Dietary Soy Flour and Soy Protein Isolate Affect Reproduction Profile of F0 and F1 Male and Female Rats

KONSUMSI TEPUNG KEDELAI
DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI
MEMENGARUHI PROFIL REPRODUKSI
TIKUS JANTAN DAN BETINA F0 DAN F1

UMI KULSUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsumsi Tepung Kedelai dan
Isolat Protein Kedelai Memengaruhi Profil Reproduksi Tikus Jantan dan Betina
F0 dan F1 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Januari 2013
Umi Kulsum
NPM F251100061

ABSTRACT
UMI KULSUM. Dietary Soy Flour and Soy Protein Isolate Affect Reproduction
Profile of F0 and F1 Male and Female Rats. Under direction of NURHENI SRI
PALUPI dan ENDANG PRANGDIMURTI.
Beside as protein source, soy flour and soy protein isolate contain
isoflavone. Many research have shown that isoflavone has beneficial effect for
female reproduction but the effect for male and their offspring reproduction still
unclear. The aim of this study is to determine the effect of dietary soy flour and
soy protein isolate on growth, weight organ and testosteron & estrogen of F0 and
F1 rats and reproduction profile of F0 rats. The thirty five male and female rats
were divided into seven groups (n=5), there are three of soy flour groups, three of
soy protein isolate for different concentration and one with casein as control
group. After 30 days, the rats were mated so that entered gestation and lactation
period. After lactation period, the rat's offspring were treated during 30 days.
Dietary soy flour (8,69%, 13,04%, 17,38%) and soy protein isolate (10,6%,

15,91%, 21,21%) increased the sperm concentration and decreased sperm
abnormality of F0 male rats than control. Moreover, dietary soy protein isolate
increased motility of sperm. In addition, dietary soy flour increased level of
testosterone until exceeded normal concentration. No difference effect between
dietary soy flour and soy protein isolate toward level of estrogen, percent of
gestation and litter size of F0 female rats and level of estrogen F1 female rats.
However, dietary soy flour (10%, 15%, 20%) and soy protein isolate (15,15%,
22,72%, 30,3%) during 30 days after lactation increased growth rate of F1 rats
than control.
Key word: dietary, soy flour, soy protein isolate, reproduction

RINGKASAN
UMI KULSUM. Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai
Memengaruhi Profil Reproduksi Tikus Jantan dan Betina F0 dan F1. Dibimbing
oleh NURHENI SRI PALUPI dan ENDANG PRANGDIMURTI.
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang selain bernilai gizi tinggi
juga memiliki berbagai macam komponen bioaktif yang dapat menunjang
kesehatan tubuh. Selain sebagai sumber protein, tepung kedelai dan isolat protein
kedelai juga merupakan sumber isoflavon. Isoflavon disebut sebagai fitoestrogen
sebab memiliki struktur kimia yang mirip dengan estrogen sehingga dapat

berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon tidak hanya dapat memberikan efek
positif bagi reproduksi tetapi juga berpotensi menimbulkan efek sebaliknya pada
tikus anak keturunannya (F1). Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan
pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap: 1).
pertumbuhan dan berat organ tikus jantan dan betina F0, 2). profil reproduksi
tikus jantan dan betina F0 serta 3). pertumbuhan, berat organ dan kadar
testosteron tikus jantan dan kadar estrogen tikus betina F1.
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley berjenis kelamin jantan dan betina
berumur 2 bulan dengan total 70 ekor yang terbagi ke dalam 7 kelompok (1
kelompok kontrol dan 6 kelompok perlakuan) dengan 5 ulangan. Perlakuan yang
diberikan adalah tiga konsentrasi ransum tepung kedelai yaitu TP1 (17,38%), TP2
(13,04%) dan TP3 (8,69%) serta tiga konsentrasi isolat protein kedelai yaitu IS1
(21,21%), IS2 (15,91%) dan IS3 (10,6%), kelompok kontrol diberi ransum
standar. Ransum diberikan secara ad libitum. Tikus diberi perlakuan selama 30
hari kemudian dilakukan perkawinan. Setelah selesai perkawinan, tikus jantan
diterminasi sedangkan tikus betina tetap diberi perlakuan hingga selesai masa
kebuntingan dan persusuan. Selepas masa persusuan, tikus betina F0 diterminasi
sedangkan tikus anak (F1) diberi perlakuan selama 30 hari. Selama masa
kebuntingan, persusuan dan selepas persusuan, tikus kelompok perlakuan

diberikan ransum TP1 (20%), TP2 (15%), TP3 (10%), IS1 (30,3%), IS2 (22,72%)
dan IS3 (15,15%).
Rancangan percobaan yang digunakan pada parameter konsumsi ransum,
berat organ, motilitas sperma, konsentrasi sperma dan kadar hormon adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri atas tujuh kelompok yaitu
Kontrol, TP1, TP2, TP3, IS1, IS2 dan IS3 dengan lima ulangan. Hasil yang
didapat kemudian diolah dengan Analysis of Variance (ANOVA) dengan selang
kepercayaan 95% (α = 0,05). Bila terdapat pengaruh nyata maka akan dilakukan
uji lanjutan menggunakan uji Duncan dengan selang kepercayaan λ5% (α = 0,05).
Sebelum dilakukan pengujian kadar hormon estrogen tikus betina F0 dan F1,
terlebih dahulu dilakukan pengamatan status reproduksi agar tikus betina dapat
diterminasi pada fase reproduksi yang sama. Selain itu, dilakukan pula uji
perbandingan nilai tengah (uji t) antara kelompok kontrol dengan tepung kedelai
dan isolat protein kedelai serta analisis korelasi antara konsumsi protein kedelai
dan isoflavon kedelai terhadap semua parameter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi tepung kedelai (8,69%,
13,04%, 17,38%) dapat meningkatkan pertumbuhan tikus jantan F0 namun hal

tersebut tidak terjadi pada tikus yang mengkonsumsi isolat protein kedelai. Berat
absolut dan relatif organ hati, ginjal dan testis tikus jantan F0 tidak dipengaruhi

