Efektivitas Penggunaan Jenis Wadah Sarang Cacing Tanah (Eisenia foetida) dalam Proses Vermicomposting
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN JENIS WADAH SARANG
CACING TANAH (Eisenia foetida) DALAM PROSES
VERMICOMPOSTING
M. IQBAL KURNIADI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(2)
ABSTRAK
M. IQBAL KURNIADI. Efektivitas Penggunaan Jenis Wadah Sarang Cacing Tanah (Eisenia foetida) dalam Proses Vermicomposting. Dibimbing oleh DJOKO WALUYO dan TRI HERU WIDARTO.
Vermicomposting merupakan salah satu metode pengomposan sampah organik dengan bantuan cacing tanah. Dalam penelitian ini dipelajari efektivitas 3 jenis wadah sarang cacing tanah (Eisenia foetida) dalam mengolah sampah organik dapur, diantaranya: bakul, ember dan pot tanah liat (masing-masing dengan 3 ulangan). Bahan yang digunakan sebagai media (bedding) terdiri atas: sobekan kertas, tanah dan sayuran yang telah dicacah. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan selama 30 hari.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis wadah tidak mempengaruhi persentase bobot sampah yang didekomposisi oleh cacing tanah. Jenis wadah juga tidak mempengaruhi mortalitas dan bobot cacing tanah, bobot kascing, bobot tanah serta kertas yang terdekomposisi. Hal ini mungkin karena kondisi lingkungan, terutama suhu media yang masih dalam kisaran suhu optimum bagi cacing tanah (antara 21.1-29.4oC). Hasil yang berbeda nyata hanya terlihat pada produksi jumlah kokon yang dihasilkan (P=0.0052). Bakul merupakan jenis wadah yang memiliki jumlah kokon terbanyak bila dibandingkan dengan ember dan pot tanah liat.
Kadar C/N rasio kascing yang dihasilkan tiap jenis wadah berkisar antara 22.4-24.12 dan pH kascing 7.4-7.5.
ABSTRACT
M. IQBAL KURNIADI. The Effectiveness of Three Containers for Vermicomposting Processes Using Earthworms (Eisenia foetida). Under the direction of DJOKO WALUYO and TRI HERU WIDARTO.
Vermicomposting is one of the organic waste composting method using earthworms. In this research, we studied effectiveness of three types of containers for earthworms (Eisenia foetida) to process organic kitchen waste. The containers are: bamboo basket, plastic pot and clay pot (each with triplicates). Bedding comprised of: shredded paper, soil and chopped raw vegetable. Experiment was conducted for thirty days.
Results of the research showed that types of container did not affect the percentage of waste weight decomposed by earthworms. The types of container did not affect either body weight and mortality of the earthworms, weight of cast, weight of soil and decomposed paper. These results may be caused by the conditions of the media, especially the temperature which was still at optimum temperature (between 21.1-29.4oC). The parameter that affected was the number of produced cocoon. The bamboo basket is the container that had the highest cocoon number compare to the plastic pot and clay pot.
C/N ration of cast produced in the containers between 22.4-24.12 was in average and pH of cast number is between 7.4-7.5.
(3)
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JENIS WADAH SARANG
CACING TANAH (Eisenia foetida) DALAM PROSES
VERMICOMPOSTING
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
M. IQBAL KURNIADI
G 34102042
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(4)
Judul Skripsi : Efektivitas Penggunaan Jenis Wadah Sarang Cacing Tanah
(
Eisenia foetida
) dalam Proses
Vermicomposting
Nama
: M. Iqbal Kurniadi
NRP
: G 34102042
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Drh. Djoko Waluyo, M.S.
Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc.
NIP 130 350 056
NIP 131 663 018
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
(5)
PRAKATA
Alhamdulillaahirabbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Judul skripsi yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2006 ini ialah Efektivitas Penggunaan Jenis Wadah Sarang Cacing Tanah (Eisenia foetida) dalam Proses Vermicomposting.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh. Djoko Waluyo, M.S. dan Bapak Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Penghargaan penulis sampaikan pula kepada Ibu Dra. Taruni Sri Prameswari dan Ibu Dr. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc. atas nasihat dan dukungannya selama menjalani penelitian, Bapak Dr. Dede Setiadi, MS. selaku penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan ini, Bapak Joko Ciangsana pembudidaya cacing tanah dan Dian Permata dari Fakultas Peternakan IPB atas bantuan dan informasinya. Di samping itu, terima kasih kepada Bian, Gema, Ria, Riza, Tongki dan sahabat-sahabat Biologi ’39 lainnya yang selalu memberikan bantuan dan dukungan-nya kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, Uni dan Iin atas segala doa, dukungan, nasihat dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 18 Desember 1983 dari ayah Asril Dahlan dan ibu Siti Rochmawati. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Lhokseumawe dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biologi, Departemen Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Divisi Tanaman Obat BIOWORLD pada tahun 2003, anggota Departemen Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam tahun ajaran 2003/2004, koordinator sie. acara Lomba Fotografi BIOGRAF dalam rangkaian acara BIOIN pada tahun 2004, ketua acara Silaturrahmi Biologi pada tahun 2004, Kepala Divisi Dana dan Usaha Wahana Muslim Biologi tahun ajaran 2004/2005, Praktek Kerja Lapangan di PT. PUPUK KUJANG CIKAMPEK pada tahun 2005, dan pada tahun 2005/2006 penulis bekerja dan menjabat sebagai Duta Wisata DKI JAKARTA.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1
Tujuan 1
Waktu dan tempat 1
BAHAN DAN METODE 1
Persiapan hewan percobaan 1
Persiapan media sarang pemeliharaan 1
Perlakuan 1
Pemanenan kascing 2
Analisis data 2
HASIL 2
Suhu ruangan dan media selama pengamatan 2
Persentase pertambahan bobot cacing 2
Rataan jumlah cacing dan kokon 3
Rataan produksi kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing
tanah 3
Persentase dekomposisi kertas dan sampah oleh cacing tanah 4
PEMBAHASAN 5 SIMPULAN 6
SARAN 6
DAFTAR PUSTAKA 6
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Analisis statistik parameter yang diamati setelah 30 hari 4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rataan suhu media pada jenis wadah berbeda 2
2 Rataan bobot cacing tanah pada jenis wadah berbeda 3 3 Rataan jumlah cacing tanah pada jenis wadah berbeda 3
4 Rataan jumlah kokon pada jenis wadah berbeda 3
5 Rataan produksi kascing pada jenis wadah berbeda 3
6 Persentase bobot tanah yang dicerna pada jenis wadah berbeda 4 7 Persentase dekomposisi kertas pada jenis wadah berbeda 4 8 Persentase dekomposisi tanah pada jenis wadah berbeda 4
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data rataan suhu harian media per 30 hari 9
2 Data rataan bobot tubuh (gram) per cacing tanah per 30 hari 9
3 Data rataan jumlah akhir cacing tanah (ekor) 9
4 Data rataan produksi kokon (butir) per cacing per 30 hari 9 5 Data rataan produksi kascing (gram) per cacing per 30 hari 9 6 Data rataan bobot tanah yang dicerna (gram) per cacing per 30 hari 9 7 Data rataan bobot kertas yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari 10 8 Data rataan bobot sampah yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari 10 9 Analisis sidik ragam bobot tubuh per cacing tanah per 30 hari 10
10 Analisis sidik ragam jumlah akhir cacing tanah 11
11 Analisis sidik ragam produksi kokon per cacing per 30 hari 11 12 Analisis sidik ragam produksi kascing per cacing per 30 hari 12 13 Analisis sidik ragam bobot tanah yang dicerna per cacing per 30 hari 13 14 Analisis sidik ragam bobot kertas yang didekomposisi per cacing per 30 hari 13 15 Analisis sidik ragam sampah yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari 14
(10)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas ma-nusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah seban-ding dengan tingkat konsumsi kita terhadap material yang digunakan sehari-hari. Jenis sampah juga tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia ataupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Keraf 2002). Data dari Dinas Kebersihan Kota Bogor (2001) menunjukkan komposisi sam-pah terbanyak berasal dari samsam-pah organik yang mencapai 68%.
Ada beberapa proses pengolahan sampah, diantaranya: penumpukan, pengomposan, pembakaran dan penimbunan (Keraf 2002). Penggolongan tersebut dianggap baik jika sampah yang diolah tidak mencemari udara, air atau tanah dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit. Penum-pukan, pembakaran dan penimbunan relatif lebih praktis bila dibandingkan dengan pe-ngomposan namun dapat menimbulkan resiko kebakaran, polusi dan banjir. Sedangkan apabila menggunakan sistem pengomposan, bahan-bahan yang terdekomposisi akan lebih terkondisikan dan prosesnya berlangsung lebih baik dengan bantuan organisme yang ada.
Vermicomposting merupakan salah satu metode pengomposan dengan bantuan cacing tanah. Mikroorganisme dan cacing tanah secara bersama-sama terlibat dalam pengu-raian bahan organik (Marsh 2003; Dominguez dan Edwards 2004). Penggunaan cacing tanah dalam pengomposan membutuhkan waktu relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan kompos biasa yang hanya mengandalkan aktifitas mikroorganisme (Dominguez et al
1997).
Proses vermicomposting dapat menghasil-kan dua macam produk, yakni cacing tanah dan kotoran cacing (kascing). Cacing tanah dapat memperbaiki kesuburan dan struktur dari tanah, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik, makanan dan obat-obatan. Sedangkan kascing yang dihasilkan kaya akan nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Teksturnya berupa partikel kecil yang mudah diserap oleh tumbuhan, berwarna kehitam-hitaman, tidak berbau, menarik dari segi estetika dan lebih stabil dari kompos konvensional (Riggle dan Holmes 1994).
