Aplikasi Boron Dan Pengelolaan Serbuk Sari Untuk Produksi Benih Cabai Hibrida Ipb

APLIKASI BORON DAN PENGELOLAAN SERBUK SARI
UNTUK PRODUKSI BENIH CABAI HIBRIDA IPB

MEUTIA RAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Boron dan
Pengelolaan Serbuk Sari dalam Produksi Benih Cabai Hibrida IPB adalah benar
karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Meutia Rahmi
NIM A251110021

RINGKASAN
MEUTIA RAHMI. Aplikasi Boron dan Pengelolaan Serbuk Sari untuk Produksi
Benih Cabai Hibrida IPB. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI, TATIEK
KARTIKA SUHARSI dan MUHAMAD SYUKUR.
Tingginya permintaan cabai di tingkat nasional menyebabkan pemulia
berusaha melakukan perakitan varietas unggul yang sesuai dengan kebutuhan
pasar dan sesuai di berbagai daerah di Indonesia. Pemulia IPB saat ini telah
menghasilkan beberapa varietas hibrida seperti IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3,
IPB CH4 dan IPB CH25 dengan potensi hasil 16–23 ton ha-1 yang merupakan
peluang untuk meningkatkan produksi cabai hibrida untuk memenuhi kebutuhan.
Salah satu cara untuk menunjang hal ini yaitu dengan pengelolaan serbuk sari.
Tujuan penelitian 1) untuk menentukan media pengecambahan serbuk sari
cabai khususnya pada genotipe IPB C5, IPB C174 dan IPB C291, 2) mempelajari
pengaruh aplikasi boron terhadap pembungaan dan produksi benih serta 3)
mengetahui perubahan viabilitas serbuk sari selama penyimpanan dan potensinya

untuk produksi benih hibrida.
Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan yang dilaksanakan di Kebun
Percobaan IPB Leuwikopo dan Cikabayan, serta Laboratorium Biologi
Reproduksi dan Biofisik Benih IPB pada bulan April 2014 sampai Oktober 2015.
Percobaan I menentukan media yang tepat untuk perkecambahan serbuk sari cabai
genotipe IPB C5, IPB C174 dan IPB C291. Rancangan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap dua faktor dengan enam ulangan. Faktor pertama adalah
media perkecambahan yang terdiri dari M1, M2, M3, M4 dan M5. Faktor ke dua
adalah lama inkubasi yang terdiri atas 2, 4 dan 6 jam setelah inkubasi (JSI).
Percobaan II yaitu penentuan dosis boron yang optimum untuk pertumbuhan,
viabilitas serbuk sari dan untuk produksi benih. Genotipe yang digunakan dalam
percobaan ini adalah genotipe cabai IPB C5. Percobaan ini menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak dua faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan
terdiri atas boron 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 kg ha -1 serta waktu aplikasi 1 kali pada
25 HST dan 2 kali aplikasi pada 25 dan 40 HST. Percobaan III tahap
penyimpanan serbuk sari selama 60 hari menggunakan rancangan kelompok
lengkap teracak satu faktor yaitu faktor lama simpan serbuk sari 0, 5, 10, 15, 20,
25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 dan 60 hari. Pada percobaan ini, genotipe yang
digunakan adalah IPB C5 sebagai tetua jantan, sedangkan tetua betina digunakan
genotipe IPB C2 dan IPB C145.

Hasil percobaan I menunjukkan bahwa media M3 (PGM) adalah media
yang tepat untuk menguji perkecambahan serbuk sari cabai IPB C5, IPB C174
dan IPB C291 secara in vitro. Lama inkubasi yang digunakan untuk mengetahui
daya berkecambah serbuk sari adalah 2 jam setelah inkubasi (JSI), penambahan
waktu inkubasi selama 4 dan 6 JSI tidak memperlihatkan adanya peningkatan
daya berkecambah serbuk sari. Pertumbuhan panjang tabung serbuk sari
dipengaruhi oleh media perkecambahan dan lama inkubasi. Pada media M3,
inkubasi selama 2 jam menghasilkan panjang tabung serbuk sari IPB C5,IPB
C174 dan IPB C291 masing-masing sepanjang 0.17, 0.14 dan 0.16 cm, setelah
inkubasi selama 4 jam masing-masing sepanjang 0.21, 0.29 dan 0.28 cm,

sementara setelah inkubasi selama 6 jam masing-masing genotipe menghasilkan
tabung serbuk sari sepanjang 0.32, 0.52 dan 1.85 cm.
Aplikasi boron mempengaruhi pertumbuhan generatif. Aplikasi boron (1.01.5 kg ha-1) meningkatkan jumlah bunga cabai, bobot antera, daya berkecambah
serbuk sari, jumlah buah, bobot buah, dan jumlah biji per buah yang merupakan
komponen produksi benih, serta meningkatkan mutu fisiologis benih melalui
peningkatan daya berkecambah dan indeks vigor benih.
Hasil percobaan III menunjukkan bahwa setelah disimpan selama 60 hari,
viabilitas serbuk sari cabai genotipe IPB C5 menurun sebanyak 18.7%, dari 74.8%
menjadi 60.8%. Pemanfaatan serbuk sari yang telah disimpan ini untuk

penyerbukan dalam produksi benih hibrida menghasilkan pembentukan buah pada
tetua betina IPB C2 berkisar antara 36.67–61.39% dan pada IPB C145 berkisar
59.55-78.69% dan pembentukan biji masing-masing berkisar antara 35.10-40.63%
dan 47.81-58.78%, yang semuanya tidak berbeda nyata dengan pembentukan
buah dan pembentukan biji menggunakan serbuk sari segar. Daya berkecambah
benih hibrida (IPB C2 x IPB C5) yaitu 86.00–94.33% dan 84.33-89.33% (IPB
C145 x IPB C5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan serbuk
sari cabai yang sudah disimpan sampai dengan 60 hari tidak menurunkan produksi
maupun mutu benih hibrida yang dihasilkan.
Kata kunci:

inkubasi, media perkecambahan, mutu benih, pembentukan biji,
pembentukan buah

SUMMARY
MEUTIA RAHMI. Application of Boron and Pollen Management for production
of IPB Chili Hybrid Seed. Supervised by ENDAH RETNO PALUPI, TATIEK
KARTIKA SUHARSI and MUHAMAD SYUKUR.
The high national demand for chili encourages breeders to create high
yielding varieties appopriate for the market and suitable for various locations.