oleh konsumsi tepung kedelai maupun isolat protein kedelai.
Konsumsi tepung kedelai (8,69%, 13,04%, 17,38%) dan isolat protein
kedelai (10,6%, 15,91%, 21,21%) dapat meningkatkan konsentrasi dan
menurunkan abnormalitas sperma tikus jantan F0. Konsumsi isolat protein kedelai
juga dapat meningkatkan motilitas sperma tikus jantan F0. Konsumsi isolat
protein kedelai bahkan dapat meningkatkan konsentrasi dan motilitas sperma tikus
jantan F0 dibandingkan dengan konsumsi tepung kedelai. Berdasarkan hal
tersebut, konsumsi isolat protein kedelai memberikan dampak yang lebih baik
bagi kualitas sperma tikus jantan F0 dibandingkan dengan konsumsi tepung
kedelai. Berdasarkan analisis korelasi pearson, konsumsi protein kedelai dan
isoflavon kedelai hanya berkorelasi terhadap penurunan abnormalitas sperma.
Selain itu, konsumsi tepung kedelai (8,69%, 13,04%, 17,38%) dapat
meningkatkan kadar hormon testosteron tikus jantan F0 hingga melebihi kadar
normal (0,66 - 5,4 ng/mL) namun tidak terdapat perbedaan antara konsumsi
tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap kadar hormon estrogen serta
persen kebuntingan dan jumlah anak yang dilahirkan tikus betina F0.
Konsumsi tepung kedelai (10%, 15%, 20%) dan isolat protein kedelai
(15,15%, 22,72%, 30,3%) dapat meningkatkan laju pertumbuhan tikus jantan dan
betina F1. Konsumsi tepung kedelai menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan konsumsi isolat protein kedelai. Berdasarkan hal tersebut,

konsumsi tepung kedelai memberikan dampak yang lebih baik terhadap
pertumbuhan tikus jantan dan betina F1 dibandingkan dengan konsumsi isolat
protein kedelai. Selain itu, konsumsi tepung kedelai dapat meningkatkan kadar
hormon testosteron tikus jantan F1 hingga melebihi kadar normal (0,66 - 5,4
ng/mL) namun konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai tidak
memberikan pengaruh terhadap kadar hormon estrogen tikus betina F1.

Kata kunci: konsumsi, tepung kedelai, isolat protein kedelai, reproduksi, tikus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KONSUMSI TEPUNG KEDELAI
DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI
MEMENGARUHI PROFIL REPRODUKSI
TIKUS JANTAN DAN BETINA F0 DAN F1

UMI KULSUM

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Tesis

: Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein

Kedelai Memengaruhi Profil Reproduksi Tikus
Jantan dan Betina F0 dan F1

Nama Mahasiswa

: Umi Kulsum

NRP

: F251100061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si

Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si

Ketua


Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti, M.Sc

Tanggal ujian: 13 Desember 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Lulus:

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis
selesaikan. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa program
pascasarjana program S2 untuk meraih gelar Magister Sains pada Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penelitian ini penulis memilih topik tentang reproduksi dengan
judul Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai Memengaruhi Profil
Reproduksi Tikus Jantan dan Betina F0 dan F1. Dalam melakukan penelitian dan
penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Ucapan terimakasih yang sangat tulus ingin penulis berikan
kepada Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. sebagai ketua komisi pembimbing yang
banyak memberi arahan kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Endang Prangdimurti,
MSi. yang telah meluangkan waktu dalam memberikan motivasi, nasehat,
bimbingan dan saran bagi penyusunan tesis ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Nuri
Andarwulan, M.Si, yang telah memberikan banyak masukan yang berharga pada
tesis ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada SEAFAST CENTER IPB
dan PT. Sari Husada yang telah mendanai penelitian ini.
Demikianlah tesis ini penulis buat. Penulis berharap semoga hasil
penelitian ini berguna bagi para peneliti, mahasiswa, pihak industri pangan dan
masyarkat luas. Penulis sangat mengharapkan masukan serta kritik yang

membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Bogor, Januari 2013
Umi Kulsum

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1986 dari ayah Drs.
Arba'i Nawawi dan ibu Dra. Mudjiati M.Pd. Penulis merupakan putri pertama dari
tiga bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bekasi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Universitas Padjadjaran (Unpad) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih jurusan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP). Tahun 2010 penulis
diterima di Program Studi Ilmu Pangan pada Program Pascasarjana IPB.
Pendidikan di program pascasarjana IPB ditempuh atas biaya sendiri.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL…………………………………………………………

xii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...

xiii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………

xv

I. PENDAHULUAN …………………………………………………….

1

A. Latar Belakang..…………………………………………………….

1

B. Perumusan Masalah …..……………………………………………

3

C. Tujuan Penelitian ……..……………………………………………

3

D. Manfaat Penelitian………………………………………………….

3

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………

5

A. Tepung Kedelai……………………………………………………..

5

B. Isolat Protein Kedelai………………………………………………

8

C. Isoflavon Kedelai…..……………………………………….………

9

D. εetabolisme Isoflavon…..…………………………………………

13

E. Hormon Estrogen…………………..…………………………….…

16

F. Sistem Reproduksi Tikus Percobaan……………………………….

19

III. METODE..……………………………………………………….……

21

A. Bahan dan Alat……………………………………………………..

21

B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………

21

C. Tahapan Penelitian…………………………………………………

21

D. Prosedur Pengamatan dan Analisis…………………………………

29

1. Komposisi kimia ransum tikus percobaan...……………………

29

a. Kadar proksimat……………………………………………

29

b. Kadar serat kasar...…………………………………………

31

c. Kadar isoflavon..……………………………………………

32

2. Kondisi fisik dan kesuburan tikus percobaan..…………………

32

a. Penampilan dan aktivitas fisik...……………………………

32

b. Deteksi vaginal plug..………………………………………

33

c. Persen kebuntingan…………………………………………

33

ix

d. Motilitas sperma……………………………………………

33

e. Konsentrasi sperma…………………………………………

33

f. Abnormalitas sperma………………………………………

35

3. Kadar hormon testosteron tikus jantan dan estrogen tikus
betina...…………………………………………………………
a. Kadar hormon testosteron tikus jantan..……………………

35
35

b. Stadium siklus estrus tikus betina..…………………………

35

c. Kadar hormon estrogen tikus betina..………………………

37

E. Rancangan Percobaan………………………………………………

38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..………………………………………

41

A. Komposisi Kimia Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai..……

41

1. Kadar proksimat..………………………………………………

41

2. Kadar serat kasar.………………………………………………

42

3. Kadar isoflavon…………………………………………………

43

B. Pengaruh Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai
Terhadap Pertumbuhan dan Berat Organ Tikus Jantan dan Betina
Induk (F0) ………………………………………………………….
1. Pertumbuhan dan berat organ tikus jantan F0………………….

