Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa (PE) Ras Kaligesing (Studi Kasus di Wilayah Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah)

Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Ras Kaligesing
(Studi Kasus di wilayah Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa
Tengah)

SKRIPSI

OLEH :
MUCHLIDO APRILIAST
B04103143

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK
Muchlido Apriliast (B04103143). Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan
Ettawa (PE) Ras Kaligesing (Studi Kasus di wilayah Kecamatan Kaligesing,
Purworejo, Jawa Tengah). Dibawah bimbingan R. Kurnia Achjadi. Penampilan
reproduksi dari kambing PE ras Kaligesing sangat berperan penting dalam upaya
peningkatan populasi kambing PE. Studi kasus ini bertujuan untuk mempelajari

manajemen pemeliharan kambing peranakan ettawa secara umum, mengetahui
tingkat keberhasilan munculnya kebuntingan pada perkawinan alami dan
mengetahui penampilan reproduksi kambing PE untuk peningkatan populasi.
Studi ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2007, berdasarkan metode survey
deskriptif dengan pengumpulan data primer dan data pendukung lainnya. Data
primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan mewawancarai 33
peternak kambing PE di kecamatan Kaligesing. Data lainnya diperoleh dari data
kelompok peternak, literatur dan internet. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis secara kualitatif. Hasil studi menunjukkan tingkat keberhasilan
kebuntingan melalui perkawinan alami pada kambing PE sangat tinggi, hal ini
berkaitan dengan penampilan reproduksi yang ideal dari induk kambing PE
tersebut. Dengan manajemen yang baik dapat berproduksi 3 kali selama 2 tahun
dengan calving interval selama 8 bulan.

Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Ras Kaligesing
(Studi Kasus di wilayah Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa
Tengah)

SKRIPSI


OLEH :
MUCHLIDO APRILIAST
B04103143

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul

:

Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa

(PE)

Ras

Kaligesing

(Studi

Kasus

di

Wilayah

Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah).
Nama

:

MUCHLIDO APRILIAST


NRP

:

B04103143

Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Dosen Pembimbing

Drh. R. Kurnia Achjadi MS
NIP. 130 536 668

Mengetahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan. MS.

NIP. 131 129 090


Lulus Tanggal :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 April 1985 di Metro, Lampung. Orang
tua penulis adalah Bapak Muchlis Muhtar dan Ibu Aida Fitri.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Pertiwi Tauladan Metro pada
tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Metro dan
lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis telah menyelesaikan pendidikan
di SMU TARUNA NUSANTARA MAGELANG. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
pada tahun 2003.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu
Himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas, Himpunan Profesi Satwa Liar
(SATLI) FKH IPB, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (Bem KM FKH IPB), DPM
KM FKH IPB, Imakahi.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dalam kehidupan. Karena hanya segala karunia-Nya dan
Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1 Allah SWT
2 Bapak dan ibu yang selalu mendoakan, mendidik dan mendukung penulis,
selama menjadi mahasiswa sampai penyelesaikan Skripsi ini.
3

Drh. R. Kurnia Achjadi, MS, sebagai pembimbing skripsi yang telah
dengan sabar memberikan bimbingannya kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.

\4


Dr.drh Iman Supriatna. sebagai pembimbing akademik yang telah
membantu selama penulis menjalankan studi di FKH-IPB.

5

Keluarga di Gunung Batu (Om junaedi, Tante Yuli dan Rian ) yang telah
menjadikan penulis sebagai ‘keluarga’ dan atas motivasi dan dukungannya
selama penulis menempuh studi di FKH-IPB.

6

Brian Koesoema Adhie yang selalu bersama penulis menghadapi “warna
warni kehidupan bisnis peternakan” .

7

Qozief, Kabo, Eza, Wangsit, dinda, Zhouzh, Nola, Aisyah, Gita, Heru,
Laksana, Tedong, Umar, yang sempat, telah dan akan berjuang bersama
melewati suka duka proses perjalanan hidup ini.


8

Anna Rica Lestari atas semua perjalanan dan dukungan hidup yang telah
diberikan.

9

Angkatan 40 ,41 ,39 dan setiap insan yang telah singgah dalam kehidupan
ini dan mewarnainya serta menjadikan hidup ini jadi lebih bermakna.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, walaupun
demikian penulis berharap semoga bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, September 2007
Penulis

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi kambing dengan produk susu yang cukup baik (tipe perah) di
Indonesia masih sangat terbatas. Sebagian masyarakat Indonesia lebih banyak

tahu tentang sapi perah dibandingkan kambing tipe perah tersebut. Kambing
Peranakan Ettawa (PE) memiliki potensi produksi susu cukup baik yang
merupakan bangsa kambing asli Indonesia merupakan hasil persilangan antara
kambing Ettawa yang berasal dari India dengan kambing kacang yang merupakan
bangsa kambing asli Indonesia. Kambing ini dibudidayakan pertama kali oleh
masyarakat Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah. Sejak lama kambing PE sudah
menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia dan mendominasi spesies kambing di
Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa.
Saat ini kambing perah yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah
kambing peranakan ettawa atau yang lebih dikenal dengan sebutan kambing PE.
Hasil persilangan pejantan Ettawa dengan kambing Kacang dikenal dengan nama
Peranakan Ettawa (PE) yang diduga terbentuk dari persilangan secara grading up.
Kambing PE merupakan kambing yang memiliki karakeristik baik dan khas, baik
ditinjau dari fisik (ukuran tubuh, warna rambut), produksi (susu mencapai 1-2 liter
per hari, laju pertumbuhan yang cepat).
Dengan berkembangnya budidaya kambing perah maka memicu peternak
untuk meningkatkan jumlah dan kualitas dari kambing perah tersebut. Salah satu
cara untuk meningkatkan jumlah kambing yaitu dengan melakukan peningkatan
manjemen pemeliharaan terutama manajemen reproduksi dari kambing perah
yang dibudidayakan. Saat ini peternak menggunakan dua cara untuk

mengawinkan kambingnya. Yaitu dengan perkawinan alami dan inseminasi
buatan.
Perkawinan alami mengharuskan peternak memiliki bibit yang unggul baik
dari pejantan maupun betinanya. beberapa keunggulan yang harus dimiliki, antara
lain produksi tinggi (mencapai 2 liter per ekor per hari), mempunyai postur tubuh
yang baik (tinggi mencapai 110 cm dan bobot mencapai 100 kg), produktivitas
tinggi, tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, cepat beradaptasi apabila
dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak

Inseminasi Buatan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
mempercepat peningkatan mutu genetik dan populasi ternak (Toelihere 1981). IB
ini merupakan suatu bentuk modifikasi memasukkan semen ke dalam saluran
kelamin betina melalui alat buatan manusia.
Daerah Kaligesing merupakan daerah yang sangat potensial untuk
pengembangan kambing perah terutama kambing Peranakan Ettawa. Selain
kambing ini dibudidayakan pertama kali oleh masyarakat Kaligesing, Purworejo,
Jawa Tengah, daerah ini juga memiliki mikroklimat yang amat baik bagi kambing
jenis PE ini, oleh karena kambing PE sudah dapat beradaptasi dengan baik pada
lingkungan daerah tersebut.