Breeders at IPB have been produced several hybrid varieties such as IPB CH1,
IPB CH2, IPB CH3, IPB CH4 and IPB CH25 with potential yields between 16-23
ton ha-1 which opens up an opportunity to increase production. Therefore the
hybrid seeds have to be readily available for the farmers. Production of the chili
hybrid seeds could be enhanced by pollen management.
The objectives of this research were 1) to determine the most suitable pollen
germination medium for chili especially male parental stock of IPB C5, IPB C174
and IPB C291, 2) to study the effect of boron application on flowering and seed
production and 3) to determine the trend of pollen viability during storage for
hybrid seed production.
This study consisted of three experiments which carried out at one of IPB
experimental station at Leuwikopo and Cikabayan. Pollen handling and testing
was carried out in Laboratory of Reproductive Biology and Seed Biophysics
during April 2014 until October 2015. Experiment I was aimed at determining the
most suitable germination medium for chili pollen of IPB C5, IPB C174 and IPB
C291 genotypes. The experiment was arranged incompletely randomized design
with six replications of two factors. The first factor was germination medium
consisted of M1, M2, M3, M4 and M5. The second was duration of incubation i.e.
2, 4 and 6 hours after incubation (HAI). The second experiment was aimed at
determining the optimum dose of boron for plant growth, pollen viability and seed

production. IPB C5 was used planting material in the second experiment that was
arranged in completely randomized block design with three replications of two
factors. The treatment consisted of boron dosage i.e. 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 kg
ha-1 and time of the application, i.e. 25 day after planting (DAP) and 40 DAP.
The third experiment was arranged in completely randomized block design with
storage period as the factor, i.e. 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 and 60
days after storage (DAS). IPB C5 was used as male parent, while IPB C2 and IPB
C145 were used as female parents for hybrid seed production.
Result of the first experiment showed that M3 (PGM) was the most suitable
medium for pollen germination of IPB C5, IPB C174 and IPB C291. The pollen
needed to be incubated for 2 hour preceding observation of pollen germination.
Prolonged incubation did not increase germination, but lengthening the pollen
tube. Nevertheless, it was unnecessary as the longer the pollen tube the more
difficult the observation would be. Pollen tube length on M3 medium and
incubated for 2, 4, and 6 h were ranged 0.17, 0.21 and 0.32 cm for IPB C5, 0.14,
0.29 cm and 0.52 for IPB C174 and 0.16, 0.28 and 1.85 cm for IPB C291.
Application of boron at 1.0-1.5 kg ha-1 increased number of flowers per
plant, weight of anther, pollen germination, number of fruit, weight of fruit,
number of seeds per fruit and increased seed germination and vigor index, hence
improved seed quality.


The result of third experiment showed that viability of IPB C5 pollen in
significantly decreased from 74.8% to 60.8% after being stored at -20 ± 2 oC for
60 days, therefore could be used for pollination in hybrid seed production.
Pollination with the stored pollen yielded in fruit set of IPB C2 and IPB C145
(female parents) ranged between 36.67-61.39% and 59.55-78.69%, and seed set
of 35.10-40.63% and 47.81-58.78% respectively. The hybrid seeds had high
germination percentage ranged 86.00-94.33% (IPB C2 x IPB C5) and 84.3389.33% (IPB C145 x IPB C5). This study showed that production of hybrid seed
using stored pollen did not reduce seed production and quality.
Keywords: fruit set, germination medium, incubation, seed quality, seed set

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


APLIKASI BORON DAN PENGELOLAAN SERBUK SARI
UNTUK PRODUKSI BENIH CABAI HIBRIDA IPB

MEUTIA RAHMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr

Judul Tesis : Aplikasi Boron dan Pengelolaan Serbuk Sari untuk Produksi

Benih Cabai Hibrida IPB
Nama
: Meutia Rahmi
NIM
: A251110021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Ketua

Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS
Anggota

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 03 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis dengan judul
“Aplikasi Boron dan Pengelolaan Serbuk Sari dalam Produksi Benih Cabai
Hibrida IPB” ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian
Bogor. Artikel berjudul Penentuan Media Perkecambahan Serbuk Sari Tetua
Jantan Cabai Hibrida IPB akan diterbitkan pada Jurnal Hortikultura. Karya

ilmiah tersebut merupakan bagian dari tesis penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endah Retno Palupi MSc, Dr
Dra Tatik Kartika Suharsi MS dan Prof Dr Muhamad Syukur SP, MSi selaku
pembimbing atas bimbingan, waktu, tenaga, saran dan kontribusinya yang luar
biasa selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, kepada Prof Dr Ir
Memen Surahman MScAgr selaku penguji luar komisi atas arahan dan masukan
pada saat ujian tesis, serta Dr Ir M. Rahmad Suhartanto MSi selaku sekretaris
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas arahan dan masukan selama ujian
tesis. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan untuk kedua
orang tua, suami, anak dan adik-adikku atas semua doa dan dukungannya yang
tak terhingga dalam penyelesaian studi ini. Kepada teman-teman “keluarga
benih”, terima kasih atas dorongan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Teman-teman di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, terima kasih atas bantuan
dan masukannya selama ini kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Meutia Rahmi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Fenologi Pembungaan Tanaman Cabai
Varietas Cabai Hibrida
Boron
Viabilitas Serbuk sari
Penyimpanan Serbuk Sari
Metode Pengecambahan

3
3
3
4
5
6
6

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian

7
7
7
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Morfologi Bunga Cabai
Pengujian Media Perkecambahan Serbuk Sari Cabai
Pengaruh aplikasi boron terhadap pertumbuhan, pembungaan dan
produksi benih
Penyimpanan Serbuk Sari Cabai
Korelasi antar Peubah

12
12
13
14

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

28
28
28

6 DAFTAR PUSTAKA

28

7 LAMPIRAN

33

8 RIWAYAT HIDUP

38

17
21
26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Komponen media perkecambahan serbuk sari cabai
Pengaruh dosis boron dan waktu aplikasi terhadap tinggi tanaman dan
tinggi dikotomus
Pengaruh dosis boron dan waktu aplikasi terhadap jumlah bunga,
bobot antera dan daya berkecambah serbuk sari
Pengaruh dosis boron dan waktu aplikasi terhadap jumlah buah, bobot
per buah dan jumlah biji per buah
Pengaruh dosis boron dan waktu aplikasi terhadap mutu fisik dan
mutu fisiologis benih
Pengaruh lama simpan terhadap daya berkecambah, indeks vigor,
kecepatan tumbuh dan bobot kering kecambah normal pada IPB C2
Pengaruh lama simpan terhadap daya berkecambah, indeks vigor,
kecepatan tumbuh dan bobot kering kecambah normal pada IPB C145

8
18
19
20
21
25
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Morfologi bunga tiga genotipe cabai IPB
Daya berkecambah serbuk sari tiga genotipe cabai IPB pada berbagai
media perkecambahan
Panjang tabung serbuk sari tiga genotipe cabai IPB pada berbagai
media perkecambahan
Serbuk sari cabai
Kurva regresi penurunan daya berkecambah serbuk sari cabai genotipe
IPB C5 terhadap lama simpan serbuk sari
Respon persentase pembentukan buah dan biji terhadap lama simpan
serbuk sari
Respon bobot buah dan bobot 100 butir terhadap lama simpan serbuk
sari
Korelasi antara daya berkecambah serbuk sari cabai IPB C5 dengan
pembentukan biji
Korelasi antara daya berkecambah serbuk sari cabai IPB C5 dengan
bobot 100 butir benih