Kascing juga memiliki nilai jual yang tinggi bila dibandingkan dengan kompos lainnya (Jumiono 2000).
Keberhasilan proses vermicomposting sangat ditentukan oleh media hidup (bedding) yang mengandung bahan organik. Bedding
dapat digunakan sebagai habitat hidup serta sumber pakan bagi cacing tanah. Media yang baik untuk hidup cacing tanah adalah kotoran ternak. Tetapi, apabila hal ini diterapkan ke masyarakat mungkin sebagian besar masya-rakat akan meninggalkannya karena terlihat kotor dan bau dari segi estetika. Oleh karena itu, pada penelitian ini bedding yang digu-nakan tidak menggudigu-nakan kotoran hewan ternak.
Penelitian mengenai vermicomposting ini telah banyak dilakukan. Namun, belum ada kejelasan mengenai jenis wadah sarang yang baik bagi cacing dalam proses vermicom-posting. Menurut Mashur et al (2001) jenis wadah sarang berpengaruh nyata terhadap produksi kokon dan kenaikan bobot cacing tanah.
Tujuan
Mengetahui jenis wadah sarang yang efektif dalam mengolah sampah organik dapur.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2006 hingga April 2007 di Labora-torium Zoologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
BAHAN DAN METODE
Persiapan Hewan Percobaan
Cacing yang digunakan ialah cacing
Eisenia foetida dewasa yang umum digunakan dalam proses vermicomposting (Dickerson 2001). Cacing diperoleh dari peternakan cacing di daerah Ciangsana, Kampung Ram-butan Jakarta. Perbanyakan dan pembudi-dayaan dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA-IPB dalam kondisi ruangan dengan menggunakan bakul dan ember plastik.
Persiapan Media Sarang Pemeliharaan
Sebelum percobaan dilakukan, cacing tanah dipelihara terlebih dahulu dalam media sarang yang terdiri atas tanah serta kotoran sapi yang telah dikering-anginkan selama satu minggu. Sebagai tambahan diberikan pula ampas tahu.
Perlakuan
Percobaan menggunakan tiga macam wadah yang berbeda, yakni: bakul, ember plastik (bagian dasarnya telah dilubangi), dan
(11)
pot tanah liat yang masing-masing bervolume 1.5 L dengan tiga ulangan. Tiap wadah tidak menggunakan kotoran sapi sebagai media hidupnya, namun diisi sobekan kertas HVS sebanyak 70 gram dengan lebar ± 2 cm (dibasahkan dengan air, namun tidak sampai menyebabkan air tergenang dan menetes), tanah 30 gram, sampah yang telah dikeringkan dalam oven sebanyak 20 gram dan cacing tanah yang telah dipuasakan selama satu hari sebanyak 10 ekor.
Sampah sayuran yang digunakan terdiri atas daun singkong, kol, bayam dan selada dengan perbandingan sama. Sayuran dicacah dan direndam terlebih dahulu selama 2 hari ke dalam air untuk meminimalisir bau yang ditimbulkan akibat proses pembusukan. Selan-jutnya ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes. Hal ini merujuk pada perco-baan yang telah dilakukan sebelum penelitian dimulai dengan menggunakan campuran EM4 dan pemaparan pada panas matahari selama 2 hari yang mengakibatkan bau yang menyengat dan berlendir pada sampah serta cacing banyak yang mengalami kematian.
Sedangkan tanah ditumbuk sampai halus dan disaring (≤ 1.7 mm). Tanah yang telah dihaluskan dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 80oC dan dibiarkan mendingin (Sulastri 2005). Kandungan tanah terdiri atas: 16% pasir, 28% debu dan 56% liat (Balai Penelitian Tanah 2007).
Semua bahan dimasukkan ke dalam tiap wadah. Tanah dan sampah diletakkan dalam potongan gelas plastik yang telah dilubangi sisi-sisinya. Sedangkan sobekan kertas diletakkan di bagian dasar wadah hingga menutupi gelas plastik yang telah berisi tanah dan sampah. Cacing tanah yang telah dipuasakan dimasukkan kedalam gelas plastik yang telah berisi sampah. Tiap wadah ditutup dengan plastik berwarna hitam yang telah dilubangi untuk sirkulasi udara. Air disemprotkan untuk menjaga kelembaban media. Pencatatan suhu dilakukan setiap hari pada pukul 12 siang.
Pemanenan kascing
Pemanenan dilakukan setelah 30 hari pemeliharaan. Saat pemanenan dilakukan pengukuran terhadap bobot cacing yang telah dipuasakan, jumlah cacing, jumlah kokon, bobot kering: kascing, tanah, kertas, dan sampah yang belum terdekomposisi. Jumlah cacing dan kokon dihitung secara manual. Kascing, tanah, kertas dan sampah yang belum terdekomposisi dipisahkan secara manual dan dikeringkan dengan oven lalu
ditimbang menggunakan timbangan digital
CHQ Pocket Scale PS 200A.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan satu faktor perlakuan yakni jenis wadah sarang yang terdiri atas bakul, ember plastik, dan pot tanah liat. Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati diuji lanjut dengan uji Duncan’s (α = 0.05) untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.
HASIL
Suhu ruangan dan media selama penga-matan
Suhu ruangan relatif stabil, berkisar antara 26-28oC dengan rataan 26.98oC. Rataan suhu media tertinggi terjadi pada wadah ember plastik sebesar 27oC, sedangkan pot tanah liat 25.93oC. Rataan suhu terendah terjadi pada wadah bakul, yakni 25.88oC (Gambar 1). 25 25,5 26 26,5 27 27,5
bakul ember pot
Jenis wadah Ra ta a n su hu me dia ( oC)
Gambar 1 Rataan suhu media pada jenis wa- dah berbeda.
Persentase pertambahan bobot cacing
Bobot cacing tanah saat pemanenan mengalami penurunan pada wadah bakul sebesar 1.54%. Pada wadah ember dan pot tanah liat mengalami kenaikan masing-masing 27.23% dan 25.96% (Gambar 2). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak mempengaruhi bobot tubuh cacing tanah (Tabel 1).
(12)
0 0,5 1 1,5 2 2,5
bakul ember pot
Jenis wadah J u mla h ko ko n (b uti r )/ c ac ing / 3 0 ha ri 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
bakul ember pot
Jenis wadah R a ta an bo bot t u b uh cac in g (g ) awal akhir
Gambar 2 Rataan bobot tubuh (gram) per ca- cing pada jenis wadah berbeda.
Rataan jumlah cacing dan kokon
Jumlah tertinggi cacing tanah yang tetap hidup selama pengamatan terdapat pada wadah bakul dengan rataan 9.34 ekor (mortalitas 0.67%). Sedangkan pada ember dan pot masing-masing rataanya hanya 7 ekor (mortalitas 30%) dan 5.34 ekor (mortalitas 40.67%) cacing tanah (gambar 3).
Gambar 3 Rataan jumlah cacing pada jenis wadah berbeda
Produksi kokon tertinggi terdapat pada jenis wadah bakul dengan rataan 1.92 butir per cacing per 30 hari. Wadah pot memiliki rataan produksi kokon per cacing per 30 hari sebesar 0.87 butir, sedangkan terendah dialami oleh jenis wadah berupa ember plastik sebesar 0.54 butir per cacing per 30 hari (Gambar 4).
Gambar 4 Rataan jumlah kokon pada jenis wadah berbeda.
Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah cacing, namun berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah kokon yang dihasilkan (Tabel 1).
Rataan produksi kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing tanah
Pot merupakan jenis wadah yang memiliki rataan produksi kascing tertinggi sebesar 1,56 gram per cacing per 30 hari. Rataan produksi kascing pada bakul tidak jauh berbeda dengan pot sebesar 1.45 gram. Ember merupakan jenis wadah yang paling sedikit menghasilkan kascing yakni 0,95 gram per cacing per 30 hari (Gambar 5).
0 2 4 6 8 10 12
bakul ember pot
Jenis wadah Rat aan j u mlah ca cing/30 harii 0 0,5 1 1,5 2 2,5
bakul ember pot
Jenis wadah
Produksi kascin
g
(g)/
cacing/30 hari
Gambar 5 Rataan produksi kascing pada jenis wadah berbeda.
Cacing tanah yang terdapat pada pot memiliki persentase tertinggi dalam mencerna tanah sebesar 3.79% per cacing per 30 hari. Tanah yang dicerna pada wadah bakul sebesar 2.69% per cacing per 30 hari. Persentase terendah terdapat pada wadah ember sebesar 2.38% per cacing per 30 hari (Gambar 6).
(13)
Bobot sampah yang terdekomposisi oleh cacing tanah pada wadah pot memiliki persentase tertinggi dibandingkan ember dan bakul. Cacing tanah pada pot tanah liat mampu mendekomposisikan sampah sebesar 13.96% per cacing per 30 hari. Wadah berupa
0 1 2 3 4 5 6
bakul ember pot
Jenis wadah T ana h ya ng dic e rn a (%)/ ca ci ng/ 30 ha r i
ember plastik dan bakul masing-masing mampu mendekomposisikan sampah sebesar 12.51% per cacing per 30 hari dan 10.48% per cacing per 30 hari (Gambar 8).