Tujuan

1 Mempelajari manajemen pemeliharaan kambing peranakan ettawa.
2 Mengetahui tingkat keberhasilan kebuntingan pada perkawinan alami.
3 Mengetahui penampilan reproduksi kambing Peranakan Ettawa (PE) untuk
peningkatan populasi

\

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Klasifikasi dan morfologi
Kambing liar Capra aegagrus di dunia ini di bagi atas 3 kelompok, yakni
kelompok bezoar dari pasang (C.a. aegagrus), kelmpok ibeks (C.a. ibex), dan
kelompok markhor (C.a. falconeri). Setiap kelompok meliputi beberapa
subspesies yang terpisahkan secara geografi (Davendra dan Burns 1994). Pada
mulanya ada tiga masa spesies terdiri kelompok tersebut, akan tetapi karena
persilangan antara kelompok hewan ternyata bisa menghasilkan keturunan yang
subur, maka satu nama spesies dipandang sudah memadai dewasa ini (Davendra
dan Burns 1994).
Kebanyakan masyarakat belum bisa membedakan antara kambing dan
domba. Menurut Hafez (2000) terdapat banyak perbedaan antara domba dan
kambing dan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakter Genetik dan Parameter Reproduksi pada Domba dan
Kambing
Parameter

Domba

Kambing

Jumlah kromosom

54

60

Taksonomi

Ovis aries

Capra hircus

Umur pubertas

6-9

5-7

Siklus estrus (hari)

17 (14-19)

21 (18-22)

Lama estrus (jam)

24-36

24-28

Ovulasi

Beberapa

saat

setelah Menjelang akhir estrus

akhir estrus

Kambing Peranakan Ettawa (PE), merupakan hasil persilangan antara
kambing jawa dengan Kambing Ettawa yag berasal dari India. Kambing ini
dibudidayakan pertama kali oleh masyarakat Kaligesing, Purworejo, Jawa
Tengah. Saat ini sudah banyak bibit kambing PE disebarkan ke berbagai daerah di
Indonesia untuk meningkatkan kinerja kambing lokal di daerah bersangkutan
(Budiarsana et al 2001). Kambing ini memiliki karakteristik dengan rambut yang

Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Ras Kaligesing
(Studi Kasus di wilayah Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa
Tengah)

SKRIPSI

OLEH :
MUCHLIDO APRILIAST
B04103143

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK
Muchlido Apriliast (B04103143). Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan
Ettawa (PE) Ras Kaligesing (Studi Kasus di wilayah Kecamatan Kaligesing,
Purworejo, Jawa Tengah). Dibawah bimbingan R. Kurnia Achjadi. Penampilan
reproduksi dari kambing PE ras Kaligesing sangat berperan penting dalam upaya
peningkatan populasi kambing PE. Studi kasus ini bertujuan untuk mempelajari
manajemen pemeliharan kambing peranakan ettawa secara umum, mengetahui
tingkat keberhasilan munculnya kebuntingan pada perkawinan alami dan
mengetahui penampilan reproduksi kambing PE untuk peningkatan populasi.
Studi ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2007, berdasarkan metode survey
deskriptif dengan pengumpulan data primer dan data pendukung lainnya. Data
primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan mewawancarai 33
peternak kambing PE di kecamatan Kaligesing. Data lainnya diperoleh dari data
kelompok peternak, literatur dan internet. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis secara kualitatif. Hasil studi menunjukkan tingkat keberhasilan
kebuntingan melalui perkawinan alami pada kambing PE sangat tinggi, hal ini
berkaitan dengan penampilan reproduksi yang ideal dari induk kambing PE
tersebut. Dengan manajemen yang baik dapat berproduksi 3 kali selama 2 tahun
dengan calving interval selama 8 bulan.

Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Ras Kaligesing
(Studi Kasus di wilayah Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa
Tengah)

SKRIPSI

OLEH :
MUCHLIDO APRILIAST
B04103143

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul

:

Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Ettawa
(PE)

Ras

Kaligesing

(Studi

Kasus

di

Wilayah

Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah).
Nama

:

MUCHLIDO APRILIAST

NRP

:

B04103143

Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Dosen Pembimbing

Drh. R. Kurnia Achjadi MS
NIP. 130 536 668

Mengetahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan. MS.

NIP. 131 129 090

Lulus Tanggal :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 April 1985 di Metro, Lampung. Orang
tua penulis adalah Bapak Muchlis Muhtar dan Ibu Aida Fitri.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Pertiwi Tauladan Metro pada
tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Metro dan
lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis telah menyelesaikan pendidikan
di SMU TARUNA NUSANTARA MAGELANG. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
pada tahun 2003.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu
Himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas, Himpunan Profesi Satwa Liar
(SATLI) FKH IPB, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (Bem KM FKH IPB), DPM
KM FKH IPB, Imakahi.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dalam kehidupan. Karena hanya segala karunia-Nya dan
Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1 Allah SWT
2 Bapak dan ibu yang selalu mendoakan, mendidik dan mendukung penulis,
selama menjadi mahasiswa sampai penyelesaikan Skripsi ini.
3

Drh. R. Kurnia Achjadi, MS, sebagai pembimbing skripsi yang telah
dengan sabar memberikan bimbingannya kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.

\4

Dr.drh Iman Supriatna. sebagai pembimbing akademik yang telah
membantu selama penulis menjalankan studi di FKH-IPB.

5

Keluarga di Gunung Batu (Om junaedi, Tante Yuli dan Rian ) yang telah
menjadikan penulis sebagai ‘keluarga’ dan atas motivasi dan dukungannya
selama penulis menempuh studi di FKH-IPB.

6

Brian Koesoema Adhie yang selalu bersama penulis menghadapi “warna
warni kehidupan bisnis peternakan” .

7

Qozief, Kabo, Eza, Wangsit, dinda, Zhouzh, Nola, Aisyah, Gita, Heru,
Laksana, Tedong, Umar, yang sempat, telah dan akan berjuang bersama
melewati suka duka proses perjalanan hidup ini.

8

Anna Rica Lestari atas semua perjalanan dan dukungan hidup yang telah
diberikan.

