Pengeringan Dan Penyimpanan Serbuk Sari Dalam Produksi Benih Cabai Hibrida Ipb

PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN SERBUK SARI
DALAM PRODUKSI BENIH CABAI HIBRIDA IPB

SILVIA HERMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengeringan dan
Penyimpanan Serbuk Sari dalam Produksi Benih Cabai Hibrida IPB adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015
Silvia Hermawati
NIM A251110121

RINGKASAN
SILVIA HERMAWATI. Pengeringan dan Penyimpanan Serbuk Sari dalam
Produksi Benih Cabai Hibrida IPB. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN,
ENDAH RETNO PALUPI dan MUHAMAD SYUKUR.
Pengelolaan serbuk sari berguna untuk menjamin ketersediaan serbuk sari
selama penyerbukan serta dapat meningkatkan produksi benih hibrida. Kegiatan
pengelolaan serbuk sari meliputi panen, pengolahan (ekstraksi dan pengeringan),
penyimpanan, dan pengujian viabilitas serbuk sari. Penelitian bertujuan untuk
mendapatkan metode pengeringan serbuk sari serta mengetahui pengaruh kondisi
ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas dan daya berkecambah
serbuk sari, fruit set dan seed set, mutu buah, dan mutu benih cabai hibrida.
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 hingga Juni 2014 bertempat di Kebun
Percobaan Leuwikopo, Bogor dan Laboratorium Biologi dan Biofisik Benih,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan serbuk sari cabai besar (IPB
C5) dan cabai keriting (IPB C120) yang dikeringkan pada delapan metode
pengeringan, yaitu D0 (tanpa pengeringan), D1 (pengeringan antera dalam ruang

AC, suhu 20+2 oC dan RH 30-50% selama 24 jam), D2 (pengeringan antera
dalam toples yang berisi silika gel dan disimpan pada ruang AC selama 24 jam),
D3 (pengeringan antera dalam toples yang berisi MgCl2 dan disimpan pada ruang
AC selama 24 jam), D4 (pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi silika gel
selama 4 jam), D5 (pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi MgCl2
selama 4 jam), D6 (pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi silika gel
selama 24 jam), dan D7 (pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi silika gel
selama 24 jam).
Metode pengeringan terbaik digunakan untuk mengeringkan serbuk sari
yang selanjutnya disimpan pada tiga kondisi ruang simpan, yaitu refrigerator
(4-6 oC, RH 40-45%), freezer (-2+3 oC, RH 40-45%), dan deep freezer (-20+2 oC,
RH 40-45%) selama 30 hari. Viabilitas serbuk sari diamati dengan metode
pewarnaan mengunakan acetocarmin dan daya berkecambah pada media
perkecambahan (15% sukrosa, 3.24 mM H3BO3, 1.8 mM CaCl2, 1.66 mM MgCl2,
dan 23.27% PEG 4000). Penyerbukan serbuk sari dilakukan pada tetua betina
cabai besar IPB C2 di lahan untuk menghasilkan benih cabai hibrida.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk sari cabai besar IPB C5
maupun cabai keriting IPB C120 dapat dikeringkan pada ruang AC (suhu 20+2 oC
dan RH 30-50%) selama 24 jam (perlakuan pengeringan D1). Penyimpanan
serbuk sari yang telah dikeringkan dalam refrigerator, freezer, dan deep freezer
dapat mempertahankan viabilitas dan daya berkecambah selama 30 hari.
Viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari IPB C5 selama penyimpanan 30 hari
mencapai 81.11% dan 28.18%, sedangkan pada serbuk sari IPB C120 mencapai
82.87% dan 26.46%. Namun demikian, semakin lama periode simpan serbuk sari,
efektivitasnya untuk digunakan dalam produksi benih hibrida semakin menurun.
Hal tersebut ditunjukkan oleh menurunnya keberhasilan penyerbukan, mutu buah,

dan mutu benih hibrida. Serbuk sari IPB C120 dapat disimpan selama 21 hari
untuk digunakan dalam produksi benih hibrida (daya berkecambah benih
mencapai 96.00%). Sementara itu, serbuk sari IPB C5 hanya dapat disimpan
selama 18 hari (daya berkecambah benih mencapai 92.00%). Viabilitas dan daya
berkecambah serbuk sari berkorelasi terhadap fruit set, seed set, mutu buah, dan
mutu benih hibrida dengan sumber serbuk sari IPB C120. Semakin tinggi
viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari, semakin tinggi pula fruit set, seed set,
mutu buah, dan mutu benih hibrida.


Kata kunci: AC, fruit set, penyerbukan, seed set, viabilitas.

SUMMARY
SILVIA HERAMAWATI. Pollen Drying and Pollen Storage for Production of
Hybrid Seed of IPB Chili. Supervised by MEMEN SURAHMAN, ENDAH
RETNO PALUPI, and MUHAMAD SYUKUR.
Pollen management is useful to ensure the availability of pollen for
pollination to produce hybrid seed. Pollen management covers pollen harvesting,
processing (extraction and desiccation), and viability testing. The study was aimed
to detemine the best method of pollen drying and to investigate the effect of
storage condition and storage period on viability and germination of pollen, fruit
set and seed set, fruit quality, and the hybrid seed quality. The study was
conducted during June 2013 until June 2014 at Experimental Station in
Leuwikopo, Bogor and Reproductive Biology and Biophysics Laboratory, Bogor
Agricultural University. Pollen of chili genotype IPB C5 and IPB C120 were used
in this study and dehydrated in eight desiccation treatments, i.e, D0 (without
drying), D1 (anther dehydrated in AC room, temperature 20+2 oC and RH 30-50%
for 24h), D2 (anther dehydrated in a box containing silica gel and stored in AC
room for 24h), D3 (anther dehydrated in a box containing MgCl2 and stored in AC
room for 24h), D4 (anther dehydrated in AC room for 24h and continued with

pollen drying in a box containing silica gel for 4h), D5 (anther dehydrated in AC
room for 24h and continued with pollen drying in a box containing MgCl2 for 4h),
D6 (anther dehydrated in AC room for 24h and continued with pollen drying in a
box containing silica gel for 24h), D7 (anther dehydrated in AC room for 24h and
continued with pollen drying in a box containing MgCl2 for 4h).
The best desiccation treatment then was used for desiccating pollen prior to
storage in different conditions, i.e. refrigerator (4-6 °C, RH 40-45%), freezer (2+3 °C, RH 40-45%), and deep freezer (-20+2 oC, RH 40-45%) for 30 days.
Pollen viability was observed by acetocarmine staining, while pollen germination
was observed using pollen germination medium (15% sucrose, 3.24 mM H3BO3,
1.8 mM CaCl2, 1.66 mM MgCl2, and 23.27% PEG 4000). In vivo pollen testing
was conducted using female parent of chili genotype IPB C2 to produce hybrid
seed.
The result showed that chili pollen of IPB C5 and IPB C120 dehydrated in
AC room (temperature 20+2 oC and RH 30-50%) for 24h maintained its viability
and germination. The storage condition did not affect the viability and
germination of pollen, fruit set and seed set, fruit quality, and hybrid seeds quality.
Pollen stored in refrigerator, freezer, and deep freezer for 30 days was able to
maintain its viability and germination. Viability and germination of IPB C5 pollen
at 30 days after storage was approximately 81.11% and 28.18% respectively,
whereas those of IPB C120 was approximately 82.87% and 26.46% respectively.