45
45

2. Pertumbuhan dan berat organ tikus betina F0………………….

55

C. Pengaruh Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai
Terhadap Profil Reproduksi Tikus Jantan dan Betina Induk (F0)….
1. Kesuburan tikus jantan F0………………...……………………

64
64

2. Kesuburan tikus betina F0……….……..………………………

74

3. Kadar hormon testosteron tikus jantan F0...……………………

82

4. Kadar hormon estrogen tikus betina F0...………………………

83

D. Pengaruh Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai
Terhadap Pertumbuhan, Berat Organ dan Kadar Hormon
Testosteron Tikus Jantan dan Estrogen Tikus Betina Anak (F1)…..
1. Pertumbuhan tikus jantan dan betina F1……………………….

89
89

2. Berat organ tikus jantan dan betina F1...……………………….

96

3. Kadar testosteron tikus jantan F1………………………………

102

4. Kadar estrogen tikus betina F1…………………………………

104

V. SIMPULAN DAN SARAN………………………………………….
A. Simpulan..………………………………..…………………………

x

113
113

B. Saran....……………………………..………………………………

113

DAFTAR PUSTAKA..……………………………………………………

115

LAMPIRAN.………………………………………………………………

123

xi

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Telaah penelitian terdahulu tentang pengaruh isoflavon kedelai
terhadap reproduksi tikus jantan dan betina F0 dan F1………………

13

2.

Komposisi ransum standar ………………..…………………………

23

3.

Komposisi protein ransum dan total isoflavon yang dikonsumsi tikus
F0 di luar masa kebuntingan dan menyusui.…………………………

24

Komposisi protein ransum dan total isoflavon yang dikonsumsi tikus
F0 pada masa kebuntingan & menyusui serta tikus F1 ...……………

25

5.

Tahapan pemeliharaan tikus percobaan……………...…..…………..

26

6.

Parameter penelitian berdasarkan tujuan dan output penelitian……...

27

7.

Kadar proksimat kasein dan sampel …………………………………

41

8.

Kadar isoflavon tepung kedelai dan isolat protein kedelai..…………

43

9.

Berat organ tikus jantan F0 setelah 30 hari perlakuan.………………

52

10. Berat organ tikus jantan F0 setelah 30 hari antara kelompok kontrol,
TP dan IS…………………………………………………….………

54

11. Berat organ tikus betina F0 setelah menyusui..………………………

62

12. Berat organ tikus betina F0 antara kelompok kontrol, TP dan IS
selepas menyusui.………………………………………………….…

63

13. Komposisi asam amino protein kedelai dan susu……………………

66

14. Perbandingan kualitas sperma tikus jantan F0 setelah 30 hari
perlakuan antara kelompok kontrol, TP dan IS………………………

73

15. Pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai
terhadap jumlah anak tikus betina F0...………………………………

79

16. Berat organ tikus jantan F1 setelah 30 hari perlakuan.………………

97

17. Perbandingan berat organ tikus jantan F1 antara kelompok kontrol,
TP dan IS..……………………………………………………………

98

18. Berat organ tikus betina F1 setelah 30 hari perlakuan.………………

100

19. Perbandingan berat organ tikus betina F1 antara kelompok kontrol,
TP dan IS..……………………………………………………………

101

20. Pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai
terhadap pertumbuhan, berat organ dan profil reproduksi tikus F0.…

110

21. Pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai
terhadap pertumbuhan, berat organ dan profil reproduksi tikus F1.…

111

4.

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Skema proses pembuatan tepung kedelai..……………………………

5

2.

Skema proses produksi isolat protein kedelai…………………………

8

3.

Struktur dasar isoflavon...…………………………………….…….....

9

4.

Struktur kimia genistein dan daidzein.………………………….…….

10

5.

Struktur kimia estradiol dan equol.….………………………………...

11

6.

Skema metabolisme isoflavon.….…………………………………….

15

7.

Biosintesis estrogen….………….…………………………………….

17

8.

Organ reproduksi tikus: (a) jantan, (b) betina..…..……………………

20

9.

Pembuatan tepung kedelai…….………………………………………

22

10. Tahapan pemeliharaan tikus percobaan serta parameter pengamatan
dan analisis.……………………………………………………………

28

11. Kamar hitung hemasitometer.…………………………………………

34

12. Sel epitel vagina tikus betina F0 pada: Fase proestrus (a), fase estrus
(b), fase metestrus (s), fase diestrus (d), di bawah mikroskop
perbesaran 400x……………………………………………………….

36

13. Prinsip pengujian hormon menggunakan perangkat EδISA………….

37

14. Konsumsi ransum (kiri) dan kadar isoflavon yang dikonsumsi
(kanan) tikus jantan F0 selama 30 hari perlakuan….…………………

45

15. Penampilan fisik tikus jantan F0 kelompok kontrol (a), TP (b) dan IS
(c) untuk semua ulangan (n =5) .……….…………..…………………

47

16. Rata - rata laju pertumbuhan tikus jantan F0 (induk) pada berbagai
kelompok selama 30 hari perlakuan.….………...…………………….

48

17. Rata - rata laju pertumbuhan tikus jantan F0 antara kelompok Kontrol
(K), Tepung kedelai (TP) dan Isolat protein kedelai (IS)..……………

51

18. Konsumsi ransum (kiri) dan kadar isoflavon yg dikonsumsi (kanan)
tikus betina F0 selama 30 hari perlakuan..…………………………….

56

19. Konsumsi ransum (kiri) dan kadar isoflavon yg dikonsumsi (kanan)
tikus betina F0 selama kebuntingan..………….………………………

57

20. Konsumsi ransum (a) dan kadar isoflavon yg dikonsumsi (b) tikus
betina F0 pada berbagai kelompok selama menyusui…….……..……

58

21. Penampilan fisik tikus betina F0 kelompok kontrol (a), TP (b) dan IS
(c) untuk semua ulangan (n = 5) ..………….…………………………

59

22. Rata - rata laju pertumbuhan tikus betina F0 (induk) pada berbagai
kelompok selama 30 hari perlakuan….……………………………….

60

xiii

23. Konsentrasi sperma tikus jantan F0 pada berbagai kelompok...………

65

24. Persen motilitas sperma tikus jantan F0 pada berbagai kelompok……….

69

25. Persen abnormalitas sperma tikus jantan F0 pada berbagai kelompok…...…

70

26. Sperma tikus jantan F0 yang abnormal (ditandai dengan lingkaran
dan tanda panah)..……………………………………………………..

71

27. Hubungan konsumsi protein dan isoflavon kedelai terhadap
abnormalitas sperma tikus jantan F0 setelah 30 hari perlakuan………

72

28. Vaginal plug tikus betina F0 yang terbentuk setelah perkawinan
(ditandai dengan lingkaran dan tanda panah)..………………………..