13
15
15
16
22
23
24
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Deskripsi cabai besar IPB C5 (Varietas Perbani)
Deskripsi cabai besar IPB C2 (Varietas Makmur)
Hasil analisis contoh tanah
Rata-rata data iklim Tahun 2014 dan 2015
Pengaruh lama simpan terhadap pembentukan buah, pembentukan
biji, bobot buah dan bobot 100 butir pada IPB C2
Pengaruh lama simpan terhadap pembentukan buah, pembentukan
biji, bobot buah dan bobot 100 butir pada IPB C145

33
34
35
35
36
37

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan dengan
tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Tingginya permintaan cabai di tingkat
nasional menyebabkan pemulia berusaha melakukan perakitan varietas unggul
yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan sesuai di berbagai daerah di Indonesia.
Berdasarkan ukuran, buah cabai terdiri atas cabai besar, keriting dan rawit.
Setiap tipe ini memiliki karakter tertentu yang menjadi suatu keunggulan seperti
berdasarkan bobot buah, jumlah buah dan tingkat kepedasannya. Perbedaan
karakter tersebut yang selanjutnya menjadi suatu pengembangan dan
pembentukan cabai tipe baru dengan memiliki keunggulan gabungan (Syukur et
al. 2010a). Beberapa varietas cabai hibrida yang telah dihasilkan oleh pemulia
IPB adalah IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3, IPB CH4 dan IPB CH25 dengan
potensi hasil 16 – 23 ton ha-1 (Syukur et al. 2010b). Cabai hibrida unggul yang
banyak diminati oleh masyarakat adalah IPB CH3. Cabai varietas IPB CH3 ini
memiliki keunggulan mulai dari umur berbunga dan umur panen yang berumur
genjah, bobot buah yang tinggi serta rasanya yang sangat pedas. Hibrida IPB
CH3 merupakan hasil persilangan dari genotipe cabai IPB C2 dan IPB C5.
Kedua genotipe ini merupakan plasma nutfah lokal.
Tingginya potensi hasil dan minat masyarakat pada cabai hibrida ini
menjadi peluang untuk memproduksi benih hibrida secara masal. Salah satu
cara untuk menunjang hal ini yaitu dengan pengelolaan serbuk sari. Pengelolaan
serbuk sari mulai dikembangkan sebagai usaha mencegah terjadinya penyalah
gunaan materi genetik. Pemanfaatan serbuk sari dalam produksi benih hibrida
selama ini sudah banyak dilakukan terutama pada Cucurbitaceae dan
Solanaceae.
Sistem kerjasama kemitraan untuk produksi benih hibrida memerlukan
jaminan ketersediaan serbuk sari dengan viabilitas tinggi. Teknologi pengelolaan
serbuk sari untuk produksi benih hibrida dimulai dari tahap pemanenan bunga
dari tetua jantan, ekstraksi serbuk sari, pengeringan, penyimpanan dan
penyerbukan. Ketepatan dari setiap tahap dalam pengelolaan serbuk sari sangat
menentukan viabilitas serbuk sari tersebut. Dalam pengelolaannya, pengujian
serbuk sari merupakan langkah penting untuk mengetahui viabilitas serbuk sari
yang akan digunakan. Pengujian viabilitas serbuk sari dapat dilakukan dengan
pengecambahan secara in vitro dengan menggunakan media perkecambahan.
Media pengecambahan serbuk sari pertama kali diformulasikan oleh
Brewbaker dan Kwack (1964) yang dikenal dengan Brewbaker‟s solution. Sejak
saat itu formula media pengecambahan serbuk sari dikembangkan dan
dimodifikasi oleh para peneliti untuk mendapatkan media yang tepat untuk
setiap jenis tanaman. Schreiber dan Dresselhaus (2003) menambahkan PEG
4000 dalam media pengecambahan serbuk sari dan dilaporkan dapat digunakan
untuk pengecambahan berbagai serbuk sari tanaman monokotil dan dikotil.
Pada cabai, media pengecambahan telah dilaporkan oleh Mercado et al. (1994)
pada serbuk sari cabai (Capsicum annuum F1 hibrid „Latino‟) yang mengandung
5–10% sukrosa, 0.1 mM H3BO3 dan 1 mM CaCl2. Media perkecambahan