However, percentage of fruit set and seed set, fruit quality, and hybrid seed
quality were declining along storage periode. Pollen of IPB C120 stored until 21
days was still suitable for hybrid seed production (seed germination reach
96.00%), while pollen of IPB C5 was suitable for hybrid seed production only
until 18 days after storage (seed germination reach 92.00%). Pollen viability dan
germination were correlated to fruit set, seed set, fruit quality, hybrid seed quality
only for IPB C2 x IPB C120 but not IPB C2 x IPB C5.
Keywords: AC, fruit set, pollination, seed set, viability.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN SERBUK SARI

DALAM PRODUKSI BENIH CABAI HIBRIDA IPB

SILVIA HERMAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi: Dr Awang Maharijaya, SP MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis dengan

judul “Pengeringan dan Penyimpanan Serbuk sari dalam Produksi Benih Cabai
Hibrida IPB” ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar
magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia atas Beasiswa
Unggulan (BU) yang penulis terima selama menempuh studi di Sekolah
Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Memen Surahman, Dr Ir Endah
Retno Palupi, dan Prof Dr Muhamad Syukur selaku komisi pembimbing atas
bimbingan, arahan dan masukan selama penelitian dan penyusunan karya ini,
kepada Dr Awang Maharijaya, SP MSi selaku penguji luar komisi atas arahan dan
masukan pada saat ujian tesis, serta Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi selaku
sekretaris Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas arahan dan masukan
selama ujian tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya
untuk mimih tercinta (N. Hasanah), teteh-teteh (Lela Humaela, Ida Farida, Tuti
Amaliah, Asmawati, Nina Rismawati, dan Eva Maulida), aa-aa (Dudin Muhyidin,
Munjid Hermawan, dan Berli Zulkifli), ade (Milati Ahsani), suami (Arie Eka
Prasetia Rizki), sahabat (Dea Nadila, Ani Suryanti, dan Muslihatun Nur), serta
teman-teman semua atas do’a dan dukungan yang tak terhingga dalam
penyusunan karya ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juni 2015
Silvia Hermawai

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Fenologi Pembungaan Cabai
Produksi Benih Cabai Hibrida
Pengelolaan Serbuk Sari
Pengeringan Serbuk Sari
Penyimpanan Serbuk Sari

Pengujian Viabilitas Serbuk Sari

3
3
3
4
5
5
6

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Pelaksanaan Penelitian
Analisis Data

7
7
8
8

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Morfologi Bunga Cabai
Morfologi Serbuk Sari Cabai
Pengeringan Serbuk Sari Cabai
Penyimpanan Serbuk Sari Cabai
Viabilitas dan Daya Berkecambah Serbuk Sari Cabai
Keberhasilan Penyerbukan dan Produksi Benih Cabai Hibrida
Mutu Buah Cabai Hasil Penyerbukan
Mutu Benih Cabai Hibrida Hasil Penyerbukan
Korelasi antar Peubah

12
12
12
13
14
17
18
21
23
24
27

KESIMPULAN

29

SARAN

29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari selama penyimpanan ................ 19
Keberhasilan penyerbukan dan produksi benih cabai hibrida .......................... 22
Mutu buah cabai IPB C2 dengan sumber serbuk sari yang berbeda ................ 24
Mutu benih cabai hibrida IPB C2 x IPB C5 ..................................................... 25
Mutu benih cabai hibrida IPB C2 x IPB C120 ................................................. 26
Korelasi antara viabilitas serbuk sari, keberhasilan penyerbukan, mutu
buah, dan mutu benih hibrida dengan sumber serbuk sari IPB C120 ............... 27
7 Korelasi antara viabilitas serbuk sari, keberhasilan penyerbukan, mutu
buah, dan mutu benih hibrida dengan sumber serbuk sari IPB C5 ................... 28

DAFTAR GAMBAR
Panen dan pengolahan serbuk sari cabai............................................................ 9
Pengujian viabilitas serbuk sari cabai. ............................................................. 11
Kondisi tanaman di lapang. ............................................................................. 12
Morfolgi bunga cabai ....................................................................................... 13
Morfologi serbuk sari cabai. ............................................................................ 14
Struktur serbuk sari cabai ................................................................................ 14
Viabilitas serbuk sari setelah pengeringan....................................................... 15
Daya berkecambah serbuk sari setelah pengeringan ....................................... 16
Viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari pada kondisi ruang simpan
yang berbeda................................................................................................... 18
10 Kurva regresi linear viabilitas serbuk sari selama penyimpanan .................... 20
11 Kurva regresi daya berkecambah serbuk sari selama penyimpanan ............... 20
12 Struktur kecambah cabai
26
1
2
3
4
5
6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi Cabai Besar IPB C5 (Varietas Perbani) ............................................ 34
2 Deskripsi Cabai Keriting Besar IPB C2 (Varietas Makmur) ............................ 35
3 Deskripsi Cabai Keriting IPB C120 (Varietas Kopay) ..................................... 36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura penting sebagaimana
terlihat dari konsumsi cabai yang terus meningkat setiap tahunnya. Konsumsi
cabai merah pada tahun 2011 mencapai 1.50 kg kapita-1 tahun-1 dan meningkat
menjadi 1.65 kg kapita-1 tahun-1 pada tahun 2012. Tetapi, produktivitas cabai
nasional masih cukup rendah dan jauh dari potensi hasilnya yang dapat mencapai
12 ton ha-1 (Kusandriani & Permadi 1996). Produktivitas cabai merah tahun 2012
mencapai 6.84 ton ha-1 dan meningkat menjadi 6.93 ton ha-1 pada tahun 2013
(BPS 2015).
Salah satu faktor rendahnya produktivitas cabai nasional disebabkan
kurangnya penggunaan benih hibrida oleh petani. Menurut Kirana (2006) petani
lebih banyak menggunakan varietas cabai bersari bebas yang hasilnya lebih
rendah dibandingkan varietas hibrida. Produksi benih hibrida masih didominasi
oleh perusahaan multinasional dengan harga yang tinggi. Padahal, berbagai
genotipe dan varietas cabai unggul telah berhasil dirakit oleh pemulia dalam
negeri.
Institut Pertanian Bogor telah berhasil merakit beberapa varietas cabai
hibrida unggul seperti IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3, IPB CH4, dan IPB CH25
yang memiliki potensi hasil hingga 16-23 ton/ha (Syukur et al. 2010). Antusias
petani, pengusaha, dan masyarakat umum untuk menanam varietas tersebut
menjadi peluang untuk memproduksi benih hibrida secara masal. Sampai saat ini,
permintaan akan benih hibrida belum dapat terpenuhi karena kendala tingginya
biaya produksi, terutama tingginya upah tenaga kerja dan penggunaan lahan yang
tidak efisien. Tenaga kerja terbesar dibutuhkan dalam kegiatan emanskulasi dan
penyilangan yang harus dilakukan setiap hari sepanjang masa pembungaan.
Tenaga kerja juga harus memiliki keterampilan yang memadai untuk menjamin
keberhasilan penyerbukan.
Teknik produksi benih cabai hibrida secara konvensional umumnya
menggunakan jumlah tetua jantan dan betina dengan perbandingan 1:2. Tetua
jantan dan betina ditanam pada waktu dan areal yang sama untuk memudahkan
penyilangan yang dilakukan setiap hari. Akibatnya, sepertiga dari luasan areal
produksi digunakan untuk menanam tetua jantan sebagai sumber serbuk sari.
Sementara itu, tetua jantan dan betina yang memiliki masa pembungaan yang
berbeda perlu ditanam secara bertahap. Hal tersebut dapat menjadi kendala praktis
di lapangan serta rawannya migrasi serangan hama dan penyakit.
Pengelolaan serbuk sari dilaporkan dapat meningkatkan produksi benih
hibrida. Pengelolaan serbuk sari dapat meningkatkan pemanfaatan bunga pada
tetua jantan sebelum rontok. Kerontokan pada bunga cabai dapat mencapai
50-95% (Yamgar & Desai 1987). Serbuk sari memiliki ukuran yang kecil,
sehingga mudah disimpan. Serbuk sari yang telah disimpan menjadi lebih kering
dan mudah diserbukkan sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi benih
hibrida (Wang et al. 1993; Berke 2000).