0 2 4 6 8 10 12 14 16
bakul ember pot
Jenis wadah
Dekomposisi sampah (
%
)/
cacing/30hari
Gambar 6 Persentase bobot tanah yang dicer- na pada jenis wadah berbeda.
Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap rataan bobot kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing tanah dalam 30 hari (Tabel 1).
Persentase dekomposisi kertas dan sampah oleh cacing tanah
Di awal percobaan penggunaan kertas koran menyebabkan cacing tanah banyak yang mati, karena itu untuk sarang digunakan potongan kertas HVS. Persentase dekomposisi kertas oleh cacing tanah tertinggi terdapat pada wadah bakul, yakni 2.76% per cacing per 30 hari, sedangkan ember plastik dan pot masing-masing sebesar 1.32% per cacing per 30 hari dan 2.30% per cacing per 30 hari (Gambar 7).
Gambar 8 Persentase dekomposisi sampah pada jenis wadah berbeda.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap dekomposisi kertas dan dekomposisi sampah (Tabel 1).
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
bakul ember pot
Jenis wadah D e kom pos isi ke rt a s (%)/ ca cin g /3 0 ha ri
Gambar 7 Persentase dekomposisi kertas pa- jenis wadah berbeda.
Tabel 1 Analisis statistik parameter yang diamati setelah 30 hari
No. Parameter Perlakuan Nilai rataan Nilai
probabilitas
Bakul 0.32a
1 Bobot cacing (gram) Ember
Pot
0.34a 0.31a
0.5952 Bakul 9.34a
2 Jumlah cacing Ember
(ekor)
Pot
7.00a 5.34a
(14)
No. Parameter Perlakuan Nilai rataan Nilai probabilitas
Bakul 1.92a
3 Produksi kokon (butir) Ember 0.54b
Pot 0.87b 0.0052 Bakul 1.45a
4 Produksi kascing (gram) Ember 0.95a
Pot 1.56a 0.4324 Bakul 0.79a
5 Tanah yang tercerna Ember 0.75a
(gram)
Pot 1.36a 0.5353 Bakul 1.92a
6 Dekomposisi kertas Ember 0.95a
(gram)
Pot 1.74a 0.0565 Bakul 2.12a
7 Dekomposisi sampah Ember 2.55a
(gram)
Pot 3.02a 0.2567 *Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5%
PEMBAHASAN
Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis wadah hanya berpengaruh nyata (P=0.0052) terhadap rataan jumlah kokon. Bakul merupakan jenis wadah yang menghasilkan rataan jumlah kokon tertinggi dibandingkan wadah ember dan pot. Rataan jumlah kokon dari ketiga jenis wadah selama pengamatan jauh lebih sedikit bila dibanding-kan dengan pernyataan Mashur et al (2001) dimana seekor induk cacing E. foetida dewasa mampu menghasilkan kokon 7 butir selama 40 hari atau 1 butir kokon dihasilkan setiap 6 hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mashur et al (2001) menyatakan bahwa per-sentase produksi kokon tertinggi terjadi pada wadah ember. Perbedaan asupan makanan yang diberikan ke cacing mungkin menjadi penyebab sedikitnya jumlah kokon yang dihasilkan selama pengamatan. Mashur et al
(2001) menggunakan media hidup cacing tanah (bedding) berupa kotoran ternak. Menurut Garg et al (2005) kotoran ternak mempengaruhi pertumbuhan maupun repro-duksi cacing tanah. Kotoran ternak adalah sumber protein dan mineral yang dapat digunakan sebagai media hidup cacing tanah (Catalan 1981).
Kondisi suhu ruangan dan suhu media juga merupakan faktor yang mempengaruhi hidup cacing tanah. Suhu ruangan selama penelitian relatif stabil. Menurut Minnich (1977) dalam Permata (2006) suhu mem-pengaruhi aktifitas biologi cacing tanah se-perti metabolisme, pertumbuhan, respirasi, dan reproduksi. Rataan suhu media tiap jenis
wadah berbeda-beda pada tiap jenisnya. Perbedaan suhu media ini terjadi akibat struktur dan bahan wadah yang berbeda-beda. Bakul terbuat dari susunan anyaman bambu yang berpori dan memiliki celah disetiap sisi-sisinya. Penyerapan air yang berasal dari media oleh dinding bakul juga berlangsung cepat dan mampu bertahan lama pada dinding-dinding wadah tersebut, hal ini sangat membantu dalam proses aerasi dan ketaha-nannya dalam menjaga kelembaban media. Berbeda dengan wadah berupa pot tanah liat, air yang terserap tidak tahan lama sehingga media cepat kering. Ember plastik memiliki kelembaban media yang tinggi dibandingkan wadah lainnya (Mashur et al 2001). Penye-rapan air yang berasal dari media oleh dinding ember plastik tidak terjadi karena dinding wadah tersebut tidak berpori. Namun, tidak berporinya wadah plastik menyebabkan rataan suhu media cenderung tinggi. Penyerapan panas akibat proses pembusukan yang terjadi di dalam ember plastik juga menjadi terhambat dan media pun menjadi semakin panas. Mortalitas cacing tanah pada tiap jenis wadah tidak berbeda secara nyata (P=0.0582). Hal ini disebabkan suhu media yang terjadi selama pengamatan masih dalam kisaran suhu media optimum bagi hidup cacing tanah yakni sebesar 21.1-29.4oC (Sihombing 2002). Bobot tubuh cacing tanah pada tiap jenis wadah juga tidak berbeda secara nyata (P=0.5952). Menurut Edward dan Lofty (1972) penurunan dan kenaikan bobot tubuh cacing tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: suhu, kepadatan cacing tanah, nutrisi, kelembaban, dan faktor lainnya.
(15)
Penggunaan bedding sangat penting bagi hidup cacing tanah dalam pengolahan sampah organik dapur. Bedding berfungsi sebagai tempat tinggal dan sumber makanan. Selain itu, bedding juga berfungsi agar cacing tidak terkena cahaya secara langsung. Seluruh tubuh cacing tersebar sel-sel fotosensitif sehingga sangat peka terhadap cahaya terutama sinar ultraviolet (Lee 1985). Bedding
dapat berasal dari berbagai jenis bahan, diantaranya dapat berasal dari sobekan kertas koran, serutan gergaji, kotoran hewan, sekam, serta bahan lain yang mengandung bahan organik (Catalan 1981). Dominguez dan Edward (2004) menyatakan bahwa campuran media menggunakan kertas akan memper-cepat produksi kokon. Kertas juga cenderung lebih banyak dimiliki oleh masyarakat khususnya di lingkungan perkotaan. Kertas menurut data dari Dinas Kebersihan Kota Bogor (2001) merupakan komposisi sampah terbanyak setelah sampah organik sebesar 12.17%. Berdasarkan pengamatan, permukaan dari kertas juga lebih halus dan cepat menyerap air bila dibandingkan dengan serutan gergaji.
Penyusutan media yang terjadi diakhir pengamatan dianggap salah satu parameter yang menunjukkan adanya aktifitas makan oleh cacing tanah dan mikroorganisme lainnya (Roslim 1994). Sampah merupakan bahan media yang terdekomposisi oleh cacing tanah tertinggi dibandingkan kertas dan tanah. Hasil ini menunjukkan bahwa cacing tanah khu-susnya Eisenia foetida mampu mendekom-posisi sampah organik. Menurut Blakemore (1995) dan Dominguez & Edwards (2004)
Eisenia foetida merupakan jenis cacing tanah yang mampu mendekomposisikan sampah lebih cepat dibandingkan spesies lainnya. Namun analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan jenis wadah tidak mempengaruhi kecepatan dekomposisi sampah, kertas dan tanah yang dicerna oleh cacing tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan saat pemanenan, kascing yang dihasilkan tidak berbau, berwarna coklat kehitaman dan berbentuk partikel-partikel kecil yang remah dan seragam. Rataan kadar C/N rasio tiap jenis wadah berkisar antara 22.4-24.12 dan pH kascing 7.4-7.5. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Mashur et al (2001) sebesar 12.49-19.17. Kadar C/N rasio maksimal yang ditetapkan oleh Tim Pemantau Pupuk Organik Alternatif NTB adalah 15 (Sembiring 1999 dalam Mashur et al 2001). Perbedaan kadar C/N rasio yang tinggi berdasarkan pengamatan
diasumsikan akibat jenis bedding yang berbeda. Menurut Gaddie dan Douglas (1977) dalam Roslim (1994) kandungan unsur atau mineral kascing tergantung dari spesies cacing tanah yang menghasilkannya, bahan makanan, dan umur kascing sejak dihasilkan. Proses pemisahan kascing dan media lainnya secara manual pada saat pemanenan juga kurang sempurna. Bercampurnya kascing dengan remahan kertas, tanah dan sampah memer-lukan ketelitian yang tinggi pada saat pemi-sahannya.
SIMPULAN
Perbedaan jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap persentase jumlah sampah yang terdekomposisi dan bobot kascing yang dihasilkan. Perbedaan jenis wadah hanya ber-pengaruh terhadap rataan produksi kokon (P=0.0052). Bakul merupakan jenis wadah yang menghasilkan rataan jumlah kokon tertinggi yakni, 1.92 butir per cacing per 30 hari.
SARAN
Semua jenis wadah (bakul, ember plastik dan pot tanah liat) dapat digunakan sebagai wadah sarang cacing tanah karena tidak berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi sampah. Namun apabila dilihat dari segi ekonomi, ember plastik cenderung memiliki tingkat keawetan yang lebih tahan lama bila dibandingkan dengan jenis wadah lainnya.
