Peningkatan Produksi Dan Viabilitas Serbuk Sari Serta Efektivitasnya Dalam Produksi Benih Melon Hibrida Ipb.

PENINGKATAN PRODUKSI DAN VIABILITAS SERBUK
SARI SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PRODUKSI
BENIH MELON HIBRIDA IPB

WINDA WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Produksi dan
Viabilitas Serbuk Sari serta Efektivitasnya dalam Produksi Benih Melon Hibrida
IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Winda Wahyuni
NIM A251120021

RINGKASAN
WINDA WAHYUNI. Peningkatan Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari serta
Efektivitasnya dalam Produksi Benih Melon Hibrida IPB. Dibimbing oleh
ENDAH RETNO PALUPI dan KETTY SUKETI.
Proses penyediaan serbuk sari membutuhkan kegiatan pegelolaan serbuk
sari. Beberapa kendala dalam kegiatan pengelolaan serbuk sari melon yaitu
produksi yang rendah dan viabilitas yang cepat turun sehingga dibutuhkan
perbaikan budidaya dilapang yaitu dengan penambahan unsur mikro seperti boron
dan AgNO3. Tujuan dari penelitian adalah mendapatkan dosis boron (B) dan
konsentrasi AgNO3 terbaik untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk
sari tetua jantan melon hibrida IPB, mendapatkan informasi lama simpan serbuk
sari melon hibrida IPB pada suhu (-11°C) - (-8°C) dan menguji efektivitas serbuk
sari melon yang telah disimpan dalam produksi benih melon hibrida.
Penelitian terdiri dari dua tahap percobaan yaitu aplikasi boron dan AgNO3
untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari dan efektivitas serbuk sari

yang sudah disimpan untuk produksi benih melon hibrida. Penelitian dilaksanakan
di Kebun Percobaan PKHT Tajur II dan Laboratorium Biologi dan Biofisik Benih
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Darmaga. Bahan yang digunakan
adalah tetua jantan Sunrise Meta (M13) dan Orange Meta (M21) dan M23 sebagai
tetua betina.
Rancangan yang digunakan adalah split plot rancangan acak kelompok
(RAK) dua faktor dimana dosis boron yaitu 0, 1, 2 dan 3 kg ha-1 sebagai petak
utama dan konsentrasi AgNO3 terdiri dari 0, 100, 200, 300 dan 400 ppm sebagai
anak petak, diulang sebanyak empat kali. Penambahan boron dilakukan tiga kali
pada 2, 5 dan 8 miggu setelah tanam (MST) dan pemberian AgNO3 dilakukan dua
kali yaitu 10 dan 20 hari setelah tanam (HST). Rancangan yang digunakan pada
percobaan kedua adalah rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor yaitu lama
simpan menjadi faktornya 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 dan 30 hari setelah
simpan (HSS), diulang sebanyak empat kali. Serbuk sari yang disimpan
digunakan untuk penyerbukan dalam produksi benih hibrida.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur berbunga tetua jantan M21 lebih
cepat yaitu sekitar 21 HST dibandingkan M13 sekitar 24 HST. Penambahan boron
dengan dosis 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari sebanyak 8.8%
pada tetua jantan M13 dan meningkatkan jumlah bunga jantan dari 7 kuntum
menjadi 10 kuntum pada tetua M21. Penambahan AgNO3 dengan konsentrasi 200

ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan dari 5 kuntum menjadi 10 kuntum
pada tetua M13. Jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan cukup
tinggi dengan rata-rata sekitar 1300 butir pada M13 dan 1100 pada M21.
Viabilitas serbuk sari yang disimpan selama 30 hari di dalam freezer pada suhu
(-11oC)-(-8oC) mengalami penurunandari 86.39% menjadi 27.27% pada M13 dan
88.11% menjadi 14.67% pada M21. Serbuk sari yang disimpan selama 12 HSS
masih mampu menghasilkan benih yang tidak berbeda dari tanaman kontrol pada
benih melon hibrida Sunrise Meta.
Kata kunci : AgNO3, boron, MgCl2, tetua jantan, tetua betina

SUMMARY
WINDA WAHYUNI. Increasing Pollen Production and Viability and It‟s
Effectiveness for Seed Production of IPB Hybrid Melon. Supervised by ENDAH
RETNO PALUPI and KETTY SUKETI.
Pollen management is needed to ensure pollen avaibility. The low pollen
production and pollen viability were among the constraints of pollen management
of melon. Application of boron and AgNO3 were reported to increase pollen
production and pollen viability. The research was aimed to determine the
optimum dosage of boron and the optimum concentration of AgNO3 in order to
increase pollen production and pollen viability and to study the maintenance of

pollen viability during storage of IPB hybrid pollen at (-11oC) - (-8oC) as well as
the effectiveness of the stored pollen for hybrid seed production.
The study consisted of two experiments, the first was application of boron
and AgNO3 to increase pollen production and viability and the second was to
study effectiveness of the stored pollen for production of hybrid melon seed. The
experiment was conducted at experimental station of Center for Tropical
Horticulture Studies Tajur II and the Laboratory of Seed Biology and Biophysics
Department of Agronomy and Horticulture IPB, Darmaga. Materials used were
male stocks of hybrid melon Sunrise Meta (M13) and Orange Meta (M21) and
female stock of M23 for both hybrids.
The research was arranged in split plot randomized block design with two
factors, i.e. dosage of boron 0, 1, 2 and 3 kg ha-1 as main plot and AgNO3
concentration i.e. 0, 100, 200, 300 and, 400 ppm as subplot. The treatment was
replicated four times. The application of boron was carried out three times at 2, 5
and 8 weeks after planting, and AgNO3 was sprayed twice at 10 and 20 days after
planting (DAP). The second experiment was arranged in randomized block design
with one factor i.e. storage period 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 and 30 day after
storage (DAS) and replicated four times. The stored pollen then was used for
pollination to produce hybrid seed.
The result show that M21 flowered 21 day after plantig (DAP) earlier than

M13 of 24 DAP. Boron at 1 kg ha-1 increased pollen viability of M13 as much as
8.8% and the number of male flowers from 7 to 10 buds of M21. AgNO3 at 200
ppm increased the number of male flowers from 5 to10 buds of M13. The number
of pollen per anther of the two genotypes averaged 1300 grains for M13 and 1100
grains for M21. Pollen storage in the freezer (-11oC) -s (-8oC) until 30 DAS
decreased pollen viability of M13 from 86.39% to 27.27% and M21 from 88.11%
to 14.67%. Pollen stored until 12 DAS was effective for hybrid seed production of
Sunrise Meta.
Keyword : AgNO3, boron, female parent, male parent, MgCl2.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENINGKATAN PRODUKSI DAN VIABILITAS SERBUK
SARI SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PRODUKSI
BENIH MELON HIBRIDA