2
Keuntungan lain dari pengelolaan serbuk sari adalah mencegah terjadinya
pencurian plasma nutfah yang kerap terjadi dalam produksi benih hibrida dengan
sistem kemitraan petani. Melalui teknik pengelolaan serbuk sari, produsen tidak
perlu memberikan tanaman tetua jantan kepada petani mitra, cukup dengan
menyediakan serbuk sari yang siap disilangkan, sehingga lebih aman dan praktis.
Kegiatan pengelolaan serbuk sari meliputi panen, pengolahan (ekstraksi dan
pengeringan), penyimpanan, dan pengujian viabilitas serbuk sari. Pengeringan
serbuk sari merupakan upaya untuk menurunkan kadar air serbuk sari, sehingga
dapat menjaga viabilitas serbuk sari selama penyimpanan. Berke (2000)
mengeringkan serbuk sari cabai menggunakan silika gel selama 24 jam, sehingga
dapat disimpan dalam suhu ruang (20-25 oC) selama 24-48 jam. Sementara itu,
beberapa komoditas lain menggunakan metode pengeringan yang berbeda, seperti
MgCl2 (Aylor 2003), dehumidifier (Setiawan & Ruskandi 2005), freeze dryer
(Baskorowati 2006), atau pada ruang AC (Agustin et al. 2014).
Kondisi penyimpanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
viabilitas serbuk sari selama penyimpanan. Serbuk sari umumnya disimpan pada
suhu -20-0 oC) dan RH 0-30%. Serbuk sari Melaleuca dapat disimpan dalam
jangka pendek pada suhu 3-5 oC, sementara untuk jangka panjang (11 bulan)
disimpan pada suhu -18 oC (Baskorowati 2006). Serbuk sari buah pear yang
disimpan pada suhu 4 oC selama tiga bulan memiliki viabilitas lebih rendah
dibandingkan pada suhu -20 oC (Bath et al. 2012). Serbuk sari cabai dapat
disimpan pada suhu ruang selama 24-48 jam, sedangkan penyimpanan pada suhu
0 oC dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari hingga satu minggu (Berke
2000).
Penelitian mengenai pengeringan, penyimpanan, dan pengujian viabilitas
serbuk sari cabai belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu
dilakukan untuk mendapatkan metode yang tepat dalam pengelolaan serbuk sari
tanaman cabai, untuk pengembangan produksi benih cabai hibrida hasil pemuliaan
IPB.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan metode pengeringan serbuk sari cabai.
2. Mengetahui pengaruh kondisi ruang dan periode simpan terhadap viabilitas
serbuk sari.
3. Mengetahui pengaruh kondisi dan periode simpan terhadap produksi dan mutu
benih cabai hibrida.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Fenologi Pembungaan Cabai
Cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri, namun kemampuan untuk
menyerbuk silang secara alami maupun buatan juga relatif tinggi, mencapai
60-80% (Berke 2000). Oleh karena itu, cabai juga digolongkan ke dalam
kelompok tanaman menyerbuk silang fakultatif (Odland & Porter 1941; Bosland
& Votava 1999). Tanaman cabai mulai berbunga dengan munculnya satu bunga
pada cabang pertama (dikotomus). Selanjutnya bunga akan muncul pada setiap
buku percabangan secara berurutan dengan selang waktu sekitar 7-10 hari. Dalam
satu tanaman dapat berkembang hingga 100 bunga. Bunga akan mekar 1-3 jam
setelah matahari terbit dan terus membuka hingga kurang lebih satu hari. Antera
akan membuka dan pecah mengeluarkan serbuk sari (dehiscence) 1-10 jam setelah
bunga mekar (Bosland & Votava 1999; Aleemullah 2000; Berke 2000).
Stigma reseptif dan serbuk sari viabel tertinggi terjadi saat antesis, yaitu
ketika bunga mekar dan antera telah berkembang sempurna tetapi belum
mengering. Kivadasannavar (2008) melaporkan bahwa reseptivitas stigma mampu
bertahan hingga 2-3 hari setelah antesis. Sementara itu, menurut Berke (2000)
bunga yang tidak diemaskulasi memiliki masa reseptif sekitar 4-7 hari, sedangkan
bunga yang telah diemaskulasi mampu mempertahankan masa reseptifnya hingga
5-9 hari. Serbuk sari dapat berkecambah 6-24 jam setelah penyerbukan dan
membuahi ovul 72 jam setelah penyerbukan.
Suhu lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi produksi
bunga, viabilitas serbuk sari, masa reseptif stigma, keberhasilan penyerbukan,
pembentukan buah (fruit set), dan pembentukan biji (seed set). Inisiasi bunga dan
masa antesis terjadi pada suhu optimum 20-25 oC (suhu siang) dan 18 oC (suhu
malam). Suhu malam di atas 24 oC menyebabkan bunga rontok. Suhu tinggi diatas
30 oC menyebabkan serbuk sari tidak viabel dan menjadi steril. Sebaliknya, suhu
rendah dapat menunda antesis. Suhu optimal untuk pembuahan adalah 17-30 oC.
Buah tidak akan terbentuk pada suhu dibawah 16 oC atau diatas 32 oC. Gagalnya
pembentukan buah pada suhu tinggi diduga karena terjadinya transpirasi yang
berlebih dan translokasi gula yang rendah (Bosland & Votava 1999; Berke 2000;
Kivadasannavar 2008).
Masak morfologi pada buah cabai ditandai dengan ukuran buah yang telah
mencapai maksimum, yaitu berwarna hijau dan siap dipanen untuk konsumsi
hijau. Masak morfologi umumnya tercapai pada 35-50 hari setelah penyerbukan.
Sementara itu, masak fisiologis ditandai buah berwarna merah dan siap dipanen
untuk konsumsi merah atau untuk produksi benih (Bosland & Votava 1999).
Produksi Benih Cabai Hibrida
Berke (2000) menyatakan bahwa produksi benih hibrida membutuhkan
tenaga kerja yang intensif, khususnya untuk emaskulasi. Untuk mengoptimalkan
produksi benih hibrida, seorang tenaga harus mampu melakukan emaskulasi dan
penyerbukan minimal 400 tanaman setiap hari. Waktu yang tepat untuk
emaskulasi dan penyerbukan adalah setelah embun mengering, suhu lingkungan