75

29. Persen vaginal plug tikus betina F0 pada berbagai kelompok..……….

76

30. Persen kebuntingan tikus betina F0 pada berbagai kelompok..…….....

77

31. Kadar hormon testosteron tikus jantan F0 pada berbagai
kelompok...……………………………………………………………

82

32. Kadar hormon estrogen tikus betina F0 tiap kelompok selepas
menyusui.…………………………………………………………………...

86

33. Kadar hormon testosteron tikus jantan F0 (a) dan estrogen tikus
betina F0 (b) kelompok kontrol (K). tepung kedelai (TP) dan isolat
protein kedelai (IS)……………………………………………………

88

34. Konsumsi ransum tikus jantan dan betina F1 (anak) pada berbagai
kelompok setelah masa persusuan…..………………………………...

90

35. Kadar isoflavon yang dikonsumsi tikus jantan dan betina F1 (anak)
pada berbagai kelompok setelah masa persusuan…..…………………

91

36. Kondisi rambut tikus F1 kelompok kontrol (a), kelompok TP (b) dan
kelompok IS (c) baik jantan dan betina untuk semua ulangan………..

92

37. Rata - rata laju pertumbuhan tikus jantan dan betina F1 (anak) pada
berbagai kelompok setelah masa persusuan…………………………..

94

38. Rata - rata laju pertumbuhan tikus jantan F1 (a) dan tikus betina F1
(b) kelompok kontrol (K). tepung kedelai (TP) dan isolat protein
kedelai (IS)…………………………………………………………….

96

39. Kadar hormon testosteron tikus jantan F1 pada berbagai kelompok….

103

40. Kadar hormon estrogen tikus betina F1 pada berbagai kelompok…….

105

41. Konsentrasi hormon testosteron tikus jantan F1 (a) dan estrogen tikus
betina F1 (b) kelompok kontrol (K). tepung kedelai (TP) dan isolat
protein kedelai (IS)……………………………………………………

107

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Daftar komposisi ransum tikus tiap perlakuan……………………

125

2.

Perhitungan komposisi ransum dalam gram per 100g ransum……

126

3.

Rincian perhitungan komposisi ransum tikus berdasarkan
modifikasi AIN-λ3ε……………………….……………………..

128

Rincian perhitungan komposisi ransum tikus berdasarkan
modifikasi AIN-λ3G………………………..……………………..

129

Komposisi kimia kasein, tepung kedelai dan isolat protein kedelai
yang digunakan dalam pembuatan ransum percobaan……………

130

6.

Sertifikat analisis kasein…………………………………………..

131

7.

Sertifikat analisis tepung kedelai………………………………….

132

8.

Sertifikat analisis isolat protein kedelai…………………………...

133

9.

Hasil analisis isoflavon………………………………………........

134

10.

Hasil analisis statistik semua parameter untuk tikus jantan F0…...

135

11.

Hasil analisis statistik semua parameter untuk tikus betina F0…...

147

12.

Hasil analisis statistik semua parameter untuk tikus jantan F1…...

155

13.

Hasil analisis statistik semua parameter untuk tikus betina F1…...

166

4.
5.

xv

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang selain bernilai gizi tinggi
juga memiliki berbagai macam komponen bioaktif yang dapat menunjang
kesehatan tubuh. Indonesia, melalui Balai Penelitian Tanaman Kacang–Kacangan
dan Umbi–Umbian (Balitkabi) telah mengeluarkan beberapa varietas kedelai lokal
unggulan diantaranya varietas Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Burangrang,
Kaba dan Wilis (Balitkabi 2012). Menurut BPS (2012), produksi kedelai
Indonesia pada tahun 2012 sebesar 779.741 ton. Jumlah tersebut diperkirakan
akan terus meningkat hingga mencapai target 1,9 juta ton (Balitkabi 2012).
Salah satu produk olahan intermediet kedelai yang saat ini banyak
digunakan adalah tepung kedelai dan isolat protein kedelai. Selain sebagai sumber
protein, tepung kedelai dan isolat protein kedelai juga merupakan sumber
isoflavon. Isoflavon disebut sebagai fitoestrogen sebab memiliki struktur kimia
yang mirip dengan estrogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor estrogen
(FSC & NFEC 2006).
Estrogen adalah hormon reproduksi utama pada wanita namun estrogen juga
diproduksi oleh pria yaitu pada organ testis, jaringan adiposa dan kelenjar adrenal.
Reseptor estrogen juga tersebar pada sel – sel testis dan berperan dalam
meregulasi fungsi testis (Kula et al. 2006). Pada hewan betina, estrogen memiliki
tiga fungsi utama yaitu menginisiasi perilaku estrus, merangsang perubahan organ
reproduksi (vagina, uterus dan tuba falopii) untuk mempersiapkan proses
fertilisasi dan menginisasi peningkatan hormon LH yang berperan dalam memicu
ovulasi (Ball dan Peter 2004). Pada pria dan hewan jantan, estrogen berperan
dalam spermatogenesis dan regulasi umpan balik hormon gonadotropin pada
kelenjar pituitari (Vincenzo et al. 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Garvita (2005), pemberian
ekstrak kedelai (kadar isoflavon sebesar 98,54%) sebanyak 5mg/100g bb/hari
kepada tikus betina selama 15 hari menunjukkan profil reproduksi yang lebih baik
daripada kontrol. Pemberian ekstrak kedelai dilakukan sebelum perkawinan. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kedelai dapat