9

Angkatan 40 ,41 ,39 dan setiap insan yang telah singgah dalam kehidupan
ini dan mewarnainya serta menjadikan hidup ini jadi lebih bermakna.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, walaupun
demikian penulis berharap semoga bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, September 2007
Penulis

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi kambing dengan produk susu yang cukup baik (tipe perah) di
Indonesia masih sangat terbatas. Sebagian masyarakat Indonesia lebih banyak
tahu tentang sapi perah dibandingkan kambing tipe perah tersebut. Kambing
Peranakan Ettawa (PE) memiliki potensi produksi susu cukup baik yang
merupakan bangsa kambing asli Indonesia merupakan hasil persilangan antara
kambing Ettawa yang berasal dari India dengan kambing kacang yang merupakan
bangsa kambing asli Indonesia. Kambing ini dibudidayakan pertama kali oleh
masyarakat Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah. Sejak lama kambing PE sudah
menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia dan mendominasi spesies kambing di
Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa.
Saat ini kambing perah yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah
kambing peranakan ettawa atau yang lebih dikenal dengan sebutan kambing PE.
Hasil persilangan pejantan Ettawa dengan kambing Kacang dikenal dengan nama
Peranakan Ettawa (PE) yang diduga terbentuk dari persilangan secara grading up.
Kambing PE merupakan kambing yang memiliki karakeristik baik dan khas, baik
ditinjau dari fisik (ukuran tubuh, warna rambut), produksi (susu mencapai 1-2 liter
per hari, laju pertumbuhan yang cepat).
Dengan berkembangnya budidaya kambing perah maka memicu peternak
untuk meningkatkan jumlah dan kualitas dari kambing perah tersebut. Salah satu
cara untuk meningkatkan jumlah kambing yaitu dengan melakukan peningkatan
manjemen pemeliharaan terutama manajemen reproduksi dari kambing perah
yang dibudidayakan. Saat ini peternak menggunakan dua cara untuk
mengawinkan kambingnya. Yaitu dengan perkawinan alami dan inseminasi
buatan.
Perkawinan alami mengharuskan peternak memiliki bibit yang unggul baik
dari pejantan maupun betinanya. beberapa keunggulan yang harus dimiliki, antara
lain produksi tinggi (mencapai 2 liter per ekor per hari), mempunyai postur tubuh
yang baik (tinggi mencapai 110 cm dan bobot mencapai 100 kg), produktivitas
tinggi, tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, cepat beradaptasi apabila
dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak

Inseminasi Buatan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
mempercepat peningkatan mutu genetik dan populasi ternak (Toelihere 1981). IB
ini merupakan suatu bentuk modifikasi memasukkan semen ke dalam saluran
kelamin betina melalui alat buatan manusia.
Daerah Kaligesing merupakan daerah yang sangat potensial untuk
pengembangan kambing perah terutama kambing Peranakan Ettawa. Selain
kambing ini dibudidayakan pertama kali oleh masyarakat Kaligesing, Purworejo,
Jawa Tengah, daerah ini juga memiliki mikroklimat yang amat baik bagi kambing
jenis PE ini, oleh karena kambing PE sudah dapat beradaptasi dengan baik pada
lingkungan daerah tersebut.

Tujuan

1 Mempelajari manajemen pemeliharaan kambing peranakan ettawa.
2 Mengetahui tingkat keberhasilan kebuntingan pada perkawinan alami.
3 Mengetahui penampilan reproduksi kambing Peranakan Ettawa (PE) untuk
peningkatan populasi

\

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Klasifikasi dan morfologi
Kambing liar Capra aegagrus di dunia ini di bagi atas 3 kelompok, yakni
kelompok bezoar dari pasang (C.a. aegagrus), kelmpok ibeks (C.a. ibex), dan
kelompok markhor (C.a. falconeri). Setiap kelompok meliputi beberapa
subspesies yang terpisahkan secara geografi (Davendra dan Burns 1994). Pada
mulanya ada tiga masa spesies terdiri kelompok tersebut, akan tetapi karena
persilangan antara kelompok hewan ternyata bisa menghasilkan keturunan yang
subur, maka satu nama spesies dipandang sudah memadai dewasa ini (Davendra
dan Burns 1994).
Kebanyakan masyarakat belum bisa membedakan antara kambing dan
domba. Menurut Hafez (2000) terdapat banyak perbedaan antara domba dan
kambing dan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakter Genetik dan Parameter Reproduksi pada Domba dan
Kambing
Parameter

Domba

Kambing

Jumlah kromosom

54

60

Taksonomi

Ovis aries

Capra hircus

Umur pubertas

6-9

5-7

Siklus estrus (hari)

17 (14-19)

21 (18-22)

Lama estrus (jam)

24-36

24-28

Ovulasi

Beberapa

saat

setelah Menjelang akhir estrus

akhir estrus

Kambing Peranakan Ettawa (PE), merupakan hasil persilangan antara
kambing jawa dengan Kambing Ettawa yag berasal dari India. Kambing ini
dibudidayakan pertama kali oleh masyarakat Kaligesing, Purworejo, Jawa
Tengah. Saat ini sudah banyak bibit kambing PE disebarkan ke berbagai daerah di
Indonesia untuk meningkatkan kinerja kambing lokal di daerah bersangkutan
(Budiarsana et al 2001). Kambing ini memiliki karakteristik dengan rambut yang

lebat khususnya pada bagian kaki belakang, ada jambul didaerah dahi dan hidung
khusus untuk jantan, warna rambut yang khas yaitu hitam atau coklat hanya pada
bagian kepala sampai leher dan putih diseluruh tubuh, memiliki gelambir, tanduk
yang kecil, telinga yang panjang 20-25 cm dan melipat keluar, tinggi badan
dewasa antara 60-120 cm, berat badan dewasa antara 25-100 kg, memiliki
panjang tubuh 100-125 cm, lingkar dada 15-50 cm, hidung yang cembung.
Kambing ini dapat bertahan sampai 12 tahun, dengan masa produktif 2-8 tahun
(Wikipedia 2007).

Gambar 1

Kambing Perah Betina Peranakan Etawa (sumber : Diklat

Agribisnis Kambing Perah untuk Peternak Batu Jawa Timur)

Kambing PE mempunyai ukuran yang lebih besar dari kambing kacang dan
memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan (Prasetyo 1992). Menurut Davendra dan Burns (1994), pada
kambing PE ambingnya berkembang baik dan bentuk mukanya cembung, yang
berasal dari bentuk kambing Ettawa dan diduga karena adanya hubungan darah
dengan kambing Nubian di Timur Tengah, yang mungkin menjadi moyangnya.
Kambing PE berkembang biak dengan melahirkan. Kambing ini dapat melahirkan
hingga tiga ekor dalam satu kali masa kebuntingan. Masa kebuntingan selama
150-154 hari, dewasa kelamin dicapai pada usia empat bulan untuk mendapatkan
hasil baik biasanya mulai dikawinkan pada umur 12 bulan. Susu yang dihasilkan
setelah kelahiran memiliki rataan 1-2 liter perhari (Wikipedia 2007).