4
relatif rendah, sedangkan kelembapan dan turgor tanaman cukup tinggi.
Emaskulasi umumnya dilakukan pada pukul 06.00-10.00 atau pukul 15.00-17.00.
Penyerbukan sebaiknya dilakukan pada bunga yang telah diemaskulasi pada hari
sebelumnya atau bunga yang masih tertutup dan diperkirakan akan mekar pada
esok harinya. Bunga yang telah diemaskulasi tidak akan dikunjungi oleh lebah,
sehingga mencegah terjadinya pencampuran akibat penyerbukan alami. Demikian
pula bunga yang masih tertutup lebih aman dari percampuran akibat selfing
maupun persilangan alami. Menurut McCormact (2006) terdapat perbedaan waktu
stigma reseptif dengan waktu pecah antera. Stigma umumnya telah ditutupi oleh
serbuk sari sebelum antera pecah. Hal tersebut menunjukan adanya penyerbukan
silang secara alami pada bunga yang telah mekar.
Optimalisasi pembuahan dilakukan dengan mempertahankan satu bunga
saja pada setiap buku. Bunga yang telah mekar sebaiknya juga dibuang untuk
menghindari pencampuran benih akibat terjadinya selfing. Jumlah optimum untuk
produksi benih hibrida umumnya dipertahankan hanya 15-20 buah per tanaman.
Bunga pada buku kelima dan keenam menunjukkan keberhasilan pembuahan
tertinggi untuk produksi benih cabai merah. Keberhasilan penyerbukan dapat
diamati dari perkembangan buah 4-6 hari setelah penyerbukan. Bunga yang tidak
berhasil diserbuki akan rontok pada 3-4 hari setelah penyerbukan (Berke 2000).
Standar nasional Indonesia (2004) menetapkan syarat benih cabai hibrida
yang bermutu tinggi adalah memiliki persentase daya berkecambah (DB) minimal
85%, kemurnian benih 99%, kadar air maksimal 10%, dan toleransi serangan
penyakit antraknose maksimal 0.25%. Menurut Berke (2000) dan McCormact
(2006) benih cabai yang memiliki viabilitas tinggi adalah benih yang berwarna
kuning cerah dan tenggelam dalam air. Benih yang tenggelam dalam air
menunjukkan benih yang berisi, sebaliknya benih yang mengapung adalah benih
yang tidak berisi atau belum matang.
Pengelolaan Serbuk Sari
Serbuk sari merupakan plasma nutfah untuk menghasilkan benih unggul
bermutu. Pengelolaan serbuk sari dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas serbuk sari yang diproduksi. Menurut Wang et al. (1993) keuntungan
pengelolaan serbuk sari sebagai sumber genetik adalah memudahkan kegiatan
penyilangan terkontrol, serbuk sari mudah dikirim, dibekukan, dan direhidrasi.
Pengelolaan serbuk sari dapat menghemat waktu dan tenaga, karena serbuk sari
dengan tingkat viabilitas tinggi dapat diperoleh tanpa harus menunggu tanaman
sampai menghasilkan bunga. Pengelolaan serbuk sari lebih ekonomis, karena
ukurannya yang kecil, mudah disimpan, dan tidak membutuhkan tempat yang luas.
Berke (2000) menerangkan bahwa penyimpanan serbuk sari sangat diperlukan
untuk meningkatkan efisiensi produksi benih cabai hibrida.
Pengelolaan serbuk sari juga berperan dalam konservasi plasma nutfah.
Komoditas yang memiliki sifat benih rekalsitran dan tanaman yang menunjukkan
respon kurang baik terhadap metode kultur jaringan umumnya dapat dikonservasi
secara in vivo melalui kebun benih yang membutuhkan areal yang luas dan biaya
tinggi untuk pemeliharaan. Kemampuan serbuk sari untuk disimpan lama dapat
menjadi solusi dalam menghadapi kendala tersebut (Wang et al. 1993).

5
Pengelolaan serbuk sari terdiri atas kegiatan panen, ekstraksi, pengeringan,
penyimpanan, dan pengujian viabilitas serbuk sari. Waktu panen serbuk sari
menjadi faktor penting untuk mendapatkan viabilitas serbuk sari yang tinggi.
Serbuk sari umumnya dipanen dari bunga yang telah antesis karena pada waktu
tersebut menunjukkan viabilitas serbuk sari tertinggi. Ekstraksi dilakukan untuk
memisahkan serbuk sari dari antera. Kondisi dan cara ekstraksi dapat
mempengaruhi viabilitas serbuk sari. Ekstraksi dapat dilakukan terpisah atau
secara bersamaan dengan kegiatan pengeringan. Siregar dan Sweet (1999)
menyatakan bahwa suhu ekstraksi, kadar air, dan kondisi penyimpanan
merupakan faktor kunci dalam menjaga viabilitas serbuk sari.
Pengeringan Serbuk Sari
Menurut Synder (1956) ekstraksi dan pengeringan serbuk sari dapat
menjaga viabilitas serbuk sari selama penyimpanan. Selain itu, juga dapat
meningkatkan daya hasil, mencegah terjadinya penyebaran patogen atau
cendawan, dan mengurangi kerusakan akibat proses pengeringan yang tinggi.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan garam jenuh, kipas
angin, vacum, silika gel, atau freeze dryer. Pengeringan serbuk sari umumnya
dilakukan pada kondisi suhu dan RH rendah.
Berke (2000) mengeringkan antera cabai dalam silika gel atau CaCO3
selama 24 jam. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menempatkan antera di
bawah lampu pijar selama beberapa jam dengan jarak 50-60 cm. Sementara itu,
Kivadasannavar (2008) mengeringkan antera cabai dengan cara menjemurnya di
bawah terik matahari selama tiga jam.
Baskorowati (2006) mengeringkan serbuk sari Melaleuca alternifolia dalam
desikator berisi silika gel selama 3 hari pada suhu ruang atau pengeringan dalam
freeze dryer selama 24 jam sehingga aman disimpan dalam suhu 18 oC.
Panella et al. (2009) mengeringkan serbuk sari bit gula dengan larutan jenuh
MgCl2. Larutan garam tersebut dapat menurunkan RH ruang hingga 33%. Aylor
(2003) menyatakan bahwa serbuk sari jagung dapat dikeringkan pada berbagai
macam larutan garam jenuh (LiCl, MgCl2, Mg (NO3)2, NaCl, KCl, dan KNO3)
selama 12-14 jam pada suhu 23 oC.
Penyimpanan Serbuk Sari
Menurut Fiveas dan McConnell (1989) serbuk sari segar memiliki viabilitas
yang paling tinggi dan digunakan untuk mendukung proses pemuliaan tanaman.
Perubahan iklim dan keragaman waktu matang serbuk sari menjadi kendala dalam
pemuliaan tanaman menggunakan serbuk sari segar. Oleh karena itu,
penyimpanan serbuk sari menjadi sangat perlu dan penting untuk dilakukan demi
menjamin ketersediaan serbuk sari.
Menurut Khan dan Perveen (2006) penyimpanan serbuk sari bermanfaat
untuk mengatasi masalah sinkronisasi pembungaan dalam produksi benih hibrida,
akibat perbedaan waktu atau tempat penamanan tetua jantan dan betina.
Sementara itu, Barnabas dan Kovacs (1997) menerangkan beberapa manfaat dari
penyimpanan serbuk sari diantaranya adalah: a) dapat meningkatkan efektivitas
penyerbukan dan produksi hasil, b) menduga kebutuhan tetua jantan dalam