2
serbuk sari cabai yang dapat menggambarkan potensinya untuk produksi benih
dan pengaruhnya terhadap mutu benih belum pernah dilaporkan dan perlu
dikembangkan sebagai dasar penentuan standar operasional baku dalam
produksi benih hibrida.
Viabilitas serbuk sari merupakan faktor penting dalam keberhasilan
persilangan tanaman dan pembentukan benih. Viabilitas serbuk sari dapat
ditingkatkan melalui aplikasi boron. Johri dan Vasil (1961) telah mengemukakan
bahwa keberadaan unsur boron sangat penting selama proses pertumbuhan
tabung serbuk sari. Marschner (2012) juga menyatakan bahwa defisiensi unsur
boron pada tanaman dapat dideteksi melalui rendahnya pembentukan tunas,
bunga dan buah, rendahnya kualitas buah dan rendahnya viabilitas benih.
Wahyuningsih (2007) melaporkan bahwa viabilitas serbuk sari berpengaruh
terhadap pembentukan buah cabai. Jeanine et al. (2003) dan Meena (2010)
melaporkan pentingnya boron pada pertumbuhan fase generatif tanaman tomat,
akan tetapi perannya dalam perkecambahan serbuk sari tidak dilaporkan. Oleh
karena itu pengaruh boron selama fase pertumbuhan tanaman cabai perlu diamati
untuk mengetahui kebutuhan unsur mikro ini selama pertumbuhan dan
perkembangan tanaman cabai.
Teknologi penyimpanan serbuk sari adalah suatu langkah penting yang
harus dilakukan untuk menunjang sistem kerjasama kemitraan dalam produksi
benih hibrida. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan viabilitas serbuk sari.
Serbuk sari famili Solanaceae memiliki daya simpan sedang, sekitar 1–3 bulan
(Barnabas & Kovack 1997). Yogeesha et al. (1999) menyatakan bahwa serbuk
sari tomat varietas Pusa Gaurav dan Chikoo dapat dipertahankan viabilitasnya
pada ruang bersuhu 26 0C dan kelembaban 47% selama lima hari, sementara
penyimpanan dalam refrigerator bersuhu 9-10 0C dapat mempertahankan
viabilitas sampai tujuh hari. Menurut Rajasekharan dan Ganeshan (2003)
viabilitas serbuk sari Capsicum chinense dan Capsicum paerternissum yang
disimpan dalam nitrogen cair (-1960C) dapat dipertahankan selama 48 hari
setelah simpan. Namun demikian sampai saat ini belum diteliti potensi serbuk
sari yang telah disimpan untuk produksi benih hibrida.
Rangkaian penelitian ini mencakup penentuan media perkecambahan
serbuk sari cabai yang dapat mendeskripsikan potensinya untuk produksi benih
hibrida, upaya peningkatan viabilitas dan produksi serbuk sari melalui aplikasi
boron dan penentuan lama simpan serbuk sari yang efektif untuk produksi benih.
Tujuan
Tujuan penelitian adalah
1. Mendapatkan media pengecambahan serbuk sari secara in vitro.
2. Mendapatkan informasi terkait pengaruh aplikasi boron terhadap
pertumbuhan tanaman, viabilitas serbuk sari dan produksi benih tanaman
cabai hibrida.
3. Mendapatkan informasi terkait perubahan viabilitas serbuk sari cabai selama
penyimpanan dan potensinya untuk produksi benih hibrida.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Fenologi Pembungaan Tanaman Cabai
Cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Bunga cabai termasuk
hemaprodit, dimana organ jantan (stamen) dan organ betina (pistil) berada dalam
satu bunga (Bosland dan Votava 2000). Kivadasannavar (2008) menyatakan
bahwa cabai memiliki tingkat penyerbukan silang yang cukup tinggi yaitu
mencapai 63%. Potensi tanaman cabai untuk melakukan penyerbukan silang
dibuktikan oleh tingginya keberhasilan perakitan berbagai varietas cabai hibrida.
Varietas hibrida dibentuk sebagai salah satu usaha pemuliaan tanaman.
Tingkat penyerbukan silang juga bergantung pada struktur bunga pada
setiap genotipe yang berbeda. Potensi hasil benih cabai hibrida bergantung pada
masa reseptif stigma, tingkat calon bunga untuk emaskulasi, waktu yang cocok
untuk penyerbukan, viabilitas serbuk sari, jumlah polinator yang tersedia untuk
mengoptimalkan persentase pembentukan biji dan jumlah buah per tanaman
untuk menghasilkan benih hibrida yang berkualitas. Menurut Kivadasannavar
(2008) emaskulasi dan penyerbukan bunga cabai dapat dilakukan secara
bersamaan. Waktu emaskulasi dan penyerbukan berkaitan erat dengan masa
antesis bunga, yaitu waktu stigma reseptif dan serbuk sari viabel. Antesis pada
tanaman cabai ditunjukkan saat bunga mulai mekar.
Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
produksi bunga, viabilitas serbuk sari, masa reseptif stigma, keberhasilan
penyerbukan, persentase pembentukan buah dan persentase pembentukan biji.
Inisiasi bunga dan masa antesis terjadi pada suhu optimum antara 20-25 0C suhu
siang dan 18 0C suhu malam (Charles dan Harris 1972; Aloni et al. 1999).
Charles dan Harris (1972) juga mengemukakan bahwa suhu rendah dapat
menunda waktu antesis bunga. Suhu dibawah 12.8 0C berakibat pada rendahnya
fruit set, karena dapat menurunkan tingkat viabilitas serbuk sari yang
mengakibatkan serbuk sari tidak mampu berkecambah dan melakukan
pembuahan. Suhu tinggi juga mampu menurunkan viabilitas serbuk sari. Serbuk
sari akan mudah mengering dan pecah sehingga tidak dapat digunakan untuk
penyerbukan.
Varietas Cabai Hibrida
Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau
lebih tetua (galur murni) yang mempunyai sifat unggul (Roy 2000). Keunggulan
hibrida dikaitkan dengan fenomena heterosis (Roy 2000; Sujiprihati et al. 2007).
Nilai heterosis pada hasil persilangan dialel tanaman cabai dapat mencapai 63%
(Sujiprihati et al. 2007) sedangkan Mantri (2006) menyatakan bahwa nilai
heterosis pada cabai dapat mencapai lebih dari 100%. Nilai heterosis yang tinggi
pada cabai diduga karena tanaman cabai memiliki kemampuan yang cukup
tinggi untuk melakukan penyerbukan silang secara alami.
Tingginya keberhasilan persilangan cabai dibuktikan oleh pemulia
Departemen Agromoni dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Beberapa
varietas cabai hibrida yang telah berhasil dilepas diantaranya adalah IPB CH1,
IPB CH2, IPB CH3, IPB CH4 dan IPB CH25. Salah satu varietas cabai hibrida

4
unggulan IPB adalah IPB CH3. Varietas cabai IPB CH3 ini memiliki
keunggulan mulai dari umur berbunga yang genjah 22.75 ± 4.1 hari setelah
tanam (HST), waktu berbunga 70.00 ± 8.0 (HST), bobot per buah 17.12 gram,
bobot buah per tanaman 1176.87 gram, panjang buah 13.88 ± 1.00 cm dan
diameter buah 1.40 ± 0.11 cm.
Varietas IPB CH3 merupakan hasil persilangan dari genotipe cabai IPB C2
dan IPB C5. Ritonga (2013) mengemukakan bahwa populasi IPB C2 x IPB C5
memiliki nilai heterosis dan inbreeding depression yang tinggi. Syukur et
al.(2012) telah mengemukakan bahwa populasi cabai yang memiliki nilai
heterosis dan inbreeding depression yang tinggi diarahkan untuk menjadi
varietas hibrida. Populasi cabai dengan nilai heterosis dan inbreeding depression
dapat dibentuk dari genotipe-genotipe cabai yang memiliki tingkat crossability
yang tinggi dan memiliki posisi stigma yang berada lebih tinggi dibandingkan
antera. Tingginya nilai crossability dan posisi stigma yang lebih tinggi dari
antera seperti pada genotipe IPB C2 memudahkan kegiatan persilangan pada
saat produksi benih hibrida.
Produksi benih cabai hibrida selama ini dilakukan dengan penyerbukan
manual. Tahap penyerbukan ini diperlukan keterampilan terutama saat
melakukan kastrasi dan emaskulasi yang sangat mempengaruhi hasil biji dan
kemurnian genetiknya (Tay 2002). Berke (2000) juga mengemukakan salah satu
faktor penting dalam produksi benih hibrida adalah waktu untuk emaskulasi dan
penyerbukan yaitu saat embun telah mengering dan suhu lingkungan relatif lebih
rendah. Penyerbukan sebaiknya dilakukan pada bunga yang telah diemaskulasi
pada hari sebelumnya atau pada bunga yang masih tertutup dan diperkirakan
akan mekar pada esok harinya. Bunga yang telah diemaskulasi tidak akan
dikunjungi oleh lebah sehingga mencegah terjadinya pencampuran akibat
penyerbukan alami.
Boron
Boron merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman
untuk pertumbuhannya. Peran penting boron adalah pada fase pertumbuhan
jaringan dalam tanaman, dimana pertumbuhan vegetatif dan reproduktif akan
terhambat saat tanaman mengalami defisiensi boron (Dell dan Huang 1997).
Menurut Blevins dan Lukaszewski (1998) boron mempengaruhi jalur
metabolisme melalui ikatan protein appoplastik menjadi group cis-hidroksil pada
membran dan dinding sel. Komposisi dinding sel ini sangat menentukan jumlah
boron yang dibutuhkan untuk pertumbuhan reproduktif lebih tinggi
dibandingkan untuk pertumbuhan vegetatif. Peranan boron pada pertumbuhan
reproduktif adalah untuk perpanjangan tabung serbuk sari. Pertumbuhan tabung
serbuk sari yang cepat tergantung dari fusi vesikel yang membentuk
plasmalemma dan sekresi yang terus menerus dari dinding sel. Amanullah et al.
(2010) melaporkan bahwa boron juga merupakan unsur mikro penting yang
berkaitan dengan metabolisme asam nukleid, karbohidrat, protein, hormon
auksin dan fenol.
Pada sebagian besar spesies tanaman, boron memiliki mobilitas yang
terbatas, namun boron berada dalam floem dan ditranslokasikan kembali dalam
floem dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sink yang