2

meningkatkan berat ovari sebesar 125%, berat uterus 58%, berat kelenjar mamae
100% kuantitas produksi susu total dan pertambahan bobot badan anak yang
dilahirkan Berdasarkan penelitian tersebut, isoflavon sebagai fitoestrogen
menunjukkan pengaruh positif terhadap kesehatan reproduksi hewan betina.
Pemberian tepung kedelai kaya isoflavon yang dikombinasi dengan seng dan
vitamin E juga dapat meningkatkan motilitas dan konsentrasi spermatozoa, kadar
hormon testosteron serum serta jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferi
testis. Dosis isoflavon optimum yang menghasilkan fertilitas tikus jantan terbaik
adalah 1,5mg/ekor/hari yaitu menyebabkan peningkatan berat testis, motilitas dan
konsentrasi sperma serta jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferus testis
(Astuti 2009). Berdasarkan hal tersebut, isoflavon kedelai sebagai fitoestrogen
berperan positif terhadap kesehatan reproduksi, baik pada hewan jantan dan
betina.
Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Delcols et al. (2001)
menyebutkan bahwa pemberian genistein hingga dosis 1250 ppm pada tikus
bunting menyebabkan penurunan berat badan dan konsumsi ransum tikus bunting
serta berat badan anak yang dilahirkannya mengalami penurunan dibandingkan
kontrol. Selain itu, anak yang dilahirkannya mengalami penurunan berat kelenjar
prostat serta peningkatan berat kelenjar pituitary. Selanjutnya, menurut
Wisniewski et al. (2003) pemberian genistein pada tikus bunting sebanyak 5 –
300 mg/kg berat badan /hari secara signifikan menimbulkan penurunan kadar
hormon testosteron pada tikus keturunannya.
Berdasarkan paparan tersebut, isoflavon tidak hanya dapat memberikan efek
positif bagi reproduksi tetapi juga berpotensi menimbulkan efek sebaliknya pada
tikus anak keturunannya (F1). Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
konsumsi tepung kedelai dan isoflavon kedelai terhadap profil reproduksi tikus
induk (F0) dan anak keturunannya (F1) perlu dilakukan karena kedelai merupakan
sumber isoflavon dan dikonsumsi oleh masyarakat luas. Pemilihan tikus sebagai
hewan model dikarenakan tikus memiliki banyak kesamaan dengan sistem
reproduksi manusia. Selain itu, penggunaan tikus pada penelitian toksikologi
reproduksi lebih dianjurkan dibandingkan spesies lain (Hau dan Hoosier 2003).

3

B. Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai
terhadap profil reproduksi tikus induk (F0) dan anak (F1) baik jantan maupun
betina.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh konsumsi tepung
kedelai dan isolat protein kedelai terhadap: 1). pertumbuhan dan berat organ
jantan dan betina F0, 2). profil reproduksi tikus jantan dan betina F0 serta 3).
pertumbuhan, berat organ dan kadar hormon testosteron tikus jantan dan estrogen
tikus betina F1.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan penggunaan
produk berbasis kedelai yang memberi dampak positif terhadap sistem reproduksi
manusia.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tepung Kedelai
Tepung kedelai diperoleh dari biji kedelai tanpa kulit yang telah mengalami
proses penggilingan dan pengayakan. Tepung kedelai dapat berasal dari bungkil
kedelai (kedelai yang telah dihilangkan minyaknya) atau berasal dari kedelai utuh
yang dihancurkan (tepung kedelai penuh) (Muchtadi 2010). Tepung kedelai penuh
umumnya dimanfaatkan dalam pembuatan produk roti, permen, frozen dessert,
tepung pancake, kulit pai, sweet goods, minuman instan dam kraker (Deak et al
2008). Skema proses pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.
Biji kedelai

Pemanasan awal

Penghilangan
kulit

Penyangraian

Penghilangan
kulit

Pendinginan

Penggilingan
kasar

Penghilangan
kulit

Ekstraksi
pelarut

Pemerasan
minyak

Penghilangan
pelarut

Penepungan

Penepungan

Penepungan

Penepungan

Tepung
kedelai
penuh-enzim
aktif

Tepung
kedelai
penuh

Tepung
kedelai
rendah
lemak

Tepung
kedelai
tanpa lemak

Gambar 1 Skema proses pembuatan tepung kedelai (Deak et al. 2008)

6

Tepung kedelai penuh memiliki kandungan protein yang lebih rendah dari
tepung kedelai bebas lemak. Menurut Muchtadi (2010), kadar protein tepung
kedelai penuh sebesar 40% sedangkan kadar protein tepung kedelai bebas lemak
minimal sebesar 50%. Standar komposisi kimia tepung kedelai penuh untuk
perusahaan di Amerika yaitu 42±1% protein, 21±0,5% lemak, 4,7±0,2% abu dan
maksimal 10% kadar air (Deak et al 2008).
Tepung kedelai penuh memang memiliki kadar protein yang lebih rendah
daripada tepung kedelai bebas lemak namun tepung kedelai penuh memiliki
sejumlah kelebihan yang tidak dimiliki oleh tepung kedelai bebas lemak. Tepung
kedelai penuh kaya akan asam lemak esensial, fosfolipid, spingolipid serta
sejumlah komponen bioaktif yang terlarut di dalam lemak seperti tokoferol,
fitosterol dan karotenoid. Masing – masing dari komponen tersebut berperan
dalam menunjang kesehatan tubuh terutama dalam pencegahan penyakit
degeneratif. Berikut penjelasan dari masing – masing komponen:
1 Asam lemak esensial
Asam lemak esensial utama pada kedelai yaitu linoleat sebesar 48 – 59% dan
linolenat sebesar 4,5 – 11% dari total asam lemak (Codex Alimentarius 2005
diacu dalam Gerde dan Pamela 2008). Asam linoleat berperan sebagai
hipokolesteroliemik sedangkan asam linolenat, selain sebagai hipokolesterolemik juga berperan sebagai anti-alergenik dan meningkatkan fungsi
kardiovaskuler (Sugano 2006).
2 Fosfolipid
Kadar fosfolipid kedelai sebesar 1 – 3% dari total minyak (Sugano 2006).
Fosfolipid utama yang terdapat pada kedelai adalah fosfatidil kolin, fosfatidil
etanol amin dan fosfatidil serin sedangkan fosfolipid lainnya yaitu fosfatidil
inositol dan asam fosfatidat. Gabungan dari fosfolipid tersebut secara komersial
disebut lesitin. Kolin yang banyak terkandung di dalam lesitin berperan sebagai
senyawa prekursor dalam sintesis asetilkolin yaitu salah satu neurotransmiter
(Wang 2008).
3 Spingolipid
Menurut Wang (2008), spingolipid berperan sebagai mediator pertumbuhan,
diferensiasi dan apoptosis sel. Wang (2008) diacu dalam Merill dan Schmeldz