Bedding sangat baik bila ditambahkan kotoran ternak untuk meningkatkan produktivitas cacing tanah. Kotoran ternak dapat diolah terlebih dahulu menjadi bubuk kering sehingga tidak diketahui lagi bentuk dan bau aslinya apabila akan diterapkan ke masyarakat.
Ulangan dalam percobaan harus lebih banyak. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sehingga dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Catalan. GI. 1981. Earthworm a New Source of Protein. Philippine Earthworm Center. Sanjuan. Metro Manila, Philippines.
(16)
Dickerson GW. 2001. Vermicomposting. Cooperative Extention Service. New Mexico State University.
Dominguez J, Edwards CA. 2004. Vermi-composting Organic Waste: A Review dalam Hanna S and Mikhail WZ, editor.
Soil Zoologi For Sustainable Deve-lopment In The 21st Century. Cairo. Dominguez J, Edwards CA and Subler S.
1997. A Comparison Of Vermicom-posting And ComVermicom-posting. BioCycle. page 57-59.
Edward CA, Lofty JR. 1972. Biology of Earthworm. London: Champman and Hall, ltd.
Gaddie SRRE, Douglas DE. 1977. Earth-worms for Ecology and Profit. Volume I,II. Bookworms Publishing Company. California dalam Roslim DI. 1994. Cacing Tanah Pheretima sp. dan Eisenia foetida Sebagai Penghasil Pupuk Kasting. Skripsi. Jurusan Biologi. Institut Perta-nian Bogor.
Garg VK, Chand S, Chhillar A, Yadav A. 2005. Growth and Reproduction of
Eisenia foetida In Various Animal Wastes During Vermicomposting. Applied Ecology and Environmental Research 3(2): 51-59.
Jumiono A. 2000. Prospek Pendirian Industri Vermikompos Berbahan Baku Sampah Kota (Studi kasus di Kota Bogor) [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Keraf AS. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Lee KE. 1985. Earthworms Their Ecology and Relationships With Soils and Land Use. CSIRO Division of Soils Adelaide. Academic Press (Harcourt Brace Jova-novich Publishers) Sydney Orlando San Diego New York London Toronto Montreal Tokyo.
Marsh L. 2003. Composting Your Organic Kitchen Wastes With Worms. Biological System Engineering. Virginia Coope-rative Extention.
Mashur, Djajakirana G, Muladno, Sihombing DTH. 2001. Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Cacing Tanah E. foetida
Savigny untuk Meningkatkan Produksi Biomassa dan Kualitas Eksmecat dengan Memanfaatkan Limbah Organik Sebagai Media. Med.Pet. Vol 24 No.1
Minnich J. 1977. The Earthworm Book. Rodale Press Emmaus, PA. USA dalam Permata D. 2006. Reproduksi Cacing Tanah (E. foetida) dengan Memanfaatkan
Daun dan Pelepah Kimpul (X. sagitti-folium) Pada Media Kotoran Sapi Perah. Skripsi. Program Studi Produksi Ternak. Institut Pertanian Bogor.
Riggle D, Holmes H. 1994. New Horizons for Comercial Vermiculture. BioCycle. Roslim DI. 1994. Cacing Tanah Pheretima sp.
dan Eisenia foetida Sebagai Penghasil Pupuk Kascing. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor. Sihombing DTH. 2002. Satwa Harapan l.
Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya. Pustaka Wirausaha Mandiri, Bogor. Sulastri. 2005. Uji Lengos Cacing Tanah
untuk Mendeteksi Imidakloprid pada Ekosistem Terestrial. Skripsi. Departe-men Biologi. Institut Pertanian Bogor.
(17)
(18)
Lampiran 1 Data rataan suhu harian media per 30 hari (oC)
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 25.88 25.83 25.93 25.88 0.050
Ember 27.03 27 26.98 27.01 0,025
Pot 25.97 25.97 25.85 25.93 0,065
Lampiran 2 Data rataan bobot tubuh (gram) per cacing tanah per 30 hari ULANGAN
1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI JENIS
WADAH
awal akhir awal akhir awal akhir awal akhir awal akhir
Bakul 0.37 0.36 0.33 0.32 0.27 0.28 0.33 0.32 0.050 0.041 Ember 0.28 0.40 0.29 0.31 0.24 0.32 0.27 0.34 0.028 0.048 Pot 0.22 0.27 0.27 0.30 0.24 0.34 0.22 0.31 0.024 0.033
Lampiran 3 Data rataan jumlah akhir cacing tanah (ekor)
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 10 8 10 9.34 1.155
Ember 6 8 7 7 1
Pot 8 4 4 5.34 2.310
Lampiran 4 Data rataan produksi kokon (butir) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 2.30 1.87 1.60 1.92 0.353
Ember 0.83 0.37 0.43 0.54 0.250
Pot 0.87 1.25 0.50 0.87 0.375
Lampiran 5 Data rataan produksi kascing (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 2.10 1.16 1.10 1.45 0.560
Ember 1.67 0.54 0.66 0.95 0.620
Pot 1.04 1.55 2.08 1.56 0.519
Lampiran 6 Data rataan bobot tanah yang dicerna (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 1.11 0.59 0.68 0.79 0.279
Ember 1.43 0.64 0.18 0.75 0.633
(19)
Lampiran 7 Data rataan bobot kertas yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 2.37 1.72 1.67 1.92 0.396
Ember 1.31 0.72 0.83 0.95 0.316
Pot 1.22 1.79 2.19 1.74 0.485
Lampiran 8 Data rataan bobot sampah yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 1.97 2.48 1.91 2.12 0.316
Ember 3.04 2.09 2.51 2.55 0.477
Pot 2.10 3.79 3.17 3.02 0.858
Lampiran 9 Analisis sidik ragam bobot tubuh per cacing tanah per 30 hari
The SAS System Analysis of Variance Procedure
Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: BA_CNG (Bobot Akhir Tubuh Cacing)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 0.00193689 0.00096844 0.57 0.5952 Error 6 0.01025800 0.00170967
Corrected Total 8 0.01219489
R-Square C.V. Root MSE BA_CNG Mean 0.158828 12.79687 0.04134812 0.32311111
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BA_CNG Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.00171
Number of Means 2 3 Critical Range 08261 .08562
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 0.34267 3 EMBER A 0.31933 3 BAKUL A 0.30733 3 POT
(20)
Lampiran 10 Analisis sidik ragam jumlah akhir cacing tanah The SAS System Analysis of Variance Procedure
Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: JA_CNG (Jumlah Akhir Cacing)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 24.22222222 12.11111111 4.74 0.0582 Error 6 15.33333333 2.55555556
Corrected Total 8 39.55555556
R-Square C.V. Root MSE JA_CNG Mean 0.612360 22.13461 1.59861051 7.22222222
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JA_CNG Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 2.555556
Number of Means 2 3 Critical Range 3.194 3.310
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 9.333 3 BAKUL A 7.000 3 EMBER A 5.333 3 POT
Lampiran 11 Analisis sidik ragam produksi kokon per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: JM_KOKON (Jumlah Kokon)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 3.12390556 1.56195278 14.31 0.0052 Error 6 0.65508333 0.10918056
(21)
R-Square C.V. Root MSE JM_KOKON Mean 0.826651 29.66407 0.33042481 1.11388889
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JM_KOKON Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.109181
Number of Means 2 3 Critical Range 6602 .6842
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.9250 3 BAKUL B 0.8733 3 POT
B 0.5433 3 EMBER
Lampiran 12 Analisis sidik ragam produksi kascing per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BKSC (Bobot Kascing)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 0.62379144 0.31189572 0.97 0.4324 Error 6 1.93439788 0.32239965
Corrected Total 8 2.55818932
R-Square C.V. Root MSE BKSC Mean 0.243841 42.95676 0.56780247 1.32180000
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BKSC Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.3224
Number of Means 2 3 Critical Range 1.134 1.176
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.5596 3 POT A 1.4510 3 BAKUL
(22)
Lampiran 13 Analisis sidik ragam bobot tanah yang dicerna per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BTNH (Bobot Tanah)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 0.69036536 0.34518268 0.69 0.5353 Error 6 2.98108137 0.49684690
Corrected Total 8 3.67144673
R-Square C.V. Root MSE BTNH Mean 0.188036 72.89116 0.70487367 0.96702222
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BTNH
Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.496847 Number of Means 2 3
Critical Range 1.408 1.460
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.3579 3 POT A 0.7928 3 BAKUL
A 0.7503 3 EMBER
Lampiran 14 Analisis sidik ragam bobot kertas yang didekomposisi per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BKTS (Bobot Kertas)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 1.57991672 0.78995836 4.82 0.0565 Error 6 0.98342484 0.16390414
(23)
R-Square C.V. Root MSE BKTS Mean 0.616350 26.34547 0.40485076 1.53670000 The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BKTS Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.163904 Number of Means 2 3
Critical Range 8088 .8383
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.9204 3 BAKUL A 1.7358 3 POT
A 0.9538 3 EMBER
Lampiran 15 Analisis sidik ragam sampah yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BKSPH (Bobot Sampah)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
JENIS 2 1.22064022 0.61032011 1.72 0.2567 Error 6 2.12816706 0.35469451
Corrected Total 8 3.34880728
R-Square C.V. Root MSE BKSPH Mean 0.364500 23.22645 0.59556235 2.56415556 The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BKSPH Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.354695 Number of Means 2 3 Critical Range 1.190 1.233
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 3.0229 3 POT A 2.5483 3 EMBER A 2.1213 3 BAKUL
(24)
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN JENIS WADAH SARANG
CACING TANAH (Eisenia foetida) DALAM PROSES
VERMICOMPOSTING
M. IQBAL KURNIADI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(25)
ABSTRAK
M. IQBAL KURNIADI. Efektivitas Penggunaan Jenis Wadah Sarang Cacing Tanah (Eisenia foetida) dalam Proses Vermicomposting. Dibimbing oleh DJOKO WALUYO dan TRI HERU WIDARTO.