6
program pemuliaan, c) mempelajari mekanisme self-incompatibility, d) konservasi
plasma nutfah, dan d) menjamin ketersediaan serbuk sari dalam periode panjang.
Barnabas dan Kovack (1997) mengklasifikasikan serbuk sari berdasarkan
daya simpannya (storability), yaitu:
1. Serbuk sari yang memiliki daya simpan panjang (6-12 bulan), seperti serbuk
sari dari famili Gingkoaceae, Pinaceae, Palmae, Saxifragaceae, Rosaceae,
Leguminosae, Anacardiaceae, Vitaceae, dan Primulaceae.
2. Serbuk sari yang memiliki daya simpan sedang (1-3 bulan), seperti serbuk sari
dari famili Liliaceae, Solanaceae, Amaryllidaceae, Salicaceae, Ranunculaceae,
Cruciferae, Rutaceae, dan Scrophulariaceae.
3. Serbuk sari yang memiliki daya simpan pendek (hanya beberapa hari saja),
seperti serbuk sari dari famili Alismataceae, Gramineae, Cyperaceae,
Commelinaceae, dan Juncaceae.
Berdasarkan struktur morfologi dan fisiologi serbuk sari pada waktu pecah
dari antera (dehiscence), serbuk sari dibedakan menjadi serbuk sari binukleat dan
trinukleat. Serbuk sari binukleat adalah serbuk sari yang memiliki satu inti sel
vegetatif dan satu inti sel generatif. Sementara itu, serbuk sari trinukleat memiliki
satu inti sel vegetatif dan dua inti sel generatif. Menurut Shivanna dan Johri
(1989) serbuk sari binukleat memiliki struktur perlindungan terhadap proses
pengeringan dan aktivitas metabolisme yang rendah. Sementara itu, serbuk sari
trinukleat sangat peka terhadap proses pengeringan dan memiliki aktivitas
metabolisme yang tinggi. Oleh karena itu, serbuk sari binukleat umumnya
memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan serbuk sari trinukleat.
Daya simpan serbuk sari juga dipengaruhi oleh kondisi ruang penyimpanan.
Serbuk sari umumnya disimpan pada suhu (-20)-0 oC dan kelembaban udara (RH)
0-30%. Serbuk sari kacang kapri dapat disimpan selama 48 minggu pada suhu
-60 oC (Perveen 2007). Sementara itu serbuk sari tanaman kehutanan seperti
Abelmoschus esculentus L. dapat disimpan selama 48 minggu pada -30-(-20) oC,
namun serbuk sari pinus tahan disimpan 18 bulan pada 22 oC (Jett et al. 1993;
Khan & Perveen 2006). Serbuk sari cabai dapat disimpan dalam suhu ruang (2025 oC) selama 24-48 jam, sedangkan pada suhu 0 oC, serbuk sari dapat disimpan
hingga satu minggu (Bosland & Votava 1999; Berke 2000).
Pengujian Viabilitas Serbuk Sari
Pengujian serbuk sari dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti
pewarnaan, pengecambahan in vitro, pengamatan tabung serbuk sari pada jaringan
stilus secara in vivo, serta pengamatan fruit set, dan seed set melalui benih yang
terbentuk sebagai hasil penyerbukan (Galletta 1983). Cara lain yang dapat
dilakukan adalah melalui pengujian konduktivitas dan respirasi (Siregar & Sweet
1999).
Pengujian viabilitas serbuk sari melalui pewarnaan merupakan cara yang
relatif mudah, cepat, dan paling banyak digunakan. Beberapa jenis pewarna yang
umum digunakan adalah acetocarmin, anilin blue, Iodine Kalium Iodide (IKI), dan
triphenyl tetrazolium chloride (TTC), seperti yang dilaporkan pada aprikot (Asma
2008), pir (Bath et al. 2012), jarak (Lyra et al. 2011), padi, jagung, cabai, dan
tembakau (Warid 2009), serta kentang (Tome et al. 2007). Pewarna acetocarmin
digunakan untuk mendeteksi aktivitas sitoplasma, anilin blue untuk mendeteksi