Gambar 2 Kambing Jantan Peranakan Etawa (sumber : koleksi pribadi
Aisyah Zulia T, Kaligesing 2007)
Pakan
Dalam bidang usaha peternakan, pakan atau ransum merupakan faktor yang
penting. Menurut Sitorus (1991), pada daerah tropis musim kawin lebih
dipengaruhi oleh faktor pakan daripada panjangnya siang hari. Tanpa pakan yang
baik dan dalam jumlah yang memadai, maka meskipun bibit ternak unggul akan
kurang dapat memperlihatkan keunggulannya jika pakan yang diberikan sangat
terbatas (Partodihardjo 1982)
Kambing PE diberikan pakan daun-daunan sebagai pakan dasar dan pakan
tambahan (konsentrat). Pakan tambahan dapat disusun dari (bungkil kalapa,
bungkil kedelai), dedak, tepung ikan ditambah mineral dan vitamin. Pakan dasar
umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal, daun nangka, dsb.
Pemberian Hijauan diberikan mencapai 3 % berat badan (dasar bahan kering) atau
10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar). Pemberian pakan selain campuran
hijauan, pakan tambahan diberikan saat bunting tua dan baru melahirkan, sekitar
1,5 % berat badan dengan kandungan protein 16% (Wikipedia 2007). Zat-zat yang
terkandung di dalam pakan kambing harus dapat mencukupi kebutuhan hidup

pokok

(maintenance

requirement)

serta

untuk

reproduksi

(production

requirements) (Haryanto 1992). Menurut Blakely dan Bade (1991), dalam
memenuhi kebutuhan gizi, kambing memiliki toleransi yang tinggi terhadap pakan
ternak, kambing juga lebih efisien dalam mencerna pakan yang mengandung serat
kasar dibandingkan dengan sapi dan domba.
Menurut Van Horn and Heinlein (1992), faktor nutrisional yang paling
mempengaruhi reproduksi adalah energi, protein, fosfor, kalsium dan vitamin A,
vitamin D dan vitamin E, serta garam dan trace element.

Susu Kambing
Susu kambing diyakini memiliki khasiat menyembuhkan penyakit jaundice
(sakit kuning), asma, lelah, eksim (penyakit kulit), migrain (sakit kepala),
bronchitis, TBC, asam urat, maag kronis, diabetes melitus, impotensi dan darah
tinggi. Di samping itu, lemak susu kambing lebih lembut dan mudah ditelan.
Bahkan di Australia, susu kambing atau domba dikatakan sebagai the only
alternative, karena kemampuannya yang bisa menggantikan Air Susu Ibu (ASI)
bagi bayi. Susu kambing juga menjadi salah satu bahan utama dalam industri
kosmetik (Pikiran Rakyat 2005). Susu kambing dapat merangsang kecerdasan
balita yang diberikan setelah lepas ASI.

Fisiologi Reproduksi
Fisiologi Reproduksi erat kaitannya tentang bahasan siklus reproduksi.
Siklus Reproduksi berhubungan dengan beragam fenomena yang meliputi
pubertas, siklus estrus, dan perubahan organ seksual post partus. Komponen
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, genetik, mekanisme hormon, tingkah laku,
serta faktor-faktor fisik dan psikis (Hafez 1987).

Fisiologi Reproduksi pada kambing betina
Pubertas
Pubertas adalah periode pada saat organ reproduksi pertama kalinya
berfungsi. Pada domba dan kambing mencapai umur 6 bulan. Variasi yang cukup
besar dapat terjadi dalam suatu spesies tertentu, tergantung pada keadaan iklim,
makanan, hereditas, dan tingkat pelepasan hormon (Frandson 1992). Menurut
Hafez (2000), pubertas pertama kali ovulasi kira-kira 5 – 7 bulan pada kambing
betina dan 6 – 9 bulan pada domba betina. Kambing betina mencapai usia
pubertas sekitar 5 – 6 bulan, namun anak yang mendapat nutrisi berupa susu yang
baik dapat mencapai pubertas lebih awal yaitu sekitar 4 bulan (Greenwood 1997).
Menurut Tomaszewska et al (1991), pubertas pada kambing PE sekitar umur 10 –
12 bulan, dengan rata-rata berat badan 18,5 kg.

Siklus Estrus
Menurut Frandson (1992) ternak-ternak betina menjadi estrus pada waktu
yang teratur, namun berbeda dari spesies satu ke spesies lainnya. Interval waktu
tersebut, mulai dari permulaan periode estrus yang pertama sampai ke periode
estrus yang berikutnya, disebut siklus estrus. Estrus merupakan fase dalam siklus
estrus yang ditandai oleh sikap penerimaan hewan betina terhadap hewan jantan
untuk aktivitas reproduksi (Partodihardjo 1982). Pencirian estrus, disebutkan oleh
Davendra dan Burns (1994) melalui pengeluaran lendir jernih dan encer selama
birahi yang membentuk pola kristalisasi seperti pakis dan setelah ovulasi serta
fase estrus akhir, lendir itu menjadi massa putih kental yang mengandung banyak
elemen sel bertanduk.
Besar kemungkinannya faktor curah hujan dan pertumbuhan tanaman
makanan ternak dapat berpengaruh terhadap estrus dan kesuburan hewan,
disebutkan oleh Davendra dan Burns (1994). Setiadi (1987) mengemukakan rerata
lamanya siklus estrus kambing PE sekitar 20,25 hari dengan kisaran 7-27 hari.
Menurut Ludgate (1989), estrus akan terulang kembali kurang lebih pada 19 hari
berikutnya, bila terjadi kegagalan perkawinan yang ditandai ternak tidak menjadi
bunting. Atabany (2001) dalam laporannya menelusuri lama siklus estrus pada
kambing Saanen di PT Taurus yang terjadi setiap 21,73 hari. Hasil penelitian lain

untuk siklus estrus pada kambing didapatkan hasil yang beragam, yaitu 19 hari
dengan rentang 18 – 22 hari (Sutama 1996), 21 hari (Blakely dan Bade 1992) dan
19,5 hari dengan rentang 18 – 21 hari (Heath and Olusanya 1985).
Siklus ini dikontrol secara langsung oleh hormon dari ovari dan secara
tidak langsung oleh hormon dari Adenohipofisis dari kelenjar pituitari. Lama
estrus kambing bervariasi tergantung pada bangsa kambing, umur, musim, dan
pengaruh dari hewan jantan itu sendiri (Hafez 2000) Siklus ini dibagi menjadi
beberapa fase yaitu : proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.


Proestrus
Periode pemantapan, berupa pembesaran folikel, penebalan dinding
vagina, dan peningkatan vaskularitas uterin.



Estrus
Periode estrus serta saat meningginya penerimaan seekor betina terhadap
pejantan. Pecahnya folikel ovari terjadi pada kebanyakan jenis ternak.



Metestrus
Pembentukan korpus luteum, perubahan-perubahan terjadi pada dinding
vagina dan uterus.