Vermicomposting merupakan salah satu metode pengomposan sampah organik dengan bantuan cacing tanah. Dalam penelitian ini dipelajari efektivitas 3 jenis wadah sarang cacing tanah (Eisenia foetida) dalam mengolah sampah organik dapur, diantaranya: bakul, ember dan pot tanah
liat (masing-masing dengan 3 ulangan). Bahan yang digunakan sebagai media (bedding) terdiri
atas: sobekan kertas, tanah dan sayuran yang telah dicacah. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan selama 30 hari.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis wadah tidak mempengaruhi persentase bobot sampah yang didekomposisi oleh cacing tanah. Jenis wadah juga tidak mempengaruhi mortalitas dan bobot cacing tanah, bobot kascing, bobot tanah serta kertas yang terdekomposisi. Hal ini mungkin karena kondisi lingkungan, terutama suhu media yang masih dalam kisaran suhu
optimum bagi cacing tanah (antara 21.1-29.4oC). Hasil yang berbeda nyata hanya terlihat pada
produksi jumlah kokon yang dihasilkan (P=0.0052). Bakul merupakan jenis wadah yang memiliki
jumlah kokon terbanyak bila dibandingkan dengan ember dan pot tanah liat.
Kadar C/N rasio kascing yang dihasilkan tiap jenis wadah berkisar antara 22.4-24.12 dan pH kascing 7.4-7.5.
ABSTRACT
M. IQBAL KURNIADI. The Effectiveness of Three Containers for Vermicomposting
Processes Using Earthworms (Eisenia foetida). Under the direction of DJOKO WALUYO and
TRI HERU WIDARTO.
Vermicomposting is one of the organic waste composting method using earthworms. In this
research, we studied effectiveness of three types of containers for earthworms (Eisenia foetida) to
process organic kitchen waste. The containers are: bamboo basket, plastic pot and clay pot (each with triplicates). Bedding comprised of: shredded paper, soil and chopped raw vegetable. Experiment was conducted for thirty days.
Results of the research showed that types of container did not affect the percentage of waste weight decomposed by earthworms. The types of container did not affect either body weight and mortality of the earthworms, weight of cast, weight of soil and decomposed paper. These results may be caused by the conditions of the media, especially the temperature which was still at
optimum temperature (between 21.1-29.4oC). The parameter that affected was the number of
produced cocoon. The bamboo basket is the container that had the highest cocoon number compare to the plastic pot and clay pot.
C/N ration of cast produced in the containers between 22.4-24.12 was in average and pH of cast number is between 7.4-7.5.
(26)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas ma-nusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah seban-ding dengan tingkat konsumsi kita terhadap material yang digunakan sehari-hari. Jenis sampah juga tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia ataupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Keraf 2002). Data dari Dinas Kebersihan Kota Bogor (2001) menunjukkan komposisi sam-pah terbanyak berasal dari samsam-pah organik yang mencapai 68%.
Ada beberapa proses pengolahan sampah, diantaranya: penumpukan, pengomposan, pembakaran dan penimbunan (Keraf 2002). Penggolongan tersebut dianggap baik jika sampah yang diolah tidak mencemari udara, air atau tanah dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit. Penum-pukan, pembakaran dan penimbunan relatif lebih praktis bila dibandingkan dengan pe-ngomposan namun dapat menimbulkan resiko kebakaran, polusi dan banjir. Sedangkan apabila menggunakan sistem pengomposan, bahan-bahan yang terdekomposisi akan lebih terkondisikan dan prosesnya berlangsung lebih baik dengan bantuan organisme yang ada.
Vermicomposting merupakan salah satu metode pengomposan dengan bantuan cacing tanah. Mikroorganisme dan cacing tanah secara bersama-sama terlibat dalam pengu-raian bahan organik (Marsh 2003; Dominguez dan Edwards 2004). Penggunaan cacing tanah dalam pengomposan membutuhkan waktu relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan kompos biasa yang hanya mengandalkan aktifitas mikroorganisme (Dominguez et al
1997).
Proses vermicomposting dapat menghasil-kan dua macam produk, yakni cacing tanah dan kotoran cacing (kascing). Cacing tanah dapat memperbaiki kesuburan dan struktur dari tanah, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik, makanan dan obat-obatan. Sedangkan kascing yang dihasilkan kaya akan nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Teksturnya berupa partikel kecil yang mudah diserap oleh tumbuhan, berwarna kehitam-hitaman, tidak berbau, menarik dari segi estetika dan lebih stabil dari kompos konvensional (Riggle dan Holmes 1994).
Kascing juga memiliki nilai jual yang tinggi bila dibandingkan dengan kompos lainnya (Jumiono 2000).
Keberhasilan proses vermicomposting sangat ditentukan oleh media hidup (bedding) yang mengandung bahan organik. Bedding
dapat digunakan sebagai habitat hidup serta sumber pakan bagi cacing tanah. Media yang baik untuk hidup cacing tanah adalah kotoran ternak. Tetapi, apabila hal ini diterapkan ke masyarakat mungkin sebagian besar masya-rakat akan meninggalkannya karena terlihat kotor dan bau dari segi estetika. Oleh karena itu, pada penelitian ini bedding yang digu-nakan tidak menggudigu-nakan kotoran hewan ternak.
Penelitian mengenai vermicomposting ini telah banyak dilakukan. Namun, belum ada kejelasan mengenai jenis wadah sarang yang baik bagi cacing dalam proses vermicom-posting. Menurut Mashur et al (2001) jenis wadah sarang berpengaruh nyata terhadap produksi kokon dan kenaikan bobot cacing tanah.
Tujuan
Mengetahui jenis wadah sarang yang efektif dalam mengolah sampah organik dapur.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2006 hingga April 2007 di Labora-torium Zoologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
BAHAN DAN METODE
Persiapan Hewan Percobaan
Cacing yang digunakan ialah cacing
Eisenia foetida dewasa yang umum digunakan dalam proses vermicomposting (Dickerson 2001). Cacing diperoleh dari peternakan cacing di daerah Ciangsana, Kampung Ram-butan Jakarta. Perbanyakan dan pembudi-dayaan dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA-IPB dalam kondisi ruangan dengan menggunakan bakul dan ember plastik.
Persiapan Media Sarang Pemeliharaan
Sebelum percobaan dilakukan, cacing tanah dipelihara terlebih dahulu dalam media sarang yang terdiri atas tanah serta kotoran sapi yang telah dikering-anginkan selama satu minggu. Sebagai tambahan diberikan pula ampas tahu.
Perlakuan
Percobaan menggunakan tiga macam wadah yang berbeda, yakni: bakul, ember plastik (bagian dasarnya telah dilubangi), dan
(27)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas ma-nusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah seban-ding dengan tingkat konsumsi kita terhadap material yang digunakan sehari-hari. Jenis sampah juga tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia ataupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Keraf 2002). Data dari Dinas Kebersihan Kota Bogor (2001) menunjukkan komposisi sam-pah terbanyak berasal dari samsam-pah organik yang mencapai 68%.
Ada beberapa proses pengolahan sampah, diantaranya: penumpukan, pengomposan, pembakaran dan penimbunan (Keraf 2002). Penggolongan tersebut dianggap baik jika sampah yang diolah tidak mencemari udara, air atau tanah dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit. Penum-pukan, pembakaran dan penimbunan relatif lebih praktis bila dibandingkan dengan pe-ngomposan namun dapat menimbulkan resiko kebakaran, polusi dan banjir. Sedangkan apabila menggunakan sistem pengomposan, bahan-bahan yang terdekomposisi akan lebih terkondisikan dan prosesnya berlangsung lebih baik dengan bantuan organisme yang ada.
Vermicomposting merupakan salah satu metode pengomposan dengan bantuan cacing tanah. Mikroorganisme dan cacing tanah secara bersama-sama terlibat dalam pengu-raian bahan organik (Marsh 2003; Dominguez dan Edwards 2004). Penggunaan cacing tanah dalam pengomposan membutuhkan waktu relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan kompos biasa yang hanya mengandalkan aktifitas mikroorganisme (Dominguez et al
1997).
Proses vermicomposting dapat menghasil-kan dua macam produk, yakni cacing tanah dan kotoran cacing (kascing). Cacing tanah dapat memperbaiki kesuburan dan struktur dari tanah, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik, makanan dan obat-obatan. Sedangkan kascing yang dihasilkan kaya akan nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Teksturnya berupa partikel kecil yang mudah diserap oleh tumbuhan, berwarna kehitam-hitaman, tidak berbau, menarik dari segi estetika dan lebih stabil dari kompos konvensional (Riggle dan Holmes 1994).
Kascing juga memiliki nilai jual yang tinggi bila dibandingkan dengan kompos lainnya (Jumiono 2000).
Keberhasilan proses vermicomposting sangat ditentukan oleh media hidup (bedding) yang mengandung bahan organik. Bedding
dapat digunakan sebagai habitat hidup serta sumber pakan bagi cacing tanah. Media yang baik untuk hidup cacing tanah adalah kotoran ternak. Tetapi, apabila hal ini diterapkan ke masyarakat mungkin sebagian besar masya-rakat akan meninggalkannya karena terlihat kotor dan bau dari segi estetika. Oleh karena itu, pada penelitian ini bedding yang digu-nakan tidak menggudigu-nakan kotoran hewan ternak.