WINDA WAHYUNI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr

Judul Tesis

Nama
NIM

: Peningkatan Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari serta
Efektivitasnya dalam Produksi Benih Melon Hibrida IPB
: Winda Wahyuni
: A251120021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Ketua

Dr Ir Ketty Suketi, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 31 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Peningkatan Produksi dan Viabilitas
Serbuk Sari serta Efektivitasnya dalam Produksi Benih εelon Hibrida IPB”,
disusun sebagai tugas akhir tesis mahasiswa S2 Program Studi Ilmu dan
Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

dan Dr Ketty Suketi, MSi selaku Komisi Pembimbing Tesis yang telah
memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran serta kontribusinya kepada penulis
dalam penyusunan karya ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas biaya penelitian melalui
program BOPTN IPB dengan skema penelitian sesuai mandat pusat (PKHT)
No : 95/IT3.41.2/L2/SPK/2013 tahun 2013-2014. Terima kasih yang sebesarnya
penulis sampaikan kepada Dr Willy B. Suwarno, MS yang telah mengizinkan
penulis untuk menggunakan benih melon hibridanya pada karya ilmiah ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf dan karyawan PKHT Bapak
Ahmad Kurniawan, Bapak Ibram, Bapak Baesuni dan Ibu Yuyun atas bantuan dan
kerjasama selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih penulis
sampaikan kepada orang tua dan keluarga tercinta Ayah, Mamak, Adik, Tante pini,
Adillah, Atika, Ridho dan teman-teman seperjuangan dan spesial untuk suami
tercinta Asan Jonedi, Lc yang telah memberikan waktu, dorogan semangat serta
do‟a kepada penulis demi penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir
ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, November 2015

Winda Wahyuni

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon
Melon Hibrida
Viabilitas Serbuk Sari
Pengelolaan Serbuk Sari
Boron
AgNO3 (Perak Nitrat)
3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan

Alat
Metode penelitian
Aplikasi boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan
viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida
Efektivitas serbuk sari yang sudah disimpan untuk produksi benih
melon hibrida IPB
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Aplikasi boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan
viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida
Efektivitas serbuk sari yang sudah disimpan untuk produksi benih
melon hibrida IPB
5 KESIMPULAN
Kesimpulan
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
3
3
4
5
5
6
6
6
6
8
8
10
13
13
13
13
19
25
25
25
26
30
35

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap umur berbunga pada
tetua jantan M13 dan M21
2 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap bunga jantan pada
tetua jantan M13 dan M21
3 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap viabilitas serbuk sari
pada tetua jantan M13 dan M21
4 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap jumlah serbuk sari per
anterapada tetua jantan M13 dan M21
5 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap mutu buah melon hibrida
6 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap produksi dan mutu benih
melon hibrida

14
15
17
18
22
23

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2 A. Periode pembungaan melon hibrida, B Tanaman melon yang
sedang berbunga
3 Proses ekstraksi serbuk sari melon hibrida: A. pemisahan antera, B.
pengeringan antera, C. pemisahan serbuk sari dari antera, D.
pengeringan serbuk sari dengan MgCl2, E. penyimpanan di dalam
tabung mikro, F. penyimpanan serbuk sari di dalam freezer selama 30
hari
4 Penurunan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 selama penyimpanan
pada suhu (-11°C) – (-8°C)
5 Kurva regresi antara bobot buah dan total benih bernas M13 dan M21

7
9

12
20
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas Sunrise Meta
2 Deskripsi varietas Orange Meta
3 Hasil analisis tanah pada lahan penelitian Kebun Percobaan PKHT
Tajur II, Bogor-Jawa Barat (Percobaan tahap I)
4 Hasil analisis tanah pada lahan penelitian Kebun Percobaan PKHT
Tajur II, Bogor-Jawa Barat (Percobaan tahap II)
5 Deskripsi tetua melon Sunrise Meta
6 Deskripsi tetua melon Orange Meta

30
31
32
32
33
34

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kendala dalam pengembangan produksi melon di Indonesia
adalah ketergantungan petani terhadap penggunaan benih melon hibrida impor.
Perakitan varietas lokal melon hibrida diharapkan mampu menjadi salah satu
solusi masalah tersebut. Sobir et al. (2009) melaporkan bahwa Pusat Kajian
Hortikultura Tropika (PKHT) telah merilis varietas melon hibrida lokal pada
tahun 2009 yaitu Sunrise Meta dan Orange Meta. Ketersediaan benih hibrida lokal
tersebut dipasaran masih sangat terbatas. Selama ini produksi benih hibrida
dilakukan dengan pola kemitraan bersama petani penangkar benih dengan
pengawasan yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan plasma nutfah. Sobir
et al. (2010) juga menyatakan bahwa pola kemitraan dengan petani lebih
menguntungkan dibandingkan dengan produksi benih yang dilakukan PKHT-IPB,
karena dengan pola kemitraan ketersediaan lahan, frekuensi produksi dan
ketersediaantenaga kerja lebih terjamin.
Pengembangan pola kemitraan secara luas membutuhkan suatu tindakan
pengamanan. Salah satu upaya pengamanan plasma nutfah adalah petani
penangkar diberi akses terhadap tetua betina saja, sementara tetua jantan
disediakan dalam bentuk serbuk sari. Pola kemitraan seperti itu mengharuskan
PKHT bertanggung jawab untuk menyediakan serbuk sari setiap saat diperlukan.
Oleh karena itu prosedur pengelolaan serbuk sari perlu dikembangkan, yang
mencakup produksi, ekstraksi dan penyimpanan serbuk sari.
Kendala utama dalam kegiatan pengelolaan serbuk sari melon adalah
produksi yang rendah dan penurunan viabilitas yang cepat. Boron (B) dan AgNO3
dilaporkan dapat meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari. Byers et al.
(1972) melaporkan bahwa AgNO3 terbukti menghambat kerja etilen pada jaringan
tanaman yang menyebabkan peningkatan jumlah bunga jantan. Ram (1980)
menyatakan bahwa secara umum hormon giberelin dan auksin menginduksi
ekspresi bunga jantan sementara etilen dan sitokinin menginduksi ekspresi bunga
betina pada sistem monosius dan diosius. Yongan et al. (2002) melaporkan bahwa
pemberian AgNO3 pada tanaman labu (Cucurbita pepo L.) dengan konsentrasi
200 ppm dan 300 ppm dapat meningkatkan produksi bunga jantan. Karakaya dan
Padem (2012) juga melaporkan bahwa AgNO3 pada konsentrasi 250, 500, 750
dan 1000 ppm yang disemprotkan pada titik tumbuh dapat meningkatkan jumlah
bunga jantan pada tanaman mentimun sebanyak 50% daripada tanaman kontrol
pada Cucumis sativus L. Agustin et al. (2014) juga melaporkan bahwa kombinasi
AgNO3 200 ppm dan Na2SO4 1000 ppm menghasilkan jumlah serbuk sari per
antera pada tetua jantan melon hibrida M13 dan M21 lebih tinggi dibandingkan
tanaman kontrol. ECPPGR (2011) merekomendasikan pemberian AgNO3 yang
intensif pada konsentrasi 250-1000 ppm, tergantung pada varietas yang ditanam.
Boron dilaporkan sebagai salah satu unsur mikro yang berperan penting
dalam perkecambahan tabung serbuk sari, sehingga meningkatkan viabilitas
serbuk sari (Mengel dan Kirkby 1982). Blevins dan Lukazewski (1998)
melaporkan bahwa proses penyerapan boron terjadi melalui jaringan floem dan
kemudian boron diserap oleh akar dengan aliran transpirasi lalu diakumulasikan