5
berkembang seperti organ reproduksi (Brown dan Shelp 1997). Boron terutama
mempengaruhi jaringan-jaringan tanaman yang mampu melakukan aktivitas
meristematik seperti jaringan kambium dan floem pada akar penyimpanan atau
batang, meristem apikal daun, vaskular kambia kapsul dan organ lain (Meena
2010).
Fase pertumbuhan generatif memiliki respon yang lebih besar pada kondisi
defisiensi boron dibandingkan fase pertumbuhan vegetatif. Boron sangat
dibutuhkan selama pembungaan dan terjadinya defisiensi boron selama
pembungaan mengakibatkan serbuk sari tidak viabel, abnormal dan mengkerut
(Dell dan Huang 1997). Beberapa peneliti telah mengemukakan bahwa adanya
pemberian boron pada tanaman mampu meningkatkan jumlah bunga
pertanaman, persentase pembentukan buah, jumlah buah per tanaman, bobot
buah dan produksi (Davis et al. 2003; Meena 2010; Naz et al. 2012). Gejala dari
adanya defisiensi boron pada fase generatif mengakibatkan terhambatnya
pembentukan kuncup, bunga, perkembangan buah, adanya perubahan kualitas
buah dan rendahnya viabilitas benih (Davis et al. 2003; Meena 2010; Marschner
2012).
Viabilitas Serbuk Sari
Serbuk sari adalah sumber plasma nutfah yang berharga bagi kegiatan
perbaikan tanaman (Card 2007). Kivadasannavar (2008) menyatakan bahwa
serbuk sari memiliki peranan yang tinggi untuk menjamin kesuksesan dalam
produksi benih hibrida. Hanya serbuk sari yang memiliki viabilitas tinggi yang
mampu menghasilkan benih hibrida dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi.
Hoekstra (1983) menyebutkan bahwa persaingan antar serbuk sari tergantung
dari kualitas serbuk sari itu sendiri secara genetik. Serbuk sari yang superior
akan lebih cepat berkecambah dan menuju sel telur. Sel telur yang lebih awal
dibuahi akan membentuk embrio lebih awal dan hal ini menyebabkan embrio
tersebut dapat memanfaatkan fotosintat dengan lebih baik sehingga dapat
berkembang menjadi biji dengan viabilitas tinggi. Widiastuti dan Palupi (2008)
juga menyatakan hal yang sama dimana penggunaan serbuk sari dengan
viabilitas tinggi akan menghasilkan buah dengan mutu yang lebih baik dan mutu
benih yang lebih tinggi pula. Viabilitas serbuk sari dipengaruhi oleh kelembaban
udara, kadar air (Fonseca et al. 2005), suhu pada penyimpanan (Mortazavi et al.
2010) dan suhu saat inkubasi serbuk sari (Diaz dan Garay 2008).
Kualitas serbuk sari dapat ditentukan salah satunya dengan melihat tingkat
viabilitasnya (Kelly 2002). Galletta (1983) menerangkan empat metode yang
umum digunakan untuk menguji viabilitas serbuk sari yaitu 1) pengecambahan
serbuk sari secara in vitro, 2) pengamatan melalui pewarnaan pada serbuk sari
yang tidak dikecambahkan, 3) pengamatan tabung serbuk sari pada jaringan
stilus secara in vivo dan 4) pengamatan pembentukan biji melalui benih yang
terbentuk hasil penyerbukan. Widiastuti dan Palupi (2008) menambahkan bahwa
viabilitas serbuk sari dapat diketahui berdasarkan daya simpan dan daya
berkecambahnya.

6
Penyimpanan Serbuk Sari
Barnabas dan Kovacs (1997) telah mengemukakan beberapa manfaat dari
penyimpanan serbuk sari yaitu a) dapat meningkatkan efektivitas penyerbukan
dan produksi hasil, b) menduga kebutuhan tetua jantan dalam program
pemuliaan, c) mempelajari mekanisme self-incompatibility, d) konservasi plasma
nutfah dan e) menjamin ketersediaan serbuk sari dalam periode panjang. Khan
dan Perveen (2006) menambahkan penyimpanan serbuk sari bermanfaat untuk
mengatasi masalah sinkronisasi pembungaan dalam produksi benih hibrida
akibat perbedaan waktu atau tempat penanaman tetua.
Faktor yang paling penting untuk penyimpanan serbuk sari adalah suhu
penyimpanan dan kadar air serbuk sari. Secara umum, kondisi penyimpanan
serbuk sari yang paling baik dilakukan pada suhu rendah. Penurunan suhu ruang
simpan dan kadar air serbuk sari dapat memperpanjang daya simpan serbuk sari
(Perveen 2007). Serbuk sari umumnya disimpan pada suhu (-20)–0 0C dan
kelembaban udara (RH) 0–30%. Yogeesha et al. (1999) menyatakan bahwa
serbuk sari tomat varietas Pusa Gaurav dan Chikoo dapat dipertahankan
viabilitasnya pada ruang bersuhu 26 0C dan kelembaban 47% selama lima hari,
sementara penyimpanan dalam refrigerator bersuhu 9-10 0C dapat
mempertahankan viabilitas sampai tujuh hari. Menurut Rajasekharan dan
Ganeshan (2003) viabilitas serbuk sari Capsicum chinense dan Capsicum
paerternissum yang disimpan dalam nitrogen cair (-196 0C) dapat dipertahankan
selama 48 hari setelah simpan.
Berdasarkan daya simpannya, serbuk sari digolongkan ke dalam 3 bagian
besar : 1) daya simpan panjang (6 bulan – 1 tahun), seperti pada famili Palmae,
Pinaceae, Rosaceae, Leguminoceae dan Vitaceae; 2) daya simpan sedang (1–3
bulan), misalnya pada famili Liliaceae, Amarylidaceae dan Solanaceae; 3) daya
simpan pendek (antara beberapa menit dan hari), seperti pada famili Gramineae
dan Cyperaceae (Barnabas dan Kovack 1997).
Metode Pengecambahan
Metode pengecambahan serbuk sari secara in vitro dapat digunakan
untuk mengevaluasi viabilitas serbuk sari (Dane et al. 2004). Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkecambahan serbuk sari secara in vitro diantaranya adalah
spesies tanaman, waktu pengambilan serbuk sari dari lapang, musim, metode
pengambilan serbuk sari, penyimpanan dan kondisi perkecambahan seperti suhu,
RH, media dan pH (Brewbaker dan Kwack 1964).
Media perkecambahan serbuk sari pertama kali diformulasikan oleh
Brewbaker dan Kwack pada tahun 1964. Komposisi media tersebut adalah 10%
sukrosa, 100 ppm H3BO4, 300 ppm Ca(NO3)2.4 H2O, 200 ppm MgSO4.7H2O
dan 100 ppm KNO3 dalam 1000 mL aquades. Formulasi ini dikenal dengan
sebutan Brewbaker‟s solution (Brewbaker dan Kwack 1964). Media ini
selanjutnya dikembangkan oleh Schreiber dan Dresselhaus (2003). Media
pengecambahan serbuk sari hasil modifikasi Schreiber dan Dresselhaus ini
dikenal dengan formulasi PGM (pollen germinaton medium). Media ini telah
digunakan untuk perkecambahan serbuk sari dari beberapa tanaman monokotil
dan dikotil. PGM terdiri atas 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM CaCl2,
0.05% mM KH2PO4, 6% PEG 4000. Hasil penelitian Warid (2009)