Diestrus
Periode tak aktif yang singkat sebelum periode proestrus berikutnya
selama musim kawin pada hewan-hewan poliestrus. Hewan poliestrus adalah
hewan yang mengalami estrus lebih dari 1 kali selama 1 tahun

Kebuntingan
Kebuntingan berarti suatu interval waktu, yang disebut periode kebuntingan
(gestasi), terentang dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum, sampai lahirnya anak.
Hal ini mencakup fertilisasi, atau persatuan antara ovum dan sperma; nidasi atau
implantasi, atau perkembangan membran fetus; dan berlanjut ke pertumbuhan
fetus. Wodzicka-Tomaszewska et al. (1991) menjelaskan keadaan embrio
berdasarkan 3 periode kebuntingan, yaitu : (1) embrio selama periode pertama ini
sangat sensitif terhadap faktor-faktor berbahaya, misalnya virus dan obat-obatan
yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. Periode pertama ini berhubungan
dengan diferensiasi sel dan pembentukan organ, (2) embrio selama periode

tengahan ini (bila terjadi periode diferensiasi fungsi sel dalam organ) relatif
kurang sensitif terhadap virus dan obat-obatan tadi dan termasuk nutrisi, (3)
embrio pada periode terakhir kebuntingan ini akan tumbuh cepat.
Kambing betina yang bunting menunjukkan beberapa tanda, seperti tidak
terlihatnya tanda-tanda estrus pada siklus estrus berikutnya, membesarnya perut
sebelah kanan, ambing menurun, badan sering digesekkan ke dinding kandang
dan kambing tampak lebih tenang (Ludgate 1989). Menurut Blekely dan Bade
(1992), kambing yang dipelihara pada kondisi yang jelek selama kebuntingannya
mengalami keguguran pada usia muda.
Periode kebuntingan yang normal sangat bervariasi dari spesies ke spesies
yang lain, begitu pula variasi antar individu dalam suatu spesies tertentu. Rata-rata
periode kebuntingan domba atau kambing adalah 150 hari atau 5 bulan.

Fisiologi Reproduksi pada Kambing Jantan
Domba jantan dan kambing jantan dapat dikembangbiakkan sepanjang
tahun, namun jumlah sperma dan aktivitas spermatogenik mencapai maksimal
dalam musim kawin yang normal dan kemudian berangsur-angsur menurun
sampai tingkatan yang paling rendah dalam musim panas, juga mengenai kwalitas
semen (viabilitas, motilitas, dan jumlah fruktosa serta seminal plasma).

Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah suatu proses dimana sel-sel kelamin primer dalam
testis menghasilkan spermatozoa. Spermatogenesis meliputi serangkaian tahapan
dalam menghasilkan spermatozoa :
1. Spermatogonia, sel-sel yang pada umumnya yang terdapat pada perifer
tubulus seminiferus jumlahnya bertambah secara mitosis.
2. Spermatosit Primer, , dihasilkan oleh spermatogonia, mengalami migrasi
menuju ke pusat tubulus dan mengalami pembelahan meiosis.
3. Dua spermatosit sekunder yang terbentuk dari masing-masing spermatosit
primer terbagi secara mitosis menjadi empat spermatid

4. Masing-masing spermatid mengalami serangkaian perubahan nukleus dan
sitoplasma (spermiogenesis) dari sel yang bersifat non motil menjadi motil
dengan membentuk flagelum (ekor) untuk membentuk spermatozoa.
5. Spermatozoa adalah sel kecambah yang mana setelah masak kemudian
bergerak melalui epididimis, yang mampu membuahi ovum setelah
terjadinya kapasitasi pad hewan betina. Spermatozoa itu menjadi aktif
bergerak setelah menyentuh bahan-bahan yang disekresikan oleh kelenjarkelenjar aksesoris (ampula, kelanjar vesikuler, kelenjar bulbouretralis, dan
kelanjar prostat). Namun, banyak juga diantara spermatozoa mengalami
degenerasi dan diserap kembali oleh sel-sel epitelium epididimis dan
duktus deferens dan disekresikan dalam urin (Frandson 1992).

Produksi Spermatozoa Harian
Pada hewan jantan normal produksi spermatozoa seharinya sangat banyak.
Jumlah tersebut telah diadakan perhitungan misalnya pada kambing dan domba
jantan sebanyak 4,4 x 109 (Frandson 1992).

Efisiensi Reproduksi
Menurut Partodihardjo (1980), efisiensi reproduksi dalam populasi ternak
tidak dapat diukur semata – mata oleh proporsi ternak yang tidak mampu
memproduksi ternak. Hewan betina mampu menghasilkan anak hanya jika
dikawinkan dengan pejantan yang menghasilkan spermatozoa yang selanjutnya
dapat membuahi ovum dan memulai proses – proses yang berhubungan dengan
konsepsi, implantasi, atau diferensiasi normal dari embrio dan pertumbuhan janin.

Calving Interval (CI)
Calving Interval (CI) adalah jarak antara 2 kelahiran yang berurutan yang
dapat dihitung dengan menjumlahkan lama kebuntingan dan jarak dari melahirkan
sampai terjadi konsepsi kembali(Vanderplassche 1982). Panjang pendeknya

Calving Interval ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas rerata kelompok
kambing PE per tahun (Abdulgani 1981).

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007, dan
bertempat di wilayah Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah.
Materi dan Metode
Pelaksanaan studi kasus ini dilakukan dengan cara :
1 Wawancara dengan para peternak di wilayah. Kecamatan Kaligesing,
Purworejo, Jawa Tengah.
2 Sampel diambil sebanyak 33 orang peternak.
3 Pengumpulan data melalui pengamatan langsung dan wawancara.
4 Penelusuran data sekunder berasal dari data kelompok peternak, namun
dalam perjalanannya peneliti belum mendapatkan data kelompok dikarenakan
waktu yang relatif singkat dan kebanyakan peternak berternak secara mandiri,
hanya sebagian kecil yang membentuk kelompok.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam kegiatan ini berupa penanganan terhadap
kambing perah yang mulai menampakkan tanda-tanda estrus, dan penilaian dan
pemilihan karakteristik kambing pejantan dalam upaya yang dilakukan peternak
untuk melakukan perkawinan alami serta penampilan reproduksi dari kambing PE
jantan dan betina.
Untuk mengetahui mengenai efektivitas perkawinan alami dianalisa dengan
penghitungan Calving Interval.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Singkat Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Pada tahun 1923 di daerah kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo
didatangkan kambing dari distrik Ettawa India dengan nama Fries Indie.
Kambing tersebut secara turun-temurun dipelihara di daerah kecamatan
Kaligesing hingga sampai sekarang. Berat badannya dapat mencapai 80-110 kg.
Di daerah kecamatan Kaligesing perkembangan kambing tersebut sangat
baik, sehingga terkenal dengan nama Kambing Peranakan Ettawa (PE) Ras
Kaligesing.
Dengan perkembangan yang sangat baik kini jumlah peranakan Ettawa
menurut Dinas Peternakan Pada tahun 2003 jumlah kambing Peranakan Ettawa
mencapai 50.200 ekor. Saat ini tidak hanya dikembangkan di kecamatan
Kaligesing saja, kini menyebar ke Kecamatan Bruno, Gebang dan Bener.