2
ke daun, bunga dan batang. Pada bagian reproduksi boron meningkatkan konten
DNA dan RNA sehingga meningkatkan inisiasi pucuk, pembentukan buah dan
biji. Misra dan Patil (2008) menyatakan bahwa pemberian boron dalam bentuk
boraks 20 000 ppm dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari, jumlah
bunga dan jumlah biji per polong alfalfa. Krudnak et al. (2012) menjelaskan
bahwa pemberian boron 3.13 kg ha-1 meningkatkan viabilitas serbuk sari hingga
82.60% dan persentase pembentukan biji 63.47% pada bunga matahari.
Upaya memperpanjang periode viabilitas serbuk sari umumnya dilakukan
dengan menyimpan pada suhu dan kelembaban yang rendah. Perveen dan Khan
(2010) menyatakan bahwa serbuk sari Citrullus lanatus L. yang disimpan pada
suhu -60°C masih mempunyai viabilitas sebesar 51.50% pada 48 minggu setelah
simpan. Perveen dan Khan (2014) juga melaporkan bahwa penyimpanan serbuk
sari apel pada suhu -60oC dapat mempertahankan viabilitasnya hingga 65.60%
selama 48 minggu. Hal ini tidak hanya berlaku untuk tanaman Cucurbitaceae,
tetapi tergantung pada jenis tanamannya. Penyimpanan serbuk sari jangka panjang
umumnya mencapai sekitar satu tahun atau 48 minggu.
Penggunaan boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan viabilitas
serta daya simpan serbuk sari melon hibrida perlu diteliti untuk pengembangan
pengelolaan serbuk sari dalam produksi benih hibrida.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1 Mendapatkan dosis boron (B) dan konsentrasi AgNO3 terbaik untuk
meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida
IPB.
2 Mendapatkan informasi lama simpan serbuk sari melon hibrida IPB pada suhu
(-11°C) - (-8°C).
3 Mempelajari lama simpan serbuk sari melon hibrida yang efektif untuk
produksi benih melon hibrida.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon
Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah yang termasuk famili
Cucurbitaceae. Melon berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas
ke Timur Tengah dan Asia. Melon mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun
1980 an dan sampai saat ini melon yang beredar di pasaran sangat beragam yang
merupakan hasil introduksi dari Taiwan, Thailand, dan Belanda (Prajnanta 2002).
Melon termasuk tanaman semusim yang bersifat menjalar atau merambat.
Tanaman melon memiliki akar tunggang, batang tanaman melon bisa mencapai
1.5-3.0 m berbentuk segilima, lunak dan berbuku-buku sebagai tempat

3
melekatnya daun. Pada ketiak-ketiak diantara batang dan tangkai daun muncul
tunas atau cabang dalam jumlah yang cukup banyak.
Robinson dan Walters (1999) melaporkan bahwa ekspresi seks pada
tanaman melon dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Melon termasuk
jenis tanaman andromonoecious, terdapat bunga hermaprodit dan bunga jantan
dalam satu tanaman. Delaphane dan Mayer (2000) menjelaskan bahwa
penyerbukan melon umumnya dibantu oleh lebah karena serbuk sari yang terlalu
berat untuk disebarkan melalui angin. Ciri-ciri dari serbuk sari melon yaitu
berwarna kuning dengan tekstur lengket. Periode efektif dari serbuk sari pada
stigma tidak lebih dari beberapa jam pada pagi hari. Penyerbukan sebaiknya
dilakukan saat bunga mekar sempurna pada pagi hari.

Melon Hirida
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua
berupa galur inbred. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk
sendiri maupun menyerbuk silang (Hallauer et al. 1987). Menurut Allard (1995)
pembentukan varietas hibrida dapat diperoleh dengan menyilangkan klon-klon,
varietas bersari bebas, galur inbred (hasil persilangan sekerabat) melalui silang
tunggal (persilangan dua galur murni), silang ganda (persilangan dari dua silang
tunggal), silang banyak varietas sintetis (persilangan antara satu galur murni
dengan hibrida persilangan tunggal).
Sobir et al. (2010) melaporkan bahwa melon hibrida hasil rakitan pemulia
IPB telah dilepas pada tahun 2009 yaitu Sunrise Meta dan Orange Meta. Melon
hibrida IPB Sunrise Meta dan Orange Meta merupakan hasil persilangan antara
dua galur murni yaitu IPB M23 x IPB M13 dan IPB M23 x IPB M21. Melon
Sunrise Meta dan Orange Meta berasal dari tetua yang berbeda. Tetua jantan dari
Melon Sunrise Meta merupakan galur murni yang dibentuk dari hasil ektraksi dari
melon komersial yang berasal dari Belanda. Tetua jantan dari Melon Orange Meta
merupakan galur murni yang dibentuk dari hasil ekstraksi dari melon komersial
Taiwan.
Tetua dari varietas Sunrise Meta dan Orange Meta diperoleh melalui metode
silsilah (pedigree) dengan memanfaatkan populasi dasar yang berasal dari varietas
yang memiliki sifat-sifat unggul. Perakitan varietas hibrida unggul IPB bertujuan
menghasilkan produk unggul dengan sifat-sifat yang berbeda. Melon Sunrise
Meta memiliki keunggulan tertentu diantaranya ketahanan terhadap penyakit,
daging buah yang renyah dan daya adaptasi yang baik, sementara keunggulan dari
melon Orange Meta yaitu bobot buah yang tinggi dan daging buah yang berwarna
oranye (Lampiran 1 dan 2).