Penelitian mengenai vermicomposting ini telah banyak dilakukan. Namun, belum ada kejelasan mengenai jenis wadah sarang yang baik bagi cacing dalam proses vermicom-posting. Menurut Mashur et al (2001) jenis wadah sarang berpengaruh nyata terhadap produksi kokon dan kenaikan bobot cacing tanah.
Tujuan
Mengetahui jenis wadah sarang yang efektif dalam mengolah sampah organik dapur.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2006 hingga April 2007 di Labora-torium Zoologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
BAHAN DAN METODE
Persiapan Hewan Percobaan
Cacing yang digunakan ialah cacing
Eisenia foetida dewasa yang umum digunakan dalam proses vermicomposting (Dickerson 2001). Cacing diperoleh dari peternakan cacing di daerah Ciangsana, Kampung Ram-butan Jakarta. Perbanyakan dan pembudi-dayaan dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA-IPB dalam kondisi ruangan dengan menggunakan bakul dan ember plastik.
Persiapan Media Sarang Pemeliharaan
Sebelum percobaan dilakukan, cacing tanah dipelihara terlebih dahulu dalam media sarang yang terdiri atas tanah serta kotoran sapi yang telah dikering-anginkan selama satu minggu. Sebagai tambahan diberikan pula ampas tahu.
Perlakuan
Percobaan menggunakan tiga macam wadah yang berbeda, yakni: bakul, ember plastik (bagian dasarnya telah dilubangi), dan
(28)
pot tanah liat yang masing-masing bervolume 1.5 L dengan tiga ulangan. Tiap wadah tidak menggunakan kotoran sapi sebagai media hidupnya, namun diisi sobekan kertas HVS sebanyak 70 gram dengan lebar ± 2 cm (dibasahkan dengan air, namun tidak sampai menyebabkan air tergenang dan menetes), tanah 30 gram, sampah yang telah dikeringkan dalam oven sebanyak 20 gram dan cacing tanah yang telah dipuasakan selama satu hari sebanyak 10 ekor.
Sampah sayuran yang digunakan terdiri atas daun singkong, kol, bayam dan selada dengan perbandingan sama. Sayuran dicacah dan direndam terlebih dahulu selama 2 hari ke dalam air untuk meminimalisir bau yang ditimbulkan akibat proses pembusukan. Selan-jutnya ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes. Hal ini merujuk pada perco-baan yang telah dilakukan sebelum penelitian dimulai dengan menggunakan campuran EM4 dan pemaparan pada panas matahari selama 2 hari yang mengakibatkan bau yang menyengat dan berlendir pada sampah serta cacing banyak yang mengalami kematian.
Sedangkan tanah ditumbuk sampai halus dan disaring (≤ 1.7 mm). Tanah yang telah dihaluskan dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 80oC dan dibiarkan mendingin (Sulastri 2005). Kandungan tanah terdiri atas: 16% pasir, 28% debu dan 56% liat (Balai Penelitian Tanah 2007).
Semua bahan dimasukkan ke dalam tiap wadah. Tanah dan sampah diletakkan dalam potongan gelas plastik yang telah dilubangi sisi-sisinya. Sedangkan sobekan kertas diletakkan di bagian dasar wadah hingga menutupi gelas plastik yang telah berisi tanah dan sampah. Cacing tanah yang telah dipuasakan dimasukkan kedalam gelas plastik yang telah berisi sampah. Tiap wadah ditutup dengan plastik berwarna hitam yang telah dilubangi untuk sirkulasi udara. Air disemprotkan untuk menjaga kelembaban media. Pencatatan suhu dilakukan setiap hari pada pukul 12 siang.
Pemanenan kascing
Pemanenan dilakukan setelah 30 hari pemeliharaan. Saat pemanenan dilakukan pengukuran terhadap bobot cacing yang telah dipuasakan, jumlah cacing, jumlah kokon, bobot kering: kascing, tanah, kertas, dan sampah yang belum terdekomposisi. Jumlah cacing dan kokon dihitung secara manual. Kascing, tanah, kertas dan sampah yang belum terdekomposisi dipisahkan secara manual dan dikeringkan dengan oven lalu
ditimbang menggunakan timbangan digital
CHQ Pocket Scale PS 200A.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan satu faktor perlakuan yakni jenis wadah sarang yang terdiri atas bakul, ember plastik, dan pot tanah liat. Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati diuji lanjut dengan uji Duncan’s (α = 0.05) untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.
HASIL
Suhu ruangan dan media selama penga-matan
Suhu ruangan relatif stabil, berkisar antara 26-28oC dengan rataan 26.98oC. Rataan suhu media tertinggi terjadi pada wadah ember plastik sebesar 27oC, sedangkan pot tanah liat 25.93oC. Rataan suhu terendah terjadi pada wadah bakul, yakni 25.88oC (Gambar 1). 25 25,5 26 26,5 27 27,5
bakul ember pot
Jenis wadah Ra ta a n su hu me dia ( oC)
Gambar 1 Rataan suhu media pada jenis wa- dah berbeda.
Persentase pertambahan bobot cacing
Bobot cacing tanah saat pemanenan mengalami penurunan pada wadah bakul sebesar 1.54%. Pada wadah ember dan pot tanah liat mengalami kenaikan masing-masing 27.23% dan 25.96% (Gambar 2). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak mempengaruhi bobot tubuh cacing tanah (Tabel 1).
(29)
pot tanah liat yang masing-masing bervolume 1.5 L dengan tiga ulangan. Tiap wadah tidak menggunakan kotoran sapi sebagai media hidupnya, namun diisi sobekan kertas HVS sebanyak 70 gram dengan lebar ± 2 cm (dibasahkan dengan air, namun tidak sampai menyebabkan air tergenang dan menetes), tanah 30 gram, sampah yang telah dikeringkan dalam oven sebanyak 20 gram dan cacing tanah yang telah dipuasakan selama satu hari sebanyak 10 ekor.
Sampah sayuran yang digunakan terdiri atas daun singkong, kol, bayam dan selada dengan perbandingan sama. Sayuran dicacah dan direndam terlebih dahulu selama 2 hari ke dalam air untuk meminimalisir bau yang ditimbulkan akibat proses pembusukan. Selan-jutnya ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes. Hal ini merujuk pada perco-baan yang telah dilakukan sebelum penelitian dimulai dengan menggunakan campuran EM4 dan pemaparan pada panas matahari selama 2 hari yang mengakibatkan bau yang menyengat dan berlendir pada sampah serta cacing banyak yang mengalami kematian.
Sedangkan tanah ditumbuk sampai halus dan disaring (≤ 1.7 mm). Tanah yang telah dihaluskan dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 80oC dan dibiarkan mendingin (Sulastri 2005). Kandungan tanah terdiri atas: 16% pasir, 28% debu dan 56% liat (Balai Penelitian Tanah 2007).
Semua bahan dimasukkan ke dalam tiap wadah. Tanah dan sampah diletakkan dalam potongan gelas plastik yang telah dilubangi sisi-sisinya. Sedangkan sobekan kertas diletakkan di bagian dasar wadah hingga menutupi gelas plastik yang telah berisi tanah dan sampah. Cacing tanah yang telah dipuasakan dimasukkan kedalam gelas plastik yang telah berisi sampah. Tiap wadah ditutup dengan plastik berwarna hitam yang telah dilubangi untuk sirkulasi udara. Air disemprotkan untuk menjaga kelembaban media. Pencatatan suhu dilakukan setiap hari pada pukul 12 siang.
Pemanenan kascing
Pemanenan dilakukan setelah 30 hari pemeliharaan. Saat pemanenan dilakukan pengukuran terhadap bobot cacing yang telah dipuasakan, jumlah cacing, jumlah kokon, bobot kering: kascing, tanah, kertas, dan sampah yang belum terdekomposisi. Jumlah cacing dan kokon dihitung secara manual. Kascing, tanah, kertas dan sampah yang belum terdekomposisi dipisahkan secara manual dan dikeringkan dengan oven lalu
ditimbang menggunakan timbangan digital
CHQ Pocket Scale PS 200A.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan satu faktor perlakuan yakni jenis wadah sarang yang terdiri atas bakul, ember plastik, dan pot tanah liat. Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati diuji lanjut dengan uji Duncan’s (α = 0.05) untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.
HASIL
Suhu ruangan dan media selama penga-matan
Suhu ruangan relatif stabil, berkisar antara 26-28oC dengan rataan 26.98oC. Rataan suhu media tertinggi terjadi pada wadah ember plastik sebesar 27oC, sedangkan pot tanah liat 25.93oC. Rataan suhu terendah terjadi pada wadah bakul, yakni 25.88oC (Gambar 1). 25 25,5 26 26,5 27 27,5
bakul ember pot
Jenis wadah Ra ta a n su hu me dia ( oC)
Gambar 1 Rataan suhu media pada jenis wa- dah berbeda.
Persentase pertambahan bobot cacing
Bobot cacing tanah saat pemanenan mengalami penurunan pada wadah bakul sebesar 1.54%. Pada wadah ember dan pot tanah liat mengalami kenaikan masing-masing 27.23% dan 25.96% (Gambar 2). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak mempengaruhi bobot tubuh cacing tanah (Tabel 1).