7

(2001) menyebutkan bahwa ceramida dan spingosin (kelompok utama
spingolipid pada kedelai) secara in vitro dapat menghambat transformasi sel
selama stadium awal karsinogenesis. Kadar ceramida pada kedelai sebesar 142
– 493 nmol/g berat kering (Gutierrez et al (2004) diacu dalam Wang (2008).
4 Tokoferol
Kedelai kaya akan tokoferol, terdapat berbagai jenis tokoferol diantaranya αtokoferol, β-tokoferol, -tokoferol dan -tokoferol. Diantara senyawa tersebut,
-tokoferol merupakan tokoferol dengan jumlah terbanyak yaitu 737 mg/Kg
minyak kedelai, kemudian

-tokoferol sebanyak β75 mg/Kg, α-tokoferol

sebanyak 16 mg/Kg dan β-tokoferol sebanyak 34 mg/Kg. Tokoferol berperan
sebagai antioksidan dan pencegah penyakit kardiovaskuler (Sugano 2006).
5 Fitosterol
Minyak kedelai mengandung fitosterol sebesar 300 – 400 mg/100g. Komponen
utama dari fitosterol kedelai adalah sitosterol (53 – 56%), kampesterol (20 –
23%) dan stigmasterol (17 – 21%). Struktur kimia fitosterol menyerupai
kolesterol namun terdapat perbedaan pada rantai samping kedua senyawa
tersebut. Fitosterol berperan dalam menurunkan kadar kolesterol darah dengan
cara menghambat penyerapan kolesterol (Ikeda 2006).
6 Karotenoid
Karotenoid merupakan komponon bioaktif minoritas diantara komponen
bioaktif kedelai lainnya. Menurut Wang (2008), karotenoid kedelai berada
kadar yang sangat rendah yaitu 0,8 – 3,7 ppm. Jenis karotenoid utama pada
kedelai adalah lutein dan β-karoten.
Tepung kedelai penuh yang dibuat dari kedelai utuh dengan proses
penyosohan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan tubuh. Hal
tersebut disebabkan oleh berbagai jenis komponen bioaktif yang terkandung di
dalamnya. Peranan utama komponen bioaktif tersebut adalah sebagai antioksidan
dan antikanker. Selain komponen bioaktif yang larut dalam lemak, kedelai juga
mengandung komponen bioaktif lain yaitu isoflavon atau disebut juga
fitoestrogen. Pembahasan mengenai isoflavon ditulis secara terpisah pada sub bab
berbeda.

8

B. Isolat Protein Kedelai
Isolat protein kedelai terbuat dari serpihan atau tepung kedelai yang telah
diekstraksi minyaknya serta memiliki kadar protein terdispersi yang tinggi
(Muchtadi 2010). Serpihan ataupun tepung kedelai diekstraksi dengan air ataupun
larutan alkali encer. Ekstrak yang didapat kemudian dilakukan pengaturan pH
sampai terbentuk curd (protein yang terendapkan). Curd yang diperoleh kemudian
dicuci untuk menghilangkan karbohidrat, dinetralkan dan dikeringkan. Skema
proses produksi isolat protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Serpihan/tepung kedelai
(telah diekstraksi lemaknya)

Ekstraksi

Residu

Ekstrak

Pengaturan pH (4,5)

Curd

Pencucian

Whey

Pencucian

Penetralan

Pengeringan

Isolat protein kedelai
(bentuk isoelektrik)

Pengeringan

Isolat protein
kedelai

Gambar 2 Skema proses produksi isolat protein kedelai (Muchtadi 2010)

9

Selain menggunakan serpihan kedelai yang telah diekstrak lemaknya (white
flake), isolat protein kedelai juga dapat menggunakan kedelai yang dihilangkan
lemaknya secara parsial dengan metode ekstrusi dan metode tekanan uap (Deak et
al. 2008). Kedua metode tersebut dapat diaplikasikan untuk produksi skala kecil.
Metode tekanan uap dianggap lebih baik daripada metode ekstruksi karena dapat
menghasilkan isolat protein kedelai dengan kadar protein yang lebih tinggi dan
nilainya mendekati kadar protein pada isolat protein dari white flake yaitu 93,1%
(Wang dan Johnson (2001); Deak et al. (2007) diacu dalam Deak et al. (2008)).
Protein kedelai terdiri atas dua fraksi utama yaitu glisinin dan beta
konglisinin. Selain itu, terdapat pula beberapa enzim dan zat antinutrisi. Enzim
yang menjadi perhatian utama adalah lipoksigenase karena dapat mengoksidasi
asam linoleat menjadi produk hidroperoksida yang menyebabkan bau langu yang
tidak disukai pada isolat protein kedelai. Zat antinutrisi yang terdiri dari tripsin
inhibitor (inhibitor bowman birk dan inhibitor kunitz) dan lektin juga menjadi
perhatian utama pada produk protein kedelai (Murphy 2008), namun kadarnya
akan berkurang dan menjadi inaktif setelah melalui serangkaian proses produksi
isolat protein kedelai, terutama selama ekstraksi dan pengeringan.

C. Isoflavon Kedelai
Isoflavon tergolong kelompok flavonoid yang merupakan kelompok besar
dari polifenol. Seperti yang tampak pada Gambar 3, isoflavon terdiri atas dua
cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk
susunan C6-C3-C6 (Wagi dan Sugrani 2009). Isoflavon juga disebut sebagai
fitoestrogen karena kemampuannya untuk berinteraksi dengan reseptor estrogen
pada sel (Anderson & Garner 2000).

Gambar 3 Struktur dasar isoflavon (Neurotiker 2008).

10

Isoflavon pada kedelai terdiri atas tiga macam bentuk aglikon (struktur yang
tidak mengikat molekul gula) yaitu genistein, daidzein dan glycitein. Selain itu,
terdapat juga bentuk glikosidanya atau struktur yang mengikat molekul gula yaitu
genistin, daidzin dan glicitin serta bentuk asetil glikosida dan bentuk malonil
(FSC & NFEC 2006). Komponen isoflavon yang paling banyak terdapat pada
kedelai adalah genistein dan daidzein (Watanabe et al. 2006). Struktur kimia
genistein dan daidzein dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur kimia genistein (kiri) dan daidzein (kanan)
(FSC dan NFEC 2006).
Berikut adalah karakteristik kimia yang dimiliki oleh kedua senyawa tersebut
(FSC & NFEC 2006).
a. Genistein: Rumus molekul= C15H10O5, Berat molekul = 270. Sifatnya tidak
berwarna, bentuknya seperti kristal – kristal jarum dan memiliki titik didih
296 – 2980C. Senyawa ini sulit larut dalam asam asetat glacial/etanol dingin
namun larut dengan baik pada eter atau etanol panas. Senyawa ini dapat
berubah menjadi kuning setelah dilarutkan pada larutan alkali dan berubah
menjadi merah gelap pada larutan etanolik besi klorida (III).
b. Daidzein: Rumus molekulnya: C15H10O4, BM = 254. Berbentuk batangan
kristal tak berwarna dengan titik didih 315 – 3200C. Tidak larut dalam air tapi
larut dalam metanol, etanol dan aseton. Dapat berubah warna menjadi kuning
pada larutan alkali dan dapat dideteksi membentuk fluoresen pada radiasi sinar
UV. Senyawa ini bisa rusak oleh asam format, resorcin dan phydroxybenzoate dengan alkali.