Gambaran Umum Kabupaten Purworejo
1

Letak Geografis

Kabupaten Purworejo terletak pada posisi 109o 47’28” – 110o 8’20” Bujur Timur
dan 7o 32’ – 7o 54 Lintang Selatan.
2

Iklim

Secara topografis merupakan wilayah beriklim tropis basah dengan suhu antara 19
C – 28 C, sedangkan kelembaban udara antara 70% - 90% dan curah hujan
tertinggi pada bulan Desember 311 mm dan bulan Maret 289 mm
3

Luas Wilayah

Kabupaten Purworejo memiliki luas 1.034,81752 km2 dengan batas wilayah
- Sebelah barat : Kabupaten Kebumen
- Sebelah utara

: Kabupaten Magelang dan Wonosobo

- Sebelah timur : Kabupaten Kulonprogo (DIY)
- Sebelah selatan : Samudra Indonesia

Gambaran Umum Karakteristik Responden
Berkembangnya sektor perternakan di Jawa Tengah sangat berkaitan
dengan peningkatan kuantitas jumlah ternak kambing PE,. Pada khususnya di
daerah kecamatan Kaligesing kabupaten Purworejo. Masyarakat di daerah ini
memelihara kambing PE sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu dengan berbagai
alasan yaitu untuk hobi dan mengikuti kontes, pekerjaan pokok, dan sampingan.
Bahkan tidak sedikit yang memanfaatkan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu
diperlukan untuk dijual. Berdasarkan hasil kajian kuesioner, dapat dilihat
gambaran umum mengenai karakteristik peternak kambing PE di Kecamatan
Kaligesing yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Identitas Responden di wilayah Kaligesing
Frekuensi

Prosentase (%)

≤ 20 tahun

1

3,04

21-30 tahun

6

18,18

31-40 tahun

5

15,15

41-50 tahun

6

18,18

≥ 50 tahun

15

45,45

SD

4

12,12

SLTP

12

36,36

SLTA

8

24,24

PT

1

3,04

Lain – lain

8

24,24

PNS

1

3,04

Bert ernak

5

15,15

Bertani

18

54,54

Berdagang

3

9,09

Lain-lain

6

18,18

5

15,15

Mata pencaharian utama

10

30,30

Sampingan

18

54,55

Karakteristik Responden
Umur :

Pendidikan Formal :

Mata Pencaharian pokok :

Tujuan memelihara
kambing :

Tabungan
Sumber : Hasil Kuesioner 33 Pemilik kambing PE di wilayah kecamatan Kaligesing (Agustus 2007).

Latar belakang responden
Berdasarkan latar belakang umur responden sebagian besar responden
berumur antara ≥50 tahun sebesar 45,45%. Selanjutnya 18,18% berumur antara
21-30tahun. 18,18% berusia antara 41-50 tahun dan 15,15% usia 31-40 tahun.
Sebagian kecil berumur kurang dari 20 tahun, yaitu sebesar 3,04%.

Dilihat dari latar belakang pendidikan dimana sebagian besar responden
adalah tamatan SLTP, yaitu sebesar 36,36%. Selanjutnya masing – masing
sebesar 24,24% merupakan tamatan

SMA dan lain-lain (tidak sekolah), dan

12,12% lulusan SD, jumlah terkecil 3,04% lulusan perguruan tinggi.

Pekerjaan utama
Berdasarkan jenis pekerjaan diketahui sebanyak 18 orang (54,54%)
responden memiliki pekerjaan utama sebagai petani, 6 orang (18,18%) lain-lain
(buruh tani), 5 orang (15,15%) sebagai peternak dan 1 orang (3,04%) adalah PNS.
Kebanyakan peternak di kecamatan Kaligesing memulai ternak dari usia muda
sekitar 15 – 20 tahun, dan kebanyakan statusnya sebagai pemilik dan pekerja,
hanya beberapa peternak yang memiliki ternak di atas 50 ekor menggunakan jasa
tenaga kerja.

Pengetahuan Manajemen Ternak
Pengetahuan

manajemen

ternak

dapat

dilihat

berdasarkan

tingkat

pendidikan yang diperoleh. Hanya sebagian kecil, yaitu 6,06 % peternak pernah
mendapat penyuluhan tentang menejemen ternak. Sebagian besar hampir 89,90 %
peternak mendapatkan pengetahuan dari cerita dan tradisi turun temurun. 3,04 %
peternak mendapatkan dari sumber lain yaitu buku.

Aspek Reproduksi
Dalam pengembangan ternak kita mengenal dengan cara perkawinan alam
dan Inseminasi Buatan (IB). Berdasarkan kuesioner ,masyarakat Kaligesing tidak
menggunakan IB dengan alasan antara lain :


Anakan kurang baik kualitasnya



Kesehatan anakan buruk



Tingkat pertumbuhan lambat



Tingkat kebuntingan rendah

Hal ini sesuai dengan kelemahan penerapan IB di kecamatan Kaligesing antara
lain : 1) inbreeding; 2) memiliki potensi yang besar dalam tidak akurasinya
perkawinan; 3) sulitnya deteksi estrus dikarenakan sistem komunikasi yang

kurang dan keadaan geografis yang berbukit sehingga menyulitkan pelaporan
pada inseminator.
Maka, berdasarkan kuesioner 100 % peternak menggunakan cara
perkawinan alam.

Alasan menggunakan Perkawinan Alami
Pada masyarakat Kaligesing sudah sangat umum 1 orang memelihara
kambing PE baik jantan maupun betina, sehingga perkawinan alami mereka
anggap menjadi pilihan yang paling tepat.Berdasarkan kuesioner hampir 89,90 %
peternak memilih perkawinan alami karena lebih praktis dan lebih murah serta
munculnya kebuntingan lebih banyak, karena tiap rumah memiliki pejantan
sebagai pemacek dan tentu saja lebih murah. Selain itu, diantara kelompok
peternak jarang memungut biaya untuk sekali perkawinan hanya beberapa saja
yang memungut biaya sekitar Rp 10.000 – Rp 25.000, bergantung kualitas
pejantan.
Perkawinan alami pada kambing PE di Kecamatan Kaligesing sangat
memperhatikan kualitas pejantan. Peternak memiliki kriteria tersendiri bagi
pejantan yang digunakan sebagai pemacek. Hal ini berdasarkan keinginan
peternak agar anakan yang nantinya diperoleh kualitasnya masih tetap baik
bahkan lebih baik dari induknya. Berdasarkan kajian dari kuesioner dapat dilihat
kriteria-kriteria tersebut disajikan pada tabel 3.

Tabel.3 Penampilan anatomi dan reproduksi kambing PE jantan
Penampilan anatomi dan reproduksi kambing PE

Presentase (%)

jantan

berat pejantan :
65-75 kg

10.10

75-85 kg

66.67

85-95 kg

23.23

Ukuran telinga:
15-18 cm

9.09

18-21 cm

15.15

21-24 cm

75.75

lingkar testis:
15-18 cm

78.78

18-21 cm

18.18

21-24 cm

3.03

Umur produktif:
1-2 tahun

9.09

2-3 tahun

57.57

3-4 tahun

24.24

4-5 tahun

6.06

>5 tahun

3.03

Sumber : Hasil kuesioner dari 33 pemilik kambing PE di wilayah kaligesing (Agustus 2007).

