dominasi (NJD) gulma yang baru tumbuh pada 6 MST masih kecil di
pertanaman (Tabel 1).
Golongan daun lebar menunjukkan keragaman spesies lebih banyak diikuti
golongan rumput dan golongan teki (Tabel 1). Berdasarkan bobot kering gulma
total, dapat dilihat bahwa perlakuan mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma
hingga 30 % dibandingkan dengan kontrol. Bobot kering gulma terendah pada
pengamatan pertama (3 MST) diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak,
diikuti oleh perlakuan mulsa alang-alang (61.67 g) dan eceng gondok (85.03 g).
Data ini memberikan indikasi bahwa mulsa alang-alang dan eceng gondok lebih
efektif menekan gulma dibandingkan dengan mulsa teki atau jerami.
Meskipun demikian, pada pengamatan kedua (6 MST) terjadi hal yang
sebaliknya. Mulsa teki dan jerami lebih efektif menekan gulma dibandingkan
dengan mulsa alang-alang atau eceng gondok (Tabel 1). Hal ini dapat dilihat dari
bobot kering total gulma pada perlakuan mulsa teki (71.41 g) dan jerami (95.04 g)
yang lebih rendah dibandingkan dengan alang-alang (121.83 g) dan eceng gondok
(113.25 g). Hal ini diduga karena pada 3 MST mulsa alang-alang dan eceng
gondok memiliki tingkat kerapatan penutupan lahan yang lebih tinggi dari mulsa
teki dan mulsa jerami. Oleh karena itu, cahaya yang masuk pada lahan dengan
mulsa alang-alang dan mulsa eceng gondok lebih sedikit dibandingkan lahan
dengan mulsa teki dan jerami. Sedangkan saat 6 MST mulsa teki dan jerami telah
mengalami pelapukan/dekomposisi, sehingga diduga kandungan alelopati pada
teki dan jerami dapat membantu dalam menekan pertumbuhan gulma. Menurut
Sastroutomo (1990) setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati,
senyawa-senyawa kimia tanaman yang mudah terlarut dapat tercuci dengan cepat.

21
Pada mulsa eceng gondok dan alang-alang setelah pelapukan (6 MST),
bobot gulma naik dua kali lipat, sedangkan pada mulsa teki dan jerami terjadi
penurunan (Tabel 1). Pada perlakuan mulsa teki semula (3 MST) terdapat 9 jenis
gulma daun lebar, kemudian pada pengamatan berikutnya (6 MST) menurun
menjadi 6 jenis. Hal ini karena tertekannya gulma Galinsoga parviflora, Mikania
mikranta, Ageratum haustonianum, Portulaca sp., Mimosa pigra dan Boreria
alata serta munculnya gulma baru seperti Euphorbia hirta, Commelina difusa dan
Ageratum conizoides (Lampiran 3). Berkurangnya jenis gulma daun lebar pada
perlakuan mulsa konsisten diikuti oleh perubahan nilai dominasi dan bobot kering
gulma daun lebar. Nilai jumlah dominasi (NJD) untuk gulma daun lebar menurun
dari 28.86 menjadi 22.92 dan bobot kering gulma daun lebar juga menurun dari
22.13 g menjadi 16.18 g (Tabel 1).
Kecenderungan menurunnya jumlah jenis gulma daun lebar juga terjadi
pada mulsa jerami, tetapi tidak terjadi penurunan nilai jumlah dominasi dan bobot
keringnya seperti pada perlakuan mulsa teki. Pada perlakuan ini bahkan terjadi
peningkatan nilai dominasi dan bobot kering dari gulma daun lebar. Sebaliknya,
mulsa jerami lebih menekan gulma golongan rumput. Terjadi penurunan jenis
gulma rumput dari 8 jenis (3 MST) menjadi 6 jenis (6 MST). Hal ini dikarenakan
tertekannya gulma Ischaemum sp., Echinochloa colonum, Paspalum conjugatum
dan munculnya gulma baru Cynodon dactylon (Lampiran 3). Meskipun
berkurangnya jenis gulma rumput tidak sebanyak gulma daun lebar, namun
perubahan ini menyebabkan penurunan NJD gulma dari 59.04 (3 MST) menjadi
50.35 (6 MST) dan bobot kering gulma rumput dari 73.91 g (3 MST) menjadi
42.09 g (6 MST).
Kedua hal tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa mulsa gulma teki
dapat menekan pertumbuhan gulma daun lebar dan jerami terhadap gulma rumput
setelah melalui proses dekomposisi. Alelokimia terdapat pada semua bagian
tanaman yang dikeluarkan dengan berbagai mekanisme, termasuk dari residu
tanaman yang terdekomposisi (batang atau akar), eksudasi akar dan penguapan
(Radosevich et al., 2007). Dugaan bahwa mulsa teki dapat menekan gulma daun
lebar semakin diperkuat karena ternyata produksi kedelai (Bobot kering
polong/petak panen) terendah juga diperoleh pada mulsa teki (Tabel 4).