Genistein memiliki kapasitas estrogenik yang beberapa kali lipat lebih tinggi
daripada daidzein. Aktivitas estrogenik isoflavon juga berbeda untuk tiap jaringan
tubuh dikarenakan jenis reseptor estrogen yang berbeda – beda. Reseptor estrogen

11

alfa (ER-α) banyak terdapat pada korteks adrenal, ginjal dan testis sedangkan
reseptor estrogen beta (ER-β) banyak terdapat pada timus, kantung empedu, paru
– paru, tulang, prostat serta terdapat pula pada payudara dan uterus (Yamamoto &
Tsugane 2006).
Selain genistein, equol yang merupakan metabolit daidzen juga memiliki
potensi estrogenik dikarenakan kemiripan strukturnya. Equol terbentuk akibat
fermentasi yang terjadi pada gastrointestinal manusia (Dixon dan Ferreira 2002).
Kemiripan struktur metabolit isoflavon (equol) dengan estradiol (hormon
estrogen) dapat dilihat pada Gambar 5.
Efek estrogenik pada isoflavon telah diteliti pada berbagai kondisi dan
menunjukkan efek yang relatif rendah yaitu 1/100 hingga 1/10.000 kali jika
dibandingkan dengan estradiol (Yamamoto & Tsugane 2006). Berdasarkan
solubilized receptor ligand binding assay, genistein memiliki kekuatan ikat
sebesar 7/1000 kali dan daidzein sebesar 2/1000 kali dari estradiol. Kemudian
Kano et al (2003) diacu dalam FSC & NFEC (2006) menyebutkan bahwa daya
ikat genistein sebesar 4/1000 dari estradiol. Berdasarkan paparan tersebut,
genistein memiliki afinitas yang lebih tinggi daripada daidzein dalam hal daya ikat
dengan ER. Meskipun demikian, equol yang merupakan metabolit dari daidzein
memiliki daya afinitas yang lebih kuat dibandingkan genistein terhadap reseptor
estrogen (FSC & NFEC 2006).

Gambar 5 Struktur kimia estradiol (kiri) dan equol (kanan)
(Dixon dan Ferreira 2002).
Peranan isoflavon sebagai fitoestrogen yaitu dapat meningkatkan profil
reproduksi wanita. Safrida (2008) menyebutkan bahwa kadar hormon estrogen
pada tikus ovariektomi (tikus yang ovariumnya dihilangkan dengan sengaja) yang
diberi tepung tempe lebih tinggi dibandingkan dengan tikus ovariektomi kontrol

12

sebab terjadi proliferasi dan kornifikasi sel epitel vagina. Hal ini dikarenakan
estrogen merangsang sel epitel vagina untuk berkornifikasi atau menjadi
kehilangan inti sel (Bearden et al. 2004). Dengan demikian, pemberian tepung
kedelai dan tepung tempe pada tikus ovariektomi dapat mengoptimalkan hormon
estrogen dalam memunculkan fase estrus.
Selain berfungsi sebagai fitoestrogen, isoflavon juga dapat berfungsi sebagai
anti estrogen (FSC & NEFC 2006). Sifat yang saling bertolak belakang tersebut
bergantung dari konsentrasi estrogen di dalam tubuh. Isoflavon akan memiliki
efek estrogenik jika kadar estrogen di dalam tubuh rendah yaitu pada kondisi
postmenopous namun isoflavon akan memiliki efek antiestrogenik jika kadar
estrogen di dalam tubuh tinggi yaitu pada kondisi premenopous (Yamamoto &
Tsugane 2006).
Selain itu, secara in vivo isoflavon terbukti sebagai anti kanker sebab
isoflavon dapat menginduksi apoptosis sel kanker pada manusia (FSC & NFEC
2006). Kim GN et al. (2011) mengungkapkan hal yang sama, isoflavon secara
efektif dapat menginduksi apoptosis sel kanker kolon. Mekanisme apoptosis sel
kanker kolon adalah melalui reaksi berantai caspase-3. Isoflavon secara signifikan
dapat meningkatkan ekspersi gen caspase-3 pada sel kanker kolon pada
konsentrasi 500 dan 1000μg/mL selama 24 jam secara in vitro.
Beberapa studi tentang pemberian isoflavon kepada tikus dewasa
menyatakan bahwa isoflavon berdampak positif terhadap reproduksi. Disisi lain,
ada pula studi yang menyatakan bahwa pemberian isoflavon kepada tikus bunting
ternyata berdampak buruk bagi anak tikus yang dilahirkan (Tabel 1). Garvita
(2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak kedelai (kadar isoflavon sebesar
98,54%) sebanyak 5mg/100g bb/hari kepada tikus betina pra kebuntingan selama
15 hari dapat meningkatkan berat ovari sebesar 125%, berat uterus 58%, berat
kelenjar mamae 100% kuantitas produksi susu total dan pertambahan bobot badan
anak yang dilahirkan. Kemudian menurut Astuti (2009), pemberian tepung kedelai
kaya isoflavon sebanyak 1,5mg/ekor/hari yang dikombinasi dengan seng dan
vitamin E dapat meningkatkan motilitas dan konsentrasi spermatozoa, kadar
hormon testosteron serum serta jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferi
testis.

13

Di sisi lain Delcols et al. (2001) menyatakan bahwa pemberian genistein
hingga dosis 1250 ppm pada tikus bunting menyebabkan penurunan berat badan
dan konsumsi ransum tikus bunting serta berat badan anak yang dilahirkannya
mengalami penurunan dibandingkan kontrol. Selain itu, anak yang dilahirkannya
mengalami penurunan berat kelenjar prostat serta peningkatan berat kelenjar
pituitari. Selanjutnya, menurut Wisniewski et al. (2003) pemberian genistein pada
tikus bunting sebanyak 5 – 300 mg/kg berat badan /hari secara signifikan
menimbulkan penurunan kadar hormon testosteron pada tikus keturunannya.