Viabilitas Serbuk Sari
Serbuk sari adalah salah satu plasma nutfah untuk menghasilkan benih
bermutu dan berproduksi tinggi. Ketersediaan serbuk sari dengan viabilitas yang
tinggi merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam keberhasilan
reproduksi tanaman. Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas

4
serbuk sari adalah melalui pengelolaan serbuk sari. Menurut Widiastuti dan Palupi
(2008) viabilitas serbuk sari juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang
dihasilkan. Viabilitas serbuk sari yang tinggi akan lebih dahulu membuahi sel
telur serta menghasilkan buah dan benih bermutu yang memiliki viabilitas tinggi.
Viabilitas serbuk sari dapat diketahui melalui pengamatan daya berkecambah
secara invitro. Serbuk sari dikategorikan telah berkecambah apabila tabungserbuk
sari yang terbentuk telah mencapai paling sedikit sama dengan panjang diameter
serbuk sari.
Pengujian serbuk sari secara invitro umumnya dilakukan dengan
mengecambahkan serbuk sari pada media perkecambahan. Beberapa media yang
sering digunakan untuk pengujian viabilitas serbuk sari adalah pollen germination
medium (PGM), Brewbeker dan Kwack (BK) atau modifikasi lainnya. Media
perkecambahan sebuk sari minimal mengandung gula, boron dan kalsium. Warid
(2009) menggunakan media PGM modifikasi Schreiber dan Dresselhaus (2003)
untuk menguji serbuk sari famili Solanaceae, Euphorbiaceae, Poaceae dan
Myrtaceae. Media tersebut menghasilkan daya berkecambah sekitar 71-84%.
Komposisi media tersebut adalah 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM CaCl2,
0.05% mM KH2PO4 dan 4% PEG 6000. Sementara Fariroh et al. (2011)
melakukan modifikasi pada media PGM sehingga diperoleh media PGM dengan
komposisi 5 g sukrosa, 0.001 g H3BO3, 0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4, 3 g PEG
4000, 50 ml akuades, media PGM modifikasi ini sangat cocok untuk
perkecambahan serbuk sari mentimun (Cucurbitaceae).

Pengelolaan Serbuk Sari
Kegiatan pengelolaan serbuk sari dilakukan untuk mempertahankan kualitas
dan kuantitas serbuk sari. Kegiatan pengelolaan serbuk sari terdiri dari beberapa
tahap yaitu kegiatan panen, ekstraksi, pengeringan, penyimpanan dan pengujian
viabilitas serbuk sari. Waktu panen serbuk sari untuk kegiatan pengelolaan sangat
menentukan viablitas yang tinggi dari serbuk sari. Hasil penelitian Fariroh et al.
(2011) menunjukkan bahwa panen serbuk sari mentimun sebaiknya dilakukan
ketika bunga telah memasuki fase antesis. Bunga yang telah memasuki antesis
akan memiliki viabilitas yang tinggi kemudian serbuk sari diekstrak dari antera.
Penyimpanan serbuk sari biasanya dilakukan untuk kegiatan pemuliaan
tanaman, konservasi plasma nutfah dan penyerbukan buatan. Serbuk sari yang
disimpan pada suhu rendah menunjukkan daya berkecambah yang lebih baik
dibandingkan dengan serbuk sari yang disimpan pada suhu tinggi. Suhu dan
kelembaban adalah faktor penting yang berpengaruh dalam penyimpanan serbuk
sari. Biasanya serbuk sari disimpan pada suhu dan kelembaban yang rendah. Hasil
penelitian Mortazavi et al. (2010) melaporkan penyimpanan serbuk sari kurma
selama 200 hari pada suhu -196oC tidak menurunkan viabilitasnya, tetapi
penyimpanan serbuk sari pada suhu ruang menurunkan viabilitasnya. Perveen dan
Khan (2011) juga melaporkan bahwa penyimpanan serbuk sari pada tanaman labu
air yang terbaik adalah pada suhu -60°C dengan persentase viabilitas serbuk sari
58.80% setelah penyimpanan selama 48 minggu. Fariroh et al. (2011)
menyatakan bahwa penyimpanan serbuk sari mentimun dalam ultra freezer
(-79±2oC) dapat mempertahankan viabilitasnya di atas 1% hingga 12 minggu.

5
Agustin et al. (2014) juga melaporkan serbuk sari dari bunga antesis yang telah
disimpan selama 30 hari memiliki daya kecambah lebih tinggi 30.34% (M13) dan
24.86% (M21) dibandingkan dengan serbuk sari yang dipanen dari bunga sehari
sebelum antesis 2.40% (M13) dan 7.35% (M21).

Boron
Boron diserap tanaman dalam bentuk asam borat (H3BO3) (Tjondronegoro
et al. 1999). Adapun bentuk lain boron yang jumlahnya sedikit dan diserap oleh
tanaman adalah B4O72, H2BO31-, HBO32- dan BO32. Boron bersifat immobile di
dalam tanaman dan fungsinya dalam pertumbuhan tanaman belum diketahui
dengan jelas.
Brown et al. (2002) melaporkan bahwa ketiadaan boron dapat menyebabkan
pecahnya tabung serbuk sari karena memiliki fungsi sebagai pembentuk struktur
dinding sel pada tabung serbuk sari. Lordkaew et al. (2011) menyatakan bahwa
pertumbuhan tanaman pada perkembangan reproduktif akan lebih peka terhadap
boron dibandingkan perkembangan vegetatif. Tahir et al. (2013) menyatakan
bahwa boron berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman
seperti penguatan dinding sel, pembelahan sel, pembentukan buah dan biji serta
perkembangan hormonal.
Al-amery et al. (2011) menyatakan bahwa aplikasi boron 150 mg L-1 pada
bunga matahari dapat meningkatkan total berat kering, selain itu boron juga dapat
menurunkan persentase benih hampa dan meningkatkan seed yield. Krudnak et al.
(2012) menjelaskan bahwa penambahan boron dengan dosis 9.38 kg ha-1 dapat
meningkatkan viabilitas serbuk sari hingga 96.93% pada bunga matahari. Rosliani
et al. (2012) menegaskan bahwa pemberian boron dapat meningkatkan jumlah
umbel per rumpun, jumlah bunga per umbel, dan jumlah buah per umbel pada
bawang merah. Tetapi tidak berpengaruh terhadap waktu berbunga, persentase
tanaman berbunga dan proporsi bunga menjadi buah. Amanullah et al. (2010)
menambahkan peran boron dalam merangsang pembungaan dan pembentukan
buah karena boron merupakan unsur mikro yang berhubungan dengan
metabolisme hormon auksin. Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa
penambahan dosis boron meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada fase
pembungaan P3 dan P4 sebanyak 988 butir pada M13 dan 998.50 butir pada M21.