22
Selain terhadap gulma daun lebar, mulsa teki juga diduga mempunyai
pengaruh alelopati terhadap kedelai yang ditunjukkan dengan rendahnya produksi
kedelai pada mulsa teki. Hal ini memperkuat dugaan bahwa mulsa teki berpotensi
alelopati secara spesifik terhadap tumbuhan berdaun lebar. Hasil penelitian
Inawati (2000) memperlihatkan bahwa gulma Cyperus rotundus lebih menekan
produksi kedelai (jumlah polong isi dan bobot 100 biji) dibanding Ageratum
conyzoides dan Borreria alata. Penelitian Wibowo (2002) menambahkan bahwa
senyawa alelopati dari perlakuan ekstrak bahan kering gulma Cyperus rotundus
dapat menurunkan jumlah polong isi kedelai hingga 35.98 % pada konsentrasi
15 g/l dan 20 g/l.
Semua

perlakuan

menunjukkan

bahwa

pemberian

mulsa

mampu

meningkatkan komponen produksi serta produksi kedelai. Meskipun beberapa
variabel menunjukkan nilai yang tidak berpengaruh nyata menurut statistik seperti
bobot tajuk, bobot dan jumlah bintil akar, jumlah polong hampa dan polong isi,
namun nilainya tetap lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Perlakuan mulsa plastik hitam perak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai kecuali pada bintil akar yang justru paling rendah.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil panen dan
bobot 100 biji. Mulsa plastik hitam perak memiliki bobot panen dan bobot
100 biji tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan
bahwa antara jumlah dan bobot kering bintil akar tidak selalu berkorelasi positif
dengan hasil panen kedelai. Penelitian Suryantini (2002) menyatakan bahwa
peningkatan hasil biji pada kedelai tidak dipengaruhi oleh inokulasi rizhobium
maupun pemupukan N.
Tingginya hasil panen dan bobot 100 biji pada mulsa plastik hitam perak
diduga lebih dipengaruhi oleh tertekannya pertumbuhan gulma. Mulsa plastik
hitam perak dapat menekan jumlah serta bobot gulma di pertanaman sehingga
tidak terjadi persaingan dalam perebutan hara antar gulma dan tanaman. Menurut
Fahrurrozi dan Stewart (1994) mulsa plastik yang berwarna gelap sangat efektif
dalam mengendalikan gulma. Hal ini terjadi karena benih-benih gulma di bawah
mulsa plastik hitam tidak memiliki akses terhadap cahaya matahari untuk
berkecambah, bila ada yang berkecambah dan tumbuh akan mengalami etiolasi dan

23
tumbuh lemah. Pertumbuhan yang lemah ini akan diperparah dengan suhu yang
relatif panas dan kelembaban tanah yang tinggi. Panas yang basah memiliki efek
mematikan yang lebih tinggi dibanding panas kering.
Mulsa alang-alang relatif dapat mempertahankan pertumbuhan vegetatif
kedelai dibandingkan mulsa jerami, eceng gondok dan teki. Mulsa alang-alang
juga menunjukkan polong isi terbanyak dan bobot panen yang lebih tinggi.
Namun sayangnya bobot 100 biji kedelai pada mulsa alang-alang justru lebih
rendah daripada pada ketiga mulsa tersebut. Hal ini diduga disebabkan oleh gulma
pada perlakuan mulsa alang-alang lebih tinggi dibandingkan mulsa lainnya.
Alang-alang mampu menekan pertumbuhan gulma dan mempertahankan
pertumbuhan pada fase vegetatif kedelai (3 MST), tapi tidak pada saat kedelai
mulai memasuki fase generatif (6 MST), sehingga pertumbuhan vegetatif kedelai
relatif baik, tapi kualitas biji kedela