Tabel 1 Telaah penelitian terdahulu tentang pengaruh isoflavon kedelai terhadap
reproduksi tikus jantan dan betina F0 dan F1
Peneliti
Garvita (2005)

Perlakuan
Pemberian ekstrak kedelai sebanyak 5mg/100g
berat badan/hari selama
15 hari kepada tikus betina pra kebuntingan

Astuti (2009)

Pemberian tepung kedelai
kaya isoflavon yang dikombinasi seng & vit E

al. Pemberian genistein hingga 1250ppm pada tikus
bunting
Wisniewski et al. Pemberian sebanyak 5– Penurunan hormon testosteron anak tikus
300 mg/kg berat badan yang dilahirkan
(2003)
/hari
Delcols
(2001)

et

Hasil penelitian
a. Peningkatan berat ovarium sebesar
125%,
b. Peningkatan berat uterus sebesar
58%,
c. Peningkatan berat kelenjar mamae
sebesar 100%
d. Peningkatan produksi susu
e. Peningkatan bobot badan anak yang
dilahirkan
a. Peningkatan berat testis
b. Peningkatan motilitas dan konsentrasi sperma
c. Peningkatan jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferus
testis
Penurunan berat badan anak tikus yang
dilahirkan

D. Metabolisme Isoflavon
Isoflavon kedelai terdapat dalam bentuk glikosida dan aglikon. Isoflavon
dalam bentuk glikosida akan dihidrolisis oleh enzim yang terdapat dalam saliva
(air liur) dan mukosa usus halus serta dihidrolisis pula oleh enzim β-glukosidase
yang dikeluarkan oleh bakteri usus sehingga menghasilkan bentuk isoflavon
aglikon (American Cancer Society Workshop 2001 diacu dalam FSC & NEFC

14

2006). Isoflavon genistein merupakan bentuk aglikon dari genistin dan isoflavon
daidzein merupakan bentuk aglikon dari daidzin.
Menurut Anderson dan Garner (2000), bentuk aglikon lebih mudah diserap
oleh usus halus sebagai bagian dari misel yang dibentuk oleh garam empedu.
Bentuk molekul aglikon bisa juga berasal dari metabolit isoflavon yang dihasilkan
di usus besar dan dari sebagian kecil glikosida yang tak tercerna secara sempurna
yang kemudian dibawa oleh kilomikron melalui jalur limfatik. Sirkulasi isoflavon
di dalam darah sangatlah kompleks, sebagian disebabkan oleh sifat kelarutannya
di dalam lemak dan sebagian lagi disebabkan karena senyawa tersebut juga
berikatan secara lemah dengan protein di dalam sirkulasi darah. Diantara berbagai
jenis molekul isoflavon, genistein memiliki bioavailabilitas yang paling tinggi.
Setelah mengalami penyerapan, aglikon dan metabolitnya akan ditransport
menuju hati melalui jalur vena porta. Metabolit sekunder dari isoflavon kedelai
terdiri atas equol dan o-desmethylangolensin (O-DMA) yang terbentuk dari
daidzein. Equol dan O-DMA berasal dari daidzein (salah satu jenis isoflavon
aglikon) yang difermentasi oleh mikroflora usus, perbedaannya yaitu O-DMA
tidak bersifat estrogenik seperti equol. Selain itu terdapat pula bentuk dihydrogenistein dapat yang terbentuk dari genistein yang juga difermentasi oleh
mikroflora usus (FSC & NEFC 2006). Skema metabolisme isoflavon secara
farmakokinetik yaitu studi tentang pola pemunculan dan hilangnya isoflavon
dalam plasma setelah diberikan dosis tunggal kedelai atau isoflavon dapat dilihat
pada Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6, genistein lebih banyak terdapat pada produk kedelai
yaitu sekitar 60% sedangkan daidzein hanya 30%. Kemudian, genistein dan
daidzein akan difermentasi oleh mikroflora usus sehingga menghasilkan berbagai
macam metabolit. Diantara metabolit yang dihasilkan, equol merupakan metabolit
yang paling tinggi daya estrogeniknya. Dengan demikian, peranan mikroflora usus
terhadap bioavailabilitas di dalam tubuh sangatlah besar.
Menurut Muchtadi (2010) waktu paruh daidzein dan genistein dalam plasma
darah sebesar 7,9 jam pada orang dewasa dan konsentrasi tertinggi terdapat 6 – 8
jam setelah konsumsi. Konsumsi produk kedelai secara teratur akan menghasilkan
konsentrasi isoflavon yang tinggi dalam plasma secara terus menerus (steady

15

state). Selanjutnya, isoflavon akan dieliminasi dari dalam tubuh melalui ginjal.
Berdasarkan Gambar 6, isoflavon ditemukan terutama dalam bentuk konjugat
glukuronid dan isoflavon dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Hasil penelitian
pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa isoflavon yang dikeluarkan melalui
urin tidak melebihi 50% dari jumlah yang dikonsumsi.

Produk kedelai
Daya ikat isoflavon terhadap
reseptor estrogen:
Equol>genistein>daidzein

Genistin ±60%

(kantung empedu)
Asam glukuronat yg
berkonjugasi dg daidzein
atau genistein


Konjugat asam glukuronat,
konjugat sulfat, aglikon,
6 hydroksi o-DMA,
dihidroksigenistein

Konjugat asam glukuronat,
konjugat sulfat, aglikon, ODMA, equol

Mikroflora usus
(β-glukosidase (hidrolisis))
(β-glukuronidase (dekonjugasi))

Ke sirkulasi enterohepatik
Saluran
pencernaan

Sirkulasi internal ± 75%

Enzim dari mikroflora usus
Konjugasi dg asam

glukuronat atau sulfat

Isoflavon yg tak terserap
dikeluarkan lewat feses dlm
bentuk tak terkonjugasi
1-25% Keluar lewat urin

Daidzin ±30%

Non estrogenik
Estrogenik kuat

Produksi equol tiap
individu berbeda

Gambar 6 Skema metabolisme isoflavon (Modifikasi FSC & NEFC
2006).
Selanjutnya, berdasarkan Food Savety Commission & Novel Expert Food
Commission Jepang tahun 2006, nilai upper limit isoflavon adalah 70 –
75mg/hari. Konsumsi isoflavon di atas jumlah tersebut belum jelas dampak buruk
y