7
menunjukkan bahwa media PGM menghasilkan nilai daya berkecambah yang
lebih baik dibandingkan media Brewbaker dan Kwack (BK) pada famili
Euphorbiaceae (Jatropha curcas, Jatropha pandurifolia, Codiaeum variegatum),
Solanaceae (Capsicum annuum, Nicotiana tabacum, Solanum torvum), Poaceae
(Oryza sativa, Sorghum bicolor, Zea mays) dan Myrtaceae (Psidium guajava).
Komposisi media pengecambahan serbuk sari harus mengandung
senyawa yang diperlukan untuk perkecambahan dan pemanjangan tabung serbuk
sari. Boavida dan McCormick (2007) telah mengemukakan pentingnya sukrosa
dalam perkecambahan secara in vitro yaitu sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan serbuk sari. Boron berperan langsung dalam pertumbuhan tabung
serbuk sari menuju ovarium (Blevins dan Lukaszewski 1998) dan kalsium
sangat berperan dalam menjaga stabilitas dinding tabung serbuk sari sehingga
tabung sari yang terbentuk normal (Holdayway-Clarke et al. 2003; Daher et al.
2009).

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai Oktober 2015.
Penyemaian benih tanaman cabai, penanaman tetua dan pengujian viabilitas
serbuk sari cabai secara in vivo dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan
Cikabayan. Ekstraksi, pengeringan, penyimpanan dan pengujian viabilitas
serbuk sari secara in vitro dilakukan di Laboratorium Biologi Reproduksi dan
Biofisik Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan berupa benih cabai genotipe IPB C5, IPB C174
dan IPB C291 sebagai tetua jantan serta sebagai tetua betina digunakan IPB C2
dan IPB C145. Bahan lain yang digunakan berupa bahan kimia untuk media
perkecambahan serbuk sari yaitu sukrosa, H3BO3, CaCl2, KH2PO4, PEG 4000
dan aquabides. Media persemaian, plastik hitam perak, kompos, kapur pertanian,
pupuk kandang, pestisida dan fungisida diperlukan untuk penanaman dan
pemeliharaan. Sementara MgCl2, alumunium foil, label dan aquabides
diperlukan untuk pengelolaan serbuk sari.
Alat yang digunakan tray penyemaian benih cabai dan alat yang
digunakan dalam teknik budidaya tanaman, pinset, pipet, timbangan digital,
mikroskop cahaya, tisu, deck glass, hit counter, microtube, cooling box dan deep
freezer, jarum ose dan kamera digital.
Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas tiga percobaan.
Percobaan I. Pengujian media perkecambahan serbuk sari cabai
Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dua faktor yaitu media perkecambahan dan lama waktu inkubasi

8
serbuk sari yang terdiri atas tiga taraf yaitu 2, 4 dan 6 jam setelah inkubasi (JSI)
dengan ulangan enam kali yang diuji terpisah pada setiap genotipe. Bahan
tanam yang digunakan untuk pengujian media perkecambahan ini adalah
genotipe IPB C5, IPB C174 dan IPB C291. Media yang digunakan terdiri atas
lima taraf dengan komposisi yang berbeda (Tabel 1).
Tabel 1 Komponen media perkecambahan serbuk sari cabai
Komponen media (dalam 100 ml aquabides)
Media

H3BO3
(g)

Sukrosa
(g)

CaCl2
(g)

M1
M2
M3
M4
M5

0.0100
0.0120
0.0050
0.0200
0.0200

10
10
10
15
10

0.0060
0.0050
0.0010
0.0200
0.0500

KH2PO4
(g)

MgSO4
(g)

KNO3
(g)

0.050
0.064

0.012
0.020
-

0.010
-

PEG
4000 (g)

6.00
22.37
6.00

Keterangan: M1 (Mercado et al. 1994); M2 (Karni dan Aloni 2002); M3 (Schreiber dan
Dresselhaus 2003); M4 (Kivandasannavar 2008); M5 (Fariroh et al.
2011).

Model rancangan percobaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Yijk = µ +αi + βj + (αβ)ij +єijk
Keterangan:
Yijk
: Nilai pengamatan pengaruh faktor media perkecambahan ke-i,
faktor lama inkubasi ke-j dan ulangan ke-k.
µ
: Nilai rataan.
αi
: Pengaruh media perkecambahan ke-i.
βj
: Pengaruh lama inkubasi ke-j.
αβij
: Pengaruh interaksi dari media perkecambahan ke-i dan lama
inkubasi ke-j.
εijk
: Galat percobaan pada media perkecambahan ke-i, lama inkubasi
ke-j dan ulangan ke-k.
Setiap satu satuan percobaan terdiri dari enam deck glass, sehingga total
90 deck glass. Data dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil yang diperoleh
menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Tahap pelaksanaan percobaan satu adalah sebagai berikut:
1. Pemanenan bunga tetua jantan dari masing-masing genotipe dilakukan pada
pada saat bunga telah mekar (antesis). Bunga tersebut selanjutnya dibawa ke
laboratorium. Bunga cabai tersebut harus dimasukkan ke dalam boks
pendingin untuk menjaga kesegaran dan viabilitas serbuk sari bunga cabai.
2. Bunga yang telah dipanen kemudian diambil anteranya.
3. Pengecambahan serbuk sari dimulai dengan mengambil serbuk sari dari
antera yang berbeda pada setiap bunga dengan menggunakan jarum ose.
Serbuk sari tersebut kemudian dimasukkan dalam media perkecambahan
pada deck glass.
4. Deck glass tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam bok yang telah dialasi
dengan tisu basah selama 2, 4 dan 6 jam.