AgNO3 (Perak nitrat)
Penggunaan perak nitrat (AgNO3) pada tanaman dapat menggantikan fungsi
hormon giberelin untuk menginduksi produksi bunga jantan. Byers et al. (1972)
melaporkan bahwa AgNO3 terbukti menghambat kerja etilen pada jaringan
tanaman yang menyebabkan peningkatan jumlah bunga jantan. Ram (1980)
menjelaskan bahwa secara umum hormon giberelin dan auksin menginduksi
ekspresi bunga jantan sementara etilen dan sitokinin menginduksi ekspresi bunga
betina pada sistem monosius dan diosius.
Kwack dan Kunimitsu (1993) meneliti efek AgNO3 pada tanaman
mentimun dengan menerapkan konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm. Hasil

6
penelitian menunjukkan bahwa kultivar yang diberi perlakuan AgNO3
menunjukkan produksi yang optimal dibandingkan dengan kontrol. Menurut
ECPPGR (2011) pemberian perak nitrat (AgNO3) dengan dosis 250-1000 ppm
pada melon dapat menggantikan fungsi hormon giberelin untuk menginduksi
produksi bunga jantan.
Menurut Yongan et al. (2002) GA3 dan AgNO3 sangat efektif untuk
mengontrol ekspresi bunga jantan pada Cucurbita pepo L. Karakaya dan Padem
(2011) melaporkan bahwa penggunaan AgNO3 250, 500, 750 dan 1000 ppm dapat
meningkatkan jumlah bunga jantan pada mentimun yang diuji pada dua musim.
Konsentrasi yang terbaik yang digunakan adalah AgNO3 1000 ppm, selain itu
penggunaan AgNO3 ini dapat menurunkan jumlah bunga betina. Pemberian
AgNO3 dapat dilakukan dengan cara penyemprotan pada titik tumbuh dan
dilaksanakan pada pagi hari sebelum matahari terbit.

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2014. Penanaman
tetua, evaluasi viabilitas serbuk sari dan produksi benih dilaksanakan di Kebun
Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Tajur II. Penelitian terdiri
dari dua tahapan percobaan (Gambar 1). Percobaan tahap satu dilaksanakan di
rumah paranet dan di lapangan terbuka pada tahap dua. Proses pengeringan,
penyimpanan, dan pengujian viabilitas dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan
Biofisik Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Darmaga.
Bahan
Bahan tanam yang digunakan adalah benih tetua jantan Sunrise Meta yaitu
M13 dan Orange Meta yaitu M21,serta M23 sebagai tetua betina. Boron, AgNO3,
MgCl2 digunakan untuk pengeringan serbuk sari, dan media perkecambahan
serbuk sari yaitu PGM modifikasi dengan komposisi 5 g sukrosa, 0.001 g H3BO3,
0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml akuades, skapur pertanian,
pupuk NPK, KCL, SP 36, pupuk kandang, furadan serta pestisida.

Alat
Peralatan yang digunakan meliputi perlengkapan untuk penyemaian, alat
tanam, alat pertanian, alat pengecambahan, timbangan digital dan aluminium foil.
Ekstraksi serbuk sari dari antera dilakukan dengan menggunakan kain kasa halus
dan boks modifikasi sebagai pollen extractor. Jarum ose untuk memisahkan
serbuk sari dari antera, tabung mikro sebagai wadah penyimpanan serbuk sari,
gelas objek dan cover glass sebagai wadah pengamatan serbuk sari, dan

7
mikroskop cahaya Olympus BX 51 dengan perbesaran 100x. Serbuk sari yang
telah dikeringkan MgCl2 kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dan
disimpan di dalam freezer (-11oC)-(-8oC).

Prosedur Percobaan

Tetua jantan melon hibrida
(M13 dan M21)

Teknik budidaya untuk
meningkatkan produksi dan
viabilitas serbuk sari

Kombinasi boron (B) dan
AgNO3

Teknik budidaya terbaik untuk
produksi serbuk sari

Penyimpanan serbuk sari

Tetua betina melon hibrida
(M23)

Penyerbukan

Benih hibrida bermutu tinggi

Gambar 1 Diagram alir penelitian

8
Metode Penelitian
Aplikasi Boron dan AgNO3 untuk Meningkatkan Produksi dan Viabilitas
Serbuk Sari Tetua Jantan Melon Hibrida IPB
Percobaan bertujuan mendapatkan dosis boron (B) dan konsentrasi AgNO3
terbaik yang dapat meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari.

Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) Split Plot. Petak utama yaitu dosis boron yang terdiri atas empat taraf,
yaitu :
P0
: tanpa boron (kontrol)
P1
: boron 1 kg ha-1
P2
: boron 2 kg ha-1
P3
: boron 3 kg ha-1
Anak petak adalah konsentrasi AgNO3 yang terdiri atas lima taraf yaitu :
A0
: tanpa AgNO3 (kontrol)
A1
: AgNO3 100 ppm
A2
: AgNO3 200 ppm
A3
: AgNO3 300 ppm
A4
: AgNO3 400 ppm
Pada percobaan ini terdapat 20 kombinasi perlakuan, setiap perlakuan teknik
budidaya diulang empat kali. Setiap satuan kombinasi perlakuan digunakan dua
tanaman, sehingga diperlukan 160 tanaman per genotipe. Seluruh tanaman pada
percobaan ini dijadikan sebagai sampel. Berikut ini adalah model linier dari
percobaan :
Yijk= µ + αi +

ik

+ βj + (αβ)ij+

ijk

Keterangan :
Yijk : Pengamatan pemberian dosis boron ke-i, konsentrasi AgNO3 ke-j dan
ulangan ke-k.
µ
: Rataan umum
αi
: Pengaruh perlakuan pemberian dosis boron (B) ke-i (0, 1, 2, 3)
:
Komponen acak dari dosis boron ke-i
ik
βj
: Pengaruh perlakuan pemberian konsentrasi AgNO3 ke-j (0, 1, 2, 3, 4)
(αβ)ij : Interaksi dari perlakuan pemberian dosis boron (B) ke-i dan pemberian
konsentrasi AgNO3 ke-j
: Pengaruh acak pemberian dosis boron (B) ke-i, pemberian konsentrasi
ijk
AgNO3 ke-j dan ulangan ke-k

9
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan ini diawali dengan pengujian kandungan boron pada tanah yang
akan digunakan untuk menghindari terjadinya keracunan boron pada tanaman.
Lahan dibersihkan dari gulma kemudian dibentuk bedengan. Setelah proses
penyemaian selama dua minggu dilakukan pindah tanam pada bedengan yang
sudah disediakan. Boron diberikan dengan menyiramkan pada tanah sekitar
tanaman di pagi hari. Boron diberikan pada minggu ke 2, 5 dan 8 MST. AgNO3
diberikan pada 10 dan 20 HST dengan cara penyemprotan ke titik tumbuh pada
pukul 05.30-06.00 atau sebelum matahari terbit.
Bunga jantan dipanen saat bunga mekar sempurna (antesis) sekitar pukul
06.00-09.00. Kemudian bunga dikumpulkan dalam kantong kain strimin dan
dimasukkan ke dalam boks pendingin untuk menjaga kesegarannya hingga sampai
di laboratorium untuk diuji viabilitasnya. Viabilitas serbuk sari segar diuji dengan
PGM modifikasi. Sesampai di laboratorium antera dipisahkan dari bunga jantan
dan dilakukan pengujian terhadap viabilitas serbuk sari segar dengan cara
meletakkan serbuk sari pada gelas objek dan ditetesi media perkecambahan dan
ditutup dengan cover glass dan diinkubasi selama empat jam. Kemudian
dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya. Perkecambahan serbuk sari
ditentukan dengan kriteria tabung serbuk sari mencapai paling sedikit sama
dengan diameter serbuk sari. Pengamatan serbuk sari dilakukan pada setiap
periode pembungaan dimulai dari P2, P3, P4 (tetua jantan M13) dan sampai P5
(tetua jantan M21).Penelitian Agustin et al. (2014) melaporkan pembungaan
melon dibagi ke dalam lima periode yaitu P1 : 22-27 HST periode muncul bunga
jantan, P2 : 28-33 HST periode muncul bunga betina, P3 : 34-39 HST periode
penyerbukan bunga melon, P4 : 40-45 HST dan P5 : 46-51 HST yaitu periode
pembesaran buah (Gambar 2).