(30)
0 0,5 1 1,5 2 2,5
bakul ember pot
Jenis wadah J u mla h ko ko n (b uti r )/ c ac ing / 3 0 ha ri 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
bakul ember pot
Jenis wadah R a ta an bo bot t u b uh cac in g (g ) awal akhir
Gambar 2 Rataan bobot tubuh (gram) per ca- cing pada jenis wadah berbeda.
Rataan jumlah cacing dan kokon
Jumlah tertinggi cacing tanah yang tetap hidup selama pengamatan terdapat pada wadah bakul dengan rataan 9.34 ekor (mortalitas 0.67%). Sedangkan pada ember dan pot masing-masing rataanya hanya 7 ekor (mortalitas 30%) dan 5.34 ekor (mortalitas 40.67%) cacing tanah (gambar 3).
Gambar 3 Rataan jumlah cacing pada jenis wadah berbeda
Produksi kokon tertinggi terdapat pada jenis wadah bakul dengan rataan 1.92 butir per cacing per 30 hari. Wadah pot memiliki rataan produksi kokon per cacing per 30 hari sebesar 0.87 butir, sedangkan terendah dialami oleh jenis wadah berupa ember plastik sebesar 0.54 butir per cacing per 30 hari (Gambar 4).
Gambar 4 Rataan jumlah kokon pada jenis wadah berbeda.
Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah cacing, namun berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah kokon yang dihasilkan (Tabel 1).
Rataan produksi kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing tanah
Pot merupakan jenis wadah yang memiliki rataan produksi kascing tertinggi sebesar 1,56 gram per cacing per 30 hari. Rataan produksi kascing pada bakul tidak jauh berbeda dengan pot sebesar 1.45 gram. Ember merupakan jenis wadah yang paling sedikit menghasilkan kascing yakni 0,95 gram per cacing per 30 hari (Gambar 5).
0 2 4 6 8 10 12
bakul ember pot
Jenis wadah Rat aan j u mlah ca cing/30 harii 0 0,5 1 1,5 2 2,5
bakul ember pot
Jenis wadah
Produksi kascin
g
(g)/
cacing/30 hari
Gambar 5 Rataan produksi kascing pada jenis wadah berbeda.
Cacing tanah yang terdapat pada pot memiliki persentase tertinggi dalam mencerna tanah sebesar 3.79% per cacing per 30 hari. Tanah yang dicerna pada wadah bakul sebesar 2.69% per cacing per 30 hari. Persentase terendah terdapat pada wadah ember sebesar 2.38% per cacing per 30 hari (Gambar 6).
(31)
Bobot sampah yang terdekomposisi oleh cacing tanah pada wadah pot memiliki persentase tertinggi dibandingkan ember dan bakul. Cacing tanah pada pot tanah liat mampu mendekomposisikan sampah sebesar 13.96% per cacing per 30 hari. Wadah berupa
0 1 2 3 4 5 6
bakul ember pot
Jenis wadah T ana h ya ng dic e rn a (%)/ ca ci ng/ 30 ha r i
ember plastik dan bakul masing-masing mampu mendekomposisikan sampah sebesar 12.51% per cacing per 30 hari dan 10.48% per cacing per 30 hari (Gambar 8).
0 2 4 6 8 10 12 14 16
bakul ember pot
Jenis wadah
Dekomposisi sampah (
%
)/
cacing/30hari
Gambar 6 Persentase bobot tanah yang dicer- na pada jenis wadah berbeda.
Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap rataan bobot kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing tanah dalam 30 hari (Tabel 1).
Persentase dekomposisi kertas dan sampah oleh cacing tanah
Di awal percobaan penggunaan kertas koran menyebabkan cacing tanah banyak yang mati, karena itu untuk sarang digunakan potongan kertas HVS. Persentase dekomposisi kertas oleh cacing tanah tertinggi terdapat pada wadah bakul, yakni 2.76% per cacing per 30 hari, sedangkan ember plastik dan pot masing-masing sebesar 1.32% per cacing per 30 hari dan 2.30% per cacing per 30 hari (Gambar 7).
Gambar 8 Persentase dekomposisi sampah pada jenis wadah berbeda.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap dekomposisi kertas dan dekomposisi sampah (Tabel 1).
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
bakul ember pot
Jenis wadah D e kom pos isi ke rt a s (%)/ ca cin g /3 0 ha ri
Gambar 7 Persentase dekomposisi kertas pa- jenis wadah berbeda.
Tabel 1 Analisis statistik parameter yang diamati setelah 30 hari
No. Parameter Perlakuan Nilai rataan Nilai
probabilitas
Bakul 0.32a
1 Bobot cacing (gram) Ember
Pot
0.34a 0.31a
0.5952 Bakul 9.34a
2 Jumlah cacing Ember
(ekor)
Pot
7.00a 5.34a
(32)
No. Parameter Perlakuan Nilai rataan Nilai probabilitas
Bakul 1.92a
3 Produksi kokon (butir) Ember 0.54b
Pot 0.87b 0.0052 Bakul 1.45a
4 Produksi kascing (gram) Ember 0.95a
Pot 1.56a 0.4324 Bakul 0.79a
5 Tanah yang tercerna Ember 0.75a
(gram)
Pot 1.36a 0.5353 Bakul 1.92a
6 Dekomposisi kertas Ember 0.95a
(gram)
Pot 1.74a 0.0565 Bakul 2.12a
7 Dekomposisi sampah Ember 2.55a
(gram)
Pot 3.02a 0.2567 *Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5%
PEMBAHASAN
Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis wadah hanya berpengaruh nyata (P=0.0052) terhadap rataan jumlah kokon. Bakul merupakan jenis wadah yang menghasilkan rataan jumlah kokon tertinggi dibandingkan wadah ember dan pot. Rataan jumlah kokon dari ketiga jenis wadah selama pengamatan jauh lebih sedikit bila dibanding-kan dengan pernyataan Mashur et al (2001) dimana seekor induk cacing E. foetida dewasa mampu menghasilkan kokon 7 butir selama 40 hari atau 1 butir kokon dihasilkan setiap 6 hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mashur et al (2001) menyatakan bahwa per-sentase produksi kokon tertinggi terjadi pada wadah ember. Perbedaan asupan makanan yang diberikan ke cacing mungkin menjadi penyebab sedikitnya jumlah kokon yang dihasilkan selama pengamatan. Mashur et al
(2001) menggunakan media hidup cacing tanah (bedding) berupa kotoran ternak. Menurut Garg et al (2005) kotoran ternak mempengaruhi pertumbuhan maupun repro-duksi cacing tanah. Kotoran ternak adalah sumber protein dan mineral yang dapat digunakan sebagai media hidup cacing tanah (Catalan 1981).
Kondisi suhu ruangan dan suhu media juga merupakan faktor yang mempengaruhi hidup cacing tanah. Suhu ruangan selama penelitian relatif stabil. Menurut Minnich (1977) dalam Permata (2006) suhu mem-pengaruhi aktifitas biologi cacing tanah se-perti metabolisme, pertumbuhan, respirasi, dan reproduksi. Rataan suhu media tiap jenis
wadah berbeda-beda pada tiap jenisnya. Perbedaan suhu media ini terjadi akibat struktur dan bahan wadah yang berbeda-beda. Bakul terbuat dari susunan anyaman bambu yang berpori dan memiliki celah disetiap sisi-sisinya. Penyerapan air yang berasal dari media oleh dinding bakul juga berlangsung cepat dan mampu bertahan lama pada dinding-dinding wadah tersebut, hal ini sangat membantu dalam proses aerasi dan ketaha-nannya dalam menjaga kelembaban media. Berbeda dengan wadah berupa pot tanah liat, air yang terserap tidak tahan lama sehingga media cepat kering. Ember plastik memiliki kelembaban media yang tinggi dibandingkan wadah lainnya (Mashur et al 2001). Penye-rapan air yang berasal dari media oleh dinding ember plastik tidak terjadi karena dinding wadah tersebut tidak berpori. Namun, tidak berporinya wadah plastik menyebabkan rataan suhu media cenderung tinggi. Penyerapan panas akibat proses pembusukan yang terjadi di dalam ember plastik juga menjadi terhambat dan media pun menjadi semakin panas. Mortalitas cacing tanah pada tiap jenis wadah tidak berbeda secara nyata (P=0.0582). Hal ini disebabkan suhu media yang terjadi selama pengamatan masih dalam kisaran suhu media optimum bagi hidup cacing tanah yakni sebesar 21.1-29.4oC (Sihombing 2002). Bobot tubuh cacing tanah pada tiap jenis wadah juga tidak berbeda secara nyata (P=0.5952). Menurut Edward dan Lofty (1972) penurunan dan kenaikan bobot tubuh cacing tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: suhu, kepadatan cacing tanah, nutrisi, kelembaban, dan faktor lainnya.