Kriteria Pejantan
Dari data kuesioner 86,87 % menggunakan pejantan milik sendiri dan
sisanya 13,13 % menggunakan pejantan milik orang lain. Masyarakat Kaligesing
sangat memperhatikan pejantan yang digunakan sebagai pemacek.
Peternak menginginkan kriteria pejantan yang ideal, dari kuesioner 66.67 %
menginginkan berat pejantan 75 – 85 kg, sedangkan 23.23 % menginginkan berat
85 – 95 kg dan sisanya 10.10 % menginginkan berat pejantan 65 – 75 kg. Di atas
100 kg pejantan sangat berat sehingga membuat kambing jantan malas dan sulit
kawin (Sarwono, 2007). Berat badan tidak hanya penting bagi kambing pejantan
untuk peningkatan kualitas aspek reproduksinya, kambing betina juga sangat
penting untuk diperhatikan berat badan pada saat sebelum,sedang dan setelah

melahirkan. Hal ini sesuai menurut Yusran et al (1997) bahwa makin rendah
bobot badan (BB) dapat skor kondisi induk (SKI) ternak makin rendah pula
persentase kebuntingan (dari 85 menjadi 20%). Dari data tersebut tampak bahwa
pakan tambahan pada induk mempengaruhi kinerja reproduksi induk.
Dari ukuran telinga pun menjadi ukuran sendiri. 75.75 % peternak
menginginkan jantan dengan panjang telinga 21 – 24 cm, 15.15 % menginginkan
panjang telinga 18 – 21 cm, dan 9.09 % menginginkan panjang 15 – 18 cm. Daun
telinga ibarat perhiasan bagi kambing PE, sehingga sangat diperhatikan oleh
peternak. Hal ini berkaitan dengan harga jual kambing yang akan dipasarkan baik
di pasar lokal maupun ekspor.
Aspek anatomis organ reproduksi berdasarkan lingkar testis menjadi sorotan
peternak. Peternak menginginkan lingkar testis 21 – 24 cm sekitar 78.78 %
peternak, 18.18 % menginginkan lingkar testis 18 – 21 cm, dan 3.03 %
menginginkan lingkar testis 15 – 18 cm. Peternak berasumsi dengan makin
besarnya lingkar testis maka jumlah sperma yang dihasilkan akan semakin banyak
sehingga kemunculan angka kebuntingan makin tinggi. Menurut Senger (1997)
pada kambing dan domba jantan menghasilkan cairan semen sebanyak 1 – 2 ml.
Setiap cairan semen yang dikeluarkan terdapat sperma sebanyak 4,4 x 109
spermatozoa. Dapat disimpulkan analogi peternak sangat sesuai dengan adanya
luas penampang testis yang makin luas diharapkan dapat dihasilkan volume dan
jumlah sperma yang memadai.
Umur produktif kambing PE jantan mencapai umur 8 tahun (Sarwono,
2007). Kambing PE jantan siap dikawinkan pada usia 6 – 8 bulan, saat itu
kambing jantan telah mampu mengawini kambing betina, namun untuk kambing
PE baru menjadi pejantan yang baik jika usianya telah mencapai antara 10 – 18
bulan (Sarwono, 2007). Satu ekor pejantan PE siap kawin dapat mengawini 20-25
ekor kambing betina dan dalam sehari dapat melakukan perkawinan 4-5 kali
sebanyak 2-3 hari/minggu.Ada pun peternak memiliki kegemaran tersendiri dalam
memilih pejantan untuk dijadikan pemacek. Umur 2 – 3 tahun memiliki peringkat
tertinggi yaitu 57.57 %. Umur 1 – 2 tahun sekitar 9.09 % yang memilih, dan 24.24
% peternak memilih 3 – 4 tahun, 6.06 % memilih 4 – 5 tahun, dan 3.03 %
memilih di atas 5 tahun. Pada umur lebih dari 2 tahun fungsi anatomi dan fisiologi

reproduksi kambing jantan mencapai tahap sempurna, hal ini yang mendasari
penangguhan perkawinan sampai umur 18 bulan.
Penampilan Reproduksi Kambing PE Betina
Berdasarkan kuesioner yang diperoleh, pada kambing PE betina sangat
diperhatikan tentang penampilan reproduksinya. Hal yang sering dibahas biasanya
mengenai estrus (lama), umur kambing pertama kali estrus, kebuntingan dan kelahiran.
Berdasarkan kajian kuesioner, penampilan reproduksi kambing PE betina dapat dilihat
pada tabel 4.

Tabel 4.Penampilan reproduksi kambing PE betina
Penampilan reproduksi kambing PE betina

Presentase (%)

Pengetahuan peternak tentang lama estrus:
12 jam

81.81

>12 jam

15.15

Tidak tahu

3.03

Pengetahuan peternak tentang umur estrus
pertama:

100

18 bulan

Tingkat keberhasilan kawin alam:

89.90

1 kali kawin kemudian bunting

10.10

2 kali kawin kemudian bunting

-

3 kali kawin kemudian bunting

Lama kebuntingan:

100

5 bulan
Jumlah anakan yang dilahirkan :

9.09

1 ekor

60.60

2 ekor

30.31

3 ekor
Sumber : Hasil kuesioner dari 33 pemilik kambing PE di wilayah kaligesing (Agustus 2007).

Pengetahuan responden tentang siklus estrus
Berdasarkan hasil kuesioner, peternak di Kaligesing sudah mengerti tentang
siklus estrus walaupun penjelasannya dengan

pengertian dan bahasa mereka

sendiri. Kebanyakan menjawab sering mengamati estrus sewaktu – waktu atau
hampir tiap hari. 70 % menjawab memerikasa di pagi dan sore hari, 30 %
menjawab setiapa waktu yaitu pagi, siang, dan sore hari. Berdasarkan kuesioner
peternak juga memiliki jawaban sendiri mengenai lama estrus yang terjadi pada
kambing peliharaannya. 81.81 % menjawab 12 jam, 15.15 % menjawab lebih dari
12 jam, dan 3.03 % menjawab tidak tahu. Menurut Sarwono (2007) masa estrus
kambing PE berlangsung sekitar 16 – 20 jam dan berulang setiap 3 minggu.
Dengan pernyataan peternak dapat dilihat bahwa peternak tidak mengetahui data
sebenarnya berdasarkan literatur, namun kisaran waktunya masih sesuai dengan
literatur,sehingga mempengaruhi tingkat keberhasilan kebuntingan pada kambing
mereka. Pada peternak yang menjawab tidak tahu hal ini berkaitan dengan tingkat
pendidikan yang rendah, dan kurangnya pengetahuan dari sumber lain.