9
5. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 200X pada empat bidang pandang. Kriteria serbuk sari yang
berkecambah adalah telah membentuk tabung serbuk sari sama dengan atau
lebih besar dari diameter serbuk sari.
Pengamatan
1. Daya berkecambah serbuk sari dihitung berdasarkan rumus sbb:

Daya berkecambah serbuksari (%) =





100%

2. Panjang tabung serbuk sari: panjang tabung serbuk sari diamati pada 2, 4
dan 6 jam setelah inkubasi.
Percobaan II. Pengaruh aplikasi boron terhadap pertumbuhan tanaman,
pembungaan dan produksi benih
Percobaan ke dua menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) dua faktor yaitu dosis boron dan waktu aplikasi dengan tiga ulangan.
Dosis boron terdiri atas enam taraf yaitu 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 dan 2.5 kg ha-1,
sedangkan waktu aplikasi boron dilakukan pada saat fase vegetatif (25 HST),
saat fase vegetatif dan fase generatif (25 dan 40 HST). Genotipe yang digunakan
pada percobaan ke dua ini adalah genotipe IPB C5. Dari kedua faktor tersebut
diperoleh 36 satuan percobaan. Model rancangan percobaan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk
Keterangan:
Yijk
: Nilai pengamatan pengaruh perlakuan boron ke-i, waktu aplikasi ke-j,
dan ulangan ke-k.
µ
: Nilai rataan.
αi
: Pengaruh boron ke-i.
βj
: Pengaruh waktu aplikasi ke-j.
(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara boron ke-i dengan waktu aplikasi ke-j.
ρk
: Pengaruh dari kelompok ke-k.
εijk
: Galat percobaan pada perlakuan boron ke-i, waktu aplikasi ke-j dan
kelompok ke-k.
Data dianalisis menggunakan uji F apabila hasil yang diperoleh
menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Tahap pelaksanaan pada percobaan dua ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis tanah dilakukan sebelum penanaman.
2. Penanaman dan aplikasi boron sesuai dengan perlakuan yaitu pada 25 HST
dan 40 HST.
3. Prosedur pengelolaan serbuk sari selanjutnya sama seperti pada percobaan
pertama dengan menggunakan media yang terbaik dari percobaan pertama.
Pengamatan
1. Tinggi tanaman diukur pada saat panen buah pertama. Pengukuran
dilakukan dari permukaan tanah sampai pada titik tumbuh tanaman yang
tertinggi.
2. Tinggi dikotomus diukur dari permukaan tanah hingga percabangan pertama
setelah panen pertama.

10
3. Bobot antera per bunga ditimbang setelah antera dipisahkan dari bagian
bunga lainnya.
4. Daya berkecambah serbuk sari menggunakan media yang menghasilkan
daya berkecambah paling tinggi pada Percobaan 1.
5. Jumlah bunga dihitung setiap hari ketika kuncup bunga mulai muncul
sampai percabangan ke-9.
6. Jumlah buah yang terbentuk sampai percabangan ke-9.
7. Bobot buah dihitung dari masing-masing bobot 10 buah yang telah matang
pada panen ke dua sampai ke empat.
8. Jumlah benih per buah dihitung dari rata-rata 20 buah.
9. Daya berkecambah benih (DB) diuji dengan metode uji diatas kertas (UDK)
Penghitungan daya berkecambah benih dilakukan dengan rumus:
∑ � + ∑ �
100%
�� =
∑� ℎ
Keterangan:
DB
= daya berkecambah (%)
KN I = jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama ( HST)
KN II = jumlah kecambah normal pada pengamatan terakhir ( HST)
10. Indeks vigor diuji dengan metode uji diatas kertas (UDK). Kecambah
normal dihitung pada 7 HST




100%
Indeks vigor =
11. Kecepatan tumbuh (KCT)
%
KCT= ∑0 ℎ











12. Bobot kering kecambah normal (BKKN)
BKKN = K1 – K0
Keterangan:
K0 = Bobot awal kantong yang telah diisi dengan kecambah normal
K1 = Bobot kantong setelah di oven pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam
13. Bobot 100 butir benih
Percobaan III. Penyimpanan serbuk sari cabai
Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) satu faktor yaitu lama simpan serbuk sari yang terdiri atas 13 taraf (0, 5,
10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 dan 60 hari setelah simpan) dengan tiga
ulangan. Genotipe yang digunakan dalam percobaan ini adalah IPB C2 dan IPB
C145 sebagai tetua betina dan genotipe IPB C5 sebagai tetua jantan. Model
linier yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj+ єij
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan pengaruh faktor lama penyimpanan ke-i dan kelompok
ke-j.
µ
: Nilai rataan.
αi
: Pengaruh lama simpan ke-i.
βj
: Pengaruh kelompok ke-j.
εijk : Galat percobaan pada lama simpan ke-i dan kelompok ke-j.
Percobaan ketiga ini terdiri atas 39 satuan percobaan. Data dianalisis
menggunakan uji F, apabila hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang

11
nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.
Tahap pelaksanaan pada percobaan tiga ini adalah sebagai berikut:
1. Teknis budidaya yang diterapkan adalah hasil terbaik dari percobaan ke dua.
2. Penanaman tetua jantan dilakukan secara serentak, sementara penanaman
tetua betina setiap genotipe dilakukan pada waktu yang berbeda dan
bertahap sesuai ketepatan waktu saat akan diserbuki.
3. Pengelolaan serbuk sari sebelum penyimpanan dilakukan seperti pada
percobaan pertama.
4. Penyimpanan serbuk sari dimulai dengan memisahkan antera dari bagian
bunga lainnya. Antera tersebut selanjutnya diletakkan di dalam wadah dari
alumunium foil dan disimpan di ruang ber-AC selama 24 jam.
5. Antera tersebut selanjutnya diekstraksi untuk memperoleh serbuk sari.
Serbuk sari yang diperoleh kemudian dikeringkan di dalam wadah yang
berisi MgCl2 (RH 35-45%) selama 24 jam. Kemudian serbuk sari
dimasukkan ke dalam microtube dan dibagi menjadi dua yaitu untuk
pengujian in vitro dan untuk penyerbukan pada tetua betina. Serbuk sari
tersebut selanjutnya disimpan di dalam deep frezeer (-200C ± 2 0C).
6. Pengamatan viabilitas awal serbuk sari dilakukan sebelum serbuk sari
digunakan.
7. Pengecambahan serbuk sari cabai menggunakan media terbaik dari
percobaan pertama.
8. Lot serbuk sari yang diuji daya berkecambahnya digunakan untuk
menyerbuk bunga pada tetua betina. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari
sekitar pukul 06.00-08.00 wib.
9. Pemanenan buah dilakukan ketika buah telah berwarna merah 80%. Setelah
ekstraksi benih dikeringkan pada suhu ruang selama 1–3 hari dan dilakukan
pengujian mutu benih.
Pengamatan
1. Daya berkecambah serbuk sari pada setiap lama simpan menggunakan
media yang menghasilkan daya berkecambah paling tinggi pada Percobaan
1.
2. Pembentukan buah (fruit set) dihitung dengan rumus :



100%
Fruit set =



3. Pembentukan biji (seed set) dihitung berdasarkan proporsi biji yang
terbentuk dengan rata-rata ovul yang terbentuk dalam ovarium.