7
kandungan kalosa pada dinding dan tabung serbuk sari, IKI untuk mendeteksi
kandungan pati, sedangkan TTC mendeteksi aktivitas enzim dehidrogenase
(Cresti & Tiezzi 1995). Pengujian menggunakan berbagai pewarna yang berbeda
dapat memberikan hasil yang berbeda. Menurut Warid (2009) pengujian
menggunakan acetocarmin lebih cepat (2-4 jam) mewarnai serbuk sari
dibandingkan pewarna lain.
Menurut Bath et al. (2012) viabilitas serbuk sari dengan pewarnaan belum
mampu menggambarkan vaibilitas serbuk sari yang sesungguhnya. Kombinasi
pengujian viabilitas dengan pewarnaan dan pengecambahan in vitro merupakan
metode yang lebih baik untuk mendapatkan hasil pengujian yang tepat. Pengujian
in vitro umumnya dilakukan dengan mengecambahkan serbuk sari pada media
perkecambahan. Beberapa jenis serbuk sari dapat berkecambah hanya dalam
media air (Duffield 1954), sukrosa (Kumari et al. 2009), sukrosa dan asam borak
(Khan & Perveen 2006) atau media lain yang lebih kompleks (Schreiber &
Dresselhaus 2003; Satish & Ravikumar 2010). Media dasar yang umum
digunakan adalah Brewbaker dan Kwack (BK), pollen germination medium
(PGM), atau media modifikasi lainnya. Pengecambahan serbuk sari cabai telah
dilakukan pada berbagai media, seperti yang dilakukan oleh Mercado et al. (1994),
Keshavamurthy et al. (1995), Karni dan Aloni (2002), Reddy dan Kakani (2007),
dan Kivadasannavar (2008). Viabilitas serbuk sari cabai yang diuji dapat
mencapai 50-85% dan menunjukkan korelasi dengan jumlah benih per buah. Akan
tetapi, pengujian viabilitas in vitro sering memberikan hasil yang berbeda,
walaupun menggunakan media yang sama (Boavida & McCormick, 2007; Daher
2008).
Menurut Barnabas dan Kovacs (1997) pengujian viabilitas serbuk sari
melalui fruit set dan seed set merupakan metode terbaik untuk menduga viabilitas
serbuk sari dan kemampuan pembuahan. Metode pengujian fruit set dan seed set
membutuhkan waktu yang cukup lama serta sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan selama proses penyerbukan dan pembuahan. Analisis perbandingan
atau korelasi antara hasil pengujian viabilitas serbuk sari melalui pewarnaan, daya
berkecambah, fruit set, dan seed set dapat dilakukan untuk memperoleh hasil
pengujian yang tepat.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 hingga Juni 2014.
Penyemaian, penanaman, dan pengujian viabilitas serbuk sari di lapang dilakukan
di Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor. Pengolahan, penyimpanan dan
pengujian viabilitas serbuk sari in vitro dilakukan di Laboratorium Biologi dan
Biofisik Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

8
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan berupa benih cabai genotipe IPB C5 dan IPB C120
sebagai tetua jantan (sumber serbuk sari) dan genotipe IPB C2 sebagai tetua
betina. Genotipe IPB C2 dan IPB C5 merupakan tetua varietas hibrida IPB CH3.
Sementara itu, persilangan IPB C2 dengan IPB C120 merupakan calon varietas
hibrida unggul. Bahan lain yang digunakan meliputi media persemaian, kapur
pertanian, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, fungisida, silika gel, MgCl2,
akuades, kertas stensil dan media perkecambahan in vitro yang terdiri atas sukrosa,
H3BO3, CaCl2, MgCl2 dan PEG 4000.
Peralatan yang digunakan meliputi tray penyemaian, alat tanam, mulsa
plastik hitam perak, tisu, alumunium foil, tabung mikro, boks pendingin, cawan
petri, gelas objek, gunting, alat penghitung, timbangan digital, jangka sorong
digital, meteran, germinator (seedburo type SDA 8 300 B), kamera digital,
mikroskop cahaya (olympus cover 0-18), mikroskop elektron (hitachi miniscope
TM-1000S), refrigerator, freezer dan deep freezer.
Pelaksanaan Penelitian
Pengeringan Serbuk Sari Cabai
Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua genotipe cabai, yaitu IPB
C5 dan IPB C120 sebagai sumber serbuk sari. Metode pengeringan sebagai faktor
perlakuan terdiri atas delapan taraf, yaitu:
1. D0: serbuk sari segar (tanpa pengeringan)
2. D1: pengeringan antera dalam ruang AC (20+2 oC, RH 30-50%) selama 24 jam.
3. D2: pengeringan antera dalam toples yang berisi silika gel dan disimpan pada
ruang AC selama 24 jam.
4. D3: pengeringan antera dalam toples yang berisi MgCl2 dan disimpan pada
ruang AC selama 24 jam.
5. D4: pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan dilanjutkan dengan
pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi silika gel selama 4 jam.
6. D5: pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan dilanjutkan dengan
pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi MgCl2 selama 4 jam.
7. D6: pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan dilanjutkan dengan
pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi silika gel selama 24 jam.
8. D7: pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam dan dilanjutkan dengan
pengeringan serbuk sari dalam toples yang berisi MgCl2 selama 24 jam.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) faktor tunggal. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga
kali berdasarkan waktu panen serbuk sari. Model linier rancangan percobaan
dapat dinyatakan sebagai berikut:
� =�+� + +�
Keterangan:
Y
= Pengamatan pada teknik pengeringan ke-i dan ulangan ke-j.

= Rataan umum.
Di = Pengaruh perlakuan teknik pengeringan ke-i (i=1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8).
j
= Pengaruh ulangan ke-j (j=1, 2, 3).
ijk = Pengaruh acak teknik pengeringan ke-i dan ulangan ke-j.

9
Panen bunga dilakukan pagi hari (07.00-09.00) saat mencapai antesis,
yaitu mahkota bunga telah membuka sempurna, tetapi anteranya belum pecah.
Bunga yang telah dipanen dimasukkan ke dalam kantong kain kasa(Gambar 1A)
dan disimpan dalam boks pendingin untuk mempertahankan kesegaran bunga dan
viabilitas serbuk sari. Selanjutnya bunga ekstraksi dengan cara memisahkan antera
dari bagian bunga lainnya.
Pengeringan antera dilakukan sesuai dengan masing-masing taraf perlakuan.
Antera ditempatkan pada alumunium foil yang telah dibentuk mangkuk dan
dibiarkan terbuka dalam ruang AC (D1) (Gambar 1C) dan dalam toples yang telah
berisi silika gel (D2) dan MgCl2 (D3) (Ganbar 1B) selama 24 jam. Sementara itu,
perlakuan D4, D5, D6 dan D7 dilakukan dengan mengekstrak serbuk sari dari
antera yang telah dikeringkan (Gambar 1D) seperti pada perlakuan D1 terlebih
dahulu. Selanjutnya serbuk sari (Gambar 1E) dikeringkan kembali dalam silika
gel dan MgCl2 selama 4 jam (D4 dan D5) dan 24 jam (D6 dan D7). Jumlah bahan
absorban (silika gel atau MgCl2) adalah 1/3 dari volume wadah yang digunakan.
Volume toples sekitar 0.76 L, sehingga volume silika gel atau MgCl2 yang
digunakan sekitar 0.25 L (200 g). Ekstraksi serbuk sari dilakukan dengan cara
memasukkan antera kering ke dalam tabung yang telah dilapisi kain kasa,
kemudian dikocok (digoyang-goyang) hingga serbuk sari terpisah dari antera dan
menembus kain kasa.