(33)
No. Parameter Perlakuan Nilai rataan Nilai probabilitas
Bakul 1.92a
3 Produksi kokon (butir) Ember 0.54b
Pot 0.87b 0.0052 Bakul 1.45a
4 Produksi kascing (gram) Ember 0.95a
Pot 1.56a 0.4324 Bakul 0.79a
5 Tanah yang tercerna Ember 0.75a
(gram)
Pot 1.36a 0.5353 Bakul 1.92a
6 Dekomposisi kertas Ember 0.95a
(gram)
Pot 1.74a 0.0565 Bakul 2.12a
7 Dekomposisi sampah Ember 2.55a
(gram)
Pot 3.02a 0.2567 *Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5%
PEMBAHASAN
Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis wadah hanya berpengaruh nyata (P=0.0052) terhadap rataan jumlah kokon. Bakul merupakan jenis wadah yang menghasilkan rataan jumlah kokon tertinggi dibandingkan wadah ember dan pot. Rataan jumlah kokon dari ketiga jenis wadah selama pengamatan jauh lebih sedikit bila dibanding-kan dengan pernyataan Mashur et al (2001) dimana seekor induk cacing E. foetida dewasa mampu menghasilkan kokon 7 butir selama 40 hari atau 1 butir kokon dihasilkan setiap 6 hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mashur et al (2001) menyatakan bahwa per-sentase produksi kokon tertinggi terjadi pada wadah ember. Perbedaan asupan makanan yang diberikan ke cacing mungkin menjadi penyebab sedikitnya jumlah kokon yang dihasilkan selama pengamatan. Mashur et al
(2001) menggunakan media hidup cacing tanah (bedding) berupa kotoran ternak. Menurut Garg et al (2005) kotoran ternak mempengaruhi pertumbuhan maupun repro-duksi cacing tanah. Kotoran ternak adalah sumber protein dan mineral yang dapat digunakan sebagai media hidup cacing tanah (Catalan 1981).
Kondisi suhu ruangan dan suhu media juga merupakan faktor yang mempengaruhi hidup cacing tanah. Suhu ruangan selama penelitian relatif stabil. Menurut Minnich (1977) dalam Permata (2006) suhu mem-pengaruhi aktifitas biologi cacing tanah se-perti metabolisme, pertumbuhan, respirasi, dan reproduksi. Rataan suhu media tiap jenis
wadah berbeda-beda pada tiap jenisnya. Perbedaan suhu media ini terjadi akibat struktur dan bahan wadah yang berbeda-beda. Bakul terbuat dari susunan anyaman bambu yang berpori dan memiliki celah disetiap sisi-sisinya. Penyerapan air yang berasal dari media oleh dinding bakul juga berlangsung cepat dan mampu bertahan lama pada dinding-dinding wadah tersebut, hal ini sangat membantu dalam proses aerasi dan ketaha-nannya dalam menjaga kelembaban media. Berbeda dengan wadah berupa pot tanah liat, air yang terserap tidak tahan lama sehingga media cepat kering. Ember plastik memiliki kelembaban media yang tinggi dibandingkan wadah lainnya (Mashur et al 2001). Penye-rapan air yang berasal dari media oleh dinding ember plastik tidak terjadi karena dinding wadah tersebut tidak berpori. Namun, tidak berporinya wadah plastik menyebabkan rataan suhu media cenderung tinggi. Penyerapan panas akibat proses pembusukan yang terjadi di dalam ember plastik juga menjadi terhambat dan media pun menjadi semakin panas. Mortalitas cacing tanah pada tiap jenis wadah tidak berbeda secara nyata (P=0.0582). Hal ini disebabkan suhu media yang terjadi selama pengamatan masih dalam kisaran suhu media optimum bagi hidup cacing tanah yakni sebesar 21.1-29.4oC (Sihombing 2002). Bobot tubuh cacing tanah pada tiap jenis wadah juga tidak berbeda secara nyata (P=0.5952). Menurut Edward dan Lofty (1972) penurunan dan kenaikan bobot tubuh cacing tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: suhu, kepadatan cacing tanah, nutrisi, kelembaban, dan faktor lainnya.
(1)
Lampiran 1 Data rataan suhu harian media per 30 hari (oC)
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 25.88 25.83 25.93 25.88 0.050 Ember 27.03 27 26.98 27.01 0,025 Pot 25.97 25.97 25.85 25.93 0,065
Lampiran 2 Data rataan bobot tubuh (gram) per cacing tanah per 30 hari ULANGAN
1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI JENIS
WADAH
awal akhir awal akhir awal akhir awal akhir awal akhir
Bakul 0.37 0.36 0.33 0.32 0.27 0.28 0.33 0.32 0.050 0.041
Ember 0.28 0.40 0.29 0.31 0.24 0.32 0.27 0.34 0.028 0.048
Pot 0.22 0.27 0.27 0.30 0.24 0.34 0.22 0.31 0.024 0.033
Lampiran 3 Data rataan jumlah akhir cacing tanah (ekor)
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 10 8 10 9.34 1.155
Ember 6 8 7 7 1
Pot 8 4 4 5.34 2.310
Lampiran 4 Data rataan produksi kokon (butir) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 2.30 1.87 1.60 1.92 0.353 Ember 0.83 0.37 0.43 0.54 0.250 Pot 0.87 1.25 0.50 0.87 0.375
Lampiran 5 Data rataan produksi kascing (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 2.10 1.16 1.10 1.45 0.560 Ember 1.67 0.54 0.66 0.95 0.620
Pot 1.04 1.55 2.08 1.56 0.519
Lampiran 6 Data rataan bobot tanah yang dicerna (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 1.11 0.59 0.68 0.79 0.279 Ember 1.43 0.64 0.18 0.75 0.633 Pot 0.48 1.14 2.45 1.36 1.006
(2)
Lampiran 7 Data rataan bobot kertas yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 2.37 1.72 1.67 1.92 0.396 Ember 1.31 0.72 0.83 0.95 0.316
Pot 1.22 1.79 2.19 1.74 0.485
Lampiran 8 Data rataan bobot sampah yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari
ULANGAN JENIS
WADAH 1 2 3 RATAAN
STANDAR DEVIASI
Bakul 1.97 2.48 1.91 2.12 0.316 Ember 3.04 2.09 2.51 2.55 0.477
Pot 2.10 3.79 3.17 3.02 0.858
Lampiran 9 Analisis sidik ragam bobot tubuh per cacing tanah per 30 hari
The SAS System Analysis of Variance Procedure
Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: BA_CNG (Bobot Akhir Tubuh Cacing)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 0.00193689 0.00096844 0.57 0.5952 Error 6 0.01025800 0.00170967
Corrected Total 8 0.01219489
R-Square C.V. Root MSE BA_CNG Mean 0.158828 12.79687 0.04134812 0.32311111
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BA_CNG Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.00171
Number of Means 2 3 Critical Range 08261 .08562
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 0.34267 3 EMBER A 0.31933 3 BAKUL A 0.30733 3 POT
(3)
Lampiran 10 Analisis sidik ragam jumlah akhir cacing tanah The SAS System Analysis of Variance Procedure
Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: JA_CNG (Jumlah Akhir Cacing)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 24.22222222 12.11111111 4.74 0.0582 Error 6 15.33333333 2.55555556
Corrected Total 8 39.55555556
R-Square C.V. Root MSE JA_CNG Mean 0.612360 22.13461 1.59861051 7.22222222
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JA_CNG Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 2.555556
Number of Means 2 3 Critical Range 3.194 3.310
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 9.333 3 BAKUL A 7.000 3 EMBER A 5.333 3 POT
Lampiran 11 Analisis sidik ragam produksi kokon per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: JM_KOKON (Jumlah Kokon)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 3.12390556 1.56195278 14.31 0.0052
(4)
R-Square C.V. Root MSE JM_KOKON Mean 0.826651 29.66407 0.33042481 1.11388889
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JM_KOKON Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.109181
Number of Means 2 3 Critical Range 6602 .6842
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.9250 3 BAKUL B 0.8733 3 POT
B 0.5433 3 EMBER
Lampiran 12 Analisis sidik ragam produksi kascing per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BKSC (Bobot Kascing)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 0.62379144 0.31189572 0.97 0.4324 Error 6 1.93439788 0.32239965
Corrected Total 8 2.55818932
R-Square C.V. Root MSE BKSC Mean 0.243841 42.95676 0.56780247 1.32180000
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BKSC Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.3224
Number of Means 2 3 Critical Range 1.134 1.176
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.5596 3 POT A 1.4510 3 BAKUL
(5)
Lampiran 13 Analisis sidik ragam bobot tanah yang dicerna per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BTNH (Bobot Tanah)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 0.69036536 0.34518268 0.69 0.5353 Error 6 2.98108137 0.49684690
Corrected Total 8 3.67144673
R-Square C.V. Root MSE BTNH Mean 0.188036 72.89116 0.70487367 0.96702222
The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BTNH
Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.496847 Number of Means 2 3
Critical Range 1.408 1.460
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.3579 3 POT A 0.7928 3 BAKUL
A 0.7503 3 EMBER
Lampiran 14 Analisis sidik ragam bobot kertas yang didekomposisi per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BKTS (Bobot Kertas)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F JENIS 2 1.57991672 0.78995836 4.82 0.0565
(6)
R-Square C.V. Root MSE BKTS Mean 0.616350 26.34547 0.40485076 1.53670000 The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BKTS Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.163904 Number of Means 2 3
Critical Range 8088 .8383
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 1.9204 3 BAKUL A 1.7358 3 POT
A 0.9538 3 EMBER
Lampiran 15 Analisis sidik ragam sampah yang didekomposisi (gram) per cacing per 30 hari The SAS System
Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class Levels Values
JENIS 3 BAKUL EMBER POT ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 9
The SAS System
Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: BKSPH (Bobot Sampah)
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
JENIS 2 1.22064022 0.61032011 1.72 0.2567 Error 6 2.12816706 0.35469451
Corrected Total 8 3.34880728
R-Square C.V. Root MSE BKSPH Mean 0.364500 23.22645 0.59556235 2.56415556 The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BKSPH Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 0.354695 Number of Means 2 3 Critical Range 1.190 1.233
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JENIS
A 3.0229 3 POT A 2.5483 3 EMBER A 2.1213 3 BAKUL