100%
Seed set =




4. Bobot buah dihitung dari masing-masing 10 buah dari setiap pemanenan
untuk produksi benih.
5. Daya berkecambah benih (DB)
6. Indeks vigor
7. Kecepatan tumbuh (KCT)
8. Bobot kering kecambah normal (BKKN)
9. Bobot 100 Butir

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Peneliltian dilakukan di kebun percobaan IPB Leuwikopo dan Cikabayan.
Percobaan pertama dan kedua dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo.
Percobaan ketiga dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan dan Leuwikopo.
Pelaksanaan penelitian dimulai pada April 2014 sampai Oktober 2015. Lahan
percobaan Leuwikopo merupakan lahan dengan jenis tanah latosol dengan pH
berkisar 4.7–4.8. Kandungan unsur boron berdasarkan laporan hasil pengujian
tanah terhadap unsur boron sebelum dilakukan penanaman adalah 0.36–0.40
ppm. Faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman adalah curah hujan, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya saat
penanaman. Percobaan pertama dan kedua berlangsung dari bulan April sampai
dengan November 2014. Berdasarkan data BMKG (2015) curah hujan rata-rata
selama April–November 2014 sangat berfluktuatif. Curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan April (511 mm/bulan), Agustus (538 mm/bulan) dan November (673
mm/bulan). Curah hujan pada bulan Juni dan September sangat rendah yaitu 85
mm/bulan dan 22 mm/bulan. Rata-rata temperatur, kelembaban dan intensitas
cahaya pada April adalah 26.20 0C, 83% dan 322 cal cm-2 dan 26.6 0C, 80% dan
310 cal cm-2 pada akhir penanaman.
Curah hujan yang sangat bervariasi setiap bulannya menyebabkan
tingginya serangan hama dan penyakit selama penanaman. Hama yang dominan
menyerang saat itu adalah belalang dengan tingkat serangan yang tinggi dimana
lebih dari 50% pertanaman harus disulam kembali. Organisme pengganggu
lainnya adalah patogen tular tanah Sclerotium yang biasanya terdapat pada lahan
bekas penanaman tanaman kacang-kacangan. Patogen ini menyebabkan tanaman
pada fase bibit mati dan menyerang tanaman yang berada di sekitar tanaman
yang telah terserang.
Memasuki fase pertumbuhan generatif tanaman banyak terserang penyakit
layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum sp capsici.
dan antraknosa yang disebabkan oleh cendawan colletotrichum spp. Tingginya
serangan penyakit ini disebabkan oleh kondisi di sekitar pertanaman yang
terlebih dahulu telah diserang oleh cendawan tersebut serta mulai tingginya
curah hujan.
Pelaksanaan percobaan ketiga dilakukan pada bulan Februari sampai
Oktober 2015 di dua lokasi yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya serangan hama dan penyakit karena penanaman yang dilakukan
bertahap pada tetua betina maupun tetua jantan. Penanaman tetua jantan
dilakukan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, sedangkan tetua betina ditanam
di Kebun Percobaan IPB Cikabayan.
Curah hujan bulanan pada awal penanaman adalah 346 mm/bulan dan 79
mm/bulan pada periode pemanenan buah akhir. Temperatur dan intensitas
cahaya awal penanaman hingga pemanenan berkisar 25.0–26.3 0C dan 259–369
cal cm-2, dengan kelembaban udara pada awal penanaman berkisar 88–86% dan
kelembaban menurun pada periode pemanenan buah yaitu 74–70%.
Periode penyerbukan mulai dilakukan pada bulan April hingga Juni.
Curah hujan pada bulan ini 206 mm/bulan, 202 mm/bulan dan 90 mm/bulan.

13
Selama penyerbukan dilakukan, kondisi cerah dan tidak terjadi hujan sampai
penyerbukan dengan penggunaan serbuk sari yang disimpan pada 60 hari setelah
simpan (HSS). Pelaksanaan kegiatan penyerbukan dilakukan mulai pukul 06.00
WIB hingga pukul 08.00 WIB. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya
serangga penyerbuk yang hinggap pada bunga yang telah diserbuki.
Serangan hama dan penyakit dalam percobaan ketiga yang dilakukan di
Kebun Percobaan IPB Leuwikopo mulai terjadi pada akhir bulan April. Hama
yang menyerang adalah kutu kebul dan lalat buah. Tingginya serangan kutu
kebul yang juga sebagai vektor yang selanjutnya menyebabkan penyakit kuning
pada tanaman cabai. Penyakit layu fusarium dan antraknosa juga menyerang
pada percobaan ketiga.
Kondisi pertanaman tetua betina yang ditanam di Kebun Percobaan
Cikabayan cenderung baik. Selama pertanaman, serangan hama mulai terjadi
pada bulan Juni hingga Juli. Hama yang menyerang pertanaman adalah lalat
buah. Hal ini menyebabkan banyaknya buah yang rontok akibat serangan.
Pengendalian menggunakan perangkap belum dapat mengatasi tingginya
serangan lalat buah.
Morfologi Bunga Cabai
Tanaman cabai yang digunakan dalam percobaan I adalah genotipe IPB
C5, IPB C291 dan IPB C174, sedangkan pada percobaan II hanya digunakan
genotipe IPB C5. Ketiga genotipe tersebut diuji sebagai tetua jantan. Mahkota
ketiga genotipe berwarna putih dengan jumlah 6-8. Bentuk dan warna antera dari
ketiga genotipe berbeda. Genotipe IPB C5 memiliki warna antera abu-abu
kebiruan, sedangkan genotipe IPB C291 berwarna abu-abu pudar sampai tua dan
genotipe IPB C174 berwarna abu-abu.
Berdasarkan posisinya, genotipe IPB C5 memiliki posisi stigma sejajar
atau lebih pendek dari pada antera. Pada genotipe IPB C291 dan IPB C174,
posisi stigma lebih tinggi dari posisi antera. Panjang putik cabai IPB C5 sekitar
2.50 mm, sedangkan panjang putik IPB C174 dan IPB C291 masing-masing
sekitar 4.20 mm dan 6.10 mm (Gambar 1). Tingginya posisi putik dari antera
pada genotipe IPB C291 dan IPB C174 yang dikelompokkan dalam cabai rawit
ini memungkinkan terjadinya penyerbukan silang yang tinggi.

s
s

a

a

(IPB C5)

(IPB C291)

a

s

(IPB C174)

Gambar 1 Morfologi bunga t