A

B

C

D

E

Gambar 1 Panen dan pengolahan serbuk sari cabai: A) panen bunga antesis, B)
pengeringan antera dalam silika gel dan MgCl2, C) pengeringan antera
dalam ruang AC, D) ekstraksi serbuk sari, dan E) serbuk sari hasil
ekstraksi
Pengujian viabilitas serbuk sari dilakukan dengan metode pewarnaan
(Gambar 2B) menggunakan larutan acetocarmin 0.75%. Adapun pengujian daya
berkecambah serbuk sari menggunakan media pengecambahan (Gambar 2A) yang
terdiri atas 15% sukrosa, 3.24 mM H3BO3, 1.8 mM CaCl2, 1.66 mM MgCl2, dan
23.27% PEG 4000 (modifikasi Keshavamurthy et al. 1995). Pengujian dengan
pewarnaan dan pengecambahan dilakukan menggunakan metode sitting drop
(Shivanna & Johri 1989), yaitu dengan cara meneteskan media (1-2 tetes) pada
gelas objek, selanjutnya meletakkan serbuk sari pada media tersebut hingga
seluruh serbuk sari berada pada media. Gelas objek selanjutnya disimpan dalam
wadah tertutup yang telah dialasi tisu lembap (RH=100%). Waktu inkubasi untuk
pengujian dengan pewarnaan selama 2 jam, sedangkan dengan pengecambahan
selama 4 jam. Masing-masing perlakuan diuji pada enam gelas objek. Pengamatan
dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x10 pada enam bidang
pandang yang mengandung 20-50 serbuk sari.

10
Serbuk sari viabel akan berwarna merah jika diwarnai acetocarmin.
Sementara itu, serbuk sari akan berkecambah dengan ukuran panjang tabung
serbuk sari minimal satu kali diameter serbuk sarinya. Viabilitas dan daya
berkecambah serbuk sari dihitung dengan dengan rumus sebagai berikut:
Viabilitas serbuk sari % =

Jumlah serbuk sari terwarnai
x
Jumlah serbuk sari yang diamati

Daya berkecambah serbuk sari % =

%

Jumlah serbuk sari berkecambah
x
Jumlah serbuk sari yang diamati

%

Metode pengeringan yang menunjukkan viabilitas dan daya berkecambah
serbuk sari tertinggi akan digunakan untuk percobaan penyimpanan serbuk sari.
Penyimpanan Serbuk Sari Cabai
Penyimpanan serbuk sari dilakukan dalam tabung mikro pada kondisi ruang
simpan refrigerator (4-6 oC, RH 40-45%), freezer (-2+3 oC, RH 40-45%), dan
deep freezer (-20+2 oC, RH 40-45%) selama 30 hari. Viabilitas serbuk sari
diamati pada 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, dan 30 hari setelah simpan (HSS).
Penyimpanan 0 HSS adalah serbuk sari yang telah mengalami pengeringan namun
tidak disimpan. Sebagai kontrol digunakan serbuk sari segar sebelum dikeringkan.
Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Ulangan didasarkan pada waktu
panen yang dilakukan setiap tiga hari.
Percobaan menggunakan rancangan tersarang dengan ruang simpan sebagai
petak utama dan periode simpan sebagai anak petak. Model linier rancangan
percobaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
�=�+

+

+ +�

Keterangan:
Y = Pengamatan kondisi simpan ke-i, masa simpan ke-j, dan ulangan ke-k
 = Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan kondisi simpan ke-i (1, 2, 3)
j(i) = Pengaruh perlakuan periode simpan ke-j (1, 2, 3, …….., 12)
k = Pengaruh ulangan ke-k (1, 2, 3)
ijk = Pengaruh acak kondisi simpan ke-i, periode simpan ke-j, dan ulangan ke-k.
Pengujian viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari dilakukan seperti
pada percobaan pengeringan. Sementara itu, pengujian keberhasilan penyerbukan
dilakukan dengan menyerbukkan serbuk sari yang telah disimpan pada bunga
tanaman tetua betina (Gambar 2C). Hanya bunga yang terletak pada cabang kedua
hingga ketujuh yang dilakukan penyerbukan. Penyerbukan dilakukan pagi hari
(06.00-09.00) pada bunga kuncup yang akan mekar pada siang atau esok hari.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase keberhasilan penyerbukan,
yaitu persentase pembentukan buah (fruit set – FS) dan pembentukan biji (seed set
– SS) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:






% =

Jumlah buah yang terbentuk
x
Jumlah bunga yang diserbuki

% =

Jumlah biji per buah
x
Jumlah ovul per buah

%

%

11
Jumlah ovul dihitung berdasarkan rata-rata jumlah ovul pada 30 bunga yang
diamati sebelum mekar.

A

B

C

Gambar 2 Pengujian viabilitas serbuk sari cabai: A) pengecambahan,
B) pewarnaan acetocarmin, dan C) penyerbukan di lapang.
Buah hasil penyerbukan dipelihara hingga panen. Panen dilakukan pada
pagi atau sore hari pada buah yang telah mencapai masak fisiologi, yaitu minimal
80% kulit buah berwarna merah. Pengamatan mutu buah meliputi panjang buah
(cm), bobot buah (g), dan diameter tengah buah (mm). Selanjutnya buah
diekstraksi dan dilakukan pengujian benih. Produksi benih dihitung dengan
persentase benih bernas. Sementara itu, pengujian mutu benih meliputi mutu
fisiologis yaitu dengan mengecambahkan benih pada metode uji di atas kertas
(UDK). Benih ditanam pada cawan petri yang telah dilapisi kertas stensil lembap,
kemudian diinkubasi dalam germinator (suhu 30 oC dan RH 57 %) selama 14 hari
setelah tanam (HST). Masing-masing perlakuan ditanam pada tiga cawan petri
berisi 25 butir benih. Peubah yang diamati meliputi daya berkecambah (DB),
indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan potensi tumbuh maksmimum
(PTM).
Benih bernas % =

Daya berkecambah % =

Indeks vigor % =

Jumlah benih bernas per buah
x
Jumlah benih total per buah

%

Jumlah kecambah normal pada 7 dan 4 HST
x
Jumlah benih yang ditanam
Jumlah kecambah normal pada 7 HST
x
Jumlah benih yang ditanam
tn

Kecepatan tumbuh %/etmal = ∑

n=0

Potensi tumbuh maksimum % =

%

Persentase kecambah normal
Waktu perkecambahan dalam etmal

Jumlah kecambah normal dan abnormal
x
Jumlah benih yang ditanam

Analisis Data

%

%

Data dianalisis menggunakan software Excel 2010, Minitab 6, dan SAS
System 9.1 dengan analisis ragam (uji F) pada selang kepercayaan 95%.
Perlakuan yang menunjukkan beda nyata diuji lanjut menggunakan Duncan
multiple range test (DMRT).