Pengetahuan responden tentang Pubertas
Peternak di daerah Kaligesing, hanya mengetahui bahwa kambing PE betina
mengalami estrus pertama kali pada usia 18 bulan. Menurut Frandson (2002)
kambing dapat mencapai masa pubertas pada umur 6 – 10 bulan. Pada kambing
PE sama halnya demikian, namun ditangguhkan perkawinannya pada usia 18
bulan. Menurut Sarwono (2007) perkembangan organ reproduksi kambing PE
betina mencapai tahap sempurna pada usia 18 bulan, sehingga berdasarkan
kuesioner peternak menjawab 100 % estrus pertama kali pada usia 18 bulan dan
dikawinkan pertama kali pada usia 18 bulan. Dari pemahaman peternak tenyata
terdapat kesalahan yang secara turun temurun dibiarkan. Pemahaman yang salah
tentang umur kambing betina PE mengalami pubertas erat kaitannya dengan
tingkat pendidikan yang ada di daerah tersebut. Sehingga

peternak hanya

mengetahui kambing mereka estrus pada usia 18 bulan, padahal menurut
Frandson (2002) kambing betina mulai estrus pada usia 6-10 bulan.

Kebuntingan
Setelah kambing betina mencapai masa estrusnya maka peternak sesegera
mungkin mengawinkan kambing betinanya dengan jantan pemacek, baik milik
sendiri atau milik orang lain. Tingkat keberhasilan munculnya kebuntingan

dengan cara alami cukup efektif terbukti dari 89,90 % menjawab hanya 1 kali
kawin langsung bunting, sedangkan 10,10 % menjawab 2 kali kawin mengalami
kebuntingan, dan tidak ada yang mengalami 3 kali kawin mengalami kebuntingan.
Peternak dapat mengetahui kebuntingan dengan beberapa cara namun
peternak menjawab 93,94 % mengetahui kambingnya bunting berdasarkan
melihat siklus estrus berikutnya dan 6,06 % mendapat bantuan dari petugas.
Bantuan petugas datang jika peternak meminta bantuan atau melapor kepada
petugas, tetapi hal ini jarang ditemui.
Kelahiran
Pada kambing PE betina masa kebuntingan mencapai 150 hari atau 5 bulan
(Sarwono 2007). Hal ini tidak jauh berbeda dengan jenis kambing lainnya. Lama
bunting yang diperoleh dari studi ini masih dalam batas kisaran lama bunting yang
dikemukakan beberapa ahli yaitu 144-157 hari (Smith dan Mangkoewidjojo 1988)
dan 143-153 hari (Davendra dan Burns 1994). Penyebab keragaman dalam
periode bunting ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, keragaman lingkungan
(pakan) dan faktor keturunan.
Anakan yang dihasilkan tiap kelahiran bervariasi. Peternak menjawab
anakan yang dihasilkan 2 ekor sebanyak 60.60 %, 30.31 % menjawab 3 ekor, dan
9.09 % menjawab 1 ekor. Dapat dilihat dari data terdapat perbaikan produktivitas
yaitu jumlah anakan akibat persilangan antara kambing ettawa (Jamnapari)
dengan kambing kacang. Pada awalnya diketahui kambing Ettawa biasanya
melahirkan anak tunggal sekali dalam setahun (Devendra dan Burn 1994).
Bangsa kambing Jamnapari(ettawa) dilaporkan mempunyai angka kembar dua
yang lebih rendah, tercatat sebesar 33% (Minett, 1950),45% (Roy dkk., 1962),
dan 45,18% (Singh dan Singh, 1974). Sedangkan menurut Devendra dan Burn
(1994) kambing Kacang memiliki angka kesuburan yang tinggi. Jumlah anak lahir
seperindukan adalah 2.2 ekor Dapat dilihat berdasarkan data yang ada bahwa
poduktivitas pada kambing PE sangat baik karena dapat dilihat terdapat kombinasi
antara sifat kambing kacang dan kambing ettawa sehingga sifat unggul kambing
kacang yaitu mampu beranak lebih dari 2 ekor dapat muncul dan menjadi
keunggulan bagi kambing PE. Hal ini sesuai dengan pernyataan tentang
produktivitas biologis kambing cukup tinggi, 8-28% lebih tinggi dibandingkan

sapi (Devendra 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993), kejadian kelahiran
anak kembar adalah umum pada kambing dan terdapat banyak sekali bukti, bahwa
kesuburan kelamin meningkat dengan bertambahnya umur. Pernyataan yang sama
juga diungkapkan oleh Blakely dan Bade (1992), bahwa kelahiran lebih dari 1
anak untuk seekor kambing adalah normal dan biasanya berproporsi kembar dua
atau kembar tiga. Kelahiran kembar dapat diperoleh melalui cara-cara seleksi dan
makanan yang baik selama kebuntingan.
Semua kriteria di atas yang diinginkan peternak sesuai dengan ciri - ciri
kambing PE kelas A. Secara singkat ciri – ciri kambing PE kelas A adalah sebagai
berikut :
1

tubuh besar.

2

tinggi gumba kambing jantan 90 – 110 cm, betina 70 – 90 cm.

3

berat hidup kambing jantan dewasa 65 – 90 kg, betina 45 – 79 kg.

4

panjang tubuh kambing jantan dewasa 85 – 105 cm, betina 65 – 85 cm.

5

kepala tegak, garis profil wajah melengkung sekali.

6

kepala bertanduk, baik kambing jantan maupun betina dan posisi tanduk
mengarah ke belakang.

7

telinga lebar, panjang, menggantung (terkulai), dan sedikit melipat pada
bagian ujungnya. Panjang telinga kambing jantan 25 – 41 cm dengan lebar
8 – 14 cm, yang betina panjang 21 – 30,5 cm dengan lebar 8 – 13 cm.

8

ambing kambing betina berkembang biak baik. Puting susu cukup besar
dan panjang seperti botol. Masa laktasi setelah melahirkan anak dapat
menghasilkan 2 – 3 liter per hari. Pada kambing jantan lingkar testis 23 cm
atau lebih.

9

warna bulu bermacam-macam, antara lain belang putih dengan bercakbercak hitam, merah coklat, atau campuran ketiga-tiganya.

10 pada bagian belakang kaki terdapat bulu gembol yang lebat dan panjang,
baik pada kambing jantan maupun betina.
11 mampu memproduksi susu 0,5 – 1 lt/hari.
Pada kambing PE dapat bunting kembali membutuhkan waktu 3 bulan.
Berdasarkan kuesioner, peternak menjawab hal yang sama sebanyak 100 %. Hal
ini sesuai data dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor (1997).

Dari data tersebut maka calving interval pada kambing PE betina mencapai
8 bulan. Maka tiap 8 bulan sekali kambing dapat berproduksi (melahirkan). Dari
hal tersebut maka kambing dalam jangka 2 tahun dapat melahirkan 3 kali.
Kelakuan kelamin pada kambing PE sangat dipengaruhi oleh glandula
endokrin yang menghasilkanhormon reproduksi. Untuk menghasilkan hormon
tersebut dipe