A

B

B

Gambar 2 A. Periode pembungaan melon hibrida (Agustin et al. 2014), B.
Tanaman melon yang sedang berbunga

10
Variabel Pengamatan
1 Umur berbunga
Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat
tanaman memasuki stadia reproduktif yaitu membukanya bunga pertama kali.
Umur berbunga ditentukan dengan mengamati 50% bunga jantan telah mekar
sempurna pada setiap satuan percobaan.
2 Jumlah bunga jantan
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga jantan yang
muncul pada setiap tanaman sampel yang telah ditentukan. Jumlah bunga jantan
yang muncul dihitung sejak kuncup bunga jantan pertama sampai terakhir pada
setiap tanaman sampel.
3 Viabilitas serbuk sari
Perhitungan persentase viabilitas serbuk sari dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Jumlah serbuk sari berkecambah
Viabilitas % =
x 100%
Jumlah serbuk sari yang diamati
4 Jumlah serbuk sari per antera
Jumlah serbuk sari per antera akan dihitung di bawah mikroskop dengan
cara diambil satu antera dari satu bunga. Kemudian serbuk sari diketuk-ketuk
dengan menggunakan jarum ose diatas gelas objek dan ditetesi dengan akuades
dan ditutupi dengan cover glass dan dihitung dengan menggunakan counter di
bawah mikroskop.

Efektivitas Serbuk Sari yang Sudah Disimpan untuk Produksi Benih
Melon Hibrida IPB
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari lama simpan serbuk sari melon
hibrida dan menguji efektivitas serbuk sari melon yang disimpan. Percobaan
menggunakan dua tetua jantan yaitu genotipe M13 (Sunrise Meta) dan M21
(Orange Meta).Tetua betina yang digunakan adalah genotipe M23.

Rancangan Percobaan
Percobaan ini akan dilakukan dengan rancangan acak kelompok (RAK) satu
faktor. Faktor pada percobaan ini adalah lama simpan serbuk sari yang terdiri atas
0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 dan 30 hari setelah simpan (HSS). Setiap
perlakuan diulang sebanyak empat kali dengan jumlah tanaman untuk tiap
perlakuan pada tetua betina adalah empat tanaman.Jumlah tanaman tetua betina
adalah sebanyak 176 per genotipe. Berikut ini adalah model linier dari
percobaan 2 :

11
Y = µ + τi + βj +

ij

Keterangan :
Y
: Pengamatan lama simpan ke-i, dan kelompok ke j.
µ
: Rataan umum.
τi
: Pengaruh perlakuan lama simpan ke-i (i = 0,3,6,9,12,15, 18...30).
βj
: Pengaruh kelompok ke-j (1, 2, 3, dan 4).
ij
: Pengaruh acak periode simpan ke-i dan kelompok ke-j

Pelaksanaan Percobaan
Tetua jantan melon hibrida yang digunakan adalah genotipe M13 (Sunrise
Meta) dan M21 (Orange Meta). Masing-masing genotipe ditanam sebanyak 200
tanaman yang diberi perlakuan sesuai percobaan tahap 1. Kemudian dilakukan
penanaman tetua jantan secara bertahap dengan interval waktu tiga hari dan ketika
bunga jantan sudah mulai berbunga dan masuk periode pembungaan P2 dilakukan
pemanenan bunga jantan. Bunga jantan dari kedua tetua dipanen pada pukul
06.00-09.00. Bunga jantan yang dipanen dikumpulkan dalam kantong kain strimin
dan dimasukkan ke dalam boks pendingin untuk menjaga kesegarannya sampai di
laboratorium. Sesampai di laboratorium sebagian bunga jantan dipisahkan untuk
diuji viabilitas serbuk sari segarnya dan sebagian lagi digunakan untuk ekstraksi
serbuk sari. Pengujian serbuk sari dilakukan sama dengan metode percobaan tahap
1. Proses ekstraksi serbuk sari diawali dengan pemisahan antera dari mahkota
bunga. Antera dikeringkan dengan menggunakan AC pada suhu 16oC selama 24
jam. Antera yang sudah kering disaring dengan menggunakan dengan kain strimin
halus. Serbuk sari yang sudah terpisah dikumpulkan kemudian dikeringkan
dengan MgCl2 selama empat jam dan dimasukkan dalam tabung mikro dan
disimpan di dalam freezer bersuhu (-11°C)-(-8°C) selama 30 hari (Gambar 3).
Pengujian viabilitas serbuk sari yang disimpan dilakukan tiga hari sekali dengan
menggunakan media PGM modifikasi.
Penanaman tetua betina juga dilakukan secara bertahap dengan interval
waktu tiga hari. Penyerbukan tetua betina dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketersediaan bunga betina reseptif pada ruas 9-12. Kriteria bunga betina yang
akan diserbuki adalah bunga betina belum mekar atau bunga yang akan mekar
secara manual yaitu dengan memilih bunga betina yang belum mekar atau hampir
memasuki antesis pada ruas ke sembilan hingga ruas dua belas. Kemudian
dilakukan kastrasi yaitu pembuangan organ jantan pada tanaman betina, lalu
dilakukan penyungkupan pada bunga tersebut dengan menggunakan alumunium
foil. Kemudian dilakukan penyerbukan keesokan harinya dengan serbuk sari yang
telah disimpan. Setelah panen dilakukan pengamatan mutu fisiologis buah dan
benih diantaranya bobot segar, diameter buah, panjang buah, ketebalan daging
buah, total benih, benih bernas, persentase benih bernas, daya berkecambah dan
indeks vigor.

12

B

A

D

C

F

E

Gambar 3 Proses ekstraksi serbuk sari melon hibrida: A. pemisahan antera, B.
pengeringan antera, C. pemisahan serbuk sari dari antera, D.
pengeringan serbuk sari dengan MgCl2, E. penyimpanan di dalam
tabung mikro, F. penyimpanan serbuk sari di dalam freezer selama 30
hari.