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Curah hujan bulanan di lokasi penelitian sangat bervariasi. Curah hujan
tertinggi terjadi pada awal penanaman (Januari) yaitu mencapai 702 mm/bulan,
dan terendah pada periode panen buah akhir (Juni) mencapai 84.7 mm/bulan.
Suhu rata-rata bulanan berkisar antara 24.7 oC (Juni) hingga 26.25 oC (Mei)
dengan kelembapan udara berkisar antara 80.47% (Juni) hingga 89.61% (Januari).
Periode pembungaan (Gambar 3A) dan penyerbukan terjadi pada bulan
Maret dan April dengan curah hujan yang cukup tinggi (281.4-510.9 mm/bulan),
suhu dan kelembapan masing-masing berkisar antara 25.56-26.19 oC dan 84-87%.
Intensitas penyinaran matahari pada periode penyerbukan juga lebih tinggi
(298.19-321.97 joule cm-2) dibandingkan dengan bulan lainnya yang mencapai
214.06-299.17 joule cm-2.
Variasi cuaca yang cukup besar selama periode penelitian, mengakibatnya
tingginya serangan hama dan penyakit pada tanaman. Serangan hama thrips
(Gambar 3B) mulai terjadi saat masa pembungaan dan penyerbukan (25-35 MST).
Sementara itu, pada masa pematangan buah (50-60 MST) terjadi serangan
antraknosa (Gambar 3C) yang cukup tinggi, terutama pada genotipe IPB C5 yang
merupakan cabai besar.
Tetua betina (IPB C2) memiliki umur mulai berbunga yang lebih genjah (25
HST) dibandingkan tetua jantannya, yaitu IPB C5 (30 HST) maupun IPB C120
(35 HST). Oleh karena itu, sinkronisasi pembungaan dilakukan dengan cara
penanaman tetua betina secara bertahap. Tetua betina ditanam dua minggu setelah
penanaman kedua tetua jantan. Buah hasil persilangan dipanen antara 35-45 hari
setelah penyerbukan, sekitar 65 hari setelah tanam.

A

B

C

Gambar 3. Kondisi tanaman di lapang: A) awal masa pembungaan, B) gejala
serangan trips pada daun, C) gejala serangan antraknosa pada buah.
Morfologi Bunga Cabai
Tanaman cabai genotipe IPB C2, IPB C5, dan IPB C120 memiliki bunga
dengan korola berwarna putih yang menyatukan 5-7 petal. Jumlah antera
umumnya mengikuti jumlah petal. Ketiga genotipe yang digunakan mempunyai
warna antera yang berbeda. Genotipe IPB C2 memiliki antera berwarna abu-abu,
sedangkan IPB C5 dan IPB C120 masing-masing berwarna abu-abu kebiruan dan

13
abu-abu tua. Ketiga genotipe memiliki warna filamen yang sama, yaitu kuning.
Demikian pula dengan stilus yang seluruhnya berwarna putih dan stigma
berwarna kuning. Hasil pengamatan ini sama dengan yang telah dilaporkan oleh
Ritonga (2013).
Berdasarkan posisi stigma, genotipe IPB C2 dan IPB C120 (Gambar 4A, B)
memiliki posisi stigma yang lebih tinggi dibandingkan posisi anteranya.
Sementara itu, genotipe IPB C5 (Gambar 4C) memiliki posisi stigma sejajar atau
lebih pendek dari anteranya. Cabai genotipe IPB C2 memiliki panjang putik 4.23
mm dan panjang antera 3.35 mm. Genotipe IPB C120 memiliki panjang putik dan
panjang antera masing-masing 3.87 mm dan 3.40 mm. Sementara itu, IPB C5
memiliki panjang putik 2.54 mm dan dan panjang antera 3.63 mm. Posisi stigma
yang lebih tinggi dari posisi antera memungkinkan terjadinya penyerbukan silang
yang tinggi. Ritonga (2013) melaporkan bahwa genotipe IPB C2 memiliki
kemampuan menyerbuk silang alami yang tinggi (26.11%) dibandingkan genotipe
IPB C5 (8.63%). Akan tetapi, hasil yang berbeda ditunjukkan pada genotipe IPB
C120. Walaupun memiliki posisi antera yang lebih tinggi, genotipe IPB C120
memiliki persentase penyerbukan silang alami yang relatif rendah, yaitu hanya
mencapai 16.76%. Hal tersebut diduga karena genotipe IPB C120 merupakan
cabai keriting varietas lokal dari Kota Payakumbuh (Sumatera Barat). Varietas
lokal umumnya memiliki potensi menyerbuk sendiri (selfing) yang tinggi.

A

B

C

Gambar 4 Morfolgi bunga cabai: A) IPB C2, B) IPB C120, dan C) IPB C5.
Posisi stigma dan kemampuan silang yang tinggi pada IPB C2 menjadi salah
satu alasan penggunaan IPB C2 sebagai tetua betina. Persilangan IPB C2 sebagai
tetua betina dan IPB C5 sebagai tetua jantan telah menghasilkan cabai hibrida IPB
CH3 yang berdaya hasil tinggi (23.53 ton ha-1). Sementara itu, persilangan IPB C2
dengan IPB C120 merupakan upaya perakitan untuk menghasilkan varietas baru
cabai semi-keriting yang berdaya hasil tinggi.
Genotipe IPB C5 dan IPB C120 sebagai tetua jantan (sumber serbuk sari)
memiliki ukuran antera yang relatif sama. Antera IPB C5 memiliki panjang dan
lebar, yaitu masing-masing sekitar 3.63 mm dan 1.21 mm. Sementara itu, antera
IPB C120 memiliki panjang dan lebar mencapai 3.40 mm dan 0.91 mm. Menurut
Berke (2000), panjang antera pada cabai dapat mencapai 2-4 mm dan lebar
1.2-2 mm.
Morfologi Serbuk Sari Cabai
Serbuk sari cabai genotipe IPB C2, IPB C5, maupun IPB C120
menunjukkan morfologi yang sama. Serbuk sari berwarna kuning cerah memiliki
tiga aperture (tri aperture). Aperture merupakan celah atau area yang lebih tipis
pada eksin yang berkaitan dengan perkecambahan serbuk sari. Bagian intine akan

14
tumbuh dan keluar menembus aperture menjadi tabung serbuk sari (Erdman 1972).
Serbuk sari segar yang terhidrasi memiliki bentuk segitiga membulat dengan
ukuran sisi mencapai 22-28 µm (Gambar 5A, B). Sementara itu, serbuk sari
kering yang telah disimpan memiliki bentuk memanjang dengan ukuran 18.0-38.5
µm (Gambar 5C) dan ditemukan pula bentuk yang tidak beraturan (Gambar 5D).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Bosland dan Votava (1999) yang menunjukkan
bahwa panjang serbuk sari cabai segar dapat mencapai 20.4-40.3 µm dan serbuk
sari kering memiliki panjang 17-38 µm.

A

B

C

D

Gambar 5 Morfologi serbuk sari cabai: A) dan B) serbuk sari segar, C) dan D)
serbuk sari yang disimpan, tanda panah menunjukkan aperture.
Serbuk sari terdiri atas struktur eksin, intine, dan inti sel (Gambar 6A).
Eksin merupakan bagian terluar dari serbuk sari, sedangkan intine merupakan
stuktur dalam setelah eksin. Pengujian viabilitas serbuk sari menggunakan
acetocarmin sebagai pewarna menghasilkan serbuk sari viabel berwarna merah,
sedangkan serbuk sari nonviabel tidak berwarna (Gambar 6B). Sementara itu,
pengujian daya berkecambah dengan media perkecambahan menghasilkan serbuk
sari viabel dengan panjang tabung sari minimal satu kali diameternya, sedangkan
serbuk s