Variabel Pengamatan
1. Indeks vigor (IV)
Indeks vigor (IV) ditentukan dengan cara menghitung persentase kecambah
normal yang tumbuh pada perhitungan pertama. Pengamatan indeks vigor
dilakukan pada perhitungan pertama, yaitu pada saat 4 MST (ISTA 2010) dan
dihitung dengan menggunakan rumus :
DB(%) =

Jumlah kecambah normal
x 100 %
Jumlah benih yang ditanam

13

2. Daya berkecambah (DB)
Perhitungan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal
yang tumbuh selama periode perkecambahan dalam dua kali pengamatan. Waktu
perhitungan daya berkecambah yang umum digunakan dengan menghitung
persentase kecambah normal yaitu pada 4 hari setelah tanam (HST) dan 8 HST
(ISTA 2010). Daya berkecambah dihitung dengan menggunakan rumus :
DB(%) =

Jumlah kecambah normal
x 100 %
Jumlah benih yang ditanam

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil
menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji
Wilayah Berganda Duncan (DεRT) dengan taraf α = 0.05.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Berdasarkan hasil analisis tanah jumlah boron tersedia pada tanah di kebun
percobaan PKHT Tajur II yaitu 0.16 ppm dan pH tanah 6.29 untuk percobaan 1
(Lampiran 3 dan 4). Sementara itu pada percobaan 2 jumlah boron yang tersedia
pada tanah yaitu 0.65 ppm dengan pH 6.45 (Lampiran 3 dan 4). Kebun percobaan
PKHT Tajur II berada pada 310 m dpl. Suhu harian rata-rata sebesar 25.9o C dan
kelembaban rata-rata 83% dengan rata-rata curah hujan yaitu sebesar 313 mm.
Pada percobaan tahap I pertumbuhan awal tanaman melambat karena tingginya
curah hujan dan serangan hama. Penyulaman tanaman adalah upaya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Tanaman tetua jantan dan betina
pada percobaan tahap II yang ditanam di lapangan terbuka memiliki pertumbuhan
yang lebih baik, sehingga tanaman dapat menghasilkan buah untuk produksi benih
hibrida.

Aplikasi Boron dan AgNO3 untuk Meningkatkan Produksi dan Daya
Berkecambah Serbuk Sari Tetua Jantan Melon Hibrida IPB
Bedasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa penambahan boron dapat
memperlambat umur muncul bunga pada tetua jantan M13 (Tabel 1). Tanaman
kontrol pada tetua jantan M13 memiliki umur berbunga lebih cepat sekitar 21.4
HST, sementara tanaman yang diberi perlakuan boron mengalami penundaan
pembungaan 3-5 hari. Hasil penelitian Goldberg et al. (2003) menunjukkan hal
yang sama bahwa penambahan dosis boron sebanyak 2.22, 3.33 dan

14
5.27 mmol L-1 dapat memperlambat munculnya bunga pada tanaman melon
menjadi 40, 50 dan 60 HST, sementara umur muncul bunga tanaman kontrol yang
tidak diberi perlakuan boron sekitar 36 HST.
Penambahan boron tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga pada
tetua jantan M21 (Tabel 1). Rata-rata umur muncul bunga pada M21 yaitu sekitar
21.7 HST. Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan boron 10 kg ha-1
pada tetua jantan M13 dan M21 tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga
tanaman, kedua tetua jantan mulai berbunga yaitu sekitar 21 HST.
Tabel 1 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap umur berbunga pada
tanaman tetua jantan M13 dan M21
Dosis boron
0 kg ha-1 (kontrol)
1 kg ha-1
2 kg ha-1
3 kg ha-1
Rata-rata
Konsentrasi AgNO3
0 ppm (kontrol)
100 ppm
200 ppm
300 ppm
400 ppm
Rata-rata

Umur berbunga (HST)
M13
M21
21.4 b
21.5
24.2 a
21.5
26.0 a
22.1
26.3 a
21.5
21.7
24.4
23.9
24.6
25.3
23.7
24.4

21.3
21.6
21.8
22.0
21.3
21.6

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
dengan DMRT α=0.05.

Penyemprotan AgNO3 pada titik tumbuh tanaman tidak berpengaruh pada
umur berbunga tetua jantan melon hibrida IPB baik pada M13 mapun M21
(Tabel 1). Tetua jantan M13 memiliki umur berbunga yang berbeda dengan M21,
umur berbunga pada M13 sekitar 24.4 HST dan 21.6 HST untuk M21. Palupi dan
Suketi (2013) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 pada tanaman tidak
berpengaruh terhadap umur muncul bunga dan umur berbunga tetua jantan M21
sekitar 16 HST lebih cepat dibandingkan M13 sekitar 21 HST. Hal ini diduga
karena pengaruh genetik dan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian
dilakukan pada dua lokasi, penelitian Palupi dan Suketi (2013) dilakukan di kebun
percobaan Pasir Kuda, Bogor dengan menggunakan varietas tetua jantan yang
sama. Namun pertumbuhan tanaman pada lingkungan Pasir Kuda tersebut berbeda
dengan penelitian di Kebun Percobaan Tajur. Pertumbuhan tanaman di Kebun
Percobaan Pasir Kuda lebih baik dibandingkan pertumbuhan tanaman di Tajur,
baik dari segi perkecambahan benih, waktu berbunga yang cepat dan perbesaran
batang. Meskipun secara genetik tetua jantan yang digunakan sama tetapi jika
kondisi lingkungannya berbeda maka respon pertumbuhan dari tanaman juga akan
berbeda.
Penambahan dosis boron pada M13 dapat menurunkan jumlah bunga jantan
(Tabel 2). Tanaman kontrol pada M13 memiliki rata-rata jumlah bunga jantan

15
mencapai 20.6 kuntum per fase pembungaan (7 hari). Rata-rata jumlah bunga
jantan yang diperoleh jika diberi penambahan boron yaitu sekitar 8.1 kuntum per
fase pembungaan. Namun, penambahan dosis boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan
jumlah bunga jantan pada M21 (Tabel 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
tanaman M21 yang diberi penambahan boron 1 kg ha-1 menghasilkan jumlah
bunga jantan sebanyak 3 kuntum lebih tinggi per fase pembungaan (7 hari)
dibandingkan tanaman kontrol.
Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan dosis boron 10 kg ha-1
tidak meningkatkan jumlah bunga jantan pada kedua tetua jantan dan jumlah
bunga jantan yang dihasilkan sekitar 9-12 kuntum per fase pembungaan (5 hari).
Hal ini diduga karena dosis boron 10 kg ha-1 yang digunakan dinilai cukup tinggi
sehingga tidak dapat menginduksi pembentukan bunga jantan.Dari hasil penelitian
ini diketahui bahwa penambahan boron dengan dosis 1, 2, 3 kg ha-1 dapat
menurunkan jumlah bunga pada M13. Holley dan Dulin (1989) melaporkan
bahwa aplikasi boron 5.0 ppm dapat menurunkan produksi bunga pada bibit
kapas.Meskipun pada M21 penambahan boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan
jumlah bunga jantan sebanyak 3 kuntum tetapi tidak berbeda dari tanaman
kontrol. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa penambahan boron tidak
meningkatkan jumlah bunga.
Tabel 2 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap jumlah bunga jantan pada
tetua jantan M13 dan M21
Dosis boron

0 kg ha-1 (kontrol)
1 kg ha-1
2 kg ha-1
3 kg ha-1
Rata-rata
Konsentrasi AgNO3
0 ppm (kontrol)
100 ppm
200 ppm
300 ppm
400 ppm
Rata-rata

Jumlah bunga jantan (kuntum) per fase
pembungaan
M13
M21
20.6 a
7.7 ab
6.60 b
10.4 a
8.20 b
5.6 b
9.40 b
5.7 b

7.7
11.3
12.7
11.5
12.8

b
ab
a
ab
a

8.5
7.9
7.1
7.0
6.1
7.3

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13
dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

Induksi pembungaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya panjang
hari, suhu, intensitas cahaya, kelembaban tanah, mineral, hara serta faktor
cekaman. Boron merupakan unsur hara mikro yang berperan penting dalam
pergerakan karbohidrat dan gula, pertumbuhan tabung serbuk sari dan memelihara
aktivitas meristematik. Menurut A dan L Laboratorium Kanada (2002) boron

16
berfungsi dalam pembentukan dinding sel. Bentuk dan fungsi dinding sel
memiliki peran terhadap pertumbuhan dan perpanjangan tabung serbuk sari.
Penambahan AgNO3 pada konsentrasi 200 dan 400 ppm dapat
meningkatkan jumlah bunga jantan sebanyak 5 kuntum per fase pembungaan
(7 hari) pada M13 tetapi tidak untuk M21. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa penambahan kombinasi
AgNO3 200 ppm + Na2SO4 1000 ppm tidak meningkatkan produksi bunga jantan
pada tetua M13 dan M21 pada setiap fase pembungaan (5 hari). Hal ini diduga
karena pemberian AgNO3 dikombinasikan dengan Na2SO4.
Penyemprotan AgNO3 pada tanaman bertujuan untuk meningkatkan jumlah
bunga jantan pada tetua jantan M13 dan M21, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produksi serbuk sari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penambahan AgNO3 sebanyak 200 dan 400 ppm meningkatkan produksi bunga
jantan menjadi 5 kuntum per fase pembungaan pada M13. Pada penelitian ini
penambahan AgNO3 diduga dapat menekan atau mereduksi keberadaan etilen
yang akan menggantikan fungsi hormon giberelin yang terdapat pada tanaman
sehingga menginduksi bunga jantan. Menurut Yamasaki dan Manabe (2011)
keberadaan etilen pada tanaman tingkat tinggi memiliki korelasi dengan gen F
(betina), oleh karena itulah dibutuhkan inhibitor atau penghambat etilen.
Penyemprotan AgNO3 dinilai cukup efektif untuk meningkatkan jumlah
bunga jantan pada tanaman. Hasil penelitian ini sejalan dengan Kasrawi (1988)
melaporkan bahwa penambahan AgNO3 sebanyak 200 ppm dapat meningkatkan
jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun varietas Diyala. Yamasaki dan
Manabe (2011) juga melaporkan bahwa penambahan AgNO3 dengan konsentrasi
1.0 mM (setara dengan 10.81 ppm) dapat meningkatkan produksi bunga jantan
pada tanaman mentimun dari 2 kuntum hingga 10 kuntum bunga pada buku ke
6-9. Karakaya dan Padem (2012) menambahkan bahwa pemberian AgNO3
sebanyak 250, 500, 750 dan 1000 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan
pada tanaman mentimun varietas „GND1‟ dan „GND2‟ mencapai 5-30 kuntum
setiap minggu pada berbagai musim tanam.
Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa jumlah bunga jantan masih
dapat terus meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi AgNO3. Tidak
berpengaruhnya penyemprotan AgNO3 pada M21 diduga karena masih rendahnya
konsentrasi AgNO3 yang diaplikasikan pada tanaman. Pengaruh AgNO3 pada
konsentrasi yang lebih tinggi terhadap peningkatan produksi bunga jantan perlu
diteliti lebih lanjut.
Viabilitas serbuk sari M13 meningkat dengan penambahan boron 1 kg ha-1
tetapi tidak berpengaruh terhadap M21 (Tabel 3). Dosis boron 1 kg ha-1 dapat
meningkatkan viabilitas serbuk sari sebanyak 8.8% pada M13. Rata-rata
persentase viabilitas serbuk sari pada M21 yaitu sekitar 85.64%. Agustin et al.
(2014) melaporkan bahwa penggunaan dosis boron10 kg ha-1 tidak dapat
meningkatkan viabilitas serbuk sari pada tetua jantan M13 dan M21 dengan ratarata viabilitas serbuk sari yang dihasilkan 60% untuk M13 dan 75% pada M21.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan hal yang serupa yaitu penambahan boron
dengan dosis 2 dan 3 kg ha-1 pada tetua jantan M13 memperlihatkan penurunan
viabilitas serbuk sari pada M13 menjadi 75.5%. Hal ini diduga karena dosis boron
yang digunakan pada penelitian tersebut terlalu tinggi sehingga tidak mampu
meningkatkan viabilitas serbuk sari pada kedua tetua jantan melon hibrida.

17
Penyemprotan AgNO3 pada tetua jantan M13 dan M21 terbukti tidak dapat
meningkatkan viabilitas serbuk sari. Hasil penelitian ini sama seperti Agustin et
al. (2014) yang menunjukkan bahwa penyemprotan AgNO3 200 ppm + Na2SO4
1000 ppm tidak meningkatkan viabilitas serbuk sari pada kedua tetua jantan
melon hibrida IPB, karena AgNO3 tidak berperan dalam perkembangan tabung
serbuk sari terutama pada saat perkecambahan serbuk sari.
Tabel 3 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap viabilitas serbuk sari pada
M13 dan M21
Dosis boron
0 kg ha-1 (kontrol)
1 kg ha-1
2 kg ha-1
3 kg ha-1
Rata-rata
Konsentrasi AgNO3
0 ppm (kontrol)
100 ppm
200 ppm
300 ppm
400 ppm
Rata-rata

Viabilitas serbuk sari (%)
M13
M21
76.3 b
87.1
85.1 a
84.9
76.9 b
85.4
75.5 b
85.1
85.6
80.5
76.5
79.3
79.4
74.1
77.9

84.9
84.0
87.4
86.3
86.0
85.7

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13
dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan boron 1 kg ha-1 dapat
meningkatkan viabilitas serbuk sari pada M13 tetapi tidak pada M21. Hal ini
diduga karena ketersediaan boron pada tanah yang digunakan sangat rendah
sebesar 0.16 ppm dengan pH tanah 6.29 (Lampiran 3). Kebutuhan boron pada
setiap tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Kelling (1999)
melaporkan bahwa kebutuhan boron pada tanaman monokotil